Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

“Konsep Dasar Hukum Perdata Islam di Indonesia”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Elimartati, M.Ag

Disusun oleh :
Aulia Rahmita 2130201015
Aurel Azzahra Adriani 2130201016

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAHMUD YUNUS

BATUSANGKAR

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan


rahmat dan nikmat-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang berjudul Konsep Dasar Hukum Perdata Islam di Indonesia. Sholawat dan salam
semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas makalah pada mata kuliah Hukum
Perdata Islam di Indosesia. Pemakalah menyadari masih terdapat kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan saran dan tanggapan
yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Prof. Dr. Elimartati, M.Ag selaku
dosen mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuandan wawasan sesuai bidang studi yang kami
ketahui. Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, didalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Batusangkar, 12 September 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. iii
C. Tujuan ............................................................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Perdata Islam ...................................................................... 1
B. Sejarah Hukum Perdata Islam di Indonesia ....................................................... 3
C. Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam di Indonesia.......................................... 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam sebagai hukum Tuhan bersifat kokoh dan tidak mudah larut
dengan perkembangan zaman, sementara hukum Islam sebagai hukum yang
diperuntukan bagi manusia bersifat fleksibel dan menerima segala tuntutan zaman.
Dengan demikian hukum Islam tidak boleh kehilangan jati dirinya ketika mengikuti
perubahan dan perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Sebagai hukum Tuhan,
hukum Islam selalu bersumber pada wahyu Allah. Sementara, perubahan sosial
masyarakat tidak ada batasnya atau selalu bersifat dinamis.

Demikian keberadaan hukum Islam diharapkan dapat berfungsi untuk


menjembatani antara wahyu dan realitas masyarakat agar tidak terjadi kehampaan
dalam kekosongan hukum. Realitas harus selalu bersambung dan tunduk pada wahyu
dan wahyu tidak boleh asing dari realitas. Maka dengan hal itu, hendaklah kita
mnegetahui bagaiamana hukum perdata islam di Indonesia yang akan dibahas
sebagai berikut ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah-


masalah yang akan diabahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Jelaskan pengertian hukum perdata Islam ?

2. Jelaskan sejarah hukum perdata Islam di Indonesia?

3. Apa ruang lingkup hukum perdata Islam di Indonesia?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini, diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengertian hukum perdata Islam.
2. Untuk mengetahui sejarah hukum perdata Islam di Indonesia.
3. Untuk mengetauhui ruang lingkup hukum perdata Islam di Indonesia.

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Perdata Islam


Hukum Islam yang tidak punah sampai hari akhir dan bersifat mengikat pada
umat Islam yang dilandari dengan akidah dan akhlak yang harus diyakini dan dijalani
oleh setiap muslim. Hukum islam memuat atas ketetapan Allah SWT dan Rasul SAW
berupa larangan dan perintah yang meliputi segala aspek kehidupan manusia baik
dalam hubungan spiritual manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, dan
hubungan dengan makhluk ciptaan Tuhan.
Pengertian “Hukum Perdata Islam” secara terminologi dapat diuraikan sebagai
berikut: Hukum, adalah seperangkat peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang (negara), dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta
mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang
melanggarnya.1
Sedangkan Hukum Perdata, adalah hukum yang bertujuan menjamin adanya
kepastian di dalam hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain kedua-
duanya sebagai anggota masyarakat dan benda dalam masyarakat. Dalam terminologi
Islam istilah perdata ini sepadan dengan pengertian mua‟amalah. Selanjutnya Frase
Hukum Perdata di sandarkan pada kata Islam bahwa “Hukum Perdata Islam” adalah
Peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rosul tentang tingkah
laku mukallaf dalam hal perdata/mu‟amalah yang diakui dan diyakini berlaku
mengikat bagi semua pemeluk Islam (di Indonesia). Menurut Muhammad Daud Ali,
“Hukum Perdata Islam” adalah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara
yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya
hanya sebagian dari lingkup mu‟amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum
positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan.
Jadi adapun yang dimaksud dengan hukum perdata Islam atau yang biasa
disebut fiqh mu‟amalah secara umum bermakna norma hukum yang memuat
pembahasan tentang; munakahat (hukum perkawinan, mengatur segala sesuatu yang

1
Beni Ahmad Saebani, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung, Pustaka Setia, 2011),, hlm. 6
1
berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibat hukumnya) dan wirasah
atau faraid (hukum kewarisan mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan
pewaris, ahli waris, harta peninggalan, harta warisan serta pembagian harta warisan).
Selain pengertian umum, hukum perdata Islam secara khusus bermakna norma hukum
yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual beli,
sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan (kerja sama bagi hasil), pengalihan
hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.2
Dengan demikian, secara umum istilah hukum perdata Islam di Indonesia dapat
didefinisikan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan dalam Islam yang mengatur
tentang hubungan perorangan dan kekeluargaan di antara warga negara Indonesia yang
menganut agama Islam. Tujuannya agar di dalam hubungan hukum antara seseorang
dengan orang lain yang beragama Islam, baik di dalam internalkeluarga maupun dalam
hubungan perorangan yang lain, yang berada di Indonesia, dapat berjalan dengan baik
dan tercipta tertib hukum, tertib sosial dan tertib masyarakat.3
Hukum perdata Islam adalah semua hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut agama
Islam. Dengan kata lain, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok
yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan
untuk umat Islam di Indonesia. Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara
nonmuslim. Hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat,
dan infak adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan
dan dilaksanakan oleh warga negara penganut agama Islam.
Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang menyangkut
hubungan orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian, rujuk, dan setiap hal
yang berhubungan dengan sebelum dan sesudah perkawinan, serta hal-hal yang
menyangkut akibat-akibat hukum karena adanya perceraian. Demikian pula, persoalan
yang berkaitan dengan waris, ahli waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris,
ashabah, dan sebagainya.
Dalam hukum perdata Islam diatur pula segala hal yang berkaitan dengan dunia
bisnis atau perniagaan, misalnya masalah jual beli, kerja sama permodalan, dan usaha,

2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,2006), h. 1.
3
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019), h. 8-9.

2
serta berbagai akad yang erat kaitannya dengan perasuransian, jaminan, gadai, dan
sebagainya.4

B. Sejarah Hukum Perdata Islam di Indonesia


Perkembangan hukum Islam di Indonesia 5 memiliki sejarah yang panjang
seiring dengan masuknya agama Islam itu sendiri ke bumi Nusantara. Babakan sejarah
perkembangan hukum Islam di Indonesia dapat diklasifikasikan kepada enam masa
meliputi; masa Sebelum Penjajahan, masa Penjajahan Belanda, masa Penjajahan
Jepang, masa Menjelang dan Sesudah Kemerdekaan, masa Orde Baru dan masa
Reformasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat perkembangan hukum Islam pada
tiap masa tersebut.6
1. Hukum Islam Pada Masa Kerajaan/ Kesultanan Islam di Nusantara
Beberapa ahli menyebutkan bahwa hukum Islam yang berkembang di
Indonesia. Ini di-tunjukakan dengan bukti-bukti sejarah di an-taranya, Sultan
Malikul Zahir dari Samudra Pa-sai adalah seorang ahli agama dan hukum Islam
terkenal pada pertengahan abad XIV M.
Melalui kerajaan ini, hukum Islam mazhab Syafi‟i disebarkan ke
kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauan Nusantara. Bahkan para ahli
hukum dari kerajaan Malaka (1400-1500 M) sering datang ke Samudra Pasai
untuk men-cari kata putus tentang permasalahan-perma-salahan hukum yang
muncul di Malaka7
Pada masa ini hukum Islam dipraktikkan oleh masyarakat dalam bentuk
yang hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah mu‟amalah,
ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan, dan tentu
saja dalam masalah ibadah.
Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di
kerajaan-kerajaan Islam nusantara. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada masa

4
Dr. H. A. Khumedi Ja‟far, S. Ag. M.H, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Surabaya, Gemilang, 2019),
hlm. 5-6
5
Amran Suadi, Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jurnal Yuridis, vol. 2 No. 1 Juni 2015,
hal. 1, diakses pada tanggal 17 September 2023
6
Ibnu Radwan Siddik Turnip, S.Ag., M.Ag, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Depok, Rajawali pers,
2011) , h. 6
7
Fahmi Ardi, Muhammad Mabrur, Viyan Hendra EA, Sejarah dan Kekuatan Hukum Perdata Islam di
Indonesia, Law And Justiche Review Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2021, tersedia di
http://dx.doiorg/10.11594/lrjj.01.01.02, diakses pada tanggal 17 September 2023
3
jauh sebelum penjajahan belanda, hukum Islam menjadi hukum yang positif di
nusantara.8
2. Hukum Islam Pada Masa Penjajan Belanda
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda
dapat diklasifikasi kedalam dua bentuk,9 Pertama, adanya toleransi pihak Belanda
melalui VOC yang memberikan ruang agak luas bagi perkembangan hukum Islam.
Kedua, adanya upaya intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan
menghadapkan pada hukum adat. Pada fase kedua ini Belanda ingin menerapkan
politik hukum yang sadar terhadap Indonesia, yaitu Belanda ingin menata
kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda, dengan tahap-tahap
kebijakan strategisnya yaitu: Receptie in Complexu (Salomon Keyzer & Christian
Van Den Berg [1845-1927]), teori ini menyatakan hukum menyangkut agama
seseorang. Jika orang itu memeluk Islam maka hukum Islamlah yang berlaku
baginya, namun hukum Islam yang berlaku tetaplah hanya dalam masalah hukum
keluarga, perkawinan dan warisan.10
Teori Receptie (Snouck Hurgronje [1857-1936] disistemisasi oleh C. Van
Vollenhoven dan Ter Harr Bzn), teori ini menyatakan bahwa hukum Islam baru
diterima memiliki kekuatan hukum jika benar-benar diterima oleh hukum adat,
implikasi dari teori ini mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan hukum
Islam menjadi lambat dibandingkan institusi lainnya di nusantara.11
3. Hukum Islam Pada Masa Penjajan Jepang
Menurut Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau
mempertahankan beberapa peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan praktik
keagamaan tidak dicampuri oleh Jepang untuk mencegah resistensi, perlawanan
dan oposisi yang tidak diinginkan. Jepang hanya berusaha menghapus simbol-
simbol pemerintahan Belanda di Indonesia, dan pengaruh kebijakan pemerintahan
Jepang terhadap perkembangan hukum di Indonesia tidak begitu signifikan.
8
Abdul Ghani, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Gema Insani
Press, 1994).hlm. 6
9
Sajuti Thalib, Receptio A Contrario: Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Bina
Aksara,1985), h. 6. Lihat Pula Taufiq, Kebijakan-Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru Mengenai Hukum
Islam, dalam Cik Hasan Basri, Hukum Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia (Cet.I; Jakarta: Logos,
1998), h. 72
10
Dr. Fikri, S. Ag., M.HI, Dinamika Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Yogyakarta, Media
Publishing,2016), hlm. 3
11
Juhaya S. Praja, Pengantar dalam Eddi Rudiana Arief, Hukum Islam Di Indonesia Perkembangan dan
Pembentukan, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 1991), h. 10
4
Walaupun pada prinsipnya pemerintah kolonial Jepang tidak melakukan
perubahan terhadap hukum peradilan agama dimasanya, tetapi mereka tetap
melakukan sejumlah ketentuan dan peraturan guna mendapat dukungan moril dari
umat Islam Indonesia, di antara kebijakan itu adalah:
a. Memberikan janji mengayomi Islam sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia
di Jawa khususnya.
b. Mengizinkan didirikannya KUA yang dikepalai oleh bangsa pribumi Indonesia.
c. Memberikan keizinan dibentuknya (bagi kelanjutan) organisasi-organisasi
masyarakat umat Islam, seperti Muhammadiyah, Persis dan NU
d. Memberi persetujuan bagi didirikannya Majelis Syura Muslimin Indonesia
(Masyumi)
e. Memberi persetujuan didirikannya Hizbullah untuk tujuan cikal bakal
dibentuknya PETA.
f. Membuat upaya dikembalikannya kewenangan dan kekuasaan pengadilan
agama berdasarkan permintaan tokoh Islam, dengan mengamanatkan kepada
Supomo ahli hukum adat guna menyampaikan keterangan tentang hal tersebut,
tetapi tidak dapat diselesaikan oleh Supomodisebabkan permasalahannya yang
kompleks sehingga upaya itu tertunda sampai Indonesia meraih
kemerdekaannya.12
4. Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan
Formalisasi hukum Islam dilakukan dengan upaya mentransformasikan
hukum Islam ke dalam aturan perundangan. Dalam peraturan perundang-undangan
kedudukan hukum Islam semakin jelas. Dari sinilah kemudian muncul legislasi
hukum Islam yang bersifat nasional, yaitu UU No. 1tahun 1974 tentang Perkawinan
dan UU No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Pasal 2 ayat (2) UU
No.1tahun 1974 menetapkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum agama masing-masing. 22 Dengan ketentuan ini berarti terjadi
perubahan hukum dari yang rasial etnis (masa kolonial) kepada hukum yang
berdasar keyakinan agama.
Institusi peradilan Islam juga menempati posisi yang kuat berdasarkan UU
No.14 tahun 1970 tentang kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1)

12
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam di Indonesia,
(Jakarta; Paramadina, 1998), h. 93
5
ditetapkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara. Jenis peradilan tersebut meliputi peradilan tingkat
pertama dan tingkat pembanding. Dengan demikian peradilan agama merupakan
peradilan negara, yaitu peradilan resmi yang dibentuk oleh pemerintah dan berlaku
khusus untuk umat Islam.13
Salah satu makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah
terbebas dari pengaruh hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah
kemerdekaan, walaupun aturan peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum
yang lama masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh
14
peraturan pemerintahan Belanda yang berdasar teori receptie Di samping
Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori Receptie a Contrario, yang
menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan
hukum Islam.
5. Hukum Islam Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Namun dalam era orde baru ini banyak produk hukum Islam (tepatnya
Hukum Perdata Islam) yang menjadi hukumpositif yang berlaku secara yuridis
formal, walaupun didapat dengan perjuangan keras umat Islam. Di antaranya oleh
Ismail Sunny coba deskripsikan secara kronologis berikut ini:
a Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Politik hukum
memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintah orde
baru, dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan “Perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan
itu” dan pada pasal 63 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pengadilan
dalam UU ini adalah Pengadilan Agama (PA) bagi agama Islam dan Pengadilan
Negeri (PN) bagi pemeluk agama lainnya. Dengan UU No. 1 tahun 1974
Pemerintah dan DPR memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluk
Islam dan menegaskan bahwa Pengadilan Agama berlaku bagi mereka yang
beragama Islam.

13
Andi Herawati, Perkembangan Hukum Islam di Indonesia, Ash-Shahabah Jurnal pendidikan dan Studi
Islam, Vol. 3, No. 1, Januari 2017, hlm. 53, diakses pada tanggal 17 September 2023
14
Ahmad, Haji Dusuki bin Haji. Kamus Pengetahuan Islam. Kuala Lumpur, (Kuala Lumpur, Yayasan
Dakwah Islamiyah, Malaysia, 1976)
6
b Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 15 Dengan
disahkannya UU PA tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar
dalam lingkungan PA. Di antaranya:
 PA telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-benar telah
sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara.
 Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan
seragam di seluruh Indonesia. Dengan unifikasi hukum acara PA ini maka
memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan
PA.
 Terlaksananya ketentuan-ketentuan dam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman
1970.
 Terlaksananya pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara dan
berwawasan Bhineka Tunggal Ika dalam UU PA.
c Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1 tahun 1991 (KHI) Seperti diuraikan di
awal makalah ini bahwa sejak masa kerajaan-kerajaan Islam di nusantara,
hukum Islam dan peradilan agama telah eksis. Tetapi hakim-hakim agama di
peradilan tersebut sampai adanya KHI tidak mempunyai kitab hukum khusus
sebagai pegangan dalam memecahkan kasus-kasus yang mereka hadapi. Dalam
menghadapi kasus-kasus itu hakim-hakim tersebut merujuk kepada kitab-kitab
fiqh yang puluhan banyaknya. Oleh karena itu sering terjadi dua kasus serupa
apabila ditangani oleh dua orang hakim yang berbeda referensi kitabnya,
keputusannya dapat berbeda pula, sehingga menimbulkan ketidakpastian
hukum.
Guna mengatasi ketidakpastian hukum tersebut pada Maret 1985
Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehingga terbitlah Surat Keputusan
Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Departemen Agama. SKB itu
membentuk proyek kompilasi hukum Islam dengan tujuan merancang tiga buku
hukum, masing-masing tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum
Kewarisan (Buku II), dan tentang Hukum Perwakafan (BUKU III)Bulan
Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas

15
MK Alidar, Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Orde Baru, Legitimasi, Vol. 1, No. 2, Januari- Juni
2012, hlm. 2, diakses pada tanggal 17 Deptember 2023
7
sebagai inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1991
Suharto menandatangani Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar
hukum berlakunya KHI tersebut.
Oleh karena itu sudah jelas bahwa dalam bidang perkawinan, kewarisan
dan wakaf bagi pemeluk-pemeluk Islam telah ditetapkan oleh undang-undang
yang berlaku adalah hukum Islam.
6. Hukum Islam Pada Masa Reformasi
Era reformasi di mana iklim demokrasi di Indonesia membaik di mana tidak
ada lagi kekuasaan represif seperti era orde baru, dan bertambah luasnya keran-
keran aspirasi politik umat Islam pada pemilu 1999, dengan bermunculannya
partai-partai Islam dan munculnya tokoh-tokoh politik Islam dalam kancah politik
nasional sehingga keterwakilan suara umat Islam bertambah di lembaga legislatif
maupun eksekutif. Mereka giat memperjuangkan aspirasi umat Islam termasuk juga
memperjuangkan bagaimana hukum Islam ikut juga mewarnai proses
pembangunan hukum nasional.
Di antara produk hukum yang positif diera reformasi sementara ini yang
sangat jelas bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain adalah:
 Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
 Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
 RUU tentang Perbankan Syariah yang saat ini sedang dibahas di DPR

C. Ruang Lingkup Hukum Perdata Islam di Indonesia


Hukum Perdata Islam atau yang biasa disebut Fiqh Mu‟amalah dalam
pengertian umum adalah norma hukum yang memuat:
1. Munakahat, hukum perkawinan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkawinan perceraian serta akibat-akibat hukumnya.16
2. Warisan atau farid, hukum kewarisan yang mengatur segala persoalan yang
berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan, harta warisan, serta
pembagian harta warisan.
Selain pengertian umum di atas, fiqh mu‟amalah dalam pengertian khusus
adalah mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual

16
Dr. Hj. Iffah Muzammil, Fiqih Munakahat Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Tanggerang, Tira Smart,
2019), hlm. 1
8
beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan (kerja bagi hasil), pengalihan
hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi. Adapun ruang lingkup hukum perdata
Islam adalah sebagai berikut:
1. Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian, serta akibat – akibatnya.
2. Wirasah, mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta peninggalan serta harta peninggalan warisan. Hukum kewarisan Islam ini juga
disebut faraid.
3. Adapun hukum publik (Islam) adalah jinayat yang memuat aturan-aturan yang
mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah
hudud maupun dalam jarimah ta‟zir.
4. Mukhassamat, mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
5. Al-ahkam al-sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan
kepala negara, pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak
dan sebagainya.17
6. Siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain.18
Dan hukum Islam dibidang mu‟amalah tidak dibedakan antara hukum privat
(perdata) dengan hukum publik, hal ini disebabkan karena menurut sistem hukum
Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik terdapat
segi-segi perdatanya. Dalam hukum Islam dibidang mu‟amalah tidak membedakan
dengan tajam antara hukum publik dan hukum perdata, namun sebenarnya ruang
lingkup hukum Islam sangat luas, karena mencakup berbagai kehidupan masyarakat.19
Dan adapun sumber-sumber hukum perdata islam meliputi:
a. Pancasila
b. UUD 1945 amandemen
c. UU No. 7 Tahun 1989 tentang sebagaimana diubah dengan
d. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama

17
Muhammad Kurniawan Budi Wibowo, Ruang Lingkup Hukum Islam, Mamba‟ul „Ulum, vol. 17, No. 2,
Oktober 2021, hal. 2, diakses pada tanggal 17 September 2023
18
Muhammad Kurnia BW, Hukum Islam dan Ruang Lingkupnya, Mamba‟ul „Ulum, Vol. 16. No.2 Oktober
2020, h. 2. diakses pada tanggal 17 September 2023
19
Elfirda Ade Putri, S.H., M.H, Hukum Perdata Islam, (Yogyakarta, Budi Utama, 2020) hlm. 3-4
9
e. UU No. 1 Tahun 1974 tentang PerkawinanInpres Presiden No. 1 Tahun 1991
tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi adapun yang dimaksud dengan hukum perdata Islam atau yang biasa
disebut fiqh mu‟amalah secara umum bermakna norma hukum yang memuat
pembahasan tentang; munakahat (hukum perkawinan, mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibat hukumnya) dan wirasah
atau faraid (hukum kewarisan mengatur segala persoalan yang berhubungan dengan
pewaris, ahli waris, harta peninggalan, harta warisan serta pembagian harta warisan).
Selain pengertian umum, hukum perdata Islam secara khusus bermakna norma hukum
yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual beli,
sewa menyewa, pinjam meminjam, persyarikatan (kerja sama bagi hasil), pengalihan
hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi
Formalisasi hukum Islam dilakukan dengan upaya mentransformasikan
hukum Islam ke dalam aturan perundangan. Dalam peraturan perundang-undangan
kedudukan hukum Islam semakin jelas. Dari sinilah kemudian muncul legislasi
hukum Islam yang bersifat nasional, yaitu UU No. 1tahun 1974 tentang Perkawinan
dan UU No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Pasal 2 ayat (2) UU
No.1tahun 1974 menetapkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum agama masing-masing. 22 Dengan ketentuan ini berarti terjadi
perubahan hukum dari yang rasial etnis (masa kolonial) kepada hukum yang berdasar
keyakinan agama.
Institusi peradilan Islam juga menempati posisi yang kuat berdasarkan UU
No.14 tahun 1970 tentang kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1) ditetapkan
bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
usaha negara. Jenis peradilan tersebut meliputi peradilan tingkat pertama dan tingkat
pembanding. Dengan demikian peradilan agama merupakan peradilan negara, yaitu
peradilan resmi yang dibentuk oleh pemerintah dan berlaku khusus untuk umat Islam.

11
B. Saran

Demikianlah makalah ini saya buat dengan tujuan agar dapat menambah
wawasan setiap yang membacanya. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Makalah ini hanya membahas sebagian kecil dari pembahasan
tentang Hukum Perdata Islam di Indonesia. Oleh karena itu, penulis berharap kepada
pemakalah selanjutnya untuk dapat menyempurnakan pembahasan yang berkaitan
dengan Hukum Perdata Islam di Indonesia ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2006). Hukum Perdata Islam di Indonesia. jakarta: sinar grafika.


Alidar, M. (2012). Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Orde Baru. legitimasi, 2.
Ardi, f. (2021). Sejarah dan Kekuatan Hukum Perdata Islam di Indonesia. Law And
Justiche Review Journal, 1.
Budi Wibowo, M. (2021). Ruang Lingkup Hukum Islam. Mamba'ul 'ulum, 2.
BW, M. (2020). Ruang Lingkup Hukum Islam. Mamba'ul Ulum, 2.
Effendy, b. (1998). Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam
di Indonesia. jakarta: paramadina.
fikri. (2016). Dinamika Hukum Perdata Islam di Indonesia. yogyakarta: media publishing.
Ghani, a. (1994). Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia.
jakarta: gema insani pers.
Haji, A. (1976). Kamus Pengetahuan Islam. Kuala Lumpur, (Kuala Lumpur, Yayasan
Dakwah Islamiyah, Malaysia, 1976). kuala Lumpur, Malaysia: yayasan dakwah
islamiyah.
Herawati, A.(2017). Perkembangan Hukum Islam di Indonesia. Ash-Shahabah Jurnal
pendidikan dan Studi Islam, 53.
Ja'far, K. (2019). Hukum Perdata Islam di Indonesia,. surabaya: Gemilang.
Muzammil, I. (2019). Fiqih Munakahat Hukum Perkawinan Dalam Islam . Tanggerang:
Tira Smart.
Praja, J. (1991). Pengantar dalam Eddi Rudiana Arief, Hukum Islam Di Indonesia
Perkembangan dan Pembentukan. bandung: remaja rosda karya.
Putri, E. (2020). Hukum Perdata Islam. Yogyakarta: Budi Utama.
Rofiq, A. (2019). Hukum Perdata Islam di Indonesia,. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Saebani, B. (2011). Hukum Perdata Islam di Indonesia,. Bandung: Pustaka Setia.
Siddik Turnip, I. (2011). Hukum Perdata Islam Di Indonesia, . Depok : Rajawali pers.
Suadi, A. (2015). Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jurnal Yuridis, 1.
Thalib, S. (1985). Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam . jakarta: bina aksara.

Anda mungkin juga menyukai