Anda di halaman 1dari 8

Sandria Noviansyah

Metodologi Studi Islam

Model Penelitian Tafsir

A. Pengertian Tafsir Dan Fungsinya

Tafsir berasal dari kata bahasa arab, fassara, yufassiru, tafsiran, yang berarti penjelasan,
pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin yaitu
penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan
timbangan (wazan) kata taf’il, diambil dari kata al fasr yang berarti al bayan (penjelasan) dan
al kasyf yang berarti membuka atau menyingkap, dan dapat pula diambil dari kata al
tafsarah,yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter
untuk mengetahui suatu penyakit.

Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam “Tafsir wa Al Mufassirun” menerangkan arti


etimologi tafsir dengan “al idhah(penjelasan) dan al bayan(keterangan)”, makna tersebut
digambarkan dalam QS. Al furqan ayat 33, sedangkan dalam kamus yang berlaku tafsir
berarti “al ibahah wa kasyf mugtha” (menjelaskan atau membuka yang tertutup).

Selanjutnya pengertian tafsir sebagaiman dikemukakan pakar Al qur’an tampil dalam


formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Al jurjani misalnya, mengatakan
bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Al qur’an dari berbagai seginya, baik
konteks historisnya maupun sebab al nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau
keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas.
Sementara itu Al Imam Az Zarqani mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas
kandungan Alqur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki
Allah ,menurut kadar kesanggupan manusia. Dalam pada itu Az Zarkasyi mengatakan bahwa
tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui kandungan kitabullah (Al qur’an) yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum
serta hikmah yang terkandung didalamnya.

Dari beberapa defenisi diatas kita menemukan tiga ciri utama tafsir. Pertama, dilihat dari
segi objek pembahasannya adalah kitabullah (Al qur’an) yang didalamnya terkandung firman
Allah. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan,
menyingkap kandungan Al qur’an sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan dan
ajaran yang terkandung di dalamnya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah
hasil penalaran, kajian dan ijtihad para mufassir yang didasarkan pada kesanggupan dan
kemampuan yang dimilkinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

Dengan demikian secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud
dengan model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari
penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran Al qur’an yang pernah dilakukan generasi
terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang hal yang terkait dengannya.

B. Latar Belakang Penelitian Tafsir

Dilihat dari segi usianya penafsiran Al-qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan
kegiatan ilmiah lainya dalam Islam. Pada saat Al-qur’an diturunkan lima belas abad yang
lalu, Rasulullah Saw. Yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) telah
menjelaskan arti dan kandungan Al-qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khususnya
menyangkut ayat-ayat tidak dipahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung samapai
dengan wafat Rasulullah Saw, walaupun diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita
ketahui sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riayat tentangnya atau karena memang
Rasululla Saw. Sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-qur’an. Maka setelah
wafatnya mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai
kemampaun seperti Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dan ibn Mas’ud.

Para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan diatas mempunyai murid-murid
dari para tabi’in khususnya dari kota-kota tempat merka tinggal, sehingga lahirlah tokoh-
tokoh tafsir yang baru dari kalangan tabi’in dikota tersebut. Seperti :

1. Sa’id bin Jubair dan Mujahid bin Jabr, dikota Mekah yang ketika itu berguru kepada
Ibn Abbas.
2. Muhammad bin Ka’ab dab Zaid bin Aslam, dikota Madinah yang ketika itu berguru
kepadaa Ubay bin Ka’ab.
3. Al-Hasan Al-Bashriy dan Amir Al-Sya’bi di  Irak yang ketika itu berguru kepada
Abdullah bin Mas’ud.

Gabungan dari ketiga sumber diatas yaitu penafsiran Rasulullah Saw, penafsiran para
sahabat, dan penafsiran tabi’in dikelompokkan menjadi satu kelompok yang selanjutnya
dijadikan satu periodepertama dari perkembangan tafsir. Berlakunya periode pertama tersebut
berakhirnya masa tabi’in sekitar tahun 150 H. dan merupkan awal dari periode kedua dari
sejrah perkembangan tafsir. Pada periode kedua ini, hadis-hadis beredar dengan pesatnya dan
bermunculanlah hadis-hadis palsu dan lemah ditengah-tengah masyarakat. Sementara itu
perubahan-perubahan sosial semakin menonjol dan timbullah beberpa persoalan yang belum
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad Saw, para sahabat dan para
tabi’in.

C. Model-model Penelitian Tafsir

Pendekatan corak dan tafsir yang mengendalikan nalar sehingga akan sangat luas
pembahasanya apabila kita bermaksud  menelusurinya satu persatu.

a. Metode Tahlily

Adalah suatu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-qur’an dari berbagai seginya. dengan meneliti aspeknya dan meyingkap seluruh
maksudnya, mulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan,
kaitan antar pemmisah (munasabat), hingga sisi keterkaiatan antar pemisah itu (wajh Al-
munasabat), dengan bantuan asbab an nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi Saw.,
sahabat, dan tabi’in.

Dengan memperhatikan urutan ayat-ayat Al-qur’an  sebagai man tercantum didalam


mushhaf. Dalam hubungan ini mufasir mulai dari ayat keayat berikutnya atau dari surat
kesurat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub
didalam musahhaf. Kelebihan metodeini antar lain aadanya potensi untuk memperkaya arti
kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-
kaidah ilmu nahwu. Penafsiran menyangkut segala aspeka yang dapat ditemukan oleh mifasir
dalam setiap ayat.

b. Metode Ijmali

Metode ijmali atau sering disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan
ayat-ayat Al-qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat
secara global. Dalam praktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tablily karena
itu sering kali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufasir
cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis
besar saja.

c. Metode Muqorran

Metode muqarin adalah suatu metode penafsiran Al-qur’an yang dilakukan dengan cara
membandingkan ayat Al-qur’an yang satu denga yang lainnya, yait ayat-ayat yang
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

mempunyai kemiripan redaksi dalam dua tau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang
memiliki redaksi yang berbeda utuk asalah atau kasus yang sama dan atau membandinkan
ayat-ayat Al-qur’an dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yag tampak bertentangan
serta membandingka pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-qur’an.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh ketika menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut :

1. Mengumpulkan sejumlah ayat Al-qur’an,


2. Mengemukakan penjelasan para mufasir, baik dari kalangan salaf atau kalangan
khalaf, baik tafsirnya bercorak bi ma’tsur atau bi ar-ra’yi menegnainya. Atau
membendingkan kecendrungan tafsir mereka masing-masing.
3. Menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsiranya dipengaruhi secara subjektif
oleh madzhab tertentu, siapa diantara mereka yang penfsiranya ditunjuk untuk
melegetimasi golongan tertentu atau madzhab tertentu; Siapa diantara mereka
penafsirannya sanagat diwarnai oleh latar belakang disiplin ilmu yang dimilikinya,
seperti bahasa, fiqh, atau yang lainya. Siapa diantara mereka penafsiranya didominasi
oleh uraian-uraian yang sebenarnya tidak perlu, seperti kisah-kisah yang tidak
rasional dan tidak didukung oleh argumentasi naqliah. Siapa diantara mereka yang
penafsiranya dipengaruhi paham-paham Asya’riyyah, Mu’tazilah, atau paham-paham
tasawuf, teori-teori filsafat, atau teori-teori ilmiah.

D. Metode Maudlu’i

Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah “Ajaklah Al-qur’an berbicra atau biarkan dia
menguraikan maksudnya sendiri”. Pesan ini antara lain mengaruskan penafsir merujuk
kepada Al-qur’an dalam rangka memahami kandungannya. Dari sisni lahir metode maudlu’iy
dimana penafsirnya berupaya menghimpun ayat-ayat Al-qur’an dari berbagai surat yang
berkaitan dengan persoalan atauntopik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir
membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehiingga menjadi stu kesatuan
yang utuh.

Model Penelitian Hadits

A. Pengertian Hadits
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

Pada garis besarnya pengertian hadits dapat dilihat melalaui dua pendekatan, yaitu
pendekatan kebahasaan (linguistic) dan pendektan istilah (terminologis).Menurut bahasa, al-
hadits artinya al-jadid (baru), al-khabar (berita), pesan keagamaan, pembicaraan.

Selanjutnya, hadits dilihat dari segi pengertian istilah dijumpai pendapat yang berbeda-
beda. Hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang yang digunakan oleh
masing-masing daam melihat suatu masalah. Para ulama ahli hadits misalnya berpendapat
bahwa hadits adalah ucapan, perbuatan dan keadan Nabi Muhammad Saw. Sementara ulama
ahli hadits lainnya seperti al-thiby berpendapat bahwa hadits bukn hanya perkataan,
perbuatan dan ketetapan Rasulullah Saw., akan tetapi termasuk perkataan, perbuatan, dan
ketetapan para sahabat dan tabi’in. selain itu ulama ahli ushul fiqh berpendapat bahwa hadits
adalah perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah Saw. yang berkaitan dengan hukum.
Sementara itu ulama ahli fiqh mengidentikkan dengan sunnah, yaitu sebagai salah satu dari
hukum taklifi, suatu perbuatan apabila dikerjakan akan mendapat paala dan apabila
ditinggalkan tidak akan berdosa.

Dalam khazanah imu keislaman, dikenal satu rumpun ilmu yang membicarakan tentang
berbagai aspek yang berkaitan dengan hadits nabi, ilmu ini disebut ulumul hadits.Disebut
sebagai uluml hadits, dikarenakan didalam pembicaraannya meliputi beberapa ilmu (cabang-
cabang ilmu), baik berkaitan dengan keautentikan hadits-hadits yang beredar dalam
masyarakat maupun tentang pemahaman terhaddap kandungan isinyaa. Dengan kata lain ilmu
hadits merupakan satu kelompok ilmu yang mengitari persoalan yang berkaitan dengan hadits
nabi saw.

B. Model Penelitian Hadits


1. Model H.M Quraish Shihab

Penelitian yang dilakukan Quraish Shihab terhadap hadits menunjukkan jumlahnya tidak
lebih banyak jika dibandingkan dengan penelitian terhadap Alquran. Dalam bukunya berjudul
membumikan alquran, quraish shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu
mengenai hubungan hadits dan alquran serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan-
bahan penelitian yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu
sejumlah buku yang ditulis para pakar dibidang hadits termasuk pula alquran.Sedangkan sifat
penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesis. Hasil penelitian quraish
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

shihab tentang fungsi hadits terhadap alquran, menyatakan bahwa alquran menekankan
bahwa rasul saw. berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44).

Selain itu al-hadits juga dapat mengambil pern sebagai menetapkan hukum atau aturan
yang tidak didapati didalam al-quran. Misalnya hadits yang artinya : “ Tidak boleh seseorang
mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan ‘ammah (saudari bapak) nya dan seorang
wanita dengan khalah (saudari ibu)nya”. (HR Bukhari dan Muslim), dan hadits yang artinya :
“Sungguh Allah telah mengharamkan mengawini seseorang karna sepersusuan, sebagaimana
halnya Allah telah mengharamkannya karena senasab”. (HR Bukhari dan Muslim). Materi
hukum yang ditetapkan keharamannya oleh kedua hadits tersebut sepanjang penelitian yang
dilakukan para ahli hadits tidak dijumpai didalam alquran, sehinga nabi Muhammad saw.
mengambil inisiatif untuk mengharamkannya.

2. Model Musthafa Al-Siba’iy

Musthafa Al-Siba’iy yang dikenal sebagai tokoh intelektual muslim dri mesir dan
disebut-sebut sebagai pengikut gerakan ikhwanul muslimin, selain banyak menulis (meneliti)
tentang masalah-masalah social ekonomi dari sudut pandang islam, juga menulis buku-buku
materi kajian agama islam. Penelitian yang dilakukan Musthafa Al-Siba’iy dalam bukunya itu
bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif
analitis.Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu
dalam sejarah.

Hasil penelitian yang dilakukan Musthafa Al-Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses
terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai terjadnya upaya pemalsuan hadits
dan usaha para ulama untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunnah.
Selanjutnya, Al-Siba’iy juga menyampaikan hasil penelitiannya mengenai pandangan kaum
khawarij, syi’ah, mu’tazilah, dan mutakallimin, para penulis modern dan kaum muslimin
pada umumnya terhadap as-sunnah, dibukukannya ilmu musthalah al-hadits, ilmu jarh dan al-
ta’dil (al-jahr yaitu cacat, sedangkan al-ta’dil ialah kebalikan dari al-jahr), kitab-kitab tentang
hadits palsu dan para pemalsu dan penyebarannya.Dilanjutkan dengan laporan tentang
sejumlah kelompok dimasa sekarang yang mengingkari kehujjahan al-sunnah disertai
pembelaannya.Dengan melihat isi penelitian tersebut, Al-Siba’iy tampak tidak netral.Ia
berupaya mengumpulkan bahan-bahan kajian sebanyak mungkin untuk selanjutnya,
diarahkan untuk melakukan pembelaan kaum sunni terhadap al-sunnah.
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

3. Model Muhammad Al-Ghazali

Muhammad al-ghazali yang menyajikan hasil penelitiannya tentang hadits dalam


bukunya berjudul al-sunnah al-nabawiyah baina ahl al-fiqhwa ahl al-hadits adalah salah
seorang ulama jebolan universitas al-azhar mesir yang disegani didunia islam, khusunya
timur tengah, dan salah seorang penulis arab yang sangat prouktif. Menurut quraish shihab,
buku ini telah menimbulkan tanggapan yang berbeda, sehingga menjadi salah satu buku
terlaris dengan lima kali naik cetak dalam waktu antara januari-oktober 1989.

Dilihat dari segi kandungan dalam buku tersebut, Nampak bahwa penelitian hadits yang
dilakukan Muhammad al-ghazali termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji
dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan actual yang muncul di masyarakat
untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadits tersebut.
Dengan kata lain, Muhammad al-ghazali terlebih dahulu memahami hadits yang diteitinya itu
dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah actual
yang muncul di masyarakat. Corak penyaiannya masih bersifat deskriptif analitis. Yakni
mendeskripsikan hasil penelitian sedemikian rupa, dilanjutkan menganalisisnya dengan
menggunakan pendekatan fiqh, sehingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran
islam dari berbagai pham yang dianggapnya tidak sejalan dengan alquran dan al-sunnah yang
mutawatir.Masalah yang terdapat dalam buku hasil penelitian Muhammad al-ghazali itu
nampak cukup banyak. Setelah ia menjelaskan tentang keshahihan hadits dan persyaratannya,
ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena tangisan keluargannya, tentang huku
qishash, shalat tahiyah masjid, tentang sekitar dunia wanita yang meliputi antara kerudung
dan cadar, wanita keluarga dan profesi, hubungan wanita dengan masjid, kesaksian wanita
dalam kasus-kasus pidana dn qishash, perihal nyanyian, etika makan, minum, berpakaian, dan
membangun rumah, kemasukan setan: esensi dan cara pengobatannya, memahami alquran
secara serius, hadits-hadits tentang masa kekacauan, antara sarana dan tujuan, serta takdir dan
fatalisme.

4. Model Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy

Al-Hafidz Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiyyang hidup tahun 725-
806 tergolong ulama generasi pertamayang banyak melakukan penelitian hadits.mengingat
sebelum zaman al-iraqy belum ada hasil penelitian hadits, maka nampak ia berusaha
membangun ilmu hadits dengan menggunakan bahan-bahan hadits nabi serta berbagai
Sandria Noviansyah
Metodologi Studi Islam

pendapat para ulama yang dijumapi dalam kitab tersebut. Dengan demikian, penelitiannya
bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan bahan-bahan
untuk digunakan membangun suatu ilmu.Buku inilah buat pertana kali mengemukakan
macam-macam hadits yang didasarkan pada kulitas sanad dan matannya, yaitu hadits yang
tergolong shahih, hasan dan dhaif.Kemudian dilihat pula dari keadan bersambung atau
terputusnya sanad yang dibaginya menjadi hadits musnad, muttsil, marfu’, mauquf, mursal,
dan al-munatil.Selanjutnya, dilihat pula dari keadaan kualitas matannya yang dibagi enjadi
hadits yang syadz dan munkar.

5. Model Penelitian Lainnya

Selanjutnya, terdapat pula model penelitin hadits yang diarahkan pada focus kajian aspek
tertentu saja.Misalnya, rif’at fauzi abd al-muthallib pada tahun 1981, meneliti tentang
perkembangan al-sunnah pada abad ke-2H.hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bukunya
berjudul tautsiq al-sunnah fi al-qurn al-tsaniy al-hijri usushu wa itijabat. Selanjutnya Mahmud
abu rayyah melalui telaah kritis atas sejumlah hadits nabi Muhammad saw. dalam bukunya
berjudul adlwa’a ‘ala al-sunnah al-muhammadiyah, tanpa menyebutkan tahun terbitnya.
Sementara itu, Mahmud al-thahhan khusus meneliti cara menyeleksi hadits serta penentuan
sanad yang disampaikan dalam bukunya berjudul ushul al-takhrij wa dirasat al-asanid,
diterbitkan tanpa tahun. Disusul pula oleh ahmadMuhammad syakir yang meneliti buku
ikhtishar ‘ulum al-hadits karya ibn katsir (701-774H) dalam bukunya berjudul al-baiths al-
hadits syarb ikhtishar ulum al-hadits yang diterbitkan di Beirut, tanpa tahun.
Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian tersebut, maka kini ilmu hadits tumbuh menjaddi
salah satu disiplin ilmu keislaman.Penelitian hadits tampak masih terbuka luar terutama jika
dikaitkan dengan permasalahan actual dewasa ini. Penelitian terhadap kualitas hadits yang
dipakai dalam berbagai kitab misalnya belum banyak dilakukan. Demikian pula hadits-hadits
yang ada hubungannya dengan berbagai masalah actual tampak masih terbuka luas.Berbagai
pendekatan dalam memahami hadits juga belum banyak digunakan. Misalnya pendekatan
sosiologis,paedagogis, antropologis, ekonomi, politik, filosofis, tampaknya belum banyak
digunakan  oleh para peneliti hadits sebelumnya. Akibat dari keadaan demikian, tampak
bahwa pemahaman masyarakat terhadap hadits pada umunya masih bersifat parsial.

Anda mungkin juga menyukai