Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Tujuan Hukum Pidana Islam Dan Maqashid Syari`ah

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqih

Disusun Oleh:

M. Fauzan Alwan (021011591)

Puspa Adelina (021011581)

Ahmad Khoir ( 021011602 )

Dosen Pengampu:

Dr. H. Umar Mukhtar Siregar, Lc. M. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARULARAFAH

DELI SERDANG SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Tujuan Hukum Pidana Islam” ini tepat pada waktunya. Ada pun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Dr. H. Umar Mukhtar
Siregar, Lc. M. A, pada mata kuliah Fiqih.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Lau Bakeri, 20 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

A. Pengertian Hukum Pidana Islam .................................................................. 2

B. Tujuan Hukum Pidana Islam ........................................................................ 2

C. Pengertian Maqashidu Syari`ah ................................................................... 4

D. Lima Unsur Pokok Maqashid Syari`ah ........................................................ 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 7

A. Kesimpulan .................................................................................................. 7

B. Saran............................................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan
wahyu Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu Allah pada nabi
Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.
Syari’at secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus
yang harus di ikuti oleh setiap Muslim. Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat
merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh
orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam
masyarakat.
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari
agama islam. Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah
kebahagiaan hidup manusia didunia ini dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil
(segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat, yaitu yang
tidak berguna bagi hidup dan kehidupan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum pidana Islam?
2. Apa tujuan dari hukum pidana Islam?
3. Apa yang dimaksud maqashid syari`ah?
4. Apa saja pembagian maqashid syari`ah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu hukum pidana Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan dari hukum pidana Islam.
3. Untuk mengetahui apa itu maqashid syari`ah.
4. Untuk mengetahui pembagian dari maqashid syari`ah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari fiqh jinayah. Fiqh Jinayah
adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana ataupun tindak kriminal
dari orang-orang yang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai
hasil dari pemahaman atas dalil- dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan hadis
(Rosyada,1992: 82).
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat
Islam yang dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap
manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu
menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri
maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban
memenuhi perintah Allah. Perintah Allah yang dimaksud harus ditunaikan demi
kemaslahatan diri sendiri dan orang lain (Ali, 2007: 1)

B. Tujuan Hukum Pidana Islam


Tujuan dari adanya hukuman dalam syari’at Islam merupakan realisasi dari
tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan atas perbuatan jahat,
pencegahan secara umum dan pencegahan secara khusus serta perlindungan
terhadap hak-hak si korban (Jahroh, 2011: 2).
Menurut A. Rahmat Ritonga (1997: 1872), prinsip dasar untuk mencapai
tujuan dari adanya hukuman dalam pelanggaran hukum tersebut adalah dengan
ditetapkannya beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Hukuman itu bersifat universal, yaitu dapat menghentikan orang dari
melakukan suatu tindak kejahatan, bisa menyadarkan dan mendidik bagi
pelakunya.
2. Penerapan materi hukumannya sejalan dengan kebutuhan dan kemaslahatan
masyarakat.
3. Seluruh bentuk hukuman harus dapat menjamin dan mencapai kemaslahatan
pribadi dan masyarakat.

2
4. Hukuman tersebut bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap pelaku
tindak pidana

Hukuman dalam kajian hukum pidana Islam (fiqh jinayah) dikelompokkan


dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Hukuman dilihat dari pertalian hukuman yang satu dengan yang lainnya.
Dalam hal ini ada empat macam:
a. Hukuman pokok, yaitu hukuman yang diterapkan secara definitif, artinya
hakim hanya menerapkan sesuai apa yang telah ditentukan oleh nash.
Dalam fiqh jinayah hukuman ini disebut sebagai jarimah hudud.
b. Hukuman pengganti, hukuman yang diterapkan sebagai pengganti karena
hukuman pokok tidak dapat diterapkan dengan alasan yang sah/benar.
Misalnya qishash diganti dengan diyat, dan diyat diganti dengan
dimaafkan.
c. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang menyertai hukuman pokok
tanpa adanya keputusan hakim tersendiri. Misalnya bagi pelaku qazaf
diberlakukan hukuman berupa hilangnya hak persaksian dirinya, dan
hilangnya hak pewarisan bagi pelaku pembunuhan.
d. Hukuman pelengkap, yaitu tambahan hukuman pokok dengan melalui
keputusan hakim secara tersendiri.
2. Hukuman dilihat dari kewenangan hakim dalam memutuskan perkara. Dalam
hal ini ada dua macam:
a. Hukuman yang bersifat terbatas, yakni ketentuan pidana yang ditetapkan
secara pasti oleh nash, atau dengan kata lain, tidak ada batas tertinggi dan
terendah. Misalnya hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina dan hukuman
dera 80 kali bagi pelaku penuduh zina.
b. Hukuman yang memiliki alternatif untuk dipilih.
3. Hukuman dilihat dari obyeknya. Dalam hal ini ada tiga macam:
a. Hukuman jasmani, seperti potong tangan, rajam dan lainnya.
b. Hukuman yang berkenaan dengan psikologis, ancaman dan teguran.
c. Hukuman benda, ganti rugi, diyat dan penyitaan harta.

3
Dari uraian di atas, maka sangat wajar jika dalam semua tradisi hukum
pidana, perhatian yang paling utama adalah pada “bentuk hukuman” yang akan
dibebankan kepada setiap pelanggar hukum. Dengan demikian, studi yang
dilakukan terhadap teori hukuman ini sesungguhnya merupakan langkah esensial
untuk memahami suatu sistem hukum pidana tertentu termasuk hukum pidana
Islam. Pada kenyataannya aplikasi suatu sistem pidana apapun tidak akan mungkin
dapat dijustifikasi tanpa suatu kejelasan bahwa teori yang dibangun di dalamnya
dapat memenuhi tujuan dari sistem pidana itu sendiri.

C. Pengertian Maqashidu Syari`ah


Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata
maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan,
sedangkan syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan
untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
maupun di akhirat. Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah berarti kandungan
nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan demikian, maqashid
al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum
(Shidiq, 2009:118).
Kajian teori maqashid syari'ah dalam hukum Islam adalah sangat penting.
Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut. Pertama,
hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan diperuntukkan
bagi umat manusia. Oleh karena itu, ia akan selalu berhadapan dengan perubahan
sosial. Dalam posisi seperti itu, apakah hukum Islam yang sumber utamanya
(Alquran dan sunnah) turun pada beberapa abad yang lampau dapat beradaptasi
dengan perubahan sosial. Jawaban terhadap pertanyaan itu baru bisa diberikan
setelah diadakan kajian terhadap berbagai elemen hukum Islam, dan salah satu
elemen yang terpenting adalah teori maqashid al-syari'ah. Kedua, dilihat dari aspek
historis, sesungguhnya perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh Rasulullah
SAW, para sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya. Ketiga, pengetahuan
tentang maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam

4
ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan dalam
bermu'amalah antar sesama manusia dapat dikembalikan.

D. Lima Unsur Pokok Maqashid Syari`ah


Sebagaimana diketahui bahwa lima unsur atau disebut uṣūl al-khamsah
merupakan bagian dari kebutuhan al-ḍarurīyah, sehingga memelihara kelima unsur
itu adalah mutlak dilakukan. Terlepas dari perbedaan urutan penyebutan kelima
pokok itu, kelima pokok tersebut memiliki kedudukan yang sama dan peran yang
sama pula, sehingga tidak ada yang lebih diutamakan dari yang lainnya. Semuanya
tergantung dengan persoalan-persoalan yang dihadapi yang terikat dengan situasi
dan kondisi tertentu, sehingga berpikir dan berpaham kontekstual mutlak dimiliki
seorang pengkaji hukum Islam (mujtahid). Hal ini tidak lain agar kemaslahatan
yang hakiki dan universal dapat diwujudkan.
1. Pemeliharaan Agama
Dalam agama terkumpul ajaran-ajaran yang berkaitan dengan akidah,
ibadah, hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada manusia. Semua terangkum
dalam rukun iman dan rukun Islam. Dengan melaksanakan semua ketentuan ini
menjadikan manusia disebut sebagai orang yang menjalankan kehendak Allah dan
termasuk memelihara agama.
2. Pemeliharaan Jiwa
Dalam upaya untuk memelihara jiwa (diri) dan berlangsungnya kehidupan
manusia, Islam mewajibkan untuk mencapai tegaknya jiwa, yaitu terpenuhinya
makanan pokok, minuman, pakaian, tempat tinggal. Ada juga tentang hukum al-
qiṣāṣ (hukuman setimpal), al-diyah (denda), al-kaffārah (tebusan) terhadap orang
yang menganiaya jiwa. Dikenakan hukum haram bagi orang yang mengarahkan
atau menggunakan jiwa kepada kerusakan dan wajib bagi setiap orang menjaga
jiwanya (diri) dari bahaya.
3. Pemeliharaan Akal

5
Akal adalah anggota tubuh yang vital pada manusia. Dengan akal inilah
manusia dapat membedakan, merasa dan mengetahui segala sesuatu yang dapat
diraihnya baik sesuatu pada dirinya atau pun di luar dirinya. Hal ini karena akal
bukan hanya sekedar sebagai anggota tubuh, tetapi ia juga merupakan gerak. Gerak
akal inilah yang membuat ia mampu melakukan sesuatu melalui anggota tubuh
yang lain

4. Pemeliharaan Keturunan
Keturunan adalah generasi penerus bagi setiap orang. Oleh karena itu
keturunan merupakan kehormatan bagi setiap orang dan karena kedudukan
keturunan inilah Islam sangat memperhatikan agar keturunan yang dilahirkan
berasal dari hubungan yang jelas dan sah menurut agama dan negara. Dengan
demikian, Islam melarang zina demi terpeliharanya keturunan.
5. Pemeliharaan Harta
Harta ini atau apapun yang ada di dunia ini pada hakikatnya milik Allah,
sementara harta yang ada di tangan manusia hanya berupa pinjaman yang akan
dipertanggungjawabkan di hari perhitungan kelak. Agar harta ini dapat
dipertanggungjawabkan maka penggunaannya pun harus sesuai dengan yang
ditentukan dalam Islam. Salah satu contoh yang berkaitan dengan pemeliharaan
harta yang berkedudukan sebagai kebutuhan al-ḍarurīyah (primer) adalah wajibnya
setiap orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga yang
menjadi tanggung jawabnya. Namun sekecil apapun pekerjaan yang digeluti yang
penting termasuk pekerjaan yang sah dengan hasil yang halal.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari fiqh jinayah. Fiqh Jinayah
adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana ataupun tindak kriminal
dari orang-orang yang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai
hasil dari pemahaman atas dalil- dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan
hadis.
Tujuan dari adanya hukuman dalam syari’at Islam merupakan realisasi dari
tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan atas perbuatan jahat,
pencegahan secara umum dan pencegahan secara khusus serta perlindungan
terhadap hak-hak si korban.
Maqashid syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu
penetapan hukum

B. Saran
Penulis menyadari bahwa kurangnya kesempurnaan dari selesainya
makalah ini, karena keterbatasan wawasan penulis, oleh karena itu penulis disini
mengharapkan ada penulis lain yang membahas tentang Tujuan Hukum Pidana
Islam Dan Maqashid Syariah ini lebih sempurna.

7
DAFTAR PUSTAKA
Ritonga, A. Rahman, dkk. (1997) Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Jahroh, Siti. Reaktualisasi Hukuman Dalam Hukum Pidana Islam. Jurnal Hukum
Islam 09, no.2(2011): 2.
Ali, Zainuddin. (2007) Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Rosyada, Dede. (1992) Hukum Islam Dan Pranata Sosial, Jakarta: Lembaga Studi
Islam Dan Kemasyarakatan.
Shidiq, Ghofar. Teori Maqhasid Al-Syari`ah Dalam Hukum Islam. Sultan Agung
44, no.118(2009):118.

Anda mungkin juga menyukai