Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MODEL STUDI HADIS KONTEMPORER

Dosen Pengampu:

Moh. Irfan, MHI

Oleh :
Kelompok 8

Allya Primandira (03010320004)


Sheptia Diah Putri A. (03040320116)
Zata ‘Ismah (03040320117)

PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN ISLAM AMPEL SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang implikasi
nilai nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal, untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala kekurangan
dalam makalah ini kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan
banyak terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 22 Mei 2023

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Studi hadis kontemporer telah menjadi fokus perhatian di kalangan para peneliti,dan
akademisi Muslim dalam beberapa dekade terakhir. Hadis, sebagai sumber hukum kedua
terpenting dalam agama Islam setelah Al-Qur'an, memiliki peran sentral dalam memahami
ajaran Islam dan menggali pemahaman tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW. Namun,
dengan kompleksitas dan tantangan dalam menguji keaslian dan kredibilitas hadis, model
studi hadis kontemporer menjadi sangat penting untuk memastikan keabsahan dan relevansi
hadis dalam konteks zaman sekarang.

Pendekatan dan metodologi dalam studi hadis kontemporer telah mengalami


perkembangan yang signifikan. Para ulama dan peneliti telah menyusun model-model yang
inovatif dan beragam untuk menganalisis dan mengevaluasi hadis-hadis secara kritis. Salah
satu pendekatan yang penting adalah pendekatan historis-kritis, yang berupaya memahami
konteks sejarah, sosial, dan budaya dalam pengembangan, transmisi, dan interpretasi hadis.
Pendekatan ini melibatkan kajian mendalam terhadap periode dan tempat di mana hadis-
hadis itu beredar, serta metode kritik terhadap rantai perawi dan matan hadis.

Selain pendekatan historis-kritis, terdapat pula model-model studi hadis kontemporer


yang berfokus pada analisis teks hadis. Pendekatan ini mencakup kajian kebahasaan,
struktural, dan retorika untuk mengungkap makna dan pesan yang terkandung dalam hadis.
Metode-metode komputasional dan statistik juga telah diterapkan dalam analisis hadis untuk
mengidentifikasi pola dan karakteristik tertentu dalam koleksi hadis.

Dalam konteks keilmuan kontemporer, juga penting untuk mempertimbangkan


pendekatan interdisipliner dalam studi hadis. Kajian hadis dapat melibatkan kerangka kerja
dan metode dari berbagai disiplin ilmu seperti sejarah, ilmu hadis, kajian Quran, sosial dan
humaniora, dan ilmu komputer. Pendekatan interdisipliner ini membuka peluang untuk
memperoleh wawasan yang lebih komprehensif dan holistik tentang hadis serta relevansinya
dalam konteks kontemporer.

Namun, meskipun adanya perkembangan yang signifikan dalam model studi hadis
kontemporer, tetap ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah
kecenderungan penyelewengan atau penyalahgunaan hadis untuk tujuan politik, ideologis,
atau ekstremis. Oleh karena itu, penting bagi para peneliti dan sarjana hadis kontemporer
untuk mempertimbangkan etika dan tanggung jawab akademik dalam memahami,
menginterpretasi, dan menyebarkan hadis.Makalah ini bertujuan untuk memberikan tinjauan
menyeluruh tentang model studi hadis kontemporer, termasuk pendekatan, metodologi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian metode studi hadits kontemporer?
2. Apa saja dua model studi hadits yang saling kontradiktif?

1.3 Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar para mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami
pendekatan matan dalam studi Hadits. Selain itu mahasiswa dan mahasiswi dapat lebih
memahami salah satu materi dari mata kuliah pengantar studi islam yaitu Model Studi Hadits
Kontemporer.

BAB II
PEMBAHASAN
Kata Hadits menurut bahasa berarti al-jadîd (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadîm
(sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Hadits kemudian didefinisikan sebagai ucapan,
perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW. Hadits, dilihat dari sudut kuantitas, atau
jumlah rawi, diklasifikasikan dengan Hadits mutawâtir dan hadits âhâd.

2.1 Metode Studi Hadits Kontemporer

Studi hadis kontemporer merupakan sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan
penelitian hadis dari sisi sanad maupun matan yang berujung pada pengembangan metodologi
penelitian hadis yang lebih baik. Studi hadis kontemporer tidak hanya difokuskan pada penelitian
hadis dari sisi sanad maupun matan, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain seperti sejarah,
sosial, dan budaya.

● Kajian Sirah Nabi

Nabi Muhammad adalah simbol dari sifat kemanusiaan yang sempurna. Mengkaji tentang
Nabi, tidak akan lepas dari sejarah. Hal ini sulit dihindari, karena terjadi kesenjangan zaman
yang begitu panjang antara Nabi dengan kita. Di sinilah peran sejarah sangat urgent, yang akan
memberikan data atau bukti historis yang bisa diinterpretasikan lebih jauh tentang perjalanan
hidup Nabi. Sebagai sosok yang populer, pribadi Nabi memiliki low tradition dan high tradition.
Yang masuk kategori high tradition adalah ia sebagai uswah hasanah. Earle H. Waugh, termasuk
orang yang ragu dengan pendekatan sejarah dalam mengungkap tentang perjalanan hidup Nabi.
Ia tidak percaya dengan pendapat bahwa cerita sejarah kehidupan Nabi bisa membantu kita
memahami Nabi Muhammad.
Bahkan, dengan pendekatan sejarah ini, kita hanya mendapat sedikit cerita tentang
kelahirannya, sebelum ia menjadi manusia berpengaruh. Karena keraguannya terhadap
pendekatan sejarah untuk mengungkap Nabi, ia menggunakan teori model dalam
menginterpretasikan Nabi Muhammad yang kharismatik (uswah hasanah). Konsep model ini
pertama kali digunakan oleh seorang ahli matematika Eugenio Betromi dan Felix Cline untuk
membantu menjelaskan geometri non Euclidean kemudian diadopsi oleh ahli logika matematika,
seperti Gottlob Frege dan Bertrand Russell. Dari sini model dimanfaatkan dalam bahasa pertama
kali oleh F. Hockett pada tahun 1954.
Istilah model menurut bahasa bisa diartikan contoh, teladan. Dengan demikian apabila
merujuk pada sub kajian ini berarti kita akan mengkaji keteladanan Nabi dalam perjalanan
hidupnya, sebagaimana diungkap oleh Ibnu Ishaq dalam karyanya al-Sirah al-Nabawiyyah.
Sirah, menurut Wansbrough mempunyai peranan yang besar dalam Islam karena merupakan
kesaksian yang bercerita tentang salvation history versi Islam.
Dengan teori model, menurut Ramsey akan dapat memahami misteri yang ada di hadapan
seseorang. Ramsey menambahkan bahwa teori model tidak hanya menyajikan gagasan-gagasan
tentang realitas, tetapi juga muatan kognitif nya. Teori model tidak hanya merupakan persepsi
imajiner yang membawa data yang tak terduga. Tetapi juga pandangan-pandangan tentang
hakikat sesuatu yang sekalipun tampak kontradiktif dengan apa yang biasanya diyakini benar dan
menyatakan sesuatu yang bermakna tentang realitas dari mana mereka muncul.
Menurut Ewert Cousins, teori model berfungsi pada dua tingkatan: pertama, berkaitan dengan
pengalaman keagamaan dalam mencari apa yang disebut model-model keagamaan (experiental
models). Model pengalaman adalah struktur-struktur atau bentuk-bentuk pengalaman keagamaan
(general pattern), esoterism. Istilah pengalaman mengimplikasikan unsur subyektif, theistic,
sedangkan istilah model mengimplikasikan varietas dalam pengalaman keagamaan.
Tingkatan kedua, metode memperhatikan ekspresi (expressive models), seperti Kredo Kristen
dan sistem teologi. Ekspresi- ekspresi semacam itu diidentifikasikan sebagai model-model
ekspresi (expressive models) yang mengambil seluruh bentuk yang digunakan oleh orang
beragama dalam menyatakan pengalaman keagamaan dirinya (particular unique), exoterism.
Istilah ekspresi mengimplikasikan unsur objektif, scientific.
Karya Ibnu Ishaq, menurut Waugh, dipandang sebagai kemajuan di antara karya-karya masa
awal dan narasi-narasi oral yang tercatat dalam literatur kenabian yang dikenal dengan sebutan
maghâzî sîrah. Sîrah adalah cara paling awal untuk menjelaskan sejarah Islam pada abad pertama
dan pertengahan abad kedua. Dalam Sîrah, Ibnu Ishaq memaparkan setting Nabi, di mana
Quraysy mempunyai tradisi untuk mengelola kekuasaan secara terus-menerus. Ketika Tuhan
mengutus Muhammad, ia mempertimbangkan lagi tradisi itu. Ia berpendapat bahwa kekuasaan
mereka didasarkan atas kontinuitas tradisi agama leluhur.Mereka adalah pengikut Tuhan, Tuhan
berperang untuk mereka dan merintangi serangan musuh-musuh mereka. Mereka mencari agama
sejati dengan menyembah batu.
Selama kehidupan Nabi, terjadi antagonisme antara Ansar dengan kelompok Qurays yang
masuk Islam pada masa- masa akhir. Konflik ini, kata Waugh, dipecahkan oleh Nabi dalam
sebuah pertemuan yang secara khusus membahas ketidakpuasan di kalangan Ansar, ketika Nabi
memberikan hadiah pada Quraisy dan Baduwi.
Karena konfrontasi ini Nabi bersabda: "Sebenarnya kamu mempunyai aku, sementara
mereka semua memiliki makanan dan sekutu. Apakah kamu bingung karena suatu yang baik
dalam kehidupan ini, di mana saya menang atas mereka sehingga mereka menjadi muslim,
sementara aku mempercayai kamu karena keislamanmu? Apakah kamu tidak puas bahwa orang-
orang yang akan menarik sekutu dan kawanan, sementara kamu mengingatkan kembali dirimu
tentang Rasul Allah? Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, saya akan
menjadi salah seorang Ansar, jika semua orang berjalan dengan suatu cara, dan Anshor dengan
cara lain, saya akan mengambil jalan Ansar." Setelah mendengar penjelasan dari Nabi tersebut,
kaum Ansar menangis sambil berkata: "Kami puas dengan Rasulullah sebagai sekutu dan bagian
kami."
Perkembangan studi hadis kontemporer selalu mengalami perkembangan dan
pengembangan yang dinamis dalam setiap fase sejarahnya, sesuai dengan tuntunan dan tantangan
zaman. Oleh karena itu, studi hadis kontemporer sangat penting untuk dilakukan agar hadis-hadis
yang ada dapat diaplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Model Studi Hadits yang Saling Kontradiktif


● Kajian komparasi
Dalam melakukan penelitian Hadits, Rahman menemukan dua model tipologi yang
kontradiktif; pemikiran tradisionalis dan pemikiran modernis. Dua model tipologi di atas bagi
Rahman merupakan problem epistemologis, karena dalam praktiknya setiap kali ia melakukan
studi dengan obyek apapun ia selalu dibayangi oleh dua wajah tipologi keagamaan dengan
karakteristik yang berbeda.
a. Pemikiran tradisionalis
Pemikiran tradisionalis dalam konteks penelitian Hadits mengacu pada pandangan yang
mempertahankan otoritas hadis secara mutlak dan menganggap hadis sebagai sumber utama
dalam menentukan hukum Islam. Pemikiran ini cenderung memandang hadis sebagai
sumber hukum yang tidak dapat dipertanyakan dan harus diikuti secara harfiah. Pemikiran
tradisionalis juga cenderung memandang hadis sebagai warisan dari masa lalu yang harus
dijaga dan dilestarikan.
Dalam penelitian hadis, pemikiran tradisionalis seringkali digunakan sebagai dasar dalam
menentukan keabsahan suatu hadits dan menafsirkannya. Meskipun demikian, pemikiran
tradisionalis juga memiliki keterbatasan dalam memahami hadis, terutama dalam
menghadapi perbedaan atau kontradiksi antara hadis-hadis yang ada. Oleh karena itu, perlu
adanya pendekatan yang lebih kritis dan kontekstual dalam memahami hadis, yang dapat
mengintegrasikan pemikiran tradisionalis dengan pendekatan-pendekatan lainnya.
b. Pemikiran Modernis
Pemikiran modernis dalam konteks penelitian Hadits mengacu pada pandangan yang
mempertanyakan otoritas hadis dan mencari tahu faktor-faktor apa yang menyebabkan
terjadinya perbedaan atau kontradiksi antara hadis-hadis yang ada. Pemikiran ini cenderung
memandang hadis sebagai sumber hukum yang dapat dipertanyakan dan harus
diinterpretasikan secara kontekstual. Pemikiran modernis juga cenderung memandang hadis
sebagai produk dari masa lalu yang perlu diinterpretasikan ulang sesuai dengan konteks dan
kebutuhan zaman sekarang.
Dalam penelitian hadis, pemikiran modernis seringkali digunakan sebagai dasar dalam
menafsirkan hadis dan menentukan hukum Islam yang relevan dengan zaman sekarang.
Meskipun demikian, pemikiran modernis juga memiliki keterbatasan dalam memahami
hadis, terutama dalam menghadapi perbedaan atau kontradiksi antara hadis-hadis yang ada.
Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang lebih kritis dan holistik dalam memahami
hadis, yang dapat mengintegrasikan pemikiran modernis dengan pendekatan-pendekatan
lainnya.
Karakteristik dari pemikiran kelompok pertama adalah tekstualis, literalis, formalis dan
normatif-doktriner. Sementara karakteristik pemikiran kelompok kedua adalah pluralis,
humanis, liberalis dan kadang sekularis. Perbedaan di atas menyadarkan Rahman pada
upayanya untuk membangun konsep-konsep Sunnah dan Hadits yang lebih general dan tidak
parsial. Rahman menemukan bahwa antara dua tipologi di atas terjadi perbedaan yang tajam
dan tidak ada titik temu. Maka Rahman berusaha untuk mengembalikan posisi Hadits pada
posisinya semula, yaitu menjadi Sunnah dan tradisi yang hidup.
Muhammad al-Ghazali dalam al-Sunnah Baina Ahl al- Hadits wa Ahl al-Fikih' membagi dua
kelompok yang berbeda dalam memahami Sunnah. Ada kelompok Ahl al-Hadits yang
tradisionalis, ortodoks dan tekstual, dan ada kelompok Ahl al- Fikih yang cenderung
memahami Sunnah melalui pendekatan lima hukum fikih. Menurut al-Ghazali pemahaman
dua kelompok yang berbeda ini sering memunculkan gap yang tidak dapat didamaikan.
Maka harus diambil jalan tengah untuk meminimalisir perseteruan di antara keduanya
dengan cara menggabungkan dua pemahaman tersebut untuk diambil pemahaman yang lebih
baik.
Menurut kalangan ahl al-Hadits, hijab dimaknai dengan niqab (cadar), sementara
kalangan ahl al-Fikih memaknai hijab dengan jilbab (kerudung biasa). Alasan yang
dikemukakan oleh ahl al-Hadits adalah bahwa ketika sedang shalat, seorang wanita boleh
memperlihatkan wajah dan dua telapak tangannya karena sedang beribadah, menghadap
Tuhan, sementara ketika di luar shalat, dia berkomunikasi dengan manusia. Wajah adalah
awal dari sumber fitnah, maka wajah harus ditutup di luar shalat.
Sementara itu, kalangan ahl al-Fikih mengatakan bahwa tidak ada beda antara batasan aurat
wanita dalam ibadah dan di luar ibadah. Apa yang sudah ditetapkan oleh Allah terkait
dengan aurat wanita pada saat shalat juga berlaku untuk di luar shalat. Al-Ghazali
mengatakan bahwa dua kelompok tersebut sama-sama memiliki alasan yang kuat. Untuk itu,
bentuk hijab adalah pilihan masing-masing wanita, boleh pakai cadar boleh tidak. Yang
penting menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan dua telapak tangan.
Tentang seorang wanita karir, al-Ghazali mengatakan bahwa boleh seorang wanita
bekerja di luar dengan catatan tidak melupakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga.
Apalagi jika tugas di luar rumah terkait dengan kegiatan sosial seperti mengajar, mengobati
orang sakit dan lain sebagainya. Meskipun demikian, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, menjaga aurat dan pekerjaan yang dilakukannya sesuai dengan kodratnya sebagai
wanita. Jangan sampai ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kodratnya, seperti
polwan yang bertugas mengatur jalan raya, memikul beban berat (kuli), tentara yang terjun
di lapangan, tukang becak atau sopir angkot dan lain sebagainya.

PENUTUP

Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa studi hadis kontemporer
merupakan sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan penelitian hadis dari sisi sanad maupun
matan yang berujung pada pengembangan metodologi penelitian hadis yang lebih baik. Dalam
melakukan penelitian Hadits ditemukan dua model tipologi yang kontradiktif, yaitu pemikiran
tradisionalis dan pemikiran modernis. Dua model tipologi diatas merupakan problem
epistemologis, karena dalam praktiknya setiap kali ia melakukan studi dengan obyek apapun ia
selalu dibayangi oleh dua wajah tipologi keagamaan dengan karakteristik yang berbeda.
Karakteristik dari pemikiran kelompok pertama adalah tekstualis, literalis, formalis dan normatif-
doktriner. Sementara karakteristik pemikiran kelompok kedua adalah pluralis, humanis, liberalis
dan kadang sekularis.

REFERENSI

http://rahmarachem.blogspot.com/2015/11/model-studi-hadits-kontemporer.html

https://bincangsyariah.com/kolom/cara-memahami-hadis-metode-menyelesaikan-hadis-
hadis-yang-kontradiktif/#:~:text=Lebih%20jelasnya%20terdapat%20empat
%20metode,Tarjih%2C%20dan%20al%2DTawaquf
https://www.researchgate.net/publication/
320874943_PERKEMBANGAN_STUDI_HADITS_KONTEMPORER

https://rahmarachem.blogspot.com/2015/11/model-studi-hadits-kontemporer.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai