Anda di halaman 1dari 13

PESANTREN

Rasulullah Muhammad SAW Sebagai Suami dan


Kepala Rumah Tangga
• Secara garis besar,Oleh:
ada H.
dua pendapatBarni
Mahyuddin asal-usul pesantren.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa pesantren berasal
dari tradisi pra Islam. Sementara pendapat kedua,
berpendapat bahwa pesantren adalah model pendidikan
yang berasal dari tradisi Islam.
• Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia,
Rekonstruksi Sejarah untuk Aksi, UMM Press, 2006, h. 96
Istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru
mengaji, Istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang
dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci
agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Atau Ini
menunjukkan, bahwa secara semantic pesantren lebih dekat
ke tradisi pra Islam atau lebih tepatnya India
Mahmud Junus cendrung kepada pendapat yang kedua. Ia
mengatakan bahwa asal-usul pendidikan individual yang
dipergunakan dalam pesantren serta pendidikan yang
dimulai dengan pelajaran bahasa Arab, ternyata dapat
ditemukan di Baghdad ketika menjadi pusat pemerintahan
Islam.
A. Pendahuluan
Dalam surat Al-Ahzab ayat 2: 
‫ان َيرْ جُوا هّٰللا َ َو ْال َي ْو َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َك ِثيْرً ۗا‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ان لَ ُك ْم ِفيْ َرس ُْو ِل ِ اُسْ َوةٌ َح َس َن ٌة لِّ َمنْ َك‬
َ ‫لَ َق ْد َك‬
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat
Allah. “
Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya mengatakan, bahwa ada dua
maksud tentang keteladanan yang terdapat pada diri
Rasulullah Saw. Pertama, dalam arti kepribadian beliau secara
totalitasnya adalah teladan. Kedua, dalam arti terdapat dalam
kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani. Pendapat
pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama.
Uswatun hasanah dapat dimaknai sebagai keputusan Allah
untuk menjadikan rasul-Nya sebagai suri tauladan bagi umat
manusia
Lanjut 2

Banyak aspek yang dapat dijadikan teladan atau uswah dalam diri
Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam dalam kehidupan di
dunia. Aspek-aspek yang menjadi rujukan itu berkaitan dengan
peran dan posisi nabi Muhammad saw, baik ketika berada di
rumah atau ketika berada di tengah-tengah kaum muslimin.
Posisi nabi yang akan dibahas dalam kesempatan ini adalah Nabi
Muhammad saw sebagai seorang suami dan sebagai seorang
kepala rumah tangga.
1. Sebagai Suami.
Sebagai seorang suami, Rasulullah telah memberi contoh untuk
selalu bertindak bijaksana, pemaaf, lapang dada, dan pengampun
kepada isterinya. Rasulullah juga mendidik isteri dan anaknya
dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Berikut beberapa
contoh yang bisa dijadikan uswah hasanah.
Lanjutan 3

a. Nabi Muhammad membela isterinya di hadapan mertua. Suatu


ketika, pernah terjadi perselisihan antara Rasul dan
Aisyah, karena perselisihan itu tidak selesai, mereka
melaporkan kepada Abu Bakar dan memintanya menjadi
mediator. Ketika berada di hadapan Abu Bakar. Rasulullah
berkata, ‘Hai Aisyah, apakah kamu atau aku yang
bicara?”. Aisyah menjawab, “Biar engkau yang bicara,
tetapi jangan katakan kecuali kebenaran.” Mendengar
jawaban ini Abu Bakar (ayah Aisyah) marah, Melihat
kelancangan Aisyah, Abu Bakar memukul mulut Aisyah
hingga berdarah. Lalu Abu Bakar berkata kepada Aisyah,
“Wahai perempuan yang memusuhi dirinya sendiri,
adakah Rasulullah bicara tidak jujur”. Melihat ayahnya
marah, Aisyah berlindung di belakang Rasulullah.
Kemudian Rasulullah saw berkata, “Kami tidak
mengundangmu untuk berlaku kasar seperti itu, dan kami
pun tidak mengingingkan perbuatan itu darimu”
Lanjutan 4
b. Menyenangkan isteri.
Ketika dalam suatu perang, Aisyah ikut bersama Nabi. Dalam
perjalan itu, nabi menyuruh pasukan berjalan lebih dahulu,
meninggalkan Nabi dan Aisyah. Lalu, Nabi mengajak Aisyah
adu lari dengan tempat finish yang disepakati. Dua sejoli ini
saling balap membalap. Akhirnya, Aisyah yang sampai lebih
dulu. Rasulullah saw tidak berkata apa-apa. Beberapa tahun
kemudian, dalam perjalan perang yang juga diikuti oleh Nabi
dan Aisyah, Nabi melakukan hal yang sama, yaitu mengajak
Aisyah lomba lari. Setelah pasukan diminta berjalan lebih
dahulu dari mereka berdua. Nabi mengajak Aisyah lomba lari.
Nabi dan Aisyah menyepakati tempat finish. Lalu nabi dan
Aisyah mulai berlari. Keduanya saling balap membalap, saling
susul menyusul, dan saling mendahului. Di tahun ini, Aisyah
sudah agak gemuk, sehingga tidak selincah dan sekuat tahun-
tahun sebelumnya. Akhirnya, Nabi bisa mendahului sampai
tempat finish. Ketika Aisyah juga sampai di tempat finish,
Rasulullah tersenyum, dan berkata, “skor kita sekarang satu-
satu. Ini balasan untuk kekalahanku dulu”
c. Adil (berbagi hari untuk isteri-isteri beliau)
Nabi Muhammad SAW menghormati setiap isterinya,
memperlakukan mereka dengan adil, mendengarkan
keluhan dan pendapat mereka, dan peduli dengan
perasaan mereka. Dalam kondisi apapun, termasuk
cobaan berat yang dialami Nabi di luar rumah, Rasulullah
SAW selalu meluangkan waktu berbicara dengan isteri-
isterinya, menghibur mereka, dan menunjukkan kepada
mereka bahwa dia mencintai mereka.
Rasulullah membagi waktu tertentu untuk bermalam
dengan setiap isterinya secara bergiliran. Rasulullah juga
mendatangi rumah isteri-isterinya setiap hari untuk
menanyakan kebutuhan masing-masing. Apabila ingin
pergi dengan salah satu isterinya, Rasulullah mengundi
mereka untuk menentukan siapa yang berhak
menyertainya.
Sikap adil terhadap isteri, tidak hanya dipraktekan nabi
ketika sedang sehat saja, tetapi juga ketika sedang sakit.
Lanjutan, kemesraan Nabi
Dalam sebuah hadits disebutkan:
 ُ ِ‫ َح َّد َث َنا َمال‬: ‫يسى َقا َل‬
ُ‫ك بْن‬ َ ‫ َح َّد َث َنا َمعْ نُ بْنُ ِع‬: ‫اريُّ َقا َل‬
ِ ‫ص‬ َ ‫اق بْنُ مُو َسى اأْل َ ْن‬
ُ ‫َح َّد َث َنا إِسْ َح‬
ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫س َرس‬ َ ‫ت أ ُ َرجِّ ُل َر ْأ‬ُ ‫ ُك ْن‬: ‫ت‬ ْ ‫ َقا َل‬، ‫ َعنْ َعا ِئ َش َة‬، ‫ َعنْ أَ ِبي ِه‬، ‫ْن عُرْ َو َة‬
ِ ‫ َع ْن ِه َش ِام ب‬، ‫س‬ ٍ ‫أَ َن‬
ٌ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َوأَ َنا َحا ِئض‬
َ
Āisyah radhiyallāhu ta’āla ‘anhā berkata:“Aku pernah menyisir atau
menata rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika aku
hāidh.” (Imām Bukhāri, Imām Muslim, al-Tirmidzi
Dan salah satu riwayat dengan lafazh yang berbeda disebutkan
“Aku pernah mencuci rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
saat aku hāidh.”
Hadīts ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
memberikan perhatian kepada kebersihan rambut dan kepalanya dengan
dicuci atau diminyaki sehingga tidak menyebabkan bau yang tidak sedap
atau banyak kutu.
Dan pada hadīts ini ditunjukkan bahwa Āisyah radhiyallāhu ta’āla ‘anhā mencuci
rambut Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) walau beliau sedang hāidh.
Hadīts ini juga menunjukkan bahwa wanita yang sedang hāidh tidak najis, baik
badan maupun keringatnya (tetap suci) bahkan wanita yang sedang hāidh boleh
melakukan segala hal bersama suaminya kecuali hubungan suami istri saja.
2. Sebagai Kepala Rumah Tangga

• Rumah tangga adalah dasar dari kehidupan masyarakat dan


bangsa. Jika keutuhan rumah tangga runtuh, maka rusaklah
kehidupan bermasyarakat, dan akhirnya berdampak pada keutuhan
serta kesatuan bangsa dan Negara. Meskipun sebagai pemimpin
umat, sebagai seorang kepala Negara, Rasulullah saw masih
sempat melakukan sendiri pekerjaan rumah. Ada beberapa contoh
yang akan saya sampaikan:
• Menurut Aisyah seperti diriwayatkan Bukhari, Nabi tak pernah
merasa risih menyibukkan diri dalam pekerjaan rumah tangga.
Misalnya, menjahit baju yang sobek, menyapu lantai, memerah
susu kambing, belanja ke pasar, membetulkan sepatu dan kantung
air yang rusak, atau memberi makan hewannya. Bahkan, beliau
pernah memasak tepung bersama-sama dengan pelayannya.
Lanjutan
Jadi, meskipun sebagai utusan Allah, nyatanya Nabi Muhammad juga
melakukan pekerjaan rumah tangga.
‫ما كان النبي صلى هللا عليه وسلم يصنع في أهله قالت كان‬ ‫عائشة‬ ‫قال سألت‬ ‫األسود‬ ‫عن‬. •
‫في مهنة أهله فإذا حضرت الصالة قام إلى الصالة‬
Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?”
‘Aisyah menjawab,  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu
salat, beliau berdiri dan segera menuju salat.” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar dalam Syarh Shahih Bukhari mengatakan bahwa seperti
itulah gambaran keseharian dalam rumah tangga Nabi Muhammad
saw. Beliau orang yang tawadu, menjauhkan diri dari kenikmatan,
berlaku mandiri meski semua istri beliau berebut melayani.
Lanjutan
Beliau adalah pribadi yang tidak segan melayani diri sendiri atau
membantu tugas istri, pekerjaan domestik rumah tangga yang biasanya
selalu dilakukan perempuan. Dalam sebuah hadis diceritakan:
، ‫ ويحلب شاته‬، ‫ كان يفلي ثوبه‬، ‫ما كان إال بشرا من البشر‬ ” ‫بلفظ‬ ‫عائشة‬ ‫عن‬ ‫عمرة‬ ‫• عن‬
 ‫الترمذي‬ ‫ أخرجه‬.‫ويخدم نفسه‬
“Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit
bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri. (HR.
Tirmidzi).
Rasulullah SAW sering terlihat mencium dan bermain dengan cucunya.
Dia mencontohkan cara memperlakukan keluarga dengan baik dan
lembut.
Ketika Umar bin Khattab melihat dua cucu kesayangan Nabi sedang
berada di pundak beliau. Umar berkata, “Sebaik-baik tunggangan
adalah tunggangan kalian berdua.”
Nabi Muhammad langsung membalasnya, “Dan sebaik-baik
penunggang adalah mereka berdua.
Lanjutan

Saking sayangnya Nabi saw kepada Hasan dan Husain, beliau


sampai rela dan bahagia menjadi “tunggangan” mereka berdua.
Kasih sayang Nabi Muhammad kepada keluarga  –khususnya
kepada cucu beliau– bertolak belakang dengan suasana rumah
tangga bangsa Arab pada masa itu yang terkenal dengan tradisi
kaku dan keras (karena lebih menonjolkan ihwal karisma di
hadapan keluarganya).
Tradisi jahiliyyah, orang Arab pada umumnya, keras
dan kasar kepada anak. Ketika mereka datang
menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu
melihat beliau mencium putra-putrinya, mereka
tercengang heran. Dengan penuh ta’jub sebagian dari
mereka bertanya, “Apakah engkau mencium anak-
anakmu?” Beliau menjawab, “ya.” Mereka berkata,
“Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium
mereka.” Lalu beliau bersabda
Lanjutan

َ ‫ك أَنْ َن َز َع هللا ُ ِمنْ َق ْل ِب‬


‫ك الرَّ حْ َم‬ ُ ِ‫أَ َو أَ ْمل‬
َ ‫ك َل‬
“Atau jangan-jangan Allah telah mencabut cinta dan kasih sayang
dari hati kalian.” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada :
‫إِ َّن َما َيرْ َح ُم هللا ُ ِمنْ ِع َبا ِد ِه الرُّ َح َما َء‬
Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-

hambaNya yang penyayang (HR al-Thabrani dalam al-


Mu’jam al-Kabiir)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda

ِ ْ‫ ِارْ َحمُوا َمنْ ِفي األَر‬، ُ‫الرَّ ا ِحم ُْو َن َيرْ َح ُم ُه ُم الرَّ حْ َمان‬
‫ض َيرْ َحمْ ُك ْم َمنْ ِفي ال َّس َما ِء‬
Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di sayang oleh Ar-
Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen),
rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh
Dzat yang ada di langit” (HR Abu Dawud dan al-Thirmidzi)
Lanjutan
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Isa berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb berkata, telah mengabarkan
kepada kami 'Amru bahwa Muhammad bin 'Abdurrahman Al Asadi
menceritakan kepadanya dari 'Urwah dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemuiku saat ketika di sisiku ada
dua budak wanita yang sedang bersenandung dengan lagu-lagu (tentang
perang) Bu'ats. Maka beliau berbaring di atas tikar lalu memalingkan
wajahnya, kemudian masuklah Abu Bakar mencelaku, ia mengatakan,
"Seruling-seruling setan (kalian perdengarkan) di hadapan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lantas
memandang kepada Abu Bakar seraya berkata: "Biarkanlah keduanya."
Setelah beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi isyarat kepada
kedua sahaya tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi. Saat
Hari Raya 'Ied, biasanya ada dua budak Sudan yang memperlihatkan
kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku
sendiri yang meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, atau beliau
yang menawarkan kepadaku: "Apakah kamu mau melihatnya?" Maka aku
jawab, "Ya, mau." Maka beliau menempatkan aku berdiri di belakangnya,
sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata:
"Teruskan hai Bani Arfadah!" Demikianlah seterusnya sampai aku merasa
bosan lalu beliau berkata: "Apakah kamu merasa sudah cukup?" Aku
jawab, "Ya, sudah." Beliau lalu berkata: "Kalau begitu pergilah."

Anda mungkin juga menyukai