Anda di halaman 1dari 14

MUQARANAT AL-MAZAHIB DALAM BIDANG JINAYAT

DISUSUN OLEH :

MHD.IRFAN HASIBUAN (2001020079)


RIZKY DARMAWAN (2001020091)
TEGUH ARAHMAN MARGOLANG (2001020098)

SEMESTER : I (SATU) EKSTENSI


PRODI : PAI
DOSEN PEMBIMBING : ZALEHA,S.Ag,S.H,MA
MATA KULIAH : PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUM
ASAHAN
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua sehingga dapat menyalesaikan tugas ini. Shalawat serta salam semoga
Allah tetap mencurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW serta
keluarganya dan para sahabatnya.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mengikuti perkuliahan sebagai tugas
kelompok. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tugas ini.

Dengan segala Rahmat dan Karunia-Nya akhirnya penyusun bisa menyelesaikan


tugas kelompok ini dengan berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi kami menyadari
makalah yang ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun, agar kami bisa lebih baik dalam membuat tugas
kelompok selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberi manfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi pembaca.

Kisaran, 10 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Percobaan Melakukan Jarimah 3


B. Pembuktian dan Kesaksian dalam Jarimah Zina 4
C. Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Ta’zir 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jarimah adalah larangan-larangan Allah yang di ancam dengan hukuman had atau
ta’zir, perbuatan yang dilarang itu dapat berupa sesuatu yang yang dilarang, dianggap jarimah
apabila perbuatan tersebut telah dilarang oleh syara’. Yang mendorong sesuatu itu di anggap
jarimah adalah karena perbuatan tersebut dapat merugikan kepada tata urutan masyarakat
atau kehidupan anggota masayarakat atau pertimbangan-pertimbangan lain yang harus
dihormati dan dipelihara meskipun adakalanya jarimah justru membawa keuntungan ini tidak
menjadi pertimbangan syara’ oleh karena itu syara’ melarang yang namanya jarimah karena
dari segi kerugiannya itulah yang di utamakan dalam pertimbangan. Jarang kita temukan
perbuatan membawa keuntungan semata-mata atau menimbulkan kerugian semata tetapi
setiap perbuatan akan membawa akibat campuran, antara keuntungan dan kerugian, sesuai
dengan tabi’atnya manusia akan memilih banyak keuntungannya dari pada kerugiannya
meskipun akan merugikan masyarakatnya.

Di dalam membahas jarimah kita akan menemukan yang namanya unsur materiil
jarimah yaitu perbuatan atau ucapan yang menimbulkan kerugian kepada individu atau
masyarakat. Dalam unsur jarimah zina unsur materiilnya adalah adalah hal yang merusak
keturunan, sedangkan dalam jarimah pembunuhan unsur materiilnya adalah hal atau
perbuatan yang menghilangkan nyawa seseorang. Unsur materiil ini akan mencakup tiga
masalah pokok yaitu tentang jarimah yang telah selesai, jarimah yang belum selesai atau
percobaan dan turut serta dalam melakukan jarimah.

Di samping itu perbuatan-perbuatan tersebut adakalanya telah selesai di lakukan dan


adakalnya tidak selesai karena ada sebab-sebab tertentu dari luar. Dalam hukum positif
jarimah yang tidak selesai ini disebut perbuatan percobaan (‫)الشروع‬. Disamping itu perbuatan
tersebut adakalanya dilakukan oleh seorang saja maupun beberapa orang bersama-sama
dengan orang lain yang di sebut dengan turut serta melakukan jarimah (‫)االءشتراك‬.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Percobaan Melakukan Jarimah?


2. Bagaimana Pembuktian dan Kesaksian dalam Jarimah Zina?
3. Bagaimana Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Ta’zir?

1
C. Tujuan

1. Mengetahui Percobaan Melakukan Jarimah


2. Mengetahui Pembuktian dan Kesaksian dalam Jarimah Zina
3. Mengetahui Sanksi dan Pelaksanaan Hukuman Ta’zir

2
BAB II

PEMBAHASAN

MUQARANAT AL-MAZAHIB DALAM BIDANG JINAYAT

1. Percobaan Melakukan Jarimah

A.Pengertian Jarimah

Pengertian jinayah dalam bahasa indonesia di artikan sebagai tindakan yang salah,
dari segi bahasa jatimah merupakan kata jadian(masdar) dengan kata asal jaramah yang
artinya berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai arati perbuatan salah.1 Dari segi istilah,
Al-Mawardi mendefinisikan jarimah:

ِ ‫ت شَرْ ِعيَّةُ زَ َج َرهّللا تَ َعلئ َع ْنهَابِ َخ ًّداَوْ تَع‬


‫ْزيْر‬ َ ْ‫َمحْ ظُو‬
ٌ ‫ار‬

Larangan-laranagan syara’ yang di ancam oleh ALLAHdengan hukuman had atau ta;zir.

B.Percobaan Melakukan Jarimah

Dalam Pasal 45 kitab undang-undang Hukum Pidana Mesir, dijelaskan tentang


pengertian percobaan sebagai berikut:

‫دخلَل ِإِل َراد ِةالفَا ِع ِل‬ ِ ‫اب أثَ ُرهُ َأِل َسبَا‬
ْ َ‫ب ال‬ yِ ‫بَِأنَّهُ البَ ْد ُءفِى تَ ْنفِ ْي ِذفِ ْع ِل بِقَصْ ِدارْ تِ َكا‬...‫ع‬
َ َ‫ب ِجنَايَت ٍةإ َذاأوْ قَفَ أوْ خ‬ ُ ْ‫ال ُّشرُو‬
‫فيهَا‬.
Percobaan adalah mulai melaksanakan suatau perbuatan dengan makasud melakukan
(jinayah atau jinhah), tetapai perbuatan tersebut teidak selesai atau berhenti karena ada
sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.2

‫ يعاقب عليه بالتعزيراياكان نوعالجريمة‬y‫ان الش وع في الجريمةاليعاقب عليه بقصاص والحدوانما‬


Percobaan melakukan jarimiah, apapun jarimiahnya, tidak bisa dikenai hukuman qishash atau
hudud melainkan ta’kzir.3

Kaidah ini mengandung arti bahwa percobaan melakukan jarimah hudud atau qisas
tidaka dapat dikategorikan telah melakukan jarimah tersebut secara sempurna sehingga tidak
bisa dikenai had atau qishash, melainkan takzir. Hukuman itu pun diberikan jika diantara
rangkaian percobaan tersebut telah dapat dikategorikan perbuatan maksiad.

1
Drs.Mahrus munajad. M.Hum.dekontruksi hukum pidana.(logung pustaka.2004).hal:3
2
Drs.H.A Wardi Muslich.pengantar dan asas hukum pidana islam.(sinar grafik.2004).hal:60
3
Dr.Jain Mubarok M.Ag, Enceng Arif Faizal, S.Ag.kaidah fiqih jinayah.anggota (Jakarta IKPI..2004.) Hal: 177

3
C. Percobaan Menurut Para Fuqoha

perhatikan maka apa yang dimaksud dengan istilah tersebut juga terdapat pada
mereka, karena dikalangan mereka juga dibicarakan tentang pemisahan antara jarimahyang
sudah selesai dan juga jarimah yang tidak selesai. Tidak adanya perhatian para fuqaha secara
khusus terhadap jarimah percobaan Istilah percobaan dikalangan tidak kita dapati. Akan
tetapi, apabila definisi tersebut ita oleh kedua hal.

1) Percobaan melakukan jarimah tidak dikenakan hukuman had atau qisas. Melainkan dengan
hukuman tak’zir bagaimanapun macamnya jarimah-jarimah itu. Para fuqaha lebih banyak
memperhatikan jarimah-jarimah hudud dan qishash, karna unsur dan syarat-syaratnya sudah
tetap tanpa mengalami perubahan. Takzir juga dapat mengalami perubahan sesuai dengan
perubahan masyarakat. Oleh karena itu, para fuqaha tidak mencurahkan perhatian dan
pembicaraan secara khusus dan tersendiri karena percobaan melakukan jarimah sudah
termasuk jarimah ta’zir.

2) Dengan adanya aturan-aturan yang sudah mencakup dari syara’tantang hukuman untuk
jarimah ta’zir maka aturan-aturan yang khusus utuk percobaan tidak perlu diadakan, sebab
hukuman ta’zir dijatuhkan atas perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau
khifarat. Percobaan yang pengertian sebagai mana dikemukakan di atas adalah mulai
melakukan suatu perbuatan yang dilarang tetapi tidak selesai, termaksuk pada maksiat yang
hukumannya adalah tak’zir. Dengan demikian, percobaan sudah taermasuk kedalam
kelompok ta’zir, sehingga para fuqaha tidak membahas secara khusus.4

Pendiri hukum pidana islam tenteng percobaan melakukan jarimah, lebih mencakup
dari hukum positif, dari hukum islam sendiri setiap perbuatan percobaan dikenakan hukuman
tanpa pengecualian, sedangkan dari hukum positif tidak semua percobaan dikenakan
hukuman.menurut Pasal 54 KUHPidana Indonesia yang ber bunyi: Mencoba melakukan
pelanggaran tidak dipidana.5 sedangkan dalam KUHP Mesir haya percobaan melakukan
jarimah jinayah saja yang dapat dikenakan hukuman, sedangkan percobaan melakukan
jarimah mukalafah tidak dikenakan hukuman (pasal 46 dan 47).6

2. Pembuktian dan Kesaksian dalam Jarimah Zina

A.Pengertian Zina

Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan
perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar tanpa adanya unsur syubhat. 7 Zina
termasuk dalam kategori dosa besar. Secara bahasa, kata zina berasal dari kosa kata bahasa
Arab, yaitu kata zina-yazni-zinan yang mempunyai arti berbuat zina, pelacuran, perbuatan

4
Drs.H.A Wardi Muslich.pengantar dan asas hukum pidana islam.(sinar grafik.2004).hal:96 dan 61
5
Eni suharti. Kitap undang-undang hukum pidana.redeksi sinar grafika. Jakarta. Cetakan ke 9
6
A.hanafi, M.A,..asas-asas hukum pidana islam, ,( jakarta bulan bintang 1967), hal 8
7
Zainudin Ali, op. cit., h. 37

4
terlarang.8 Secara harfiah, zina berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji, dalam bahasa Belanda
disebut overspel.9

B.Pembuktian dalam Jarimah Zina

Pelaku jarimah zina dapat dikenai hukuman hadd apabila perbuatannya telah dapat
dibuktikan. Untuk jarimah zina ada tiga macam cara pembuktian, yaitu:

1. Pembuktian dengan saksi

Para ulama’ telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bisa dibuktikan kecuali dengan
empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat maka persaksian tersebut tidak dapat
diterima. Hal ini apabila pembuktiannya itu hanya berupa saksi semata-mata dan tidak ada
buktibukti yang lain. Dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Surat an-Nisaa’ ayat 15

‫ت اَ ۡو يَ ۡج َع َل هّٰللا ُ لَه َُّن‬


ُ ‫ت َح ٰتّى يَتَ َو ٰفّٮه َُّن ۡال َم ۡو‬
ِ ‫است َۡش ِهد ُۡوا َعلَ ۡي ِه َّن اَ ۡربَ َعةً ِّم ۡن ُكمۡ‌ ۚ فَاِ ۡن َش ِهد ُۡوا فَاَمۡ ِس ُك ۡوه َُّن فِى ۡالبُي ُۡو‬
ٰ
ِ َ‫َوالّتِ ۡى يَ ۡاتِ ۡينَ ۡالف‬
ۡ َ‫اح َشةَ ِم ۡن نِّ َس ِٕٓاٮ ُكمۡ ف‬
‫َسبِ ۡياًل‬

Artinya: Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai
mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.10

Akan tetapi tidak setiap orang bisa diterima untuk menjadi saksi. Mereka yang
diterima sebagai saksi adalah orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan. Syarat-syarat ini ada yang umum, yaitu syarat yang berlaku untuk persaksian
dalam semua jarimah, dan adapula syarat yang khusus untuk persaksian dalam jarimah zina
saja. Syarat-syarat untuk menjadi saksi dalam jarimah zina adalah:

1. Syarat-syarat umum

Untuk dapat diterima persaksian, harus dipenuhi syarat-syarat yang umum berlaku
untuk semua jenis persaksian dalam setiap jarimah. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut:

a. Baligh (dewasa)
b. Berakal
c. Kuat ingatan
d. Dapat berbicara
e. Dapat melihat
f. Adil
g. Islam

8
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali
Maksum, 1996, h. 1021.
9
S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992, h. 479.
10
Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an Depag RI, op. cit., h. 80.

5
2. Syarat-syarat khusus

Untuk jarimah zina Disamping syarat-syarat umum yang telah disebutkan, untuk
persaksian dalam jarimah zina harus dipenuhi syarat-syarat khusus. Syarat-syarat khusus ini
adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki
b. Al-ishalah
c. Peristiwa zina belum kedaluarsa
d. pesaksian harus dalam satu majelis
e. bilangan saksi harus empat orang11

C.Kesaksian dalam Jarimah Zina

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pembuktian jarimah zina dengan
kesaksian (bayyinah) adalah adanya empat orang saksi laki-laki, keempat saksi tersebut harus
memberikan kesaksian terhadap tindakan yang sama, pada tempat yang sama dan waktu yang
sama.

Apabila terjadi perbedaan keterangan pada keempat saksi, baik perbedaan itu pada
waktu, tempat kejadian maupun perbedaan pada tindakan perzinaan, maka hal tersebut tidak
lepas dari tiga keadaan yaitu:

Keadaan pertama: perbedaan waktu dan tempat yang disebutkan saksi tidak
berjauhan, misalnya jika dua orang saksi memberikan keterangan bahwa tersangka
melakukan perzinaan di salah satu sudut pada rumah kecil, sedang dua saksi lainnya
mengatakan bahwa tersangka melakukan perzinaan di sudut lain dari rumah tersebut dan
kedua sudut rumah saling berdekatan atau dua orang saksi memberikan keterangan bahwa
tersangka melakukan perzinaan pada hari Sabtu pukul 22.00 sementara dua saksi lainnya
mengatakan tersangka melakukan perzinaan pada hari Sabtu pukul 23.00, maka terdapat dua
pendapat ulama tentang keadaan tersebut, yaitu:

Pendapat pertama, pendapat dari kalangan mazhab Hanafi dan mazhab Hanbali
mengatakan jika terjadi perbedaan pendapat saksi dalam jarimah zina seperti pada keadaan
pertama maka pendapat saksi tetap diterima dan tersangka dapat dijatuhi hukuman had,
karena adanya kemungkinan permulaan perzinaan dilakukan di salah satu pojok rumah dan
berakhir di pojok lainnya. Adapun jika rumahnya luas, maka kesaksian seperti ini tidak dapat
diterima, karena kesaksian tersebut disamakan dengan kesaksian di dua rumah (tempat
kejadiannya tidak sama (Kasani, n.d.).

Pendapat kedua, pendapat ulama dari kalangan mazhab Syafiiyah dan mazhab
Malikiyah mengatakan, kesaksian seperti ini tidak dapat diterima dan tidak dapat dijadikan
hujjah dalam menetapkan hukuman had karena para saksi tidak bersepakat pada satu
perzinaan (al-Khathib 1985). Zina yang disaksikan pada salah satu sudut rumah tidak sama
dengan zina yang disaksikan pada sudut lain dari rumah tersebut.

11
Ahmad Wardi Muslich, op.cit, h. 43-52

6
Penulis lebih condong kepada pendapat pertama yang mengatakan perbedaan
pendapat saksi mengenai tempat dan waktu kejadian yang saling berdekatan tidak
berpengaruh terhadap kekuatan pendapat saksi karena pendapat saksi dalam hal dapat
diterima sebagai satu rangkaian perbuatan zina disebabkan adanya kemungkinan permulaan
perzinaan dilakukan di salah satu pojok rumah dan berakhir di pojok lainnya, sama halnya
dengan perbedaan waktu yang tidak jauh karena adanya kemungkinan perbuatan zina
berlangsung selama jangka waktu yang disebutkan.

Keadaan kedua: Perbedaan waktu dan tempat yang disebutkan saksi saling berjauhan,
misalnya, jika dua orang saksi memberikan keterangan bahwa tersangka melakukan
perzinaan di salah satu kota sedang saksi yang lain memberikan keterangan bahwa tersangka
melakukan perzinaan di kota lain atau dua orang saksi pertama mengatakan bahwa tersangka
melakukan perzinaan pada hari Kamis sementara dua saksi lainnya mengatakan bahwa
tersangka melakukan perzinaan pada hari Senin dalam hal ini ulama berbeda pendapat

Pendapat pertama, pendapat mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali mengatakan dalam hal ini saksi tidak dapat diterima persaksiannya dan tersangka
tidak dapat dijatuhi hukuman had zina. Dalil mereka adalah perzinaan yang disaksikan oleh
para saksi pada tempat dan waktu yang berbeda adalah dua perbuatan zina yang berbeda
bukan satu rangkaian perbuatan zina dalam satu waktu, maka persaksiannya tidak diterima
karena tiap perbuatan zina dalam hal ini tidak memenuhi syarat empat orang saksi, sementara
satu perbuatan tidak mungkin dilakukan pada satu waktu di tempat yang berbeda(Kasani,
n.d.).

Pendapat kedua, pendapat sabagian ulama dari mazhab Malik dan Hanbali dan
Dhahiri mengatakan bahwa perbedeaan pendapat saksi dalam hal ini tidak berpengaruh
terhadap diterima atau tidaknya keterangan saksi. Dalil mereka adalah bahwa umumnya nash-
nash yang berkaitan dengan saksi perzinaan menunjukkan bahwa yang diwajibkan bagi saksi
adalah membuktikan perbuatan zina tanpa melihat apakah kesaksiannya berbeda tempat atau
waktu (Hazm 2003).

Keadaan ketiga: Perbedaan pendapat saksi pada tindakan perzinaan, atau cara
melakukan perbuatan zina, misalnya dua saksi pertama mengatakan si A berzina dengan cara
berbaring, dua saksi lainnya mengatakan si A berzina dengan cara berdiri, maka ulama
berbeda pendapat.12

3. Sanksi dalam Pelaksanaan Hukuman Ta’zir

Hukuman-hukuman ta’zi>r banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling


ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih
tidiantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jari>mah
serta pembuat jari>mah itu sendiri. Jenisjenis hukuman ta’zi>r adalah sebagai berikut:

1. Hukuman mati

12
Al-Nasa’i, Ahmad. 2001. “Al-Sunan Al-Kubra.” Hasan ‘Abd Al-Man ‘am Shilbi, 1–10.

7
Pada dasarnya hukuman ta’zi>r dalam hukum Islam adalah hukuman yang bersifat
mendidik. Sehingga dalam hukuman ta’zi>r tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau
penghilangan nyawa. Tetapi sebagian besar fuqoha memberikan pengecualian terhadap
peraturan hukuman tersebut yaitu diperbolehkannya hukuman mati apabila kepentingan
umum menghendakinya atau kerusakan yang dilakukan pelaku tidak bisa dihindari kecuali
dengan membunuhnya, seperti menjatuhkan hukuman mati kepada mata-mata, penyeru
bid’ah (pembuat fitnah), atau residivis yang berbahaya. Oleh karena itu, hukuman mati
merupakan suatu pengecualian dari aturan hukuman ta’zi>r, hukuman tersebut tidak boleh
diperluas dan diserahkan seluruhnya kepada hakim. Kesimpulannya yaitu hukuman mati
sebagai sanksi tertinggi hanya diberikan kepada pelaku jari>mah yang sangat berbahaya,
berkaitan dengan jiwa, keamanan dan ketertiban masyarakat. Di samping sanksi h}udu>d
tidak lagi memberi pengaruh baginya.

2. Hukuman jilid (dera)

Hukuman jilid biasa juga disebut cambuk merupakan salah satu hukuman pokok
dalam hukum Islam dan hukuman yang ditetapkan untuk hukuman h}udu>d dan hukuman
ta’zi>r. Pukulan atau cambukan dalam hukuman ini tidak boleh diarahkan kemuka, farji dan
kepala. Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan cacat dan membahayakan organ-
organ tubuh yang terhukum, apalagi sampai membahayakan jiwanya, karena tujuannya
adalah memberi pelajaran dan pendidikan kepadanya.

Hukuman jilid atau cambuk ini sangatlah efektif, karna mempunyai keistimewaan
tersendiri dibandingkan dengan hukumanan lainnya, yaitu sebagai berikut;

a. Lebih menjerakan dan lebih memiliki daya represif, karena dirasakan langsung
secara fisik. b. Bersifat fleksibel. Setiap jari>mah memiliki jumlah cambukan yang
berbeda-beda.
c. Mempunyai biaya yang ringan. Tidak membutuhkan dana besar dan penerapannya
sangat praktis
d. Bersifat pribadi dan tidak sampai menelantarkan keluarga terhukum.

Apabila hukuman sudah dilaksanakan oleh terhukum, terhukum dapat langsung


dilepas dan beraktifitas seperti biasanya.

Dikalangan fuqaha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam
ta’zi>r. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi
diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zi>r didasarkan atas kemaslahatan
masyarakat dan atas dasar berat ringannya jari>mah.

3. Hukuman kawalan (penjara atau kurungan)

Dalam bahasa arab ada dua istilah untuk hukuman penjara al-h}absu dan as-sijnu. al-
h}absu yang artinya menahan atau mencegah, al-h}absu juga diartikan as-sijnu. Dengan

8
demikian kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama, disamping itu kata al-h}absu
diartikan dengan fihil makanu yuhbas yang artinya tempat untuk menahan orang.13

BAB III
13
Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemanya, (Jakarta: 1971),
301.

9
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Pengertian jinayah dalam bahasa indonesia di artikan sebagai tindakan yang salah,
dari segi bahasa jatimah merupakan kata jadian(masdar) dengan kata asal jaramah yang
artinya berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai arati perbuatan salah.

Pembuktian dalam Jarimah Zina

Pelaku jarimah zina dapat dikenai hukuman hadd apabila perbuatannya telah dapat
dibuktikan. Untuk jarimah zina ada tiga macam cara pembuktian, yaitu:

1. Pembuktian dengan saksi

Para ulama’ telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bisa dibuktikan kecuali dengan
empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat maka persaksian tersebut tidak dapat
diterima. Hal ini apabila pembuktiannya itu hanya berupa saksi semata-mata dan tidak ada
buktibukti yang lain.

Sanksi dalam Pelaksanaan Hukuman Ta’zir

Hukuman-hukuman ta’zi>r banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling


ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih
tidiantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jari>mah
serta pembuat jari>mah itu sendiri.

B. Saran.

Kami harap dengan adanya makalah ini, para pembaca khususnya penulis dapat
memahami semua pembahasan yang telah diuraikan diatas. Kami pun mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca guna sempurnanya pembuatan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

10
. munajad Mahrus. .dekontruksi hukum pidana.(logung pustaka.2004).
Muslich Wardi.pengantar dan asas hukum pidana islam.(sinar grafik.2004).

. Mubarok Jain , Arif Faizal Enceng, S.Ag.kaidah fiqih jinayah.anggota (Jakarta IKPI..2004.)

Suharti Eni. Kitap undang-undang hukum pidana.redeksi sinar grafika. Jakarta.

.hanafi, .A,..asas-asas hukum pidana islam, ,( jakarta bulan bintang 1967),

Ali Attabik dan Zuhdi Muhdlor Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta
Wojowasito S, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992,

11

Anda mungkin juga menyukai