Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM ISLAM
“Tujuan dan Asas-asas Hukum Islam”

Dosen Pengampu : Sitti Marwah, S.H.,M.H

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

ALAMSYAH R :22209051
AKMAL :22209107
ERVINA :22209052

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2023/2024
Abstrak

Tulisan ini menjelaskan bahwa dalam perjanjian pada dasarnya terdapat


asas kebebasan berkontrak yang tidak boleh dibatasi oleh siapapun
bahkan termasuk perundang-undangan. Namun perkembangan berikutnya,
dalam praktek hukum Indonesia, perjanjian yang berdasarkan asas ini
mengalami kegagalan berupa adanya campur tangan parlemen melalui
peraturan perundang-undangan terhadap kebebasan berkontrak. Sedangkan
dalam hukum Islam, asas kebebasan berkontrak tidak bersifat mutlak, tetapi
terbatas. Pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan batasan menurut
hukum positif. Dalam hukum syari’ah Islam terdapat asas-asas perjanjian yang
dibagi dalam beberapa asas, yakni asas tauhid, kebolehan, kebebasan
berkontrak, keadilan, persamaan, kejujuran, amanah, kemanfaatan dan
kemaslahatan, konsensualisme, janji mengikat, keseimbangan prestasi,
kepastian hukum, dan kepribadian.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Tujuan dan
Asas-asas Hukum Islam”. Makalah ini disusun untuk menambah wawasan dan
pemahaman pembaca mengenai Tujuan dan Asas-asas Hukum Islam. Pemahaman
tersebut dapat dipahami melalaui pendahuluan, pembahasan masalah, serta
kesimpulan dalam makalah ini.

Makalah ini ditulis dengan konsep dan Bahasa yang sederhana sehingga
memudahkan pembaca dalam memahami makalah ini dengan baik. Dengan
makalah ini, diharapkan kita dapat memahami mengenai Tujuan dan Asas-asas
Hukum Islam Khususnya di indonesi.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dosen Pengampuh yang telah
membimbing dan memberikan kesempatan untuk menyusun Makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Saran, kritik,
dan masukkan sangat penting bagi saya terutama dari para pembaca dan seluruh
pihak guna mengembangkan mutu makalah ini.

Kendari, 18 Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Tujuan Hukum Islam.................................................................................... 3
B. Asas-asas Hukum Islam ............................................................................... 3
BAB III ................................................................................................................. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................................ 11
B. Saran ........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Islam merupakan perintah dari Allah SWT. yang ditaati oleh
seluruh umat Islam dan harus dilaksanakan oleh setiap muslim, agar
kehidupan manusia menjadi aman. tertib dan selamat baik di dunia maupun
di akhirat. Tujuan ini adalah melaksanakan seluruh perintah-perintah Allah
SWT dan menjauhi segala larangan-laranganNya.

Salah satu segi dari kehidupan sehari-hari adalah setiap orang harus
merasa terlindungi. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan
aman tentram dan damai tanpa adanya gangguan, maka bagi setiap manusia
perlu adanya suatu tata kedidupan

Dalam Islam, seluruh aktivitas manusia diatur berdasarkan syariat


Allah SWT yang terkandung dalam Kitab suci Al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Setiap orang mengintegrasikan dirinya kepada Islam
wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syariat
yang termasuk dalam Al-Qur'an dan Sunnah ini.

Tujuan umum syar'i dalam mensyariatkan hukum-hukumnya adalah


mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan manusia dengan menjamin hal-
hal yang dharuri (kebutuhan pokok) dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
mereka (hajiyat) serta kebaikan-kebaikan mereka (tahsiniyat)

Setiap hukum syar'i tidaklah dikehendaki padanya kecuali salah satu


dari tiga hal tersebut yang menjadi penyebab terwujudnya kebutuhan
manusia. Sesuatu yang besifat tahsini tidaklah dipelihara apabila dalam
pemeliharaannya terdapat kelalaian (perihal melalaikan kewajiban)
terhadap sesuatu yang bersifat kebutuhan (hajiy)

1
Sesuatu yang bersifat kebutuhan dan kebaikan tidaklah dipelihara
apabila dalam memelihara salah satunya terdapat kelalaian (perihal
melalaikan kewajiban) terhadap yang dharuri.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak selamanya manusia menjalani


kehidupan yang wajar. Pada tempat dan masa tertentu dia bisa mengalami
halhal yang berada di luar kemampuannya untuk menolak, menghindar dan
menguasainya. Maksudnya keadaan yang membahayakan hidupnya, seperti
adanya hasutan dan ajakan diri orang lain, dalam keikut sertaannya untuk
melakukan tindak pidana atau kejahatan lainnya dan sebagainya.

Dalam hukum Islam hal ini disebut dengan tindak pidana penyertaan
atau istilah lainnya keikut sertaan dalam melakukan suatu jarimah. Dalam
hal yang demikian itu, yang dengan berdasarkan prinsip keadilan dan
kemaslahatan, Islam menawarkan jalan keluar berupa pemberian
pembelajaran dan sanksi pada pelaku kejahatannya dalam suatu tindak
pidana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Tujuan Hukum Islam?
2. Apa Asas-asas Hukum Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui Tujuan Hukum Islam!
2. Mengetahui Asas-asas Hukum Islam!

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Hukum Islam


Tujuan Hukum Islam Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan
hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat
kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah
atau menolak mudarat yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan.
Para Ulama Ushul Fikih (Hassan, 1971, hal.242) sering menggunakan
istilah "tujuan hukum Islam" dengan "magashid al-syari'ah". Untuk
menjelaskan tentang tujuan hukum Islam itu, kata "magashid" kadang-
kadang digabungkan dengan "al-syari'ah" dan kadang-kadang digabung
dengan "al-syari'ah" (Pembuat hukum, Tuhan) dengan maksud dan
pengertian yang sama. Artinya "magashid al-syari'ah" dan "maqashid al-
syari'ah" adalah dua istilah yang mempunyai maksud dan pengertian yang
sama, yaitu pada hakikatnya adalah sama dengan pengertian tujuan hukum
islam
Tujuan hukum Islam yang kedua, dari segi pelaku dan pelaksana
hukum yakni manusia, adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan
mempertahankan kehidupan itu. Umat manusia sebagai pelaku dan
pelaksana hukum Tuhan berkewajiban mentaati dan melaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Agar dapat melaksanakan dengan baik dan benar
sesuai kehendak pembuat hukum, maka manusia wajib meningkatkan
kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari dasar
pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodologinya.
B. Asas-asas Hukum Islam
1. Asas Ilahiah atau Asas Tauhid Setiap tingkah laku dan perbuatan
manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah SWT. Seperti yang
disebutkan dalam QS.al-Hadid (57): 4 yang artinya ”Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah maha
melihat apa yang kamu kerjakan”. Kegiatan mu’amalah

3
termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah akan lepas dari nilai-
nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki tanggung
jawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung
jawab kepada pihak kedua,tanggung jawab kepada diri sendiri, dan
tanggung jawab kepada Allah SWT. Akibat dari penerapan asas
ini, manusia tidak akan berbuat sekehendak hatinya karena
segala perbuatannya akan mendapat balasan dari Allah SWT.
2. Asas Kebolehan (Mabda’al-Ibahah) Terdapat kaidah fiqhiyah yang
artinya,”Pada asasnya segala sesuatu itu dibolehkan sampai terdapat
dalil yang melarang”. Kaidah fiqih tersebut bersumber pada dua
hadis berikut ini: Hadis riwayat al Bazar dan at-Thabrani yang
artinya: “Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-
apa yang diharamkan Allah adalah haram, dan apa-apa yang
didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalah dari Allah pemaaf-
Nya. Sungguh Allah itu tidak melupakan sesuatupun”. Hadis
riwayat Daruquthni, dihasankan oleh an-Nawawi yang artinya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban,
maka jangan kamu sia-siakan dia dan Allah telah memberikan
beberapa batas, maka janganlah kamu langgar dia, dan Allah
telah mengharamkan sesuatu maka janganlah kamu pertengkarkan
dia,dan Allah telah mendiamkan beberapa hal, maka janganlah
kamu perbincangkan dia. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa
segala sesuatunya adalah boleh atau mubah dilakukan. Kebolehan
ini dibatasi sampai ada dasar hukum yang melarangnya. Hal ini
berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada yang
berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam
transaksi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
3. Asas Keadilan (al-‘Adalah) Dalam QS. Al-Hadid (57): 25
disebutkan bahwa Allah berfirman yang artinya ”Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-

4
bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
al-Kitab dan Neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan”. Selain itu disebutkan pula dalam QS. Al-
A’raf (7): 29 yang artinya “Tuhanku menyuruh supaya berlaku
adil”. Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut
untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan
keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan
memenuhi semua kewajibannya.
4. Asas Persamaan atau KesetaraanHubungan muamalat dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seringkali terjadi
bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang lainnya. Oleh karena
itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain,
hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari
kelebihan yang dimilikinya. Dalam melakukan kontrak para
pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan
pada asas persamaan dan kesetaraan. Tidak diperbolehkan
terdapat kezaliman yang dilakukan dalam kontrak tersebut.
Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan manusia
berdasar perbedaan warna kulit, agama, adat dan ras. Dalam QS.al-
Hujurat (49): 13 disebutkan yang artinya ”Hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (As}-S{idiq) Jika kejujuran ini tidak
diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak legalitas kontrak
dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak.33 QS.al-
Ahzab (33): 70 disebutkan yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar”. Suatu perjanjian dapat dikatakan benar
apabila memiliki manfaat bagi para pihak yang melakukan

5
perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan
perjanjian yang mendatangkan madharat dilarang.
6. Asas Tertulis (al-Kitabah) Suatu perjanjian hendaknya dilakukan
secara tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di
kemudian hari terjadi persengketaan.20 Dalam QS.al-Baqarah (2);
282- 283 dapat dipahami bahwa Allah SWT menganjurkan
kepada manusia agar suatu perjanjian dilakukan secara
tertulis, dihadiri para saksi dan diberikan tanggung jawab
individu yang melakukan perjanjian dan yang menjadi saksi
tersebut. Selain itu dianjurkan pula jika suatu perjanjian
dilaksanakan tidak secara tunai maka dapat dipegang suatu benda
sebagai jaminannya.
7. Asas Iktikad baik (Asas Kepercayaan atau Amanah) Asas ini dapat
disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang
berbunyi, ”Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad
baik”. Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak
dalam suatu perjanjian harus melaksanakan substansi kontrak atau
prestasi berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh serta
kemauan baik dari para pihak agar tercapai tujuan perjanjian.
8. Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan Asas ini mengandung
pengertian bahwa semua bentuk perjanjian yang dilakukan harus
mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baik bagi para pihak
yang mengikatkan diri dalam perjanjian maupun bagi masyarakat
sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya dalam al Qur’an dan
Al Hadis. Asas kemanfaatan dan kemaslahatan ini sangat
relevan dengan tujuan hukum Islam secara universal.
Sebagaimana para filosof Islam di masa lampau seperti al-
Ghazali (w.505/1111) dan asy-Syatibi (w 790/1388) merumuskan
tujuan hukum Islam berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai mewujudkan kemaslahatan. Dengan maslahat dimaksudkan
memenuhi dan melindungi lima kepentingan pokok manusia yaitu

6
melindungi religiusitas, jiwa-raga, akal-pikiran, martabat diri dan
keluarga, serta harta kekayaan.
Sedangkan asas-asas perjanjian yang berakibat hukum dan
bersifat khusus adalah:

1) Asas Konsensualisme atau Asas Kerelaan (Mabda’ar-


Rada’iyyah)Dalam QS. An-Nisa (4): 29 yang artinya: ”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu”, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa segala transaksi
yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan
antara masing-masing pihak tidak diperbolehkan ada
tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement. Jika hal ini
tidak dipenuhi maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara
yang batil. Asas ini terdapat juga dalam hadis riwayat Ibn
Hibban dan al-Baihaqi yang artinya: ”Sesungguhnya jual beli
berdasarkan perizinan (rida)”.

2) Selain itu asas ini dapat pula di lihat dalam pasal 1320 ayat (1)
KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa
salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan
kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas
yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak, yang merupakan persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua
belah pihak.

3) Asas Kebebasan Berkontrak (Mabda’Hurriyahat-


Ta’aqud)Dalam hukum perjanjian dianut apa yang disebut
dalam ilmu hukum yaitu “asas kebebasan berkontrak”
(mabda’hurriyahal-ta’aqud), asas ini berarti bahwa kebebasan

7
seseorang untuk membuat perjanjian macam apapun dan berisi
apa saja sesuai dengan kepentingannya dalam batas-batas
kesusilaan dan ketertiban umum, sekalipun perjanjian itu
bertentangan dengan pasal-pasal hukum perjanjian.

4) Asas kebebasan berkontrak, salah satu dari asas-asas


perjanjian, lahir pada abad 17 M, asas ini memiliki daya kerja
yang sangat kuat, yang berarti kebebasannya tidak boleh
dibatasi, baik rasa keadilan masyarakat maupun oleh aturan
perundang-undangan. Asas ini muncul bersamaan dengan
lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan
LaissezFaire (persaingan bebas), yang dipelopori oleh Adam
Smith. Di samping itu asas ini juga dipahami: Pertama, bahwa
hukum tidak dapat membatasi syarat-syarat yang boleh
diperjanjikan oleh para pihak. Ini berarti bahwa hukum
tidak boleh membatasi apa yang telah diperjanjikan oleh
para pihak yang telah mengadakan perjanjian. Sehingga dari
sini para pihak bebas menentukan sendiri isi perjanjian yang
mereka buat. Kedua, bahwa pada umumnya seseorang
menurut hukum tidak boleh dipaksa untuk memasuki suatu
perjanjian. Ini berarti bahwa kebebasan bagi para pihak untuk
menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin
membuat suatu perjanjian. Namun perkembangan
selanjutnya, perjanjian yang berdasarkan asas ini
mengalami kegagalan. Hal ini terlihat adanya bukti-bukti
berupa campur tangan parlemen melalui peraturan perundang-
undangan terhadap kebebasan berkontrak.

5) Asas Perjanjian Itu Mengikat Asas ini berasal dari hadis


Nabi Muhammad saw yang artinya: “Orang-orang muslim
itu terikat kepada perjanjian-perjanjian (Klausul-klausul)
mereka, kecuali perjanjian (klausul) yang mengharamkan

8
yang halal atau menghalalkan yang haram”. Dari hadis di atas
dapat dipahami bahwa setiap orang yang melakukan perjanjian
terikat kepada isi perjanjian yang telah disepakati bersama
pihak lain dalam perjanjian. Sehingga seluruh isi perjanjian
adalah sebagai peraturan yang wajib dilakukan oleh para
pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.

6) Asas Keseimbangan PrestasiYang dimaksudkan dengan


asas ini adalah asas yang menghendaki kedua belah
pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam
hal ini dapat diberikan ilustrasi, kreditur mempunyai
kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui harta debitur,
namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan iktikad baik.

7) Asas Kepastian Hukum (Asas PactaSuntServanda) Asas


kepastian hukum ini disebut secara umum dalam
kalimat terakhir QS. Bani Israil (17): 15 yang artinya, ”....dan
tidaklah Kami menjatuhkan hukuman kecuali setelah Kami
mengutus seorang Rasul untuk menjelaskan (aturan dan
ancaman) hukuman itu....”. Selanjutnya di dalam QS.al-
Maidah (5): 95 dapat dipahami Allah mengampuni apa yang
terjadi di masa lalu. Dari kedua ayat tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa asas kepastian hukum adalah tidak ada
suatu perbuatanpun dapat dihukum kecuali atas kekuatan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan
berlaku untuk perbuatan tersebut.Asas kepastian hukum ini
terkait dengan akibat perjanjian. Dalam hal ini hakim atau
pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang, mereka tidak boleh melakukan

9
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan
dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi,
”Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang”.

8) Asas Kepribadian (Personalitas)Asas kepribadian merupakan


asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan. Hal ini dapat dipahami dari bunyi pasal
1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata
berbunyi: ”Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri”. Sedangkan pasal 1340 KUH Perdata berbunyi
”Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang
membuatnya”.48 Namun ketentuan ini terdapat pengecualian
sebagaimana yang diintrodusir dalam pasal 1317 KUH
Perdata yang berbunyi: ”Dapat pula perjanjian diadakan
untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang
dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada
orang lain mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal
ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu
syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam pasal 1318
KUH Perdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan
untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Dengan demikian asas kepribadian dalam perjanjian
dikecualikan apabila perjanjian tersebut dilakukan
seseorang untuk orang lain yang memberikan kuasa
bertindak hukum untuk dirinya atau orang tersebut
berwenang atasnya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan hukum Islam adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil,
harmonis, dan taat hukum dalam kerangka nilai-nilai agama Islam. Asas-
asas hukum Islam yang mendasarinya adalah keadilan, keseimbangan,
maqasid al-shariah (tujuan-tujuan syariah), dan keberlanjutan.

B. Saran
Pendidikan dan Kesadaran: Penting untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang hukum Islam dan asas-asasnya melalui pendidikan dan
kesadaran, sehingga individu dapat mematuhi hukum dengan benar.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://id.jurnal.com/document/532011361/Asas-Asas-Hukum-Islam
https://jurnal.instika.ac.id/index.php/AnilIslam/article/view/31/16
https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/download/31622/19159
Ade Candra Kusuma, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum
Islam, Hukum Islam. Vol. VI No. 4. Desember 2006.
Ali, Mohammad Daud. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Rajawali, 1990.
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Akad dalam
Fikih Muamalat. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
Aula, Muhammad Syakir. Asuransi Syari’ah (Life and General): Konsep
dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
Badrulzaman, Mariam Darus. Kerangka Dasar Hukum Perjanjian
dalam Seri Dasar Ekonomi, Hukum Kontrak di Indonesia.
Jakarta; ELIPS, 1998.
Djamil, Faturrahman. Hukum Perjanjian Syari’ah. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai