Anda di halaman 1dari 15

Makalah Aliran Jabariyah

(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Tauhid/Ilmu Kalam)

Dosen Pembimbing :

Di Susun Oleh :

Arif Nur Hidayat

UNIVERITAS ISLAM NEGERI LAMPUG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

EKONOMI ISLAM

2017

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, zat yang menebarkan banyak kebaikan dan
menurunkan Al-Qur’an serta menjelaskan pokok-pokok dan prisip-prisip agama-Nya didalamnya. Dia
menjadikan Rasul sebagai penjelasnya. Dia juga yang telah melimpahkan rahmat dan taufik hidayah
serta inayah-Nya, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang disajikan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah : Tauhid/Ilmu kalam.
Salawat beriringkan salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia pilihan, petunjuk jalan
lurus nan terang, baginda raja, putra padang pasir kita yakni Nabiyuna Muhammad SAW. Yang telah
berjuang dan berkorban dalam memimpin umat manusia di seluruh jagat raya menuju jalan yang
diridhoi oleh Allah SWT tuhan semesta alam dengan nur islam yang mulya.

Penulis menyadari akan keterbatasan yang ada pada diri penulis sendiri baik dalam tehnik
penulisan ataupun penguasaan materi. penulis juga mengakui dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan-kekurangan terutama mengenai bahasannya.

Untuk itu perbaikan serta saran dan kritik konstuktif sangat penulis harapkan, demi kebaikan
dan sempurnanya makalah ini.

Bandar Lampung, 29 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2


1.3 Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aliran Jabariyah................................................................. 3

2.2 Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyah................................................. 4

2.3 Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-doktrinnya................................. 9

2.4 Pokok – Pokok Pemikiran Jabariyah................................................... 12

2.5 Dalil Aqli dan Naqli jabariyah............................................................. 13

2.6 Penolakan Terhadap Paham Jabariyah................................................ 15

2.7 Pendapat pemakalah mengenai paham Jabariyah................................ 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 18

3,2 Saran.................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permulaan dari perpecahan umat islam, boleh dikatakan sejak wafatnya nabi. Tetapi perpecahan itu
menjadi reda karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Demikianlah berjalan masa-masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dalam kubu persatuan yang erat dan persaudaraan yang mesrah.
Dalam masa ketiga khalifah itulah dipergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya dan
mengembangkan islam keseluruh alam. Tetapi setelah islam luas kemana-mana tiba-tiba diakhir
khalifah usman, terjadi suatu cedera yang ditimbulkan oleh tindakan usman yang kurang disetujui
oleh pendapat umum.

Inilah asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan
meruntuhkan pemerintahan usman. Semenjak itulah berpangkalnya perpecahan umat islam
sehingga menjadi beberapa partai atau golongan dan memunculkan perbedaan pendapat.
Perbedaan tersebut tampak melalui perdebatan dalam masalah kalam yang ahirnya menimbulkan
berbagai aliran - aliran dalam Islam. Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang diperdebatkan
bukanlah akidah-akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya,
melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah, Al-Qur’an itu
baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan
dengan itu.

Pebedaan tersebut akhirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya seperti Khawarij,
Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah serta aliran – aliran lainnya. Pada pembahasan
kali ini kami akan menjelaskan tentang aliran jabariah.

1.2. Rumusan masalah

1. Apa pengertian jabariah?

2. Bagaimana sejarah kemunculan jabariah?

3. Siapa saja Pemuka Jabariyah dan bagaimana Doktrin-doktrinnya?

4. Apa saja Pokok-Pokok Pemikiran Jabariyah?

5. Apa saja Dalil Aqli Dan Dalil Naqli jabariah?

6. Apa penolakan terhadap paham jabariah?

7. Bagaimana pendapat masing-masing pemakalah mengenai jabariah?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian jabariah.

2. Untuk mengetahui sejarah kemunculan jabariah.

3. Untuk mengetahui para Pemuka Jabariyah dan bagaimana Doktrin-doktrinnya.

4. Untuk mengetahui Apa saja Pokok-Pokok Pemikiran Jabariyah.

5. Untuk mengetahui Apa saja Dalil Aqli Dan Dalil Naqli jabariah.

6. Untuk mengetahui penolakan tentang paham jabariah.

7. Untuk mengetahui pendapat masing-masing pemakalah mengenai jabariah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Aliran Jabariyah

Kata jabariah berasal dari kata jabara yanng berarti “memaksa”. Di dalam Al-munjid dijelaskan
bahwa nama jabariah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan
melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabbar (dalam bentuk mubalaghah),
artinya allah maha memaksa. Ungkapan al-ihsan majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa
manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi
jabariah (dengan menambah ya nasibah, artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih
lanjut Asy-Syahratsany menegaskan bahwa paham al jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia
dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris, jabariah disebut fatalism
atau predestination, yaitu paham bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh
qadha dan qadar Tuhan.

Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami
bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas
kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah
pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab.
Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak
dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia
itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya.
Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.

2.2. Sejarah Kemunculan Aliran Jabariyah

Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor
antara lain

1. Faktor Politik

Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan
keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin
Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan
untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam
pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam
adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur
manusia yang terlibat di dalamnya.

Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan
Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini
juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia
terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah
semata, tidak ada campur tangan manusia. Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan
karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan
bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga
disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan
sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan
mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya
masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan
mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-
paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-
Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum
Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang
penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri
sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham
penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan
mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat. Berkaitan dengan
hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak
semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum
Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah
menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.

2. Faktor Geografi
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan
bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara
hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap
penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah
keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap
Fatalisme.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai asal-usul kemunculan dan perkembangan jabariah,
tampaknya perlu dijelaskan siapa sebenarnya yang melahirkan dan menyebarluaskan paham al-jabar
serta dalam situasi apa paham itu muncul.

Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 124 H) yang kemudian
disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat
sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiliyah dalam kalangan Murji’ah. Ia duduk sebagai
sekertaris Suraih bin Al-haris dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani umayah.
Dalam perkembangannya, paham al-jabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh diatas. Masih
banyak tokoh-tokoh lain yang berjasa dalam mengembangkan paham ini, di antaranya adalah Al-
Husain bin Muhammad An-najjar dan Ja’d bin Dirar.

Mengenal kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui
pendeakatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia
menggambarkan kehidupan bangsa arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang memberikan
pengaruh besar kedalam cara hidup meraka. Ketergantungan mereka pada alam sahara yang ganas
telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.

Lebih lanjut Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat arab tidak
banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya.
Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.
Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap
fatalisme.

Sebenarnya benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-
benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini:

1. Suatu ketika, nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan.
Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan
penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

2. Khalifah Umar bin Khathab pernah menangkap sesseorang yang ketahuan mencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata, “Tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar ucapan itu,
umar marah sekali dan enganggap orang itu telah berdusta pada Tuhan. Oleh karena itu, Umar
memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karena
mencuri. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

3. Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar
(ketentuan) Tuhan dan kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang itu bertanya, “apabila perjalanan
(menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai
balasannya.” Kemudian ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar bukanlah paksaan tuhan. Oleh
karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali selanjutnya
menjelaskan, sekiranya qadha dan qadar merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur
pulalah makna janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-
Nya bagi orang-orang yang baik.

4. Pada pemerintah daulah bani Umayah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat ke
permukaan. Abdullah bin Abbas melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada penduduk siria
yang diduga berpaham “Jabariah”.

Paparan diatas menjelaskan bahwa bibit paham al-jabar telah muncul sejak awal periode islam. Akan
tetapi, al-jabar sebagai pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan terjadi pada
masa-masa pemerintahan bani umayah, yaitu oleh kedua tokoh yang telah disebutkan.

Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariah dalam islam, ada teori yang mengatakan bahwa
kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama yahudi
bermahzab qurra dan agama kristen bermahzab yacobit. Akan tetapi, tanpa pengaruh-pengaruh
asing itu sesungguhnya paham al-jabar akan muncul di kalangan umat islam.

Pemikiran yang ekstrim mengatakan bahwa manusia tidak menciptakan perbuatannya. Perbuatan
itu hanya ada pada Allah. Manusia tidak mempunyai perbuatan karena dia tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat. Perbuatan yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia sama dengan
gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda mati. Oleh sebab itu, manusia berbuat bukan dalam arti
sebenarnya tetapi dalam arti majasi. Perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan
atas dirinya, termasuk peerbuatan mengerjakan kewajiban dan menerima pahala dan siksa.

Dengan demikian, perbuatan manusia tidaklah timbul dari kemauan sendiri tetapi perbuatan itu
dipaksakan atas dirinya. Misalnya, jika seorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukan atas
kehendaknya sendiri tetapi timbul karena kehendak Tuhan. Jadi jabariyah ekstrem berkeyakinan
bahwa yang mempunyai rencana dan melaksanakan perbuatan manusia adalah Allah. Manusia
dianggap sebagai pelaku yang semu terhadap perbuatannya sendiri. Sedangkan jabariyah moderat
berpendapat bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik yang baik dan yang
jahat, tetapi manusia mempunyai andil dalam mewujudkan perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Inilah yang
disebut kasb, dengan arti perolehan bagi manusia karena yang mewujudkan perbuatan bukan
manusia tetapi Tuhan. Perbuatan manusia pada hakikatnya diciptakan Tuhan. Manusia dan Tuhan
bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.

Sebab, di dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham ini, misalnya:

Artinya: “...mereke tidak juga beriman, kecuali jika Allah menghendaki” (Qs. Al-An’am :111)

Artinya: “padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (Qs. Ash-
Shaffat:96)

Artinya: “kamu tidak menghendaki, tetapi allah yang menghendaki....” (Qs. Al-Insan :30)
Ayat-ayat diatas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran jabariah. Mungkin inilah sebabnya
pola pikir jabariah masih tetap ada di kalangan umat islam hingga kini walaupun anjurannya telah
tiada.

2.3. Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-doktrinnya

Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan
moderat. Di antara doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia
bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri., tetapi perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi
atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian.

Di antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah berikut ini :

a) Jahm bin Shofyan

Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari Khurusan, bertempat
tinggal di Khufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat sebagai sekretaris Harits
bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan
kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama.

Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukanJahm yang
tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk. Pendapat Jahm yang berkaitan dengan
persoalan teologi adalah sebagai berikut :

1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih
terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan,
meniadakan sifat Tuhan (nahyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.

2. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.

3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan
konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.

4. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata
di akhirat kelak.

Dengan demikian, dalam beberapa hal, pendapat Jahm hampir sama dengan Murji’ah, Mu’tazillah,
dan Asy’ariyah. Itulah sebabnya para pengkritik dan sejarawan menyebutnya dengan Al-Mu’tazili, Al-
Murji’i dan Al-Asy’ari.

b) Ja’d bin Dirham

Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di lingkungan orang
Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan
pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah
menolaknya. Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer
pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskan sebagai
berikut :

1. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru.sesuatu yang baru itu tidak dapat
disifatkan kepada Allah.

2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan
mendengar.

3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Berbeda dengan Jabariyah ekstrim, Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisitin). Menurut faham kasab,
manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatanyang diciptakan
Tuhan.

Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat adalah berikut ini :

a. An-Najjar

Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjariyah (wafat 230 H). Para pengikutnya
disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah :

1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori An-Asy’ary.
Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya
bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja
memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b. Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan
Husein An-Najjr, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang.
Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam
melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan
oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.

Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui
indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad.
Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
2.4. Pokok-Pokok Pemikiran Jabariyah

1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan paksaan
dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa ditolak oleh manusia. Manusia tidak punya
kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh jahm bin shofwan.

2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang kekal.

3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya, bahwa
manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan melalkukan dosa besar,
tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.

4. Kalam Tuhan adalah makhluk, Allah SWT mahasuci dari segala sifat keserupaan dengan makhluk-
Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai
makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah, tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.

5. Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan mendengar

6. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam mewujudkan
perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori kasah, sementara An-najjar
mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab
tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya.

2.5. Dalil Aqli Dan Dalil Naqli

Landasan naqly (alasan yang diambil dari al-Quran dan Hadis) dan aqly (alasan yang bersandar pada
akal atau rasional semata) yang menjadi pegangan sekaligus alasan "ada" nya kedua aliran teologi
ini.

1. Dalil-dalil naqli sebagai dasar aliran Jabariyah

QS. Ash-Shafaat ayat 96 :

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

QS. Al-Anfal ayat 17 :

Artinya: “......dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.”

QS. al-Hadid ayat 22:

Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

QS. Al-Insan 30 :
Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

2. Adapun dalil-dalil aqliy yang dijadikan landasan bagi kaum Jabariyah antara lain sebagai berikut:

1) Makhluk tidak boleh mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan, dan kalau itu terjadi, berarti
menyamakan Tuhan dengan makhluknya.

2) Mereka menolak keadaan Allah Maha Hidup dan Maha Mengetahui, namun ia mengakui
keadaan Allah Yang Maha Kuasa.

3) Allahlah yang berbuat dan menciptakan, oleh karena itu, makhluk tidak mempunyai kekuasaan.

4) Manusia tidak memiliki kekuasaan sedikit juapun, manusia tidak dapat dikatakan mempunyai
kemampuan (Istitha`ah).

5) Perbuatan yang tampaknya lahir dari manusia bukan dari perbuatan manusia karena manusia
tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai pilihan antara
memperbuat atau tidak memperbuat.

6) Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk adalah perbuatan Allah dan perbuatan itu
disandarkan kepada makhluk hanya penyandaran majazi. Sama seperti kata pohon berbuah, air
mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan tenggelam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya.

2.6. Penolakan Terhadap Paham Jabariyah

Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga
mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa
berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti
akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka
dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia
seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada
takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa
tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.

Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia
untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya serta
terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan
oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa
segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk
melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.

Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan usaha
yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan berdoa. Semua itu menurut
keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga
doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak
memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi.
Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang
dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh
Allah. Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu
dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan
kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan
pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan
dengan dalil-dalil baik syariat maupun akal.

2.7. Pendapat Pemakalah Mengenai Jabariah

1. Arif Nur Hidayat

Menurut pendapat saya bahwa aliran Jabariyah hanya memandang satu sifat kekuasaan Allah dan
tidak memandang keadilan dan kebijaksanaan-Nya; sehingga semua perbuatan yang dilakukan
disandarkan pada takdir Allah. aliran Jabariyah adalah aliran yang menyebarkan paham bahwa
Tuhan-lah yang berkuasa dan manusia tidak mempunyai daya apapun. Manusia tidak dapat berbuat
apa-apa, segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia itu telah ditetapkan oleh Tuhan. Karena
sebenarnya manusia memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya
merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan.

2. Devi Safitri

Jabariah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa, jabariah berarti kelompok atau aliran yang
mempunyai paham bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar
Tuhan. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.

3. Indah Apriliani

Menurut pendapat saya jabariah adalah suatu perbuatan manusia yang dipaksa dan terpaksa. Kalau
dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabbar (dalam bentuk mubalaghah), artinya allah maha
memaksa.

Jadi aliran jabariah ini sudah ada di dalam perbuatan manusia sesuai dengan qadha dan qadar Allah
swt. Dengan demikian posisi manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebasan inisiatif sendiri,
tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu aliran jabariah ini menganut paham
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan
terpaksa. Aliran Jabariah itu telah muncul sejak awal periode islam. Akan tetapi, al-jabar sebagai pola
pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan terjadi pada masa-masa pemerintahan
bani umayah.

4. Meiana Nirmalasari

Menurut pendapat saya, Jabariyah adalah aliran yang memandang bahwa perbuatan manusia
tidaklah timbul dari kemauan sendiri tetapi perbuatan itu dipaksakan atas dirinya. Manusia berbuat
bukan dalam arti sebenarnya tetapi dalam arti majasi. Perbuatan manusia merupakan perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya, termasuk peerbuatan mengerjakan kewajiban dan menerima pahala
dan siksa. Perbuatan manusia pada hakikatnya diciptakan Tuhan. Manusia dan Tuhan bekerja sama
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Kata jabariah berasal dari kata jabara yanng berarti “memaksa”. Di dalam Al-munjid dijelaskan
bahwa nama jabariah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan
melakukan sesuatu.

2. Aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang
mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah
ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.

3. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan
Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini
juga disebut Jahmiyah.

4. Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan
moderat. Tokoh dari jabariyah ekstrim adalah Jahm bin Shofyan dan Ja’d bin Dirham sedangkan
tokoh jabariyah moderat adalah An-Najjar dan Adh-Dhirar.

3.2. Saran

Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah yaitu bahwa manusia benar-benar
memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir
(ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat
tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau
jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah
SWT. Untuk itu, sebagai mahasiswa yang berpendidikan, kita harus mampu memahami benar
masalah akidah ini agar selalu berada di jalan-Nya yang lurus.

Daftar Pustaka

Abdul Rozak, Rosihin Anwar. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia

Afrizal M. 2006. Ibn Rusyid 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam. Jakarta: Erlangga.

Harun Nasution.1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan., Jakarta : UI Press.
Cet V

Dalil Naqli dan Aqli Landasan Jabariyah dan Qadariyah”, dikutip pada 20 maret 2016, pukul 20.02.
http://galleryimran.blogspot.co.id/2011/12/dalil-naqli-dan-aqli-landasan-jabariyah.html#!/tcmbck

Anda mungkin juga menyukai