Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM PIDANA

“ PERCOBAAN ( POGING) ”

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana

Dosen Pengampu : Dr. H. Imron Rosyadi, Drs., SH., M.H.

Oleh :

Muhammad Fajar (05040120126)

Muhammad Fikri Firmansyah (05040120127)

Roihatul Husna (05040120138)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat hidayah dan karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari jaman jahiliyah menuju jaman Islamiyah yakni addinul islam.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini khususnya Bapak Dr. H. Imron Rosyadi, Drs.,
SH., M.H. selaku Dosen Pengampu kami.

Dengan segala kerendahan hati kami meminta kritik dan saran yang
membangun kepada para pembaca untuk memperbaiki makalah ini yang masih
banyak kekurangannya, semoga makalah ini bermanfaat dan menambah Khazanah
pengetahuan bagi kita semua khususnya tentang Hukum Pidana. Sekian dari kami
mohon maaf apabila ada salah kata dalam penulisan makalah ini karna
kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.

Surabaya, 17 November 2021

Hormat Kami

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................5

C. Tujuan Penulisan...................................................................................5

BAB II..............................................................................................................6

PEMBAHASAN..............................................................................................6

A. Pengertian Percobaan (Poging).............................................................6

B. Dasar Dipidananya Percobaan (Poging)...............................................7

C. Syarat-Syarat Dipidananya Percobaan (Poging)..................................8

BAB III.............................................................................................................13

PENUTUP........................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adakalanya suatu tindak pidana itu tidak diselesaikan oleh pelakunya,
dikarenakan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab tidak selesainya suatu
tindak pidana bisasaja berasal dalam diri si pelaku sendiri, maupun faktor lain
dari luar diri sipelaku. Situasi seperti ini disebut dengan percobaan tindak
pidana (poging , attempate). Dalam percobaan terdapat beberapa pandangan
mengenai bagaimana pisisi poging apakah merupakan suatu delik yang berdiri
sendiri atau sebatas delik yang tidak selesai. Ketika suatu percobaan dipandang
sebagai strafausdehnungsgrund (dasar/alasan memperluas dapat dipidananya
orang). Seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan delik,
meskipun tidak memenuhi semua unsur delik tetap dapat dipidana apabila telah
memenhi rumusan pasal 53 KUHP tentang percobaan.
Singkatnya sifat percobaan digunakan untuk memperluas dapat
dipidananya orang, bukan untuk memperluas delik. Artinya menurut
pandangan ini percobaan hanya dipanang sebagai suatu delik yang tidak
selesai.Pandangan lain menyebutkan percobaan sebagai dasar atau alasan dapat
dipidananya suatu perbuatan. Percobaan melakukan tindak pidana merupakan
serangkaian satu kesatuan yang lengkap. Akan tetapi hal ini merupakan suatu
tindak pidana khusus/istiewa. Akan tetapi dalam makalah ini akan lebih
difokuskan tentang bagaimana suatu percobaan delik itu dapat dipidanakan.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian percobaan (Poging)


2. Apa Dasar Dipidananya percobaan (Poging)
3. Apa Syarat Dipidananya percobaan (Poging)

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Percobaan (Poging)

4
2. Mengetahui Dasar Hukum Percobaan (Poging)
3. Mengetahui Syarat Dipidananya Percobaan (Poging)

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Percobaan (Poging)


Secara etimologi Poging merupakan Bahasa Belanda yang berarti
Percobaan. Secara terminologi (dari perspektif doktrin yang beredar di
masyarakat) Poging atau Percobaan adalah suatu kejahatan yang dimulai, tetapi
belum selesai atau sempurna1. Sudah barang tentu walaupun KUHP telah
merumuskan berbagai jenis kejahatan dan mengancam dengan pidana untuk
masing-masing, hukum pidana tidak mengambil risiko agar kejahatan terjadi
sepenuhnya, atau akibatnya KUHP juga mengancam perbuatan yang baru
merupakan permulaan, agar dapat dicegah dari terjadinya korban.
Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku I tentang Aturan
Umum, Bab IV pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54
KUHP berikut2 :
Pasal 53:
1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi
sepertiga.
3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54:
“ Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana “.
Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang
dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan (poging). Tetapi hanya

1
Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si. HUKUM PIDANA EDISI REVISI.( Jakarta :PT.RajaGrafindo
Persada,2010)Hlm 151.
2
Tim GraMedia Press.3 kitab Undang-Undang Hukum Beserta Penjelasan.Hlm.493

6
merumuskan syarat-syarat dan unsur-unsur yang menjadi batas antara
percobaan yang dapat dipidana dan yang tidak dapat dipidana.
B. Dasar Patut Dihukumnya/Dipidananya Percobaan (Poging)
Perlu kita ketahui bersama, bahwa tidak semua pelanggaran hukum yang
baru dalam taraf pemula atau percobaan diancam dengan pidana. Ancaman
pidana hanya ditujukan kepada kejahatan bukan pada pelanggaran seperti yang
tercantum dalam pasal 54 KUHP (diatas juga sudah tertera) yaitu : “Mencoba
melakukan pelanggaran tidak dipidana”. Yang perlu digaris bawahi adalah
tidak semua kejahatan bentuk percobaannya diancam dengan pidana, ada
beberapa percobaan kejahatan, namun tidak diancam dengan pidana seperti3 :
 Pasal 184 tentang Perkelahian Tanding
 Pasal 302 tentang Penganiayaan Hewan
 Pasal 341-352 tentang Penganiayaan
Terkait bagaimana percobaan bisa diancam dengan pidana, Terdapat beberapa
teori mengenai dapat dipidananya percobaan terhadap kejahatan. Diantaranya
sebagai berikut :
a) Teori Subjektif. Menurut teori ini, dasar patut dipidananya percobaan
terletak pada sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pembuat.
b) Teori Obyektif. Dasar patut dipidananya percobaan terletak dapat
dipidananya perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat. Teori ini terbagi
kedalam dua pandangan, yaitu :
 Teori Obyektif formal : Teori ini menitik beratkan pada sifat
berbahaya perbuatan itu terhadap tata hukum. Delik dikatakan
menjadi suatu rangkaian dari perbuatan-perbuatan yang terlarang.
Jadi ketika seseorang telah melakukan sebagian dari rangkaian
tersebut, maka ia telah dianggap membahayakan tata hukum.
 Teori obyektif materiil : Teori ini lebih menitik beratkan pada
sifat berbahayanya perbuatan tehadap kepentingan atau benda
hukum.

3
Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H., M.Si. HUKUM PIDANA EDISI REVISI.( Jakarta :PT.RajaGrafindo
Persada,2010)Hlm 152

7
 Teori Campuran : Teori ini melihat dasar patut dipidananya
percobaan dari dua segi, yaitu sikap batin pembuat yang
berbahaya dan sifat berbahayanya perbuatan. Prof. Mulyatno
menyatakan bahwa dalam pasal 53 KUHP mengandung dua inti
teori di atas. Dengan demikian, dalam percobaan tidak mungkin
dipilih salah satu diantara teori obyektif dan teori subyektif
karena jika demikian berarti menyalahi dua inti dari delik
percobaan itu, ukurannya harus mencakup dua kriteria tersebut.
C. Syarat-Syarat Dipidananya Percobaan (Poging)

Undang–undang tidak dengan explisit dalam menerangkan apa percobaan


itu, akan tetapi dari apa yang telah diuraikan dalam pasal 53 KUHP tersebut
diatas dapat diketahui apa itu syarat – syarat percobaan. Berikut syarat-syarat
percobaan diantaranya :

1. Adanya niat/ kehendak dari pelaku.


2. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak tersebut.
3. Pelaksanaan tidak selesai semata – mata diluar niat/kehendak pelaku.

Ketiga syarat diatas haruslah terbukti adanya terhadap suatu perbuatan yang
dianggap percobaan dengan kata lain bahwa dianggap ada suatu percobaan
apabila memenuhi ketiga syarat diatas. Ada niat seseorang untuk melakukan
kejahatan dimana niat tersebut sudah terwujud dalam suatu permulaan
pelaksanaan dan perbuatan yang dilakukan itu tidak selesai semata – mata
bukan kehendak atau niat pelaku.

Berikut uraian dari syarat-syarat diatas :

1. Adanya niat/ kehendak (voornemen) dari pelaku


Niat adalah sikap batin yang memberi arah kepada perbuatan atau akibat
yang dituju. Dengan adanya unsur niat sebagai salah satu syarat percobaan
maka tidak mungkin berlaku percobaan pada delik karena kelalaian.4

4
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H.;Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H. BUKU AJAR HUKUM PIDANA.
( Makassar: Pustaka Pena Press, Desember 2016)Hlm 161.

8
Dalam hal ini beberapa sarjana menganggap bahwa niat dalam kaitannya
dengan percobaan tidak lain adalah sama dengan kesengajaan. Akan tetapi
Mulyatno memberikan pendapat berbeda tentang hubungan niat dan
kesengajaan tersebut sebagai berikut :
 Niat tidak bisa disamakan dengan kesengajaan, tetapi niat secara
potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabila sudah
dilaksanakan menjadi perbuatan yang ditiru. Terkait dalam hal ini
ialah semua perbuatan yang diperlakukan untuk kejahatan telah
dilakukan akan tetapi tidak timbul akibat yang dilarang. Disinilah
niat sepenuhnya menjadi kesengajaan. Sama halnya kesengajaan
dalam delik yang telah selesai.
 Tapi jika niat itu belum semua dilaksanakan menjadi kejahatan
maka niat masih ada dan merupakan sikap batin yang memberikan
arah kepada perbuatan, yaitu “ subyektif onreachts –element”.
 Oleh karenanya niat tidak dapat disamakan dengan kesengajaan
karena isi niat itu sendiri tidak dapat diambil dari isinya
kesengajaan apabila kejahatan timbul. Maka diperlukan
pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi juga sudah ada
sejak niat belum dilaksanakan menjadi suatu perbuatan.
2. Adanya Permulaan Pelaksanaan dari niat / kehendak tersebut (begin van
uitvoering)
Niat dari masing-masing manusia pastilah berbeda-beda dan itupun tidak
ada seorangpun yang tahu, jika niat tersebut masih tidak diucapkan atau
dengan kata lain niat seseorang akan diketahui oleh orang lain apabila
orang yang mempunyai niat itu mengutarakan niatnya. Akan tetapi
menjadi suatu hal yang mustahil jika seseorang hendak mengutarakan
niatnya akan melakukan suatu khususnya dalam bentuk kejahatan. Oleh
sebab itu dalam percobaan niat seseorang untuk melakukan kejahatan
dikaitkan dengan permulaan pelaksanaan.
Misalnya P adalah seorang pegawai suatu kantor pos. P berkehendak
untuk mencuri pos paket. Untuk itu sewaktu teman teman sekerjanya

9
pulang P menyelinap dan bersembunyi di kamar kecil. Disangkanya semua
temannya sudah meninggalkan kantor, P keluar dari kamar kecil akan
tetapi ternyata Kepala Kantor P masih belum pulang dan tertangkaplah P.
Dari kasus P diatas apakah masuknya P kekamar kecil sudah dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan? Dalam hal ini masih mengandung
kesimpang siuran untuk menentukan perbuatan mana dari serangkaian
perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan.
Sebagaimana contoh diatas penting rasanya untuk mengetahui ada atau
tidaknya permulaan pelaksanaan dalam menentukan percobaan melakukan
kejahatan atau belum, dari mulai seorang tersebut mempunyai niat sampai
tujuan perbuatan yang dikehendaki yang biasanya terdiri dari suatu
rangkaian perbuatan.
Sehubungan dengan hal diatas terdapat dua teori yang berupaya
menjelaskan makna permulaan pelaksanaan, antara lain :
 Teori Subjektif (Van Hamel)
Teori ini mendasarkan kepada niat seseorang. Apabila suatu
perbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya maka
perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan.
Teori ini mendasarkan pada kata kata dalam pasal 53 KUHP itu
sendiri dimana dikatakan “ ..........apabila niat itu telah terwujud
dari adanya permulaan pelaksanaan......” jadi dikatakan permulaan
pelaksanaan adalah semua perbuatan yang merupakan pelaksanaan
dari niat pelaku.5
Pelaksanaan dari kehendak yang kuat dari si pelaku inilah sebagai
dasar pemidanaan adanya percobaan. Dapat dipidananya percobaan
menurut ajaran subjektif ini dimana antara lain diutarakan oleh van
Hamel adalah terdapat unsur keberbahayaan dari perbuatan si
pelaku. Sebagaimana diketahui, dalam ajaran hukum pidana adalah
untuk memberantas kejahatan sampai keakar akarnya. Maka niat

5
Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. PERCOBAAN, PENGERTAAN, DAN GABUNGAN TINDAK PIDANA.
Hlm 18.

10
seseorang untuk berbuat kejahatan sudah dianggap
membahayakan. Karena Pemakaian teori subyektif dalam
menolong kesulitan yakni dengan menentukan apakah suatu
perbuatan sudah merupakan pelaksanaan dari niat seseorang.
 Teori Obyektif (D. Simons)
Pada teori ini dititik beratkan pada tujuan yang dikehendaki pelaku.
Disebut teori objektif karena disandarkan pada obyek dari tindak
pidana tersebut yaitu perbuatan dapat dipidananya percobaan
menurut teori obyektif dilihat dari sifat perbuatan yang dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan. Dimana menurut sifatnya,
perbuatan yang merupakan permulaan pelaksanaan itu dianggap
membahayakan kepentingan hukum. Dasar untuk menjatuhkan
pidana dalam kategori teori obyektif ini adalah sifat berbahaya
pada perbuatan yang dilakukan.
3. Pelaksanaan tidak selesai semata – mata diluar niat/kehendak pelaku.
Dalam membahas syarat ketiga percobaan, kembali berhubungan dengan
niat atau kehendak pelaku. Syarat ketiga ini oleh undang undang
dirumuskan secara negatif sehingga timbul kesulitan pembuktian di dalam
praktek ( negative non suntprovanda ) baru dianggap bukan merupakan
percobaan apabila ada pengunduran sukarela pelaku dalam menyelesaikan
kehendaknya.6 Karena kehendak sendiri dalam artian mengundurkan diri
secara suka rela yang dilakukan karena takut berdosa, rasa kasihan pada
korban, takut masuk penjara dan lain-lain. Oleh karena itu tidak selesainya
perbuatan karena kehendak sendiri, secara teori dibedakan antara :
 Pengunduran diri secara sukarela (Rucktritt) yaitu tidak
menyelesaikan perbuatan pelaksanaan yang diperlukan untuk delik
yang bersangkutan.
 Tindakan penyesalan (Tatiger Reue) yaitu meskipun perbuatan
pelaksanaan sudah diselesaikan, tetapi dengan sukarela menghalau

6
Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. PERCOBAAN, PENGERTAAN, DAN GABUNGAN TINDAK PIDANA.
Hlm 27.

11
timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut. Misalnya orang
memberi racun pada minuman si korban, tetapi setelah
diminumnya, ia segera memberikan obat penawar racun hingga si
korban tidak jadi meninggal.

Tidak selesainya pelaksanaan kejahatan yang dituju bukan hanya dikarena


kan kehendak sendiri, dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :

 Adanya penghalang fisik Misalnya : Tidak matinya orang yang


ditembak karena tangannya disentakkan orang sehingga tembakan
menyimpang atau pistolnya terlepas. Termasuk dalam pengertian
penghalang fisik ialah apabila adanya kerusakan pada alat yang
digunakan.
 Walaupun tidak ada penghalang fisik tetapi tidak selesainya
disebabkan karena akan adanya penghalang fisik. Misalnya : takut
segera ditangkap karena gerak geriknya untuk mencuri telah diketahui
oleh orang lain.
 Adanya penghalang yang disebabkan oleh
faktor-faktor/keadaankeadaan khusus pada obyek yang menjadi
sasaran. Misalnya : daya tahan orang yang ditembak cukup kuat
sehingga sehingga tidak mati atau yang tertembak bagian yang tidak
membahayakan, barang yang akan dicuri terlalu berat walaupun
pencuri telah berusaha mengangkat sekuat tenaga.7

7
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H.;Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H. BUKU AJAR HUKUM PIDANA.(
Pustaka Pena Press, Desember 2016)Hlm 166

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Percobaan atau poging guna melakukan suatu kejahatan itu merupakan
pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi tidak
selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang
telah dilaksanakan dalam suatu permulaan pelaksanaan. Dasar pemidanaan suatu
percobaan terletak pada sikap batin yang berbahaya dari si pembuat atau patut
dipidananya suatu percobaan terletak pada sifat keberbahayaan yang terkandung
dalam perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat.

13
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Teguh. (2010). HUKUM PIDANA EDISI REVISI. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada.
Sofyan, Andi. Azisa, Nur. (2016). BUKU AJAR HUKUM PIDANA. Makassar:
Pustaka Pena Press.
Tim GraMedia Press. 3 kitab Undang-Undang Hukum Beserta
Penjelasan.Hlm.493
Rosidah, Nikmah. (2019). PERCOBAAN, PENGERTAAN, DAN GABUNGAN
TINDAK PIDANA. Hlm 27.

14

Anda mungkin juga menyukai