Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGUMPULAN / PENYUSUNAN AL-QUR`AN DAN


NASKAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Tarbawi

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Elih Yuliah, M,Ag.

Disusun Oleh :
Muhammad Nurul Hakim

PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAMSUL ‘ULUM
GUNUNGPUYUH SUKABUMI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1443 H / 2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu. Tak
lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Nabi Muhammad Saw.. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhirat
kelak.
Penulisan makalah berjudul Pengumpulan Atau Penyusunan Al-Qur`An
Dan Naskah bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Tarbawi.
Pada makalah diuraikan tinjauan umum Al-Qur`an, perbedaan antara Al-Qur`an
dan Hadits, sejarah pembukuan dan pembakuan Al-Qur`an dan pembuktian
otentititas Al-Qur`an.
Selama proses penyusunan makalah, penulis mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik
dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Aamiin.
Akhirul kalam. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thoriq.
Wassalamualaikum wr.wb
Sukabumi, 17 Oktober 2021
Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................2
II. PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Al-Qur`an ..........................................................3
B. Perbedaan antara Al-Qur`an dan Hadits.......................................15
C. Sejarah Pembukuan / Penyusunan Al-Qur`an...............................16
III. PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam dan sebagai hidayah atau
petunjuk bagi manusia dalam mengelola hidupnya yang baik, dan merupakan
rahmat untuk alam semesta, disamping pembeda antara yang hak dan yang
bathil, Al-Qur`an juga sebagai penjelas terhadap segala sesuatu.1 Ayat yang
secara khusus menegaskan bahwa Al-Qur`an berfungsi sebagai petunjuk bagi
manusia yang bertakwa adalah sebagai berikut :

َ‫ْب فِي ِه هُدًى لِّ ْل ُمتَّقِين‬ َ ِ‫ٰذل‬


َ ‫ك ْٱل ِكتَابُ الَ َري‬
Artinya : “Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah : 2).
Al-Qur`an berfungsi sebagai sumber segala aturan tentang hukum, sosial-
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, moral dan sebagainya, yang harus dijadikan
way of life oleh manusia untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup yang
di hadapinya.2 Al-Qur`an diturunkan dengan membawa kebenaran hakiki yang
berfungsi sebagai dasar penetapan hukum yang harus dipegang teguh oleh
umat manusia. Tidak boleh sedikitpun menyimpang dari Al-Qur`an.
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa` ayat 105 :

َ‫اس بِ َم__آ أَ َراكَ ٱهَلل ُ َوالَ تَ ُك ْن لِّ ْل َخ_ آئِنِين‬


ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَ ْينَ ٱلن‬ ْ _ِ‫_اب ب‬
ِّ ‫_ٱل َح‬ َ _َ‫زَلنَا إِلَ ْي__كَ ْٱل ِكت‬
ْ ‫إِنَّآ أَ ْن‬
﴾١٠٥:‫خَصيما ً ﴿النساء‬ ِ
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang
khianat”. (Q.S. An-Nisaa` : 105)

1
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,(Jakarta:Bulan Bintang,1988), h.
42.
2
Ibid.

1
Al-Qur`an juga merupakan bukti bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Nabi
dan Rasul Allah dan bahwa Al-Qur`an adalah firman-Nya, bukan ucapan atas
ciptaan Muhammad sendiri.3
Untuk menjamin terpeliharanya Al-Qur`an, disamping dihafalkan,
Rasulullah Saw juga memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya.
Dalam penulisan Al-Qur`an dari yang asalnya berbentuk shuhuf sampai
menjadi mushhaf yang disebut dengan Mushhaf Utsmani, terdapat beberapa
proses sejarah yang dilalui dan melibatkan para sahabat. Hal inilah yang
menjadi salah satu pokok pikiran utama penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tinjauan umum tentang Al-Qur`an ?
2. Apa perbedaan antara Al-Qur`an dan Hadits ?
3. Bagaimana sejarah pembukuan dan pembakuan Al-Qur`an ?
4. Apa bukti keotentikan Al-Qur`an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan umum Al-Qur`an.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara Al-Qur`an dan Hadits.
3. Untuk mengetahui sejarah pembukuan dan pembakuan Al-Qur`an.
4. Untuk mengetahui bukti keotentikan Al-Qur`an.

3
Ibid.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Al-Qur`an
1. Pengertian Al-Qur`an
Allah Swt menamai kitab suci-Nya yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw dengan nama Al-Qur`an. Secara etimologis, kata Al-
Qur`an mengandung arti bacaan atau yang dibaca. Lafal Al-Qur`an
berbentuk mashdar dengan makna “isim maf’ul”. 4 Lafal Al-Qur`an dengan
arti bacaan, misalnya dalam firman Allah Swt sebagai berikut:

ُ‫) فَإ ِ َذا قَ َر ْأنَاه‬١٧(ُ‫) إِ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُرْ آنَه‬١٦( ‫ْج َل بِ ِه‬ ْ ‫اَل تُ َح‬
ِ ‫رِّك بٍ ِه لِ َسانَكَ لِتَع‬
)١٨ -١٦ : ‫ (القيامة‬.)١٨(‫فَاتَّبِ ْع قُرْ آنَه‬
Artinya :
1. “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur`an
karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya”.
2. “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”.
3. “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu”. (Q.S. Al-Qiyamah : 16 – 18).
Dikalangan ulama, terdapat beberapa pendapat tentang asal kata Al-
Qur`an, diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Asy-Syafi’i (105-204 H) berpendapat bahwa kata Al-Qur`an itu ditulis


dan dibaca tanpa hamzah (Al-Quran bukan Al-Qur`an) serta tidak
diambil dari kata lain. Ia adalah nama khusus untuk kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagaimana nama Injil dan
Taurat yang masing-masing diberikan kepada Nabi Isa a.s. dan Nabi
Musa a.s.5

b. Imam Al-Farra’ (wafat 207 H) seorang ahli bahasa yang cukup terkenal
berpendapat bahwa kata Al-Qur`an tidak memakai hamzah, namun ia

4
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 34.
5
Ibid.

3
musytaq dari kata ‫قَ َرائِ ُن‬ yang merupakan isim jama’ dari kata ٌ‫قَ ِر ْينَة‬
yang berarti petunjuk atau indikator. Alasan pendapat ini adalah karena
dalam kenyataanya sebagian ayat-ayat qarinah atau petunjuk/indikator
lainnya berfungsi sebagai petunjuk/indikator terhadap yang dimaksudkan
oleh ayat lain yang serupa. Ayat-ayat Al-Qur`an, satu dengan yang
lainnya saling memberikan petunjuk.6

c. Al-Asy’ari (wafat 324 H) seorang ahli dan pendiri ilmu tauhid/ilmu


kalam, pemuka aliran sunny, berpendapat bahwa kata Al-Qur`an tidak

berhamzah. Al-Qur `an merupakan musytaq dari kata َ‫قَ َرن‬ yang
mengandung arti menggabungkan. Dalam arti bahwa dalam
kenyataannya, surat-surat yang berjumlah 114, dan ayat-ayat yang
jumlahnya melebihi 6200 itu dihimpun dan digabungkan dalam satu
mushhaf.7

d. Az-Zajjaj (wafat 324 H) pengarang kitab Ma’anil Qur`an berpendapat

bahwa kata Al-Qur`an berhamzah, yaitu dengan wazan/imbangan ‫فُ ْعاَل ُن‬,
juga kata Al-Qur`an merupakan musytaq dari kata ُ‫أَلقَ َرأ‬ yang berarti
penghimpunan. Hal ini karena sesungguhnya kitab suci yang dinamai
dengan Al-Qur`an itu di dalamnya menghimpun intisari ajaran-ajaran
dari kitab-kitab sebelumnya.8 Sebagaimana firman Allah Swt :

ُ ‫َرسُوْ ٌل ِّمنَ هللاِ يَ ْتلُوْ ا‬


-٢:‫(البين__ة‬. )٣( ٌ‫) فِ ْيهَ__ا ُكتُبٌ قَيِّ َم_ ة‬٢( ً‫ص _ ُحفًا ُمطَه ََّرة‬

Artinya :
1. “(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan
lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur`an).
2. “Didalamya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus. (Q.S. Al-
Bayyinah :2-3).

6
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 35.
7
Ibid.
8
Ibid.

4
e. Al-Lihyani berpendapat bahwa lafal Al-Qur`an itu menggunakan huruf

hamzah (‫)أ‬, yaitu bentuk masdar dari kata َ‫قَ َرأ‬ yang berarti membaca.
Hanya saja, lafal Al-Qur`an ini menurut al-Lihyani adaalah mas{dar bi
ma’na isim al-maf’ul. Jadi, arti Qur`an sama dengan arti maqru, yaitu
yang dibaca.9

f. Dr. Shubhi As-Shalih, pengarang kitab Mabaahits Fii Uluumil Qur`an


mengemukakan penilaianya, bahwa pendapat yang paling kuat adalah
yang menyatakan kata al-Qur`an itu berbentuk mas{dar , sebagaimana

sinonim dari kata ٌ‫ قِ َرا َءة‬yang berarti bacaan. Menurut beliau bahwa lafal
‫قَ َرأ‬ yang berarti ‫تَلَى‬ adalah berasal dari bahasa Arab, tetapi lafal itu
ketika al-Qur`an diturunkan telah baku menjadi bahasa Arab. Islam
mempergunakan kata al-Qur`an untuk menamai kitab sucinya. 10
Menurut pengertian terminologis, ternyata banyak pengertian al-Qur`an
dikemukakan oleh para ulama dari berbagai keahlian, baik dari ulama ahli
bahasa, ilmu kalam, ushul fiqh dan sebagainya.
Definisi al-Qur`an yang disepakati oleh para ahli ilmu: ahli kalam, ahli
ushul, ahli bahasa dan fuqoha, sebagaiman dirumuskan az-Zarqoni sebagai
berikut:

ِ َّ‫آن هُ َو اللَّ ْفظُ ْال ُمنَ َّز ُل َعلَى ُم َح َّم ٍد ص م ِم ْن أَ َّو ِل ْالفَاتِ َح ِة إِلَى آ ِخ ِر الن‬
‫اس‬ ُ ْ‫اَ ْلقُر‬
“ Al-Qur`an adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw dari permulaan surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas .”11
Khusus ulama Mutakallimin menerima rumusan, bahwa al-Qur`an
sebagai lafal yang diturunkan, dengan catatan bahwa lafal-lafal itu
merupakan cerminan saja dari kalam nafsi yang berada dalam dzat Allah
Swt yang tidak tersusun dari suara dan huruf-huruf, yang bersifat qadim dan
azali serta tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dikatakan tidak terikat oleh

9
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 36.
10
Ibid.
11
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 37.

5
ruang dan waktu, karena setiap yang terkait dengan ruang dan waktu adalah
hadits (baru).12
Al-Qur`an itu Kalamullah, meliputi dua macam kalam: Nafsi dan Lafdzi.
Mereka yang lebih cenderung pada kalam nafsi hanya kalangan
Mutakallimin. Mereka mungkin berkepentingan untuk membebaskan Allah
dari sifat-sifat yang hadits di satu pihak. Adapun yang lebih condong pada
kalam lafdzi adalah dari kalangan Ushuliyyin, para Fuqaha dan ahli Bahasa
Arab. Ulama Ushul dan Fuqaha cenderung pada kalam lafdzi karena mereka
berkepentingan dengan lafadz-lafadz al-Qur`an itu dalam rangka
menentukan dalil-dalil hukum atau dalam rangka istinbath hukum, karena
untuk semua tidak mungkin dilakukan tanpa lafal. Demikian pula ahli
bahasa Arab cenderung pada lafadz, karena mereka berkepentingan untuk
melihat apakah al-Qur`an mengandung kei’jazan (mu’jizat) atau tidak, dan
itu dapat diketahui lewat memperhatikan susunan lafadz-lafadz al-Qur`an
yang konkrit.13
Dengan pola pikir tersebut diatas, ulama Ushul, Fuqoha dan ahli Bahasa
Arab menyepakati definisi al-Qur`an sebagai berikut:

‫ف‬ َ ‫رآن هُ َو ْالكَاَل ُم ْال ُم ْع ِج_ ُز ْال ُمنَ_ َّز ُل َعلَى ُم َح َّم ٍد ص م ْال َم ْكتُ_وْ بُ فِى َم‬
ِ ‫ص_ا ِح‬ ُ ُ‫اَلق‬
.‫ ْال ُمتَ َعبَّ ُد بِتِاَل َوتِ ِه‬,‫ْال َم ْنقُوْ ُل إلَ ْينَا بِالتَّ َواتُ ِر‬
“ Al-Qur`an adalah kalamullah yang mengandung i’jaz yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw yang termaktub dalam mushaf-mushaf
(utsmani) yang dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir yang
dianggap bernilai ibadah dalam membacanya.”14
Menurut rumusan Dr. Shubhi As-Shalih:

‫ف‬ َ ‫رآن هُ َو ْال ِكتَابُ ْال ُم ْع ِج ُز ْال ُمنَ _ َّز ُل َعلَى النَّبِ ِّي ص م ْال َم ْكتُ__وْ بُ فِى َم‬
ِ ‫ص _ا ِح‬ ُ ُ‫اَلق‬
.‫ ْال ُمتَ َعبَّ ُد بِتِاَل َوتِ ِه‬,‫ْال َم ْنقُوْ ُل بِالتَّ َواتُ ِر‬
“ Al-Qur`an adalah kitabullah yang mengandung i’jaz, yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw yang termaktub dalam mushaf-mushaf
12
Ibid.
13
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 38.
14
Ibid.

6
(utsmani) yang dinukilkan dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai
ibadah dalam membacanya.”15
Ringkasannya ialah, bahwa Al-Qur`an adalah wahyu Ilahi, kalamullah,
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulullah akhir
zaman, yang dalam bentuknya sekarang termaktub dengan jelas dalam
mushaf Utsmani, yang sampai kepada kita selaku umatnya dengan jalan
mutawatir, jika kita baca baik pada waktu shalat maupun di luar shalat maka
bernilai ibadah, dan dihukumkan kafir orang yang mengingkarinya.16
2. Isi Kandungan Al-Qur`an
a. Akidah

Akidah secara etimologi berasal dari kata ً‫ يَ ْعقِ ُد – َعقِ ْي َدة‬- ‫َعقَ َد‬ yang
berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Secara terminologi akidah
adalah paham tentang sesuatu yang diyakini atau diimani oleh hati
manusia yang benar sebagai pandangan yang benar.17
Akidah Islam merupakan suatu kepercayaan yang diyakini
kebenarannya dengan sepenuh hati oleh setiap muslim. Dalam Islam,
akidah bukan hanya sebagai konsep dasar yang ideal untuk diyakini
dalam hati seorang muslim. Akan tetapi, akidah atau kepercayaan yang
diyakini seorang muslim itu harus dimanifestasikan dalam amal
perbuatan dan tingkah laku sebagai orang beriman. Ia harus mampu
mewujudkan keimanannya dalam amal perbuatan yang baik (amal saleh)
dan tingkah laku yang terpuji (al-akhla>q al-kari>mah) seperti yang
diajarkan Allah Swt.18
Pokok-pokok keimanan yang harus diyakini menjadi akidah Islam
telah dijelaskan dalam Al-Qur`an, antara lain sebagai berikut :

15
Ibid.
16
Rif’at Syauqi Nawawi & M. Ali Hasan, loc. cit., h. 39.
17
Harjan Syuhada, dkk., Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas X, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara,2010), h. 3.
18
Lilis Fauziyah R.A., dkk, Kebernaran Al-Qur`an dan Hadits 1, (Malang : PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009), h. 22.

7
َّ ُ‫) هللا‬١( ‫قُلْ هُ َو هللاُ أَ َح_ ٌد‬
‫) َولَ ْم يَ ُك ْن لَّهُ ُكفُ _ ًوا‬٣(‫) لَ ْم يَلِ _ ْد َولَ ْم يُوْ لَ _ ْد‬٢(‫الص _ َم ُد‬
)٤ -١ : ١١٢/‫ (اإلخالص‬.)٤(‫أَ َح ٌد‬
Artinya :
1. “Katakanlah (Muhammad), ‘Dialah Allah Yang Maha Esa’.”
2. “Allah tempat meminta segala sesuatu.”
3. “(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
4. “Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (Q.S. Al-
Ikhlas:1-4)

)١٦٣ :٢/‫اح ۚ ٌد آَل اِ ٰلهَ ااَّل هُ َو الرَّحْ مٰ ُن ال َّر ِح ْي ُم (البقرة‬


ِ ‫َواِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ َّو‬
Artinya :
163. “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
(Q.S. Al-Baqarah:163)
b. Ibadah
Kandungan penting kedua Al-Qur`an adalah ibadah. Menurut Al-
Qur`an, tujuan utama dari penciptaan jin dan manusia di muka bumi
adalah agar mereka beribadah kepada Allah, sebagaimana yang
dijelaskan dalam firman Allah Swt berikut ini.

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


)۵٦:۵۱/‫س إاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن (الذريات‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Artinya:
“Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku. (Q.S. az|-Z|ariya>t/51: 56).
Berdasarkan kandungan ayat di atas, setiap manusia harus menyatakan
penghambaannya kepada Allah Swt. Hanya kepada-Nya manusia
beribadah dan memohon pertolongan.19 Ikrar yang dimaksudkan adalah
sebagaimana tertuang dalam Al-Qur`an Surat al-Fa>tihah ayat 5.

)۵ :۱/‫ (الفاتحة‬.‫اِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َواِيَّاكَ نَ ْستَ ِعي ُْن‬

19
Ibid.

8
Artinya:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Q.S. al-Fa>tihah / 1: 5).
c. Janji dan Ancaman
Allah menjanjikan kepada setiap orang yang beriman dan selalu
mengikuti semua petunjuk-Nya akan memperoleh kebahagiaan hidup, di
dunia maupun di akhirat, dan akan dijadikan Khalifah di muka bumi ini.
Sebagaimana firman Allah Swt berikut ini.

‫وا أَتَجْ َع_ ُل فِيهَ__ا َمن‬ ْ ُ‫ض خَ لِيفَةً قَال‬ِ ْ‫اع ٌل فِى ٱألَر‬ ِ ‫ال َربُّكَ لِ ْل َمالَئِ َك ِة إِنِّى َج‬
َ َ‫َوإِ ْذ ق‬
‫ك قَ__ا َل إِنِّ ۤي أَ ْعلَ ُم َم__ا‬ ُ ِ‫يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف‬
َ َ‫ك ٱل ِّد َمآ َء َونَحْ ُن نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَ ِّدسُ ل‬
) ٣٠ :٢/‫ (البقرة‬. َ‫الَ تَ ْعلَ ُمون‬
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’.
Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menupahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui’.” (Q.S. al-Baqarah/2:30).
Sebaliknya, Allah Swt mengancam terhadap siapa pun yang ingkar
kepada-Nya dan memusuhi Nabi/Rasul-Nya, akan mendapat
kesengsaraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana
firman Allah Swt berikut ini.

‫_ار َجهَنَّ َم َخالِ_ ِدينَ فِيهَ__ا ِه َى َح ْس_بُهُ ْم‬ َ َّ‫ت َو ْٱل ُكف‬
َ _َ‫ار ن‬ ِ ‫َو َع َد هللا ْال ُمنَافِقِينَ َو ْٱل ُمنَافِقَ__ا‬
) ٦٨ :٩_/‫َولَ َعنَهُ ُم ٱهَّلل ُ َولَهُ ْم َع َذابٌ ُّمقِي ٌم (التوبة‬
Artinya:
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan
dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di

9
dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka: dan Allah mela’nati
mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” (Q.S. at-Taubah/9:68).
d. Akhlak
ٌ ُ‫ ) ُخل‬yang berarti budi
Akhlak adalah bentuk jamak dari kata khuluq (‫ق‬
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Akhlak disamakan dengan
kesusilaan dan sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin
manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak
anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian
khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab
kebiasaan, perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan
perbuatan. Etichos kemudian berubah menjadi etika.20 Urgensi ajaran
akhlak, antara lain dapat dipahami dari pernyataan Nabi Muhammad Saw
berikut ini.
ُ ُ ‫اِنَّ َما ب ُِع ْث‬
ِ ‫ار َم اأْل َ ْخاَل‬
‫ رواه البخاري‬.‫ق‬ ِ ‫ت أِل تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan.” ( H.R. Ahmad).21
Nabi Muhammad Saw berhasil melaksanakan tugasnya
menyampaikan risalah islamiyah, antara lain disebabkan memiliki
komitmen yang tinggi dalam akhlak. Ketinggian akhlak beliau itu
dinyatakan Allah dalam Al-Qur`an seperti berikut.

)٤ :٦٨ _/‫َظي ٍْم (القلم‬ ٍ ُ‫َواِنَّكَ لَ َع ٰلى ُخل‬


ِ ‫قع‬
Artinya:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
(Q.S. al-Qalam/68:4).
e. Hukum
Secara garis besar, Al-Qur’an mengatur beberapa ketentuan tentang
hukum perkawinan, hukum waris, hukum perjanjian, hukum perdata dan
pidana, prinsip disiplin dan musyawarah, hukum-hukum perang, serta
20
Fadlil Yani Ainusysyam, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: IMTIMA, 2009), h. 20.
21
Lilis Fauziyah R.A., dkk, op. cit., h. 23.

10
hukum hubungan antarbangsa (internasional).22 Dibawah ini beberapa
ayat yang berkenaan dengan hukum-hukum tertentu.
1) Hukum perkawinan disebutkan dalam Al-Qur`an, antara lain Surah al-
Baqarah Ayat 221; al-Maidah Ayat 5; an-Nisa> Ayat 22, 23, dan 24;
an-Nur Ayat 2; al-Mumtahanah Ayat 10-11.
2) Hukum waris disebutkan dalam Al-Qur`an, antara lain Surah an-Nisa
Ayat 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 176; al-Baqarah Ayat 180; al-Ma`idah
Ayat 106.
3) Hukum perjanjian disebutkan dalam Al-Qur`an, antara lain Surah al-
Baqarah Ayat 279, 280, dan 282; al-Anfal Ayat 56 dan 58; at-Taubah
Ayat 4.
4) Hukum pidana disebutkan dalam Al-Qur’an, antara lain Surah al-
Baqarah Ayat 178; an-Nisa`Ayat 92 dan 93; al-Ma`idah Ayat 38;
Yunus Ayat 27; al-Isra` Ayat 33; asy-Syu’ara` Ayat 40.
5) Prinsip musyawarah disebutkan dalam Al-Qur`an, antara lain Surah
Ali ‘Imran Ayat 159 dan asy-Syura Ayat 38.
6) Hukum perang disebutkan dalam Al-Qur`an, antara lain Surah al-
Baqarah Ayat 190, 191, 192, dan 193; al-Anfal Ayat 39 dan 41; at-
Taubah Ayat 5, 29, dan 123; al-Hajj Ayat 39 dan 40.
7) Hukum antarbangsa disebutkan dalam Al-Qur’an, antara lain Surah al-
Hujurat Ayat 13.
f. Jalan dan Cara Mencapai Kebahagiaan Hidup
Sebagaimana dalam firman Allah Swt berikut ini.

) ٦ :١/‫ٱ ْه ِدنَا ٱلص َِّراطَ ْٱل ُم ْستَقِي َم (الفاتحة‬


Artinya :
“Tunjukanlah Kami ke jalam yang lurus”. (Q.S. al-Fatihah/1:6).
Ayat ini mengingatkan manusia agar menempuh jalan yang lurus yang
diridhai oleh Allah Swt untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.23

22
Lilis Fauziyah R.A., dkk, loc. cit., h. 24.
23
Mashuri Sirojuddin Iqbal & A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung:Angkasa, 2005), h. 49.

11
g. Kisah-kisah Umat Terdahulu
Dalam Al-Qur`an terdapat kisah-kisah para Nabi atau Rasul berikut
umatnya masing-masing. Misalnya kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Yunus, Nabi Musa dan Nabi ‘Isa dengan masing-masing ummat mereka.
Kisah-kisah mereka itu diungkap kembali oleh Allah Swt di dalam Al-
Qur`an dengan maksud agar dijadikan pelajaran (‘Itibar ) bagi manusia
umat Nabi Muhammad Saw sekarang, tentang bagaimana nasib manusia
yang melawan-Nya.24
Kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu yang diterangkan
dalam Al-Qur`an, antara lain sebagai berikut.

‫اس آيَ__ةً َوأَ ْعتَ__ ْدنَا‬


ِ َّ‫ُوا ٱلرُّ ُس__ َل أَ ْغ َر ْقنَ__اهُ ْم َو َج َع ْلنَ__اهُ ْم لِلن‬
ْ ‫__ذب‬
َّ ‫__وح لَّ َّما َك‬
ٍ ُ‫َوقَ__وْ َم ن‬
َ‫اب ٱل_رَّسِّ َوقُرُون _ا ً بَ ْين‬
َ ‫ص_ َح‬ ْ َ‫) َو َع__اداً َوثَ ُم__ود َْا َوأ‬٣٧( ً ‫لِلظَّالِ ِمينَ َع َذابا ً أَلِيما‬
.)٣٩( ً‫ال َو ُكالًّ تَبَّرْ نَا تَ ْتبِيرا‬ َ ًّ‫) َو ُكال‬٣٨( ً‫ك َكثِيرا‬
َ َ‫ض َر ْبنَا لَهُ ٱألَ ْمث‬ َ ِ‫ٰذل‬
)٣٩-٣٧ :٢٥/‫(الفرقان‬
Artinya:
“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan
para rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita)
mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah sediakan bagi
orang-orang zalim azab yang pedih; dan (telah Kami binasakan) kaum
‘Ad dan Tsamud dan penduduk Rass, serta banyak (lagi) generasi di
antara (kaum-kaum) itu. Dan masing-masing telah Kami jadikan
perumpamaan dan masing-masing telah Kami hancurkan sehancur-
hancurnya.” (Q.S. al-Furqan/25:37-39).
3. Fungsi Al-Qur`an
a. Hudan (Petunjuk)
Allah Swt menurunkan Al-Qur`an adalah sebagai petunjuk bagi
manusia. Dalam Al-Qur`an banyak diterangkan mengenai fungsinya

24
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir,(Jakarta:Bulan Bintang,1988),
h.

12
sebagai petunjuk bagi manusia dalam menempuh kehidupan.
Sebagaimana firma Allah Swt Dibawah ini.

‫ت ِّمنَ ْٱلهُ _د َٰى‬ ُ ْ‫_ز َل فِي _ ِه ْٱلقُ__ر‬ ُ


ِ َّ‫آن هُ _دًى لِّلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَ__ا‬ ِ _‫ض _انَ ٱلَّ ِذ ۤي أ ْن‬
َ ‫َش _ ْه ُر َر َم‬
)۱٨٥ :٢_/‫ (البقرة‬. . . ‫ان‬ ِ َ‫َو ْٱلفُرْ ق‬
Artinya:
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-
Qur`an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang
batil) ....” (Q.S. al-Baqarah/2:185).
b. Syifa` (Obat)
Fungsi Al-Qur`an selanjutnya adalah sebagai syifa` (obat).
Sebagaimana firman Allah Swt berikut ini.
َّ‫_ؤ ِمنِينَ َوالَ يَ ِزي _ ُد ٱلظَّالِ ِمينَ إَال‬
ْ _‫آن َما هُ _ َو ِش _فَآ ٌء َو َرحْ َم_ ةٌ لِّ ْل ُم‬
ِ ْ‫َونُن َِّز ُل ِمنَ ْٱلقُر‬
) ٨٢ :۱٧/‫) ( اإلسراء‬٨٢( ً‫خَ َسارا‬
Artinya:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S. al-
Isra`/17:82).
Pengobatan Al-Qur`an diarahkan terhadap hati (syifa> lima> fi> as{-
s{udu>r), karena hati adalah sumber segala perbuatan manusia baik
perbuatan jahat maupun perbuatan terpuji.25

c. Rahmat

25
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 179.

13
Kadar M. Yusuf, dengan mengutip Hijazi, mendefinisikan Rahmat itu
kepada “kelembutan hati yang melahirkan perbuatan baik (ihsa>n),
ramah, dan kasih sayang terhadap orang lain.26
Al-Qur`an sebagai rahmat mempunyai tiga arti, pertama ajaran yang
terkandung di dalamnya mengandung unsur kasih sayang. Ia berfungsi
menyebarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk. Kedatangan Nabi
Muhammad Saw sebagai Rasulullah dengan membawa Al-Qur`an
digambarkan sebagai rahmat bagi semesta alam. Sebagaimana firman
Allah Swt berikut ini.

) ۱٠٧ : ٢۱/‫َو َمآ أَرْ َس ْلنَاكَ إِالَّ َرحْ َمةً لِّ ْل َعالَ ِمينَ (األنبياء‬
Artinya:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya`/21:107).
d. Furqan (Pembeda)
Secara harfiah kata furqa>n berasal dari kata faraqa, yang berarti
pembeda. Sebagaimana firman Allah Swt berikut ini.

/‫تَبَ__ا َركَ ٱلَّ ِذى نَ_ َّز َل ْٱلفُرْ قَ__انَ َعلَ ٰى َع ْب_ ِد ِه لِيَ ُك__ونَ لِ ْل َع__الَ ِمينَ نَ_ ِذيراً ( الفرق__ان‬
) ۱ : ٢٥
Artinya:
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur`an)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam.” (Q.S. al-Furqan/25:1)
Al-Qur`an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai pembeda (Furqa>n) antara yang benar dengan yang salah,
antar yang hak dengan yang batil, antara kesesatan dengan petunjuk, dan
diantara jalan yang menuju keselamatan dengan jalan yang menuju
kesengsaraan.27

26
Kadar M. Yusuf, loc. cit.,h. 181.
27
Kadar M. Yusuf, loc. cit., h. 182.

14
B. Perbedaan antara Al-Qur`an dan Hadits
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan
sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya
berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat,
tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan,
dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang
lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’ (yang
disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat)
ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).
Meskipun Al-Qur’an dan Hadits adalah sama-sama sumber ajaran islam dan
dipandang sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT, keduanya tidaklah
persis sama, melainkan terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Untuk
mengetahui perbedannya perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian dan
karakteristik dari Al-Qur’an, sebagaimana halnya dengan Hadits, seperti yang
telah dijelaskan.
Dari definisi di atas jelas terlihat kekhususan dan perbandingan antara Al-
Qur’an dengan Hadits, yaitu:
1. Al-Qur’an adalah Kalam Allah dan bersifat mukjizat.
Kemukjizatan Al-Qur’an tersebut diantaranya terletak pada ketinggian
balaghah (kandungan sastra)-nya yang mencapai tingkatan di luar batas
kemampuan manusia, sehingga masyarakat Arab khususnya dan manusia
pada umumnya tidak mampu menandinginya. Dari segi ini terlihat
perbedaan yang nyata antara Al-Qur’an dengan Hadits, yatu bahwa Hadits
maknanya bersumber dari Allah SWT (Hadits Qudsi) atau dari Rasul SAW
sndiri berdasarkan dari hidayah dan bimbingan dari Allah SWT (Hadits
Nabawi), dan lafaznya berasal dari Rasul SAW serta tidak bersifat mukjizat,

15
sedangkan Al-Qur’an makna dan lafaznya sekaligus berasal dari Allah
SWT, dan bersifat mukjizat.
2. Membaca Al-Qur’an itu bernilai ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di
dalam shalat, sementara tidak demikian halnya dengan Hadits.
3. Keseluruhan ayat Al-Qur’an diriwayatkan oleh Rasul SAW secara
mutawatir, yaitu periwayatan yang menghasilkan ilmu yang pasti dan yakin
keautentikannya pada setiap generasi dan waktu. Ditinjau dari segi
periwayatannya tersebut, maka nash-nash Al-Qur’an adalah bersifat pasti
wujudnya atau qath’i al-tsubut. Akan halnya Hadits, sebagian besar adalah
bersifat ahad dan zhanni al-wurud, yaitu tidak diriwayatkan
secaramutawatir.Kalaupun ada, hanya sedikit sekali yang mutawatir lafaz
dan makna sekaligus.
C. Sejarah Pembukuan / Penyusunan Al-Qur`an
1. Sejarah Pembukuan / Penyusunan Al-Qur`an pada Masa Rasul
Al-Qur`an mulai dturunkan kepada Nabi Muhammad Saw pada tanggal
17 Ramadhan, ketika Nabi berusia 40 Tahun, bertepatan dengan tanggal 6
agustus 610 M.28
Al-Qur’an tidak diturunkan dengan sekaligus, tetapi secara berangsur-
angsur dalam masa yang relatif panjang yaitu selama 22 tahun, 2 bulan, 22
hari. Tepatnya , semenjak Muhammad SAW diangkat menjadi rasul hinggga
menjelang akhir hayatnya. Oleh karena itu kodifikasi al-Qur’an belum
sempat dilakukan pada masa Nabi. Tidak mungkin untuk membukukan al-
Qur’an, sementara al-Qur’annya sendiri secara keseluruhan belum selesai
diturunkan.
Sehingga, pengumpulan al-Qur’an pada masa Nabi dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
- Secara hafalan yang dilakukan Rasul sendiri bersama para sahabat
- Secara penulisan, yang dilakukan oleh para sahabat atas perintah
Nabi Muhammad SAW.

28
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, op. cit., h. 117.

16
Al-Qur’an turun kepada nabi yang ummi (tidak bisa baca-tulis). Karena
itu perhatian nabi hanya difokuskan untuk menghafal dan menghayatinya,
agar ia dapat menguasai al-Qur’an persis seperti yang diturunkan lewat
malaikat Jibril. Sangat kuat motivasi beliau, hingga pernah ketika wahyu
belum selesai disampaikan Jibril kepadanya, beliau buru-buru
menggerakkan bibirnya untuk menghafalnya. Karena itu turunlah wahyu
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena
hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-
lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membaca.
Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya”. (QS
al-Qiyamah, 75: 16-19).
Kemudian, seperti yang diceritakan ‘Aisyah RA, Jibril selalu
mengunjungi Rasul pada setiap tahun untuk menyaksikan Rasul dalam
bertadarus dan menghafal al-Qur’an. Rasululah juga membacakannya untuk
para sahabat, yang mayoritas juga tidak bisa baca-tuilis, dengan begitu
terang agar mereka dapat menghafal dan memantapkannya.
Biasanya orang-orang yang tidak bisa baca-tulis hanya mengandalkan
hafalan dan ingatannya. Bangsa Arab pada masa turunnya al-Qur’an berada
dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan
cepat dalam menghafalkan. Orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-
ratus ribu syair dan hafal silsilah serta nasab keturunannya. Begitu al-Qur’an
datang kepada mereka merasa kagum sehingga mereka mencurahkan
perhatiannya. Mereka menghafalkan ayat-demi ayat, atau surat deni Surat.
Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh jiwa dari al-
Qur’an.
Para sahabat seperti berlomba dalam membaca dan mempelajari al-
Qur’an. Segala kemampuannya mereka curahkan untuk menguasai dan
menghafal al-Qur’an. Mereka mengajarkan kepada keluarganya di rumah.
Kepada Umat Islam yang domisilinya jauh dari kediaman Rasul dikirim
utusan untuk mengabarkan dan mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an . Waktu itu

17
Mush’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum dikirim untuk penduduk
Madinah pra-Hijrah, kemudian Mu’az bin Jabbal dikirim untuk penduduk
Makkah pasca-Hijrah.
Hampir seluruh sahabat Nabi hafal al-Qur’an baik secara total maupun
parsial. Dari keseluruhannya itu, ada sekitar 27 orang yang benar-benar
menguasai al-Qur’an. Kemuadian dari 27 orang itu ada 7 orang yang aktif
mengajarkan al-Qur’an pada para sahabat, yaitu ‘Usman bin ‘Affan, ‘Ali bin
Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Abu Darda’,
serta Musa al-Asy’ary.
Al-Qur`an yang ada sekarang benar-benar terpelihara kemurnian dan
keasliannya. Salah satu faktor yang menentukan dalam hubungan kemurnian
dan terpeliharanya Al-Qur`an secara aman, karena teks yang sekarang ini
ditulis adalah tulisan yang sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Rasulullah
Saw, bahkan dilakukan dihadapan beliau sendiri.29
Untuk kepentingan penulisan Al-Qur`an, Rasulullah Saw mempunyai
sejumlah juru tulis wahyu yang tepercaya. Diantara mereka yang
termasyhur seperti yang dikutip oleh Khudhari beik, ialah Khulafaur
Rasyidin yang empat, Amir bin Fuhairah, Ubay bin Ka’ab, Tsabit bin Qais
bin Sammas, Zaid bin Tsabit, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid, Mughirah
bin Syu’bah, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, ‘Alaa bin Al-
Hadhramy, Amru bin ‘Ash, Abdullah bin Al-Hadhramy, Muhammad bin
Maslamah, dan Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul.30
Mengenai teknis pelaksanaan penulisan Al-Qur`an pada masa Rasul,
banyak cerita menerangkan, bahwa setiap kali Rasul menerima wahyu,
seketika itu juga diusahakan penulisannya oleh juru tulis beliau setelah
mendapat perintah dan petunjuk yang jelas dari beliau. Praktek demikian
antaranya diterangkan oleh Utsman bin Affan, yang namanya seing
dihubung-hubungkan dengan gerakan penyusunan Al-Qur`an sebagai
berikut.

29
Ibid.
30
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 118.

18
‫ات‬ ُّ ‫ َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ ص م تُنَ َّز ُل َعلَ ْي_ ِه‬: ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬
ُ ‫الس _ َو ُر َذ َو‬ ِ ‫ان َر‬ ُ ‫ال ُع ْث َم‬
َ َ‫فَق‬
َ : ‫ فَ َكانَ إِ َذا أُ ْن ِز َل َعلَ ْي_ ِه َش _ ْي ٌئ َد َع__ا بَعضُ َم ْن يَ ْكتُبُ فَيَقُ__وْ ُل‬,‫ْال َع َد ِد‬
‫ض _عُوْ ا ٰه_ ِذ ِه‬
.‫ت فِى السُّوْ َر ِة الَّتِى ي ُْذ َك ُر ِف ْيهَا َك َذا َو َك َذا‬ ٰ
ِ ‫االيَا‬
Artinya:
“Utsman berkata : Bahwa kepada Rasulullah Saw diturunkan surah-
surah, yang masing-masingnya memiliki sejumlah ayat. Apabila ada ayat
Al-Qur`an diturunkan kepada beliau, maka beliau memanggil di antara
jurutulis beliau dan memerintahkan : ‘Letakkanlah ayat-ayat ini dalam
surah yang di sana diterangkan/disebutkan anu-anu”.”31
Para sahabat, menuliskan wahyu Al-Qur`an pada kepingan-kepingan
tulang, pelepah-pelepah kurma dan kepingan-kepingan batu. Mereka
menuliskan Al-Qur`an pada benda-benda sederhana itu, karena waktu itu
belum ada kertas. Diriwayatkan, bahwa Utsna r.a. pernah mengirimkan
sekeping tulang yang berisi beberapa ayat Al-Qur`an kepada Ubay bin
Ka’ab, untuk diperbaiki sebagian tulisannya. Semua ayat-ayat Al-Qur`an
yang talah ditulis itu, kemudian disimpan di rumah Nabi, dalam keadaan
masih terpencar-pencar, belum dihimpun dalam suatu mushhaf atau shuhuf
Al-Qur`an. Disamping naskah yang disimpan di rumah Nabi itu, para
penulis wahyu khususnya, secara sendiri-sendiri membuat pula naskah
tulisan ayat-ayat Al-Qur`an, sebagai dokumen masing-masing pribadi
mereka.32
Shuhuf Al-Qur`an (lembaran – lembaran naskah Al-Qur`an yang masih
berserakan) yang disimpan di rumah Nabi, diperkuat dengan naskah-naskah
milik para penulis wahyu, ditunjang pula oleh hafalan para sahabat beliau
yang benar-benar hafizh, maka lengkaplah apa yang diistilahkan “Al-
H{ifz{ Fis{ S{uthu>r” dan “Al-H{ifz{ Fis{ S{udu>r” (pemeliharaan dalam
naskah dan catatan pemeliharaan dalam hafalan). Semuanya itu dapat

31
Ibid.
32
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 119.

19
mendukung terjamin dan terpeliharanya Al-Qur`an dengan lengkap dan
murni, selaras dengan janji-Nya dalam Al-Qur`an sebagai berikut.

)٩ :١٥/‫ (الحجر‬. َ‫اِنَّا نَحْ ُن نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َواِنَّا لَهُ لَ َحافِظُوْ ن‬
Artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`an, dan Kami (pula)
yang memeliharanya.” (Q.S. al-Hijr/15:9). 33
2. Sejarah Pembukuan / Penyusunan Al-Qur`an pada Masa Khulafaur
Rasyidin
a. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada masa Khalifah Abu Bakar, terjadi perang melawan orang-orang
murtad yang disebut dengan Perang Yamamah. Perang ini muncul karena
banyak dari orang Islam yang membangkang dan tidak mau membayar
zakat sepeninggal Nabi Muhammad Saw. Bahkan, diantara orang-orang
yang membangkang ini ada yang mengaku sebagai Nabi yang bernama
adalah Musailamah al-Kadzdzab. Perang Yamamah ini berlangsung pada
tahun ke-12 Hijriah, dan cukup banyak memakan korban di pihak Islam,
termasuk 70 orang sahabat yang hafal A-Qur`an sehingga mereka gugur
sebagai syuhada`. Bahkan, sebelum terjadi perang ini telah gugur pula 70
orang penghafal A-Qur`an, di suatu pertempuran yang berlangsung di
satu tempat bernama “Bi’ru Ma’unah”, dekat Madinah, pada masa Nabi
masih hidup.34
Menurut sejarah, hal ini yang melatarbelakangi timbulnya kecemasan
Umar bin Khattab dan mendorongnya untuk menyarankan kepada
Khalifah Abu Bakar, untuk secepatnya mengusahakan penghimpunan
ayat-ayat Al-Qur`an menjadi satu mushhaf, karena dikhawatirkan
sebahagian Al-Qur`an hilang oleh sebab gugurnya sebahagian penghafal-
penghafalnya. Semula Abu Bakar ragu-ragu karena belum pernah
diperbuat oleh Nabi. Tapi, Ide Umar pun diterima baik oleh Abu Bakar,
setelah melalui diskusi mendalam dengan melihat pertimbangan-

33
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 120.
34
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 120 -121.

20
pertimbangan yang cermat. Kemudian, Abu Bakar memerintahkan Zaid
bin Tsabit untuk segera menghimpun ayat-ayat Al-Qur`an dalam satu
himpunan.
Awalnya Zaid pun merasa ragu dengan tugas ini yang berat ini. Zaid
ragu-ragu karena belum pernah diperbuat oleh Nabi sebelumnya. Tetapi,
setelah diberikan penjelasan dan gagasan dari Abu Bakar, akhirnya
terbukalah hati Zaid untuk menerima perintah dari Abu Bakar. Lalu, Zaid
bin Tsabit mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur`an dari benda-benda
sederhana yang masih berserakan, dan dari para sahabat yang hafizh Al-
Qur`an.
Zaid bin Tsabit dalam menunaikan tugas itu, beliau berpegang pada
dua hal, yaitu:
1) Ayat-ayat Al-Qur`an yang benar-benar ditulis dihadapan Rasulullah
Saw dan yang tersimpan di rumah beliau.
2) Ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat penghafal Al-Qur`an yang
masih hidup.35
Zaid bin Tsabit selaku ketua Dewan, dibantu oleh beberapa anggota
dewan, yang semuanya para hafidz Al-Qur`an, yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali
bin Abi Thalib, dan Utsman bin ‘Affan.36
Dengan demikian, bahwa Abu Bakar merupakan orang yang pertama-
tama melakukan penghimpunan Al-Qur`an dalam satu mushhaf. Umar
bin Khattab sebagai orang yang pertama mencetuskan ide untuk
menghimpun Al-Qur`an. Sedangkan Zaid bin Tsabit, populer sebagai
orang yang pertama melaksanakan penulisan dalam penghimpunan Al-
Qur`an dalam satu mushhaf/shuhuf.
b. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Setelah Khalifah Abu Bakar wafat, Al-Qur`an hasil penghimpunan
zaman Khalifah Abu Bakar disimpan oleh Umar bin Khattab, demi
pengamanan. Kemudian selanjutnya, setelah Umar wafat, Mushhaf Al-

35
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 123.
36
Ibid.

21
Qur`an itu disimpan oleh Hafshah, atas pesan Umar sendiri, dengan
beberapa pertimbangan, antara lain :
1) Hafshah adalah seorang istri Rasulullah Saw dan sebagai puteri
Khalifah.
2) Hafshah dikenal sebagai orang yang cerdas dan pandai tulis baca, dan
ia pun hafal keseluruhan Al-Qur`an.37
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab tidak ada “gerakan” mengenai
Al-Qur`an yang menonjol seperti halnya Abu Bakar dan Utsman. Hanya
saja secara politis Al-Qur`an di masa Umar mendapatkan perlindungan
dan pengamanan. Dalam kata lain, Al-Qur`an tetap mendapatkan
perlindungan di masa Umar bin Khattab.38
c. Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, umat islam telah tersebar di
berbagai pelosok negeri Islam. Pada periode ini timbul kecenderungan
baru untuk mempelajari Al-Qur`an, termasuk mempelajari cara
bacaannya. Penduduk-penduduk daerah Islam waktu itu, masing-masing
menggunakan cara bacaan sahabat, guru yang mereka anggap paling
bagus dan benar. Maka tidak heran bila terjadi apa yang disebut dengan
diferensial bacaan Al-Qur`an waktu itu. Misalnya, penduduk Syam
memakai cara bacaan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah menggunakan
cara bacaan Abdullah bin Mas’ud dan lain-lainya seperti bacaan Abu
Musa Al-Asy’ari. Diantara mereka, terdapat perbedaan dalam membaca
Al-Qur`an.39
Oleh karena itu, seorang sahabat bernama Hudzaifah
menyarankan/mengusulkan kepada Khalifah Utsman agar dengan segera
mengusahakan keseragaman membaca Al-Qur`an, dengan cara
menyeragamkan tulisan Al-Qur`an. Kalau juga masih terjadi perbedaan-
perbedaan tentang cara bacaannya, diusahakan masih dalam batas-batas
yang ma`tsur (diajarkan oleh Nabi), mengingat Al-Qur`an memang
37
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 124.
38
Ibid.
39
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 125.

22
diturunkan dengan memakai tujuh dialek Bahasa Arab yang berkembang
waktu itu.40
Khalifah Utsman menerima ide Hudzaifah, kemudian beliau
membentuk sebuah panitia, terdiri dari 4 orang, yaitu Zaid bin Tsabit
sebagai ketua, dan Sa’id bin Al-‘Ash, Abdullah bin Zubair dan
Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam sebagai anggota.41
Zaid bin Tsabit dan anggota lainnya diperintahkan menyalin shuhuf
Hafshah ke dalam beberapa mushhaf, untuk dikirimkan ke beberapa
daerah Islam. Waktu itu turun instruksi Khalifah, bahwa semua bentuk
shuhuf atau mushhaf Al-Qur`an yang ternyata berbeda dan berlainan
dengan mushhaf Utsmani yang dikirim itu supaya
dimusnahkan/dibakar.42
Panitia Zaid berhasil menunaikan tugasnya dengan sukses,
sebagaimana juga sukses menjalankan tugas menghimpun shuhuf Al-
Qur`an pada masa Abu Bakar. Lalu, shuhuf Hafshah yang dipinjam
semula dikembalikan lagi kepada Hafshah.
Menurut Ibnu Hajar, Panitia Zaid dapat merampungkan tugasnya pada
tahun 25 H. Pendapat ini didukung oleh Dr. Shubhi As-Shalih karena
Ibnu Hajar mempunyai dasar riwayat yang kuat.43
3. Sejarah Pembakuan Al-Qur`an pada Masa Bani Umayyah
Marwan bin Al-Hakam, seorang khalifah dari Daulah Bani Umayyah
pernah meminta kepada Hafshah agar shuhufnya itu dibakar. Tindakan
Marwan ini katanya terpaksa dilakukan, demi mengamankan keseragaman
mushhaf Al-Qur`an yang telah diusahakan oleh Utsman. Tetapi Hafshah
menolak permintaan Marwan tersebut. Baru setelah Hafshah wafat, shuhuf
itu diambil dan kemudian dibakar. Selain alasan di atas, juga untuk
menghindarkan dari keragu-raguan umat Islam di masa mendatang terhadap

40
Ibid.
41
Ibid.
42
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 126.
43
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, loc. cit., h. 127.

23
mushhaf Al-Qur`an (Utsmani), jika masih terdapat dua macam naskah
(shuhuf Hafshah dan mushhaf Utsmani).

24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Al-Qur`an adalah wahyu Ilahi, kalamullah, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai Rasulullah akhir zaman, yang dalam bentuknya
sekarang termaktub dengan jelas dalam mushaf Utsmani, yang sampai
kepada kita selaku umatnya dengan jalan mutawatir, jika kita baca baik pada
waktu shalat maupun di luar shalat maka bernilai ibadah, dan dihukumkan
kafir orang yang mengingkarinya.
2. Al-Qur’an dan Hadits adalah sama-sama sumber ajaran islam dan dipandang
sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT, keduanya tidaklah persis
sama, melainkan terdapat beberapa perbedaan, yaitu dari segi
kemu’jizatannya, nilai ibadahnya, dan segi periwayatannya.
3. Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur`an dilakukan semenjak zaman
Rasullullah Saw dan diakhiri pada zaman Khalifah Utsman. Sedangkan
pada zaman Khalifah Marwan adalah pembakuan mushhaf salah satu
mushhaf Al-Qur’an dari 2 mushhaf Al-Qur`an Utsmani dan Mushhaf
Hafshah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ainusysyam, Fadil Yani. (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:


Imtima.
Iqbal, Mashuri Sirojudi dan A. Fudlali. 2005. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:
Angkasa.
Nawawi, Rif’at Syauqi & M. Ali Hasan. 1992. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: PT
Bulan Bintang.
R.A, Lilis Fauziyah dan Andi Setyawan. 2009. Kebenaran Al-Qur`an dan Hadis
1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Yusuf, Kadar M.. 2010. Studi Alquran. Jakarta: Amzah.

iii

Anda mungkin juga menyukai