Anda di halaman 1dari 17

Makalah Ulumul Hadis

Mengenai Hadis Maudhu’

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis


Dosen : Dr. H. M. Zuhri Abu Nawas, Lc., M.A
Semester/Fakultas : I/Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Prodi : PAI - D

Yang Disusun Oleh Kelompok 10 :


- Muthia Muthmainnah 1602010120
- Muh. Fikriawan 1602010129

Institut Agama Islam Negeri


IAIN Palopo
Tahun Akademik 2016/2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Alhamdulillah puji dan syukur mari kita panjatkan kepada Allah swt.,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Hadis Maudhu’ ini dengan baik dan benar.
Tak lupa pula shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabiin, dan kita semua sebagai ummat
yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.

Adapun makalah Hadis Maudhu’ ini telah kami usahakan semaksimal


mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya ataupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun berharap semoga dari makalah Hadis Maudhu’ ini


dapat diambil pelajaran sehingga dapat bermanfaat.

Palopo, 13 September 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Maudhu’ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5


B. Sejarah Kemunculan Hadis Maudhu’ . . . . . . . . . . . . 6
- Hukum membuat dan meriwayatkannya . . . . . . 8
- Kitab-kitab yang memuat hadis maudhu’ . . . . . . 8
C. Kriteria / Ciri-Ciri Hadis Maudhu’ . . . . . . . . . . . . . . 9
- Ciri-ciri pada Sanad . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
- Ciri-ciri pada Matan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
D. Contoh-contoh Hadis Maudhu’ . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Quran sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak yang mengandung
ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Oleh karenanya kehadiran hadis
berfungsi untuk “tabyin wa taudhih” terhadap ayat-ayat tersebut. Ini menunjukkan
hadis menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.
Namun kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah SAW. dengan waktu
pembukuan hadis (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-
orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan
sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. dengan alasan yang
dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAW. seperti inilah yang
selanjutnya dikenal dengan palsu atau Hadis Maudhu’.
Hadis Maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadis,
karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi SAW.
Hadis maudhu’ ini berbeda dengan hadis dha’if. Hadis maudhu’ sudah ada
kejelasan akan kepalsuannya sementara hadis dha’if belum jelas, hanya samar-
samar. Tapi ada juga yang memasukkan pembahasan hadis maudhu’ ini ke dalam
bahasan hadis dha’if.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian hadis maudhu’ ?


b. Bagaimana awal munculnya hadis maudhu’ dan apa saja faktor-faktor yang
melatarbelakangi ?
c. Apa saja kriteria atau ciri-ciri hadis maudhu’ ?
d. Apa hukum membuat dan meriwayatkan hadis maudhu’ ?
e. Kitab-kitab yang manasajakah yang memuat hadis maudhu’ ?
f. Yang mana sajakah contoh-contoh hadis maudhu’ ?

C. TUJUAN

a. Mengetahui pengertian hadis maudhu’.


b. Mengetahui awal muncul dan faktor-faktor yang melatarbelakangi hadis
maudhu’.
c. Mengetahui kriteria atau ciri-ciri hadis maudhu’.
d. Mengetahui hukum orang yang membuat dan meriwayatkan hadis maudhu’.
e. Mengetahui kitab-kitab yang memuat hadis maudhu’.
f. Mengetahui contoh-contoh hadis maudhu’.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIS MAUDHU’


Apabila ditinjau secara bahasa, maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul
dari ‫ضعًا‬
ْ ‫ض ُع – َو‬ َ ‫ض َع – َي‬ َ ‫ َو‬yang memiliki beberapa makna, antara lain:
1. ُ ‫ال ِء ْسقَا‬
‫ط‬ ْ َ‫( ا‬meletakkan atau menyimpan)
2. ‫اخ ِتالَ ُق‬ْ ‫ال ِء ْفتِ َرا ُء َو‬ ْ َ‫( ا‬mengada-ada atau membuat-buat)
3. ُ‫ي اَ ْل َمتْ ُر ْوك‬ْ َ ‫( اَلت َّ ْركُ أ‬ditinggalkan).
Sedangkan pengertian hadis maudhu’ menurut istilah para muhaditsin (ahli
hadis) yaitu:
‫ ا ِْخ ِتالَقًا َو َكذَبًا َم َّما َل ْم‬. ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫ِب اِلَى َر‬ َ ‫َما نُس‬
.‫ع‬ ُ ‫صنُ ْو‬ْ ‫لم ُختَلَ ُق اْل َم‬ ْ َ ‫ض ُه ْم ُه َو ا‬ َ ُ‫َيقُ ْلهُ أَ ْويُ ِق ْره‬
ُ ‫وقَا َل بَ ْع‬.
“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat dan dusta,
yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan. Sebagian
mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis maudhu’ ialah hadis
yang dibuat-buat.”
Sebagian ulama mendefenisikan hadis maudhu’ sebagai berikut:

“Hadis yang diciptakan dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang disandarkan
kepada Rasulullah SAW. secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.”

Dari pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa,


hadis maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW., baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir-nya, secara rekaan atau dusta
semata-mata. Dalam penggunaan masyarakat Islam, hadis maudhu’ disebut juga
dengan hadis palsu. Hadis semacam ini tentu saja bathil dan tertolak dengan
sendirinya tanpa terkecuali, sebab tindakan demikian nyata-nyata merupakan
pendustaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Bila digabungkan dalam
kualifikasi hadis dho’if, ini merupakan jenis hadis yang paling buruk dan haram
untuk disampaikan pada khalayak umum kecuali hanya sebatas pemberitahuan
bahwa hadis tersebut adalah maudhu’ atau palsu.
Kata-kata yang biasa dipakai untuk hadis maudhu’, adalah al-mukthtalaqu,
al-muhtala’u, al-mashnu, dan al-makdzub. Kata tersebut memiliki arti yang
hampir sama. Pemakaian kata-kata tersebut adalah lebih mengokohkan (ta’kid)
bahwa hadis semacam ini semata-mata dusta atas nama Rasulullah SAW.

B. SEJARAH MUNCULNYA HADIS MAUDHU’


Ulama hadis berpendapat bahwa munculnya hadis maudhu’ adalah pada
tahun 40 H pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, ketika terjadi pertikaian
politik. Namun Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan
oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam.
Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu, antara lain
adalah :
1. Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam akibat pertanyaan politik yang terjadi pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib sangat besar berpengaruh terhadap pemunculan
hadis-hadis palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan
mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya adalah membuat hadis palsu.
Akibat perpecahan politik ini, golongan syi’ah membuat hadis palsu. Golongan
inilah yang pertama-tama membuat hadis palsu.

2. Usaha Kaum Zindiq


Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama
atau pun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat
melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga
menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan
pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama Islam dari dalam. Ketika
Abdul Al-Karim ibnu Auja hendak dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman
bin Ali, ia mengatakan, “Demi Allah saya telah membuat hadis palsu sebanyak
4.000 hadis.” Hammad bin Zaid mengatakan, “Hadis yang dibuat kaum Zindiq
ini berjumlah 12.000 hadis.”

Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadis maudhu’ dari kalangan orang


zindiq ini, adalah :
a. Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadis maudhu’
tentang hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad
bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
b. Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far
Al-Mashur.
c. Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid
bin Abdillah.
3. Sikap Fanatik Buta terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, dan
Pimpinan
Salah satu tujuan membuat hadis palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik
buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya.
Golongan Ash-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi
mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab
dan apabila senang, Dia menurunkan dalam bahasa Persi.”Sebaliknya, orang
Arab yang fanatik terhadap bahasa mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia
menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan apabila senang, Dia
menurunkannya dengan bahasa Arab.”

4. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat


Kelompok yang melakukan pemalsuan hadis ini bertujuan untuk
memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat
kemampuannya. Hadis yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan. Sebagai
contoh dapat dilihat pada hadis :

ٍ ‫ارهُ ِم ْن ذَ َه‬
‫ب‬ َ ‫َم ْن قَا َل الَ اِلهَ اِالَّ هللاُ ِم ْن ُك ِِّل َك ِل َم ٍة‬
ُ َ‫طائِ ًرا َم ْنق‬
ٍ ‫شهُ ِم ْن َم ْر َج‬
.‫ان‬ ُ ‫َو ِر ْي‬
5. Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu Kalam
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu
kalam ini berasal dari para pengikut Madzhab. Mereka melakukan pemalsuan
hadis karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-
masing.

6. Membangkitkan Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti Apa yang


Dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadis palsu dengan asumsi bahwa
usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjunjung
tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan, “Kami berdosa semata-mata untuk
menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Nuh bin Abi Maryam
telah membuat hadis berkenaan dengan fadhilah membaca surah-surah tertentu
dalam Al-Qur’an.
Ghulam Al-Khalil (dikenal ahli Zuhud) membuat hadis tentang keutamaan wirid
dengan maksud memperhalus qalbu manusia. Dalam kitab Tafsir Ats-Tsalabi,
Zamakhsyari, dan Baidawi terdapat banyak hadis palsu, begitu juga dalam
kitab Ihya Ulum Ad-Din.

7. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah


Giyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab
hadist sebagai pemalsu hadis tentang “Perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah
SAW berbunyi :
ٍ‫ص ٍل أَ ْو ُخف‬
ْ َ‫سبَقَ اِالَّ فِى ن‬
َ َ‫ال‬
Kemudian Giyas menambah kata ‫ أَ ْو‬dalam akhir hadis agar
diberi hadiah atau mendapat simpatik dari khalifah Al-Mahdi. Setelah mendengar
hadis tersebut, Al-Mahdi memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika
Giyas hendak pergi, Al-Mahdi menegur, seraya berkata, “Aku yakin itu
sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah SAW.” Menyadari hal itu,
khalifah memerintahkan untuk menyembelih merpatinya.
Beberapa motif pembuatan hadist palsu di atas, dapat dikelompokkan menjadi :
 Ada yang sengaja,
 Ada yang tidak sengaja merusak agama,
 Ada yang karena merasa yakin bahwa membuat hadis palsu diperbolehkan,
 Ada yang karena tidak tahu gila dirinya membuat hadis palsu.
Tujuan mereka membuat hadis palsu ada yang negatif dan ada pula yang
mempunyai nilai positif. Apapun alasan mereka, perlu ditegaskan bahwa membuat
hadis palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan, karena hal ini sangat
bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW :

ِ َّ‫ي َمتَعَ ِ ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْقعَدَهُ ِمنَ الن‬


. ‫ار‬ َّ َ‫عل‬ َ َ‫فَ َم ْن َكذ‬
َ ‫ب‬
- Hukum Membuat Dan Meriwayatkan Hadis Maudhu’ sbb.
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadis
maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara muthlaq, bagi mereka yang sudah
mengetahui hadis itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan
tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadis ini adalah palsu (menerangkan
sesudah meriwayatkan atau membacakannya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau
mereka mengamalkan makna hadis tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa
atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadis
yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadis palsu, hendaklah segera dia
tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak
ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.

- Kitab-Kitab yang Memuat Hadis Maudhu’ sbb.


Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis
hadis, berhasil mengumpulkan hadis-hadis maudhu’ dalam sejumlah karya yang
cukup banyak, di antaranya:
1. Al-Maudhu’ ‘Al-Kubra, karya Ibn Al-Jauzi (Ulama yang paling
awal menulis dalam ilmu ini).
2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-
Suyuthi (Ringkasan Ibnu Al-Jauzi dengan beberapa tambahan).
3. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah, karya Al-Albani.
4. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syari’ah Al-
Maudhu’ah, karya Ibnu ‘Iraq Al-Kanani (ringkasan kedua kitab
tersebut).
5. Al-Ba’its ala Al-Khalas min Hawadis Al-Qisas, karya Al-Hafidz
Zain Ad-Din Abdul Ar-Rahman Al-Iraqi.

C. CIRI-CIRI HADIS MAUDHU’


Para ulama Muhaditsin, di samping membuat kaidah-kaidah untuk
mengetahui sahih, hasan, atau dhaif suatu hadis, mereka juga menentukan ciri-ciri
untuk mengetahui ke-maudhu’-an suatu hadis.

Ke-maudhu’-an suatu hadis dapat dilihat pada ciri-ciri yang terdapat pada
sanad dan matan.

1. Ciri-Ciri yang Terdapat pada Sanad


Terdapat banyak ciri-ciri ke-maudhu’-an hadis yang terdapat pada sanad.
Ciri-ciri tersebut adalah:
a. Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi
yang terpercaya yang meriwayatkan hadis dari dia.
b. Pengakuan dari si pembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawuf,
ketika ditanya oleh Ibnu Isma’il tentang keutamaan ayat-ayat Al-Quran, yang
serentak menjawab, “Tidak seorang pun yang meriwayatkan hadis kepadaku.
Akan tetapi, serentak kami melihat manusia sama membenci Al-Quran, kami
ciptakan untuk mereka hadis ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Quran), agar
mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Quran.”
c. Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan
dari seorang rawi bahwa ia menerima hadis dari seorang guru, padahal ia
tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut
meninggal, misalnya ketika Ma’mun Ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa
ia menerima hadis dari Hisyam Ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu
Hibban bertanya, “Kapan engkau pergi ke Syam?”. Ma’mun menjawab, “Pada
tahun 250 H.” Mendengar itu, Ibnu Hibban berkata, “Hisyam meninggal
dunia pada tahun 245 H.”
d. Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadis maudhu’.
Misalnya seperti yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung
ke rumah Al-Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati, yang
berkata,
“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, atau
menunggang kuda, atau mengadu burung.”

Ia menambahkan kata “au janaahin” (atau mengadu burung), untuk


menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham.
Setelah ia berpaling, Sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah
tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.”, lalu ia memerintahkan untuk
menyembelih merpati itu. Tingkah laku Ghiyats semacam itu menjadi qarinah
untuk menetapkan ke-maudhu’-an suatu hadis.

2. Ciri-Ciri yang Terdapat pada Matan


Terdapat banyak pula ciri-ciri hadis maudhu’ yang terdapat dalam matan,
di antaranya sebagai berikut.

a. Keburukan susunan lafazhnya


Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu Bayan. Dengan
mendalami ilmu Bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang
mungkin keluar dari mulut Nabi SAW., dan mana yang tidak mungkin
keluar dari mulut Nabi SAW.
b. Kerusakan maknanya
1. Karena berlawanan dengan akal sehat
2. Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi
kenyataan
3. Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran
4. Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan
akal terhadap Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa
dengan makhluknya.
5. Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti
hadis yang menerangkan bahwa ‘Auj ibn ‘Unuq mempunyai panjang tiga
ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata, “Bawalah
aku ke dalam piring mangkukmu ini.” Ketika topan terjadi, air hanya
sampai ke tumitnya saja. Kalau mau makan, ia memasukkan tangannya ke
dalam laut, lalu membakar ikan yang diambilnya ke panas matahari yang
tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
6. Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali
7. Bertentangan dengan keterangan Al-Quran, hadis mutawatir, dan kaidah-
kaidah kulliyah.
8. Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-
perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap suatu
perbuatan yang kecil.

D. CONTOH-CONTOH HADIS MAUDHU’

َ ُ‫صلَّى هللا‬
‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ي‬ َّ ‫ َراَيْتُ النَّ ِب‬: ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن اَ ِب ْي اَ ْو ِفى اَنَّهُ قَا َل‬ َ ُ‫َما َر َواه‬
َ ‫ع َم ُرا قَ َبالَ فَقَ َل َيا اَ َبا اْل َح‬
‫س ِن‬ ُ ‫ي َواِذَا اَبُ ْوا بَ ْك ٍر َو‬ َ ً ‫سلَّ َم ُمت َّ ِكأ‬
َ ‫علَى‬
ٍِّ ‫ع ِل‬ َ ‫َو‬
َ‫اَ ِحبَّ ُه َما فَ ُحبِ ِه َما تَ ْد ُخ ُل اْل َجنَّة‬
“Aku melihat Nabi sedang bersandar pada Ali, tiba-tiba sahabat Abu Bakar dan
Umar datang menghadap, maka Nabi bersabda wahai Abal Hasan, cintailah Abu
Bakar dan Umar karena dengan mencintainya kamu akan masuk surga.”

“Barang siapa yang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin
melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan
hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang
ibadahnya, hendaklah melihat Ali.”

“Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.”

. ‫الو ْج ِه ال َج ِم ْي ِل ِعبَادَة‬
َ ‫لى‬ َ َّ‫الن‬
َ ِ‫ظ ُر إ‬
“Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadah.”

َ ‫ت َك َما تَأ ْ ُك ُل ْال َب َها ِئ ُم ْال َح ِشي‬


.‫ْش‬ َ ‫ْث ِفي ْال َم ْس ِج ِد َيأ ْ ُك ُل ْال َح‬
ِ ‫سنَا‬ ُ ‫ْال َح ِدي‬
“Percakapan dalam masjid akan memakan/menghapus (pahala) kebaikan seperti
binatang ternak yang memakan rumput.”

.‫ق َخيْر ِمنَ َكثِي ِْر ْال َع ْق ِل‬


ِ ‫قَ ِل ْي ُل الت َّ ْوفِ ْي‬
“Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak.”

.‫ظافَ ِة‬ َ ‫ى اْ ِلدي ُْن‬


َ َّ‫علَى الن‬ َ ‫بُ ِن‬
“Agama Islam dibangun di atas kebersihan.”

. َ‫اء الَّ ِذيْنَ يَأْت ُ ْون‬ ُ َ‫اء الَّ ِذيْنَ يَأْت ُ ْونَ ْاْل ُ َم َرا َء َو ِخي‬
ِ ‫ار ْاْل ُ َم َر‬ ِ ‫ار ْالعُلَ َم‬ُ ‫ِش َر‬
‫ْالعُلَ َما َء‬
“Seburuk-buruk ulama adalah yang selalu mendatangi para penguasa (pemerintah)
dan sebaik-sebaik penguasa adalah yang selalu mendatangi para ulama.”

َ ‫َم ْن قَا َل أَنَا ُمؤْ ِمن فَ ُه َو َكافِر َو َم ْن قَا َل أَنَا‬


.‫عا ِلم فَ ُه َو َجا ِهل‬
“Barangsiapa berkata: ‘Aku adalah seorang mukmin’ maka dia kafir, dan barang
siapa berkata: ‘Aku adalah orang yang berilmu’ maka dia adalah orang yang jahil
(bodoh).”

.‫عقَ َل‬ َ ‫ْس ِل ْل َع ْب ِد ِم ْن‬


َ ‫صالَتِ ِه ِإالَّ َما‬ َ ‫لَي‬
“Seorang hamba tidak akan mendapatkan (keutamaan) dari shalatnya kecuali apa
yang dipahaminya dari shalatnya.”

.‫أَ َّو ُل َما َخلَقَ هللاُ ْالعَ ْق َل‬


“Sesuatu yang pertama kali Allâh Azza wa Jalla ciptakan adalah akal.”

.‫ع ِل َم َو َرثَهُ هللاُ ِع ْل َم َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ َ ‫َم ْن‬


َ ‫ع ِم َل بِ َما‬
“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allâh Azza
wa Jalla akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”

“Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, atau


menunggang kuda, atau mengadu burung.”
“Tak ada satu pohon pun dalam surga, melainkan tertulis pada tiap-tiap daunnya:
La ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddieq, ‘Umar Al-
Faruq, dan Ustman Dzunnuraini.”

“Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril, dan Muawiyyah.”

“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di ‘Arafah dengan berkendaraan
unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan
memeluk orang-orang yang sedang berjalan.”

“Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya.”

“Setiap yang ada di langit, di bumi, dan di antara keduanya, adalah makhluk,
kecuali Allah dan Al-Quran. Kelak, akan datang kaum dari umatku yang
mengatakan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk (baru). Oleh karena itu, barang
siapa yang mengatakan demikian, sungguh kafir terhadap Allah Yang Mahabesar,
dan tertalaklah istrinya sejak saat itu.”
“Sesungguhnya bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling Ka’bah dan
bersembahyang di maqam Ibrahim dua rakaat.”

“Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya
keperluan bagi Allah.”

“Buah terong itu, penawar bagi segala penyakit.”

“Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya. Maka


berpeluhlah kuda itu, lalu Tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.”

“Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku Jibril.”

“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh turunan.”

“Umur dunia itu tujuh ribu tahun, dan sekarang datang pada ribuan yang ke-7.”

“Barang siapa yang melahirkan seorang anak, kemudian dinamai Muhammad, ia


dan anaknya akan masuk surga.”
“Barang siapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallah) maka Allah menciptakan dari
kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.”

.‫من صام صبيحة يوم الفطر فكأنما صام الدهر كله‬


“Barang siapa berpuasa di waktu pagi pada hari ‘Idul Fitri, dia bagaikan puasa
sepanjang waktu.”
.‫رجب شهر هللا وشعبان شهري و رمضان شهر أمتي‬
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan bulan umatku.”

‫من صام يوما من رجب و صلى أربع ركعات يقرأ في أول ركعة‬
‫مائة مرة (أية الكرسي) وفي الثانية مائة مرة (قل هو هللا أحد) لم‬
.‫يمت حتى يرى مقعده من الجنة‬
“Barang siapa puasa satu hari di bulan Rajab dan melakukan sholat empat rakaat,
pada rakaat pertama ia membaca ayat kursi 100 kali dan pada rakaat kedua dia
membaca “Qul Huwallahu Ahad”, dia tidak akan mati sebelum melihat tempatnya
di surga.”
.‫من صام يوم عاشوراء كتب هللا له عبادة ستين سنة‬
“Barang siapa yang berpuasa pada hari ‘Asyura, Allah akan menulis baginya
ibadah selama enampuluh tahun.”

.‫أمر األغنياء باتخاذ الغنم و أمر الفقراء باتخاذ الدجاج‬


“Beliau memerintahkan para orang kaya untuk memelihara kambing dan
memerintahkan para orang miskin untuk memelihara ayam.”
.‫لكل شيء معدن و معدن التقوى قلوب العاقلين‬
“Setiap sesuatu punya sumber dan sumbernya ketaqwaan adalah hatinya orang-
orang yang pintar berakal.”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian Hadis Maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat atau diciptakan
atau didustakan atas nama Nabi Muhammad SAW. Ulama hadis berpendapat
bahwa munculnya hadis maudhu’ adalah pada tahun 40 H pada masa khalifah Ali
bin Abi Thalib, ketika terjadi pertikaian politik. Namun berdasarkan data sejarah,
pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga
dilakukan oleh orang-orang non Islam. Tujuan mereka membuat hadis palsu ada
yang negatif dan ada pula yang mempunyai nilai positif. Tapi apapun alasan
mereka, perlu ditegaskan bahwa membuat hadis palsu merupakan perbuatan
tercela dan menyesatkan.

Terdapat beberapa cara untuk mengetahui sebuah hadis maudhu’, antara lain:
1. Atas dasar pengakuan para pembuat hadis palsu.
2. Maknanya rusak.
3. Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan
Al-Qur’an atau hadis yang lebih kuat.
4. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil
atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.
5. Perawinya dikenal seorang pendusta.

B. SARAN
Setelah membaca dan memahami makalah ini, penyusun berharap para
pembaca mendapat manfaat agar lebih teliti dan cermat dalam memilih hadis-
hadis yang kaitannya digunakan sebagai hujjah atau dasar, karena dari sekian
hadis yang ada ternyata ada banyak sekali hadis yang berdusta dan bukan
merupakan sabda Nabi Muhammad SAW., melainkan hanya perkataan orang atau
kelompok tertentu demi sebuah kepentingan.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung : CV. Pustaka Setia
Dr. H. Munzier Suparta M.A, Ilmu Hadis, Jakarta : Rajawali Pers

Dr. Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, Jakarta : Rosda

Anda mungkin juga menyukai