Disusun Oleh :
Kelompok 1
FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, hidayah
serta Inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dan tidak lupa pula, sholawat
serta salam tercurahkan kepada Nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang berderang dengan
tersyiarnya agama islam seperti sekarang ini.
Kami mengucapkan Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqh Jinayah
yaitu Bapak Dr. Ahmad Fauzan, S,H,I.,M.H
Demikian, semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih dan luas dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi semua pihak, baik yang menyusun maupun yang
membaca. Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari dosen dan berbagai kalangan
sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .........................................................................................................................9
B. Penutup…………………………………………………………………………………....9
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jarimah adalah larangan-larangan Allah yang di ancam dengan hukuman had atau
ta’zir, perbuatan yang dilarang itu dapat berupa sesuatu yang yang dilarang, dianggap jarimah
apabila perbuatan tersebut telah dilarang oleh syara’. Yang mendorong sesuatu itu di anggap
jarimah adalah karena perbuatan tersebut dapat merugikan kepada tata urutan masyarakat
atau kehidupan anggota masayarakat atau pertimbangan-pertimbangan lain yang harus
dihormati dan dipelihara meskipun adakalanya jarimah justru membawa keuntungan ini tidak
menjadi pertimbangan syara’ oleh karena itu syara’ melarang yang namanya jarimah karena
dari segi kerugiannya itulah yang di utamakan dalam pertimbangan. Jarang di temukan
perbuatan membawa keuntungan semata-mata atau menimbulkan kerugian semata tetapi
setiap perbuatan akan membawa akibat campuran, antara keuntungan dan kerugian, sesuai
dengan tabi’atnya manusia.
Di samping itu perbuatan-perbuatan tersebut ada kalanya telah selesai di lakukan dan
ada kalanya tidak selesai karena ada sebab-sebab tertentu dari luar. Disamping itu perbuatan
tersebut adakalanya dilakukan oleh seorang saja maupun beberapa orang bersama-sama
dengan orang lain yang di sebut dengan turut serta melakukan jarimah.
A. Rumusan Masalah
1. Apa itu percobaan melakukan Jarimah ?
2. Apa Percobaan Menurut Fuqoha ?
3. Apa Saja Fase-Fase Pelaksanaan Jarimah ?
4. Apa Sebab Tidak Terjadinya Jarimah ?
5. Apakah Hukuman untuk Percobaan Jarimah ?
B. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui dan memahami percobaan melakukan jarimah.
2. Dapat mengetahui dan memahami percobaan menurut fuqoha.
3. Dapat mengetahui apa saja fase-fase pelaksanaan jarimah.
4. Dapat mengetahui bagaimana sebab terjadinya jarimah.
5. Dapat mengetahui bagaimana hukuman percobaan melakukan jarimah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Topo Santoso,S.H,M.H,Membumikan Hukum Pidana Islam,(Jakarta:Gema Insani Press,2003).hal.38
2
sebab hukuman ta’zir dijatuhkan atas perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had
atau khifarat. Percobaan yang pengertian sebagai mana dikemukakan di atas adalah mulai
melakukan suatu perbuatan yang dilarang tetapi tidak selesai, termaksuk pada maksiat yang
hukumannya adalah tak’zir. Dengan demikian, percobaan sudah taermasuk kedalam
kelompok ta’zir, sehingga para fuqaha tidak membahas secara khusus.
ْ ِإ َّن هّللا تَ َجا َو َزلِى ع َْن ُأ َّمتِى َما َو َس َو َس:ال النَّبِ ُّى ص م
ت بِ ِه َ َضى هّللا َع ْنهُ ق
َ َ ق:ال ِ ع َْن أبى هُ َري َْرةَر
‚ص ُدوْ ُرهَا َمالَ ْم تَ ْع َملْ َأوْ تَ َكلَّم
ُ
Abu hurairah ra. Barkata:Nabi saw, telah bersabda: “sesungguhnya Allah mengampuni
umatku karna aku atas apa yang terlintas dalam hatinya, selama belumdikerjakan atau
diucapkan.”
2
Drs.H.Ahmad Wardi Muslich,Hukum Pidana Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,2006),hal.60-61
3
Ketentuan ini sudah terdapat dalam syari’at islam sejak mulai diturunkannya tanpa
mengenal pengecualian. Akan tetapi, hukum positif baru mengenalnya pada akhir abad ke 18
Masehi, yaitu sesudah revolusi Prancis. Sebelum masa itu niat dan pemikiran terhadap
perbuatan jarimah dapat dihukum kalau dapat dibuktikan. Pada hukum positif terhadap aturan
tersebut ada pengecualiannya.
Sebagai contoh ialah adanya perbedaan pada hukum pidana Perancis dan RPA antara
pembunuhan sengaja yang direncanakan terlebih dahulu dengan pembunuhan biasa yang
tidak direncanakan terlebih dahulu, dimana untuk pembunuhan pertama dikenakan hukuman
yang lebih berat dari pada hukuman pembunuhan macam kedua. KUHP RPA terhadap
pembunuhan berencana dikenakan hukuman mati, dan terhadap pembunuhan biasa dikenakan
hukuman kerja berat seumur hidup atau sementara (pasal 230 dan 234).
Menurut KUHP Indonesia, karena pembunuhan berencana dihukum mati atau
dihukum penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun, dan kerana pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya
lima belas tahun.3
3
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1993),hal.121
4
Drs.C.S.T.Kansil,S.H, Penghantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:Balai
Pustaka,1998),hal.273
4
maksiat yang dihukum, tanpa memerlukan kepada selesainya maksud yang hendak dicuri
yaitu dicuri.
Alasan untuk tidak memasukkan fase persiapan sebagai jarimah, ialah bahwa
perbuatan seseorang yang bisa dihukum harus berupa perbuatan yang maksiat, dan maksiat
baru terwujud apabila berisi pelanggaran terhadap hak masyarakat dan hak manusia,
sedangkan pada penyiapan pada alat-alat jarimah pada galibnya tidak berisi suatu kerugian
yang nyata terhadap hak-hak tersebut. Kalau dianggap menyebabkan kerugian,maka
anggapan ini masih bisa ditakwilkan,artinya bisa diragukan,sedangkan menurut syari’at,
seseorang tidak bisa diambil tindakan terhadapnya kecuali apabila didasarkan kepada
keyakinan.
Kalau tidak selesainya jarimah karena terpaksa maka pelaku tetap harus dikenakan
hukuman, selama perbuatan itu sudah bisa dikategorikan ma’siat. Demikian pula kalau
pelaku tidak menyelesaikan jarimahnya karena kehendak sendiri tetapi bukan karena taubat.
Akan tetapi,apabila tidak selesainya itu karena taubat dan kesadaranya maka jarimahnya itu
adakalanya jarimah hirabah dan adakalanya bukan jarimah hirabah. Apabila jarimah itu
jarimah hirabah maka pelaku dibebaskan dari hukuman.7 Hal ini berdasarkan firman Allah
surat Al-Maidah 34:
اِالَّ الَّ ِذ ْينَ تَابُوْ ا ِم ْن قَب ِْل َأ ْن تَ ْق ِدرُوْ ا َعلَ ْي ِه ْم فَا ْعلَ ُموْ آ َأ َّن هللاَ َغفُوْ ٌر َر ِحي ٌم
6
ibid, Hukum Pidana Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,2006),hal.64
7
Muhammad Abu Zahrah, Al Jarimah wa al-‘uqbah fi al fiqh al Islami, Maktabah al Misriyyah, Kairo,tanpa
tahun, hal.63
kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai
(menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang(surat Al-Maidah 34).8
Apabila jarimah itu jarimah bukan hirabah maka pengaruh taubat disini masih
diperselisihkan oleh para fuqoha. Dalam hal ini ada tiga pendapat:
1) Pendapat fuqoha dari madzab Syafi’I dan Hambali, taubat bisa menghapuskan hukuman.
Alasanya adalah:
Alquran menyatakan hapusnya hukuman untuk jarimah hirabah, sedangkan jarimah
hirabah adalah jarimah paling berbahaya. Kalau taubat dapat menghapuskan hukuman
untuk jarimah yang paling berbahaya maka lebih-lebih untuk jarimah yang lain.
ان يَْأتِيَنِهَا ِم ْن ُك ْم فَأ ُذوْ هُ َما فَِإ ْن تَابَا َوَأصْ لَ َحا فََأ ْع ِر ضُوْ ا َع ْنهَا
ِ َوالَّ َذ
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka
berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan
memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang(Surah An-Nisaa;16).10
2) Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, taubat tidak menghapuskan hukuman, kecuali
untuk jarimah hirabah yang sudah ada ketentuanya. Karena kedudukan hukuman adalah
sebagai kifarat maksiat. Disamping itu kalau taubat semata-mata dapat hukuman dapat
terhapus, maka akibatnya ancaman hukuman tidak berguna, sebab setiap pelaku jarimah tidak
sukar mengatakan telah bertaubat.
8
Al-jumanatul ‘Ali,Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Jakarta:CV Penertbit J-Art,2005),hal.113
9
ibid, Al Jarimah wa al-‘uqbah fi al fiqh al Islami, Maktabah al Misriyyah, Kairo, tanpa tahun, hal.64
10
ibid, Al-Qur’an dan Terjemahannya,(Jakarta:CV Penertbit J-Art,2005),hal.80
7
3) Menurut Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim dari pengikut madzab Hambali, hukuman dapat
membersihkan maksiat dan taubat dapat menghapus hukuman untuk jaarimah-jarimah yang
berhubungan dengan hak Allah (hak masyarakat).
Pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim kelihatanya merupakan jalan tengah yang
mengompromikan pendapat pertama dan kedua yang saling bertentangan. Walaupun
demikian pengaruh taubat terhadap hukuman menurut pendapat kedua imam ini, hanya
berlaku dalam jarimah yang menyinggung hak masyarakat saja. Sedangkan dalam jarimah
yang menyinggung hak individu taubat tetap tidak berpengaruh terhadap hukuman.11
Barang siapa yang mencapai (melaksanakan) hukuman had bukan dalam jarimah hudud
maka ia termasuk orang yang melampaui batas.
Percobaan melakukan zina tidak boleh dihukum dengan had zina, yaitu jilid seratus
kali atau rajam. Demikian pula percobaan pencurian tidak boleh dihukum dengan had
pencurian, yaitu potong tangan. Dengan demikian, hukuman untuk jarimah percobaan adalah
hukuman ta’zir itu sendiri. 12
Dalam KUHP Indonesia, hukuman untuk percobaan ini terancam dalam Pasal 53 ayat
(2) KUHPidana yang berbunyi:
1) Maksimum itu pidana pokok yang diancam atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya.
2) Jika kejahatan itu dapat dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup maka
dijatuhi pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
11
ibid, Al Jarimah wa al-‘uqbah fi al fiqh al Islami, Maktabah al Misriyyah, Kairo, tanpa tahun, hal.64-65
12
ibid, Asas-Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1993),hal.67
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Percobaan adalah mulai melaksanakan suatau perbuatan dengan makasud melakukan
(jinayah atau jinhah), tetapai perbuatan tersebut teidak selesai atau berhenti karena ada sebab
yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.
Fase-fase Pelaksanaan Jarimah menurut ‘Abd al-Qadir ‘Awdah menjelaskan bahwa
paling tidak ada tiga fase dalam proses melakukan perbuatan jarimah yaitu :
Fase pemikiran atau perencanaan(marhalat al-tafkir)
Fase persiapan (marhalat al-tahdhir)
Fase pelaksanaan(marhalat al-tahfidz)
Suatu perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pembuat disebabkan karena
salah satu dari dua hal sebagai berikut.
Adakalanya terpaksa, misalnya tertangkap.
Adakalanya karena kehendak sendiri. Berdasarkan kehendak sendiri ini ada dua macam:
Bukan karena taubat, dan
Karena taubat.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, kami selaku penulis sangat memahami bahwa masih
banyak sekali kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari
segi kata kata, kami juga menyadari bahwa hal tersebut terbatasnya kemampuan pengetahuan
yang kami miliki, maka dari itu kami sebagai penulis meminta maaf kepada pembaca atas
keterbatasan tersebut, namun saran dan juga kritik yang diberikan oleh para pembaca akan
tetap dibutuhkan dalam perbaikan makalah ini.
9
DAFTAR PUSTAKA