Disusun oleh :
Kelompok 3
Dosen pengampu:
Marhawati Dongoran, S.H., M.H.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
C. Tujuan Pembahasan..................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Kesimpulan.............................................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan kepada sesamanya,
baik itu pelanggaran secara fisik maupun nonfisik, seperti membunuh, menuduh atau memfitnah
maupun kejahatan terhadap harta benda, dibahas dalam jinayah. Pembahasan terhadap masalah
yang sama dalam ilmu hukum, dinamai dengan hukum pidana.
Dalam kitab-kitab klasik, pembahasan masalah jinayah ini hanya dikhususkan pada
perbuatan dosa yang berkaitan dengan sasaran (objek) badan atau jiwa saja. Adapun perbuatan
dosa selain sasaran badan dan jiwa, seperti kejahatan terhadap harta, agama, negara, dan lain lain
tidak termasuk dalam jinayah, tetapi dibahas secara terpisah-pisah pada berbagai bab tersendiri.
Buku atau kitab yang membuat rincian perbuatan pelanggaran atau kejahatan dan
hukuman yang diancamkan kepada pelaku yang berbuat kesalahan atau perbuatan tersebut
dinamakan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Namun suatu perbuatan tidak akan dinamakan jarimah jika tidak terdapat tiga unsur yaitu
pertama unsur formal adalah adanya ketentuan syara’ atau nash yang menyatakan bahwa
perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang oleh hukum dinyatakan sebagai sesuatu yang
dapat dihukum atau adanya nash (ayat) yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang
dilakukan. Kedua unsur material adalah adanya perilaku yang membentuk jarimah, dan ketiga
unsur moral adalah perbuatan jarimah atau bisa disebut pembuat tindak pidana atau delik
haruslah orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya maka dari itu dalam makalah
ini akan kami bahas mengenai unsur-unsur hukum pidana islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukum pidana islam?
2. Bagaimana penerapan asas-asas pidana islam?
3. Apa saja unsur-unsur dalam tindak pidana islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian dari hukum pidana islam.
2. Menjelaskan penerapan asas-asas pidana islam
3. Mengetahui unsur-unsur dalam tindak pidana islam
3
BAB II
PEMBAHASAN
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah
dengan hukuman hat atau ta’zir.
1
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jakarta:Bulan Bintang, 1967), 2.
4
Hukuman hat adalah suatu sanksi yang ketentuannya sudah dipastikan oleh nas. Adapun
hukuman ta’zir adalah hukuman yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.
Hukum ta’zir dijatuhkan dengan mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana, di situasi dna
kondisi masyarakat, serta tuntutan kepentingan umum lainnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa
hukuman ta’zir diterapkan tidak secara definitif tetapi melihat situasi dan kondisi, bagaimana
perbuatan jarimah itu terjadi, kapan waktunya, siapa korbannya dna sanksi apa yang pantas
dikenakan demi menjamin ketenteraman dan kemaslahatan ummat.
Dalam istilah lain, jarimah juga disebut dengan jinayah, yang menurut Abdul Qodir
Audah pengertian jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik
perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya
Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik
perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya.
Jadi, pengertian jinayah ialah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang
diharamkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ (hukum islam). Apabila
dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi yang sangat membahayakan agama, jiwa,
akal, kehormatan dan harta benda.
از َرةٌ ِو ْز َر ُأ ْخ َر ٰى ۗ َو َما ُكنَّا ُم َع ِّذبِينَ َحتَّ ٰى َ َم ِن ا ْهتَد َٰى فَِإنَّ َما يَ ْهتَ ِدي لِنَ ْف ِس ِه ۖ َو َم ْن
ِ َض َّل فَِإنَّ َما ي
ِ ضلُّ َعلَ ْيهَا ۚ َواَل ت َِز ُر َو
ث َر ُسواًل َ نَ ْب َع
Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya
Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat
Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang
yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan
meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.
6
َى ِإاَّل َوَأ ْهلُهَا ٰظَلِ ُمون ۟ ُث فِ ٓى ُأ ِّمهَا َر ُسواًل يَ ْتل
ٓ ٰ وا َعلَ ْي ِه ْم َءا ٰيَتِنَا ۚ َو َما ُكنَّا ُم ْهلِ ِكى ْٱلقُ َر َ ك ُم ْهلِكَ ْٱلقُ َر ٰى َحتَّ ٰى يَ ْب َع
َ َُّو َما َكانَ َرب
Artinya: Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di
ibukota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan
tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam
Keadaan melakukan kezaliman.
6
Abd al-Qadir ‘Audah, at-Tasyri al-Jana’i al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al- Wad‘iy, Juz. I, Muasasah ar-
Risalah, Beirut, 1994, halaman 280
7
H.A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), Ed.2, Cet.3., PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2000. halaman 10
8
2. Asas rufiul qalam: sanksi dari suatu tindak pidana bisa dihilangkan dengan alasan-
alasan tertentu. Alasan tersebut seperti masih di bawah umur bagi si pelaku, orang
yang sedang tidur, dan orang gila.
3. Asas al-khath wa nis-yan: asas ini berarti kesalahan atau kelupaan. Di mana
seseorang tidak akan mendapatkan tuntutan pertanggungjawaban dari tindak
pidananya jika dalam melakukannya karena ada unsur kesalahan atau lupa. Asas ini
didasarkan atas surat al-Baqarah: 286
ْت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤ ا ِخ ْذنَٓا ِإن نَّ ِسينَٓا َأوْ َأ ْخطَْأنَا ۚ َربَّنَا َواَل تَحْ ِمل ْ َاَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا ِإاَّل ُو ْس َعهَا ۚ لَهَا َما َك َسب
ْ َت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكتَ َسب
ََعلَ ْينَٓا ِإصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهۥُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِهۦ ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ َلنَا َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ َأنت
ََموْ لَ ٰىنَا فَٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
4. Asas suquth al-‘uqubah: asas ini berarti gugurnya hukuman. Di mana sanksi dari
hukuman tindak pidana bisa gugur dikarenakan dua hal. Yakni si pelaku melakukan
tindakan tersebut karena menjalankan tugas dan karena ada unsur keterpaksaan.
8
A. Djazuli, fiqih jinayah (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), 3.
9
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 52
10
Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam (Jogyakarta: Logung Pustaka, 2004), 23.
11
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2015), 3.
12
A. Djazuli, Hukum Pidan , …., 53
10
(berkebebasan berbuat)13. Unsur mural ini juga bisa disebut dengan al-mas’uliyyah al jiniyyah
( pertanggung jawaban pidana). Maksudnya ialah pembuat jarimah atau pembuat tidan pidana
atau delik haruslah orang yang dapat membertangguang jawabkan perbuatannya.
Unsur-umsur umum diatas tidak selamanya terlihat jelas dan terang, namun
dikemukakan guna mempermudah dalam mengksji persoalan-persoalan hukum pidana hukum
pidana islam dari sisi kapan peristiwa pidana terjadi14.
Disamping unsur umum tadi, ada unsur khusus. Yang dimaksud unsur khusus adalah
unsur yang hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan berbeda antara khusus
pada jenis jarimah yang satu dengan jenis jarimah yang lain15
13
Dedi Ismatullah, Hukum Pidana Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2013), 84
14
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), 36
15
Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam (Jogyakarta: Logung Pustaka, 2004), 11
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya ,dapat diambil kesimpulan
bahwasanya,dalam hukum pidana islam apabila muncul ketentuan hukuman bagi pelaku
kejahatan,pelaku harus diberikan hukuman yang maslahat ,walaupun kejahatannya
tersebut ia lakukan Ketika sangsi lama berlaku. Namun apabila pelaku di jatuhkan
hukuman sangsi berdasarkan aturan yang lama,ia tidak boleh di berikan sangsi berdasaran
aturan yang baru ,dikarenakan sangsi dimaksud untuk menjaga agar kejahatan tidak
terulang dan kemaslahatan masyarakat terjamin .
B. Saran
Setelah mendalami apa yang penulis teliti dan uraikan, maka penulis dapat
mengemukakan beberapa saran yakni sebagai berikut:
Kepada aparat penegak hukum dalam menangani dan menjatuhkan sanksi kepada
pelaku kekerasan dalam rumah tangga harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang
ada dan sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
12
DAFTAR PUSTAKA
13