Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“HUKUM ISLAM DI INDONESIA”


Mata kuliah : Hukum Indonesia
Dosen pengampu : Dr.Drs Achmad Moelyono,MH

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Fatwa Saputra (221110020)


Ridwan Munawar (221110022)
Hendri Saputra (221110019)
M Akbar (221110024)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TULANG BAWANG LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat limpahan dan rahmatnya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr.Drs Achmad Moelyono,MH selaku dosen mata Kuliah Pendidikan
Sistem Hukum Indonesia atas dedikasinya kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui
berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad
lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran
keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dalam penyusunan tugas atau
materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan
dosen atau teman-teman seperjuangan, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kebudayaan islam, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah
ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
maupun mahasiswi Universitas Tulang Bawang. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan teman-teman. Semoga makalah ini dapat
memberi manfaat kepada penulis dan pembaca untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat amin.

Hormat Kami

Penulis

1
DAFTAR ISI

KESIMPULAN……….……………………………………………………………………….…
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….…

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………………....


1.1 Latar belakang ……………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………………...
1.3 Tujuan Penuliasan …………………………………………………………………………...
1.4 Manfaat Penulisan …………………………………………………………………………...

BAB 2 KAJIAN MATERI……………………………………………………………………...


2.1 Ruang Lingkup Hukum Islam ……………………………………………………………….
2.1.1 Bagian bagian Ruang Lingkup Hukum Islam …………………………………………….
2.2 Tujuan Hukum Islam ………………………………………………………………………..
2.3 Fungis Hukum Islam ………………………………………………………………………...
2.4 Hukum Islam sebagai tatanan dalam hukum modern ……………………………….……...
2.5 Sumber sumber Hukum Islam ………………………………………………………………
2.6 Keberadaan Hukum Islam di Indonesia …………………………………………………….
2.7 Pengaturan Hukum Islam Di Indonesia …………………………………………………….

2.8 Tantangan dan Peluang ……………………………………………………………………..

BAB 3 KESIMPULAN ………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian hukum Islam, sumber dan tujuan, sebagai agama universal dan menyeluruh,
yang tidak hanya melulu mengatur masalah ritual ibadah saja, akan tetapi juga memiliki
aturan-aturan dan fondasi keimanan bagi umat Muslim, mulai dari perkara kecil hingga besar,
seperti persoalan cinta, zakat, shalat fardhu, pembagian warisan, pernikahan dan banyak lagi.
Untuk itulah, fungsi utama 5 rukun Islam dan 6 rukun iman yang senantiasa diamalkan oleh
kaum Muslimin, sangatlah vital. Pada dasarnya syariat Islam menurut Al-Quran mengatur
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia serta makhluk
hidup lainnya.
Hukum adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan pada
dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku masyarakat selalu di
monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Negara
Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki penduduk mayoritas beragama islam, secara
sengaja maupun tidak sengaja hal tersebut mempengaruhi terbentuknya suatu aturan hukum
yang berlandaskan atas agama Islam.
Sedikit kita tilik, pada hakikatnya hukum islam sangat adil (terutama hukum pidana) dan
hukumannya pun dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan dapat menjadi pelajaran bagi
yang lain. Tetapi untuk pelaksanaan hukuman untuk si pelaku cukup sulit, semisal pidana
potong tangan bagi yang mencuri, eksekusi tidak bisa dilaksanakan sebelum mendatangkan 4
saksi, 4 saksi harus disumpah untuk membuktikan kebenarannya. Jadi salah apabila ada
orang yang mengatakan bahwasanya hukum islam itu sangat kejam dan tidak pantas
diterapkan karena tidak manusiawi. Hal ini disebabkan ia belum memahami benar hukum
islam secara menyeluruh. Bila kita memahami benar prinsip hukum islam, kita akan
mengetahui betapa adil dan membawa kemaslahatan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena
tidak memandang jabatan atau pangkat sekalipun itu raja apabila bersalah wajib menerima
hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.1

1
Zainuddin Ali, 2008. Hukum Islam : Pengantar Hukum Islam di Indonesia. Penerbit Sinar Grafika : Jakarta

3
2.1 Rumusan Masalah

1. Hukum Islam dalam ruang lingkupnya.


2. Apa tujuan dan Fungsi hukum islam ?
3. Hukum Islam sebagai tatanan dalam hukum modern.
4. Berasal dari mana sumber-sumber hukum islam ?
5. Bagaimana Keberadaan Hukum Islam di Indonesia ?
6. Pengaturan Hukum Islam Di Indonesia.
7. Tantangan dan Peluang.

2.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan masalah ini selain untuk memenuhi tugas yang dibebankan oleh
Dr.Drs Achmad Moelyono,MH selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Hukum
Indonesia, dan kami juga akan memberi gambaran tentang Hukum Islam dan kontribusinya
di hukum nasional bagi pembaca atau masyarakat terkhusus mahasiswa.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dapat menambah pengetahuan tentang hukum dalam islam


2. Dapat mengetahui tentang apa saja hukum dalam islam
3. Dapat mengetahui ruang lingkup hukum islam
4. Dapat membedakan hukum islam dengan yang lainnya

4
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1 Ruang Lingkup Hukum Islam

Pengertian ruang lingkup Hukum Islam, adalah: objek kajian hukum Islam atau bidang-
bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam disini meliputi syari’ah
dan fiqh. Hukum Islam sangat berbeda dengan Hukum Barat yang membagi hukum menjadi
hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan hukum adat di
Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dengan hukum publik. Bidang-
bidang hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan
hubungan. Bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu : hubungan manusia dengan
Tuhan (hablun minaallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun miannas).
Bentuk hubungan pertama disebut dengan ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut
dengan muamalah.
Hukum islam baik dalam pengertian syari’at atau fikih dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu :

1. Badah
Badah adalah aktifitas seorang mukmin yang bersifat vertikal (hablu min Allah) secara
ritual yang tata cara dan pelaksanaannya telah diatur dengan rinci oleh Allah dan Rasulnya
(dalam Hadits), yaitu shalat, zakat dan haji. Sifatnya tetap, tidak dapat dirubah atau
dirombak secara asasi mengenai hukum, susunan, cara, dan tata ibadah itu sendiri, yang
mungkin berubah hanyalah sarana penunjang dan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.

2. Mu’amalah
Mu’amalah adalah ketetapan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan lainnya
yang terbatas pada aturan-aturan pokok, dan tidak seluruhnya diatur secara rinci sebagai
ibadah. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia
yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu2

2
Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa Raya, cet.2, hlm.16-17, 1993.

5
2.1.1 Bagian-bagian Ruang Lingkup Hukum Islam

(1) Munakahat: hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian, dan akibat-akibatnya;
(2) Wirasah: hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli
waris, harta warisan dan cara pembagian warisan;
(3) Muamalat: hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata
hubungan manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
perserikatan, dan lain-lain;
(4) Jinayat: Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan
hukuman baik dalam jumlah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan
batas hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran
bagi pelakunya;
(5) Al-Ahkam as-sulthaniyah: Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan
kepala negara, pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya;
(6) Siyar: Hukum yang mengatur urusan perang dan tata hubungan dengan pemeluk agama
dan negara lain; dan
(7) Mukhassamat: Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Sistematika hukum islam dapat dikemukakan sebagai berikut: (a) Al-ahkam asy-
syakhsiyah (hukum perorangan); (b) Al-ahkam almaadaniyah (hukum kebendaan); (c)
Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha); (d) Al
ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara); (e) Al-ahkam ad-dauliyah (hukum
internasional), dan (f) AlAhkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan
Keluarga).3

3
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani
Press, 1994.

6
2.2 Tujuan Hukum Islam

Tujuan Hukum Islam secara umum, yaitu: Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi


(mencegah terjadinya kerusakkan dan mendatangkan kemashalahatan), mengarahkan
manusia pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

Menurut pendapat lain Abu Ishaq As-Sthibi, 4 tujuan hukum islam :


a) Memelihara agama Agama, adalah: sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap
manusia oleh martabak dapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain
serta memenuhi hajat jiwanya. Agama Islam memberi perlindungan agama
sesuai dengan keyakinannya.
b) Memelihara akal Islam mewajibkan seseorang untuk memelihara akalnya,
karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan
manusia. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik
dan benar tanpa mempergunakan akal sehat. (QS.5:90).
c) Memelihara Keturunan Dalam hukum Islam memelihara keturunan, yaitu: hal
yang sangat penting. Karena hal tersebut, dapat meneruskan keturunan harus
melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan yang ada dalam Al-Qur’am
dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinaan. (QS. 4: 23).
d) Memelihara harta Menurut ajaran Islam harta merupakan pemberian ALLAH
kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Manusia sebagai khalifah
di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang
halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral. Hukum Islam
ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri,
baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (haji).4

 Fungsi Hukum Islam

Hukum Islam sebagai bagian dari sistem hukum yang ada, mempunyai keunikan
tersendiri dari berbagai sistem hukum yang ada, hal ini dikarenakan sumber hukum Islam
dari al-Qur’an dan as-sunnah yang merupakan sumber hukum yang berasal dari Allah SWT

4
Universitas Esa Unggul http://esaunggul.ac.id

7
dan Rasul-Nya, sehingga sangat dimungkinkan tujuan-tujuan hukum akan sesuai dengan
tujuan penciptanya yang tergambar dari nilai-nilai hukum itu sendiri bagi masyarakat yang
diaturnya atau hukum Islam juga berfungsi sebagai kontrol sosial masyarakat.5
Setiap hukum akan membentuk fungsinya di dalam masyarakat termasuk hukum Islam,
dan menurut A.G. Peter paling sedikit ada 3 (tiga) perspektif fungsi hukum di dalam
masyarakat.
Pertama: perspektif kontrol sosial dari hukum yang merupakan salah satu dari konsep-
konsep yang paling banyak digunakan dalam studi-studi kemasyarakatan.
Dalam perspektif ini dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat yang mampu hidup
langgeng tanpa adanya kontrol sosial dari hukum sebagai sarananya.
Kedua: perspektif sosial engineering, yang merupakan tinjauan yang paling banyak
dipergunakan oleh para pejabat untuk menggali sumbersumber kekuasaan apa yang dapat
dimobilisasi dengan menggunakan hukum sebagai mekanismenya, dan untuk mewujudkan
mobilisasi dengan hukum sebagai alatnya, terdapat prasyarat utama yang harus dipenuhi agar
suatu aturan hukum tergolong engginaar, yaitu:
1) Penggambaran yang baik dari situasi yang dihadapi,
2) Analisa terhadap penilaian-penilaian dan menentukan nilai-nilai,
3) Verifikasi dari hipotesa-hipotesa,
4) Adanya pengukuran terhadap efek dari undang-undang yang berlaku. Pada kasus-kasus
tertentu, penilaian terhadap efektifitas hukum Islam menjadi sangat penting artinya dalam
rangka memberikan gambaran yang menyeluruh dari bekerjanya hukum di masyarakat
sehingga hukum akan mengalami perubahan jika memang dipandang perlu, dan pada
akhirnya dapat diukur dari kemampuan hukum untuk merubah dan mengatur masyarakatnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, meski hukum Islam itu dari dan bersumber dari Allah SWT.
Namun dalam pengimplementasiannya mempertimbangkan pula aspek-aspek penilaian efek
hukum bagi masyarakat yang diaturnya, jika masyarakat (manusia) sebagai objek hukum itu
belum atau tidak mampu melaksanakannya maka hukum akan bertindak sesuai dengan kadar
kemampuan manusianya tetapi tetap dengan tidak merubah tujuan adanya hukum.6

5
Parson dalam Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial (sketsa penilaian dan perrbandingan), Kanisius, Yogyakarta, 1994,
h. 220
6
Pandangan tentang hukum demikian dikemukakan oleh A.G. Peter lihat dalam Ronny Soemitro, Studi hukum dalam
masyarakat, Alumni, Bandung, 1985, h. 10.

8
Menurut tabiat (sifat) nya, hukum-hukum syariah bisa dikelompokkan dalam dua kategori :

a). Hukum-hukum terperinci :


Yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah, atau ibadah atau akhlaq atau
beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan hubungan antar individu. Aqidah hadir
secara terperinci menerangkan hakekat-hakekat yang bersifat pasti. Ibadah mengatur
hubungan antara hamba dengan Kholiq, sedangkan akhlaq berperan penting dalam
meluruskan perilaku masyarakat. Ketiga unsur yang diterangkan secara terperinci ini
berjalan seiring membentuk masyarakat yang bertauhid dan lurus serta sholeh. Hukum-
hukum yang berkaitan dengan hubungan antara individu juga bersifat tsabat (baku) dan
terperinci karena keberadaannya dan hajat manusia kepadanya akan tetap berlangsung
sepanjang masa dan di segala tempat, sementara aturan lain tidak ada yang bisa
menggantikan perannya dan merealisasika maslahat bagi umat manusia .
Yang termasuk dalam hukum ini adalah : hukum-hukum yang berkaitan dengan
kehidupan rumah tangga, pernikahan dan warisan, pengharaman riba dalam aspek
mu’amalah (interaksi ekonomi), hukuman atas berbagai tindak kriminal (qishosh, diyat,
rajam, potong tangan, hukuman atas orang murtad dll). Semuanya bersifat baku karena
hanya aturan inilah yang sesuai dengan segala tempat dan zaman serta merealisasikan
maslahat bagi umat manusia.

b) Hukum yang bersifat global :


Hanya menyebutkan kaedah-kaedah pokok dan prinsip-prinsip umum. Hukum- hukum
ini tidak menyebabkan kesempitan bagi umat manusia, sebagaimana juga tidak akan
pernah ketinggalan dengan perkembangan tekhnologi dan peradaban umat manusia.

Asy Syatibi mengatakan bahawa tujuan Syariat Islam adalah mencapai kemaslahatan
hamba baik di dunia maupon di akhirat.Antara kemaslahatan tersebut adalah seperti berikut:
1.) Memelihara Agama
2.) Memelihara Jiwa
3.) Memelihara Akal
4.) Memelihara Keturunan

9
5.) Memelihara Kekeyaan

Lima unsur di atas dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu:


1) Dharuriyyat
2) Hijiyyat
3) Tahsiniyyat
Peringkat Dharuriyyat menepati urutan yang pertama,disusuli dengan peringkat
yang ke dua yaitu Hijiyyat dan dilengkapi dengan yang terakhir sekali ialah Tahsiniyyat.
Yang dimaksudkan dengan Dharuriyyat adalah memelihara segala kebutuhan- kebutuhan yang
bersifat esensial bagi kehidupan manusia.7

2.4 Hukum Islam sebagai tatanan dalam hukum modern

Hukum Islam sebagai tatanan dalam hukum modern dan salah satu sistem hukum yang
berlaku di dunia ini, substansinya mencangkup seluruh aspek kehidupan manusia, yakni:
1.) mencangkup aspek ibadah, yaitu hukum-hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan al-Khaliq;
2.) mencangkup hukum-hukum yang berhubungan dengan keluarga (al
ahwal asy syakhsiyah) seperti nikah, talak, rujuk, wasiat, waris dan
hadhanah (menyusui);
3.) aspek muamalah (hukum sipil), yaitu hukum yang berhubungan dengan
antarmanusia, seperti transaksi jual beli, gadai, hibah, utang piutang,
pinjang meminjam, mudharabah (bagi hasil), join usaha, luqathah
(barang temuan) dan sebagainya yang bertujuan mengatur agar terjadi
keserasian dan ketertiban;
4.) mencangkup aspek ekonomi, seperti hal-hal yang berkaitan dengan
perkembangan kekayaan dan pemakaiannya, termasuk hukum zakat,
baitul maal, harta ghanimah, fa'i, pajak dan hal-hal yang diharamkan
seperti riba, menimbun harta, dan memakan harta anak yatim.8

7
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani
Press, 1994
8
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford: Clarendon Press, 1993, h. 1.

10
Di samping hal-hal tersebut di atas, hukum Islam juga mengatur halhal yang
berhubungan dengan;
1.) jinayah (hukum pidana) yang balasannya telah ditentukan dalam al-
Qur'an dan Sunnah;
2.) mencangkup hal-hal yang berkaitan dengan hukum peradilan dan
hukum acara peradilan, seperti tentang dakwaan, persaksian, sumpah
dan pengakuan dan sebagainya yang bertujuan untuk menegakkan
keadilan antara umat manusia dan menyelesaikan suatu sengketa di
pengadilan;
3.) mencangkup hal-hal yang berhubungan dengan aspek kenegaraan
(siyasah syar'iyah), seperti hukum-hukum yang menyangkut
pengangkatan kepala negara dan pejabat eksekutif lainnya, hukum-
hukum yang berhubungan dengan para oposisi dan juga hukum-hukum
yang mengatur hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin
termasuk di dalamnya adalah substansi dari undang-undang dasar negara;
4.) aspek-aspek hukum internasional, yakni hubungan antara negara yang
satu dengan negara yang lain, perjanjian-perjanjian internasional,
masalah yang berkaitan dengan penduduk bukan muslim dengan
penduduk muslim di negara Islam, masalah jihad dan batas-batasnya
yang ditentukan oleh syariat Islam9

2.5 Sumber Sumber Hukum Islam


1. Al Qur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan
yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara
terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan
penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-

9
Islamic Law is Divirely Ordered System, The Will of God to be established on earth. It is called Shari'ah or the
(right) path. Qur'an and Sunnah (traditions of the Prophet) are its two primary and original sources. Lihat:
Muhammad Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and Orientalist; A Comparative Study of Islamic Legal,
Lahore, Pakistan: Islamic Publication Ltd, tt., h. xii.

11
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah
Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan
diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan
dengan-Nya.
Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi
Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.10
Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT
maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran
agar dapat dijadikan pembelajaran.

Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:


1.) Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan
Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin,
atau Ilmu Kalam.
2.) Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan
Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan
sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum
syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.) Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam
kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin
dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau
Tasawuf.11

Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:

10
Ali, Mohammad Daud.Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press.1998
11
T.M Hasbi Ash shieddieqy. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Tintamas.1975

12
1.) Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
SWT,misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
2.) Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan
alam sekitarnya.
Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
 Hukum munakahat (pernikahan).
 Hukum faraid (waris).
 Hukum jinayat (pidana).
 Hukum hudud (hukuman).
 Hukum jual-beli dan perjanjian.
 Hukum tata Negara/kepemerintahan
 Hukum makanan dan penyembelihan.
 Hukum aqdiyah (pengadilan).
 Hukum jihad (peperangan).
 Hukum dauliyah (antarbangsa).

2. Hadist
Kedudukan Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-
ayat Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni
seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa
Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang
baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi
yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi
yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang
membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa
bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-
Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan.
Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi

13
Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan
hukum.12
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi yang pada intinya
sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat
Alquran :

1.) Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;


2.) Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3.) Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4.) Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
5.) Menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan
terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.

3. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan
berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil
dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan
apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka
dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran
dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu :
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah
adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada
suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah
fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh
umat.

12
Nourzzaman Shiddiqi. Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Jaya. 1993

14
1.) Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan
kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’,
atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau
menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
2.) stihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih
kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah
kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut
logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan
jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan,
syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan
dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
3.) Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut
istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.
4.) Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah
adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat.Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini
untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan
menjadi kebiasaan.
5.) Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya,
seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia
harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
6.) Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang

15
sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul
karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

2.6 Keberadaan Hukum Islam di Indonesia


Walaupun tudak sepenuhnya berlaku, Hukum Islam di Indonesia sudah ada beberapa yang
diundangkan, hal ini menjadi satu langkah yang berharga karena menciptakan kemungkinan
hukum islam bisa diterapkan seutuhnya, perkembangan dari penerapannya pun memakan
waktu yang lumayan panjang, setidaknya ada dua jenis perkembangan dalam keberadaan
hukum islam.
1.) Internalisasi
merupakan penerapan hukum islam yang bersifat individual tanpa dikaitkan
dengan kepentingan politik, hal ini bisa kita lakukan sendiri dirumah, masjid, madrasah
dan bahkan universitas, yang menjadi madzhab acuan untuk perkembangan ini rata-rata
mengambil ajaran dari madzhab syafi’i, adapun madzhab yang lain hanya sebatas
pengenalan sahaja. Hal ini bukan karena disengaja melainkan efek dari penyebaran islam
kala itu yang berasal dari arab yaman yang pernah menguasai nusantara pada saat itu saat
militer turki melakukan ekspedisi ke wilayah nusantara (Suntana), internalisasi ini
diajarkan dengan kitab pegangan Turath Islamiyah atau biasa kita sebut dengan kitab
kuning . Internalisasi yang bisa dikatakan berhasil ada di bidang hukum keluarga, seperti
hukum perkawinan yang pemberlakuan akadnya berdasarkan kepada madzhab syafi’i,
dan hukum kewarisan yang mana seluruh aspek yang berkaitan dengan kewarisan
menggunakan hukum waris islam, akan tetapi ada satu bentuk penyimpangan yang terjadi
yakni terkait dengan bagian waris antara laki-laki dan perempuan, dan karena
permasalahan ini banyak komunitas islam yang ingin pendapatan antara laki-laki dan
peempuan disetarakan.

2.) Formalisasi
merupakan bentuk perkembangan yang menjadikan keberadaan hukum islam
bukan hanya di ruang lingkup masyarakat saja akan tetapi hukum islam dijadikan sebagai
salah satu bagian dari hukum positif, hal inilah yang menjadi jawaban kebutuhan
masyarakat dengan bentuk konstitusi mengenai keberadaan hukum islam di Indonesia

16
Berkat Formalisasi hukum ini ada beberapa hukum yang mengambil dasarnya dari
hukum islam dan melahirkan UU yang berdasarkan pada hukum islam seperti, UU
Perkawinan, UU perbankan syariah, UU pengeloalaan zakat dan wakaf, UU haji dan
umroh, serta jaminan kehalalan produk. hal ini berpekuang mengeluarkan hukum baru
yang berdasarkan kepada hukum islam. Dalam sudut pandang politik Terkadang
formalisasi hukum ini bukan disebabkan karena kebutuhan syariat islam, akan tetapi
formalisasi hukum kebanyakan digunakan sebagai kepentingan politisi itu sendiri bahkan
ada seorang politisi yang memakai syariat islam sebagai bahan kampanye guna menarik
perhatian masyarakat muslim agar memilihnya.

3.) Eklektisisme
merupaka sebuah keadaan diamana kita dihadapkan pada dua aturan dan harus
memilih satu diantaranya, dalam kasus ini masyarakat Indonesia dihadapkan dengan dua
sistem hukum yang berbeda yakni fiqih dan hukum, masyarakat Indonesia cenderung
memilih fiqih daripada hukum, contoh kasus dibidang perkawinan, dalam hukum setiap
pasangan yang ingin menikah harus ada seorang pencatat dari pengadilan untuk
mencatatkan pernikahan mereka agar tercatat di negara akan tetapi dalam fiqih hal itu
tida diperluakan. selanjutnya batasan umur pasangan yang akan menikah dalam hukum
dibatasis minimal 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan hal ini didasarkan kepada
UU No. 16 tahun 2019, sedangkan dalam fiqih tidak dibatasi usia dalam pernikhan hal ini
bisa dilihat dari rasulullah SAW yang menikahi Siti Aisyah dengan selisih usia yang jauh.
Mengapa Eklektisisme bisa terjadi ? hal ini disebabkan karena Indonesia sebagai bekas
negara jajahan tidak bisa memegang salah satu sistem hukum yang ada tidak seperti
malaysia dan brunei yang langsung memegang sistem hukum islam di negara mereka,
sedangkan Indonesia malah memakai tiga sistem hukum yakni hukum adat, hukum islam
dan hukum barat.13

Keberadaan Hukum islam di Indonesia bukannya tidak ada hanya saja tidak diterapkan
secara utuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti sistem hukum yang dianut Indoneisa
merupakan sistem hukum campuran, efek dari penjajahan, dan pluralisme agama yang terjadi di

13
ija suntana, dari internalisasi ke formalisasi perkembangan hukum islam di Indonesia, hlm 116

17
negara kita, oleh karena itu pemerintah memutuskan untuk kembali kepada UUD 1945 dan
pancasila sebagai payung hukum negara ini. Seperti yang dituliskan pada penjelasan diatas
penerapan hukum islam di Indonesia tidaklah utuh akan tetapi ketidak utuhan ini berpeluang
untuk menetapkannya secara utuh sebagaimana fenomena eklektisisme yang sudah dijelaskan
diatas, kebanyakan masyarakat muslim indonesia lebih memilih fiqih ketimbang hukum, selain
itu hal-hal yang sudah memakai dasar hukum islam ini ialah, perkawinan, perwakafan,
perzakatan, perbankan syariah, kewarisan, dan lain-lain.14

2.7 Pengaturan Hukum Islam di Indonesia


Lahirnya peraturan perundang-undangan tentang perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974),
izin perkawinan dan perceraian bagi PNS (PP No. 10 Tahun 1983), peraturan tentang
perwakafan tanah milik (PP No. 28 Tahun 1977), dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di
Indonesia merupakan dinamika pembaruan pemikiran hukum Islam yang patut diapresiasi
dan disyukuri. Pada akhir 1989, juga disusul dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama. Pada akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, pada 10 Juni 1991
Presiden RI sebuah intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang KHI.15
Penyebarluasan KHI ke seluruh ketua Pengadilan Agama dan Ketua Pengadilan Tinggi
Agama didasarkan kepada Inpres No. 1 Tahun 1991. Pada saat itulah, secara formal dan
secara de jure KHI diberlakukan sebagai hukum materiil bagi lingkungan Pengadilan Agama
di seluruh Indonesia. Penyebarluasann KHI dilakukan menggunakan Surat Edaran Direktur
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam No. 3694/EV/ HK.033/AZ/91 tanggal 25 Juli 1991
yang dikirim kepada semua Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama
di seluruh Indonesia. Demikianlah, ketentuan di dalam UndangUndang di atas berlaku secara
keseluruhan dalam pengaturan masalah-masalah perkawinan, perwakafan, dan kewarisan
bagi umat Islam di Indonesia khususnya dan warga negara Indonesia pada umumnya.
Penyebarluasann KHI dilakukan menggunakan Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam No. 3694/EV/ HK.033/AZ/91 tanggal 25 Juli 1991 yang dikirim
kepada semua Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh
Indonesia. Demikianlah, ketentuan di dalam UndangUndang di atas berlaku secara

14
Suntana, I. (t.thn.). Dari Internalisasi ke Formalisasi Perkembangan Hukum Islam di indonesia. The Islamic
Quarterly, 115-126.
15
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 2001), hlm. 95.

18
keseluruhan dalam pengaturan masalah-masalah perkawinan, perwakafan, dan kewarisan
bagi umat Islam di Indonesia khususnya dan warga negara Indonesia pada umumnya. Pokok-
pokok pengaturan dalam peraturan perundang-undangan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Hukum Perkawinan
Terdapat enam prinsip dalam UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang kemudian
diperjelas dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI), di antaranya ialah:
1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal,
2) Ukuran sah-tidaknya perkawinan adalah hukum agama, dan harus dicatat oleh
Pegawai Pencatat Nikah,
3) Asas perkawinan adalah monogami. Poligami hanya dibenarkan jika dilakukan
atas izin istri dan pengadilan,
4) Usia calon mempelai telah dewasa masak jiwa dan raganya,
5) Perceraian dapat dilakukan apabila memenuhi ketentuan Undang-Undang,
6) Dikembangkan prinsip musyawarah suami-istri.

Terdapat enam syarat lainnya yang juga harus dipenuhi selain prinsip-prinsip di atas,
yakni:
1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai,
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat izin kedua orangtua dan dispensasi dari Pengadilan
Agama,
3) Jika salah satu orangtua sudah meninggal atau tidak mampu, dapat
diberikan kepada yang mampu,
4) Perbedaan pendapat dari wali atau yang memelihara, izin dapat diberikan
pengadilan di wilayahnya,
5) Ketentuan persyaratan tersebut berlaku sepanjang sejalan dengan hukum
agamanya16.

16
Mukhammad Najih, Pengantar Hukum Indonesia..., hlm. 294-297

19
b. Hukum Kewarisan
Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa hukum
waris yang dipraktekkan di pengadilan agama adalah hukum waris Islam.

c. Hukum Perwakafan
Wakaf adalah tindakan jâriyyah. Artinya, meskipun orang yang mewakafkan telah
meninggal dunia, pahalanya akan terus mengalir selama benda wakaf tersebut dimanfaatkan
untuk kepentingan kebaikan. Selanjutnya, pasal 1 PP No 28 Tahun 1977 dan pasal 215 KHI
mendefinisikan wakaf sebagai perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum dengan cara memisahkan sebagian harta bendanya dan melembagakannya untuk selama-
lamanya guna kepentingan ibadat dan keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.17

2.8 Tantangan dan Peluang


Harapan untuk menjadikan hukum Islam sebagai hukum nasional (dipositifkan),
tergantung dari konfigurasi sistem pemerintahan. Selama pemerintahan Orde Baru
konfigurasi politik hukum tidak domokratis. Di mana susunan sistem politik yang lebih
memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam
pembuatan kebijaksanan negara. Konfigurasi ini ditandai oleh dorongan elit kekuasaan untuk
memaksakan persatuan, penghapusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan negara untuk
menentukan kebijaksanaan negara dan dominasi kekuasaan politik oleh elit politik yang
kekal, serta dibalik semua itu ada satu doktrin yang membenarkan konsentrasi kekuasaan.
Konfigurasi politik seperti itu, dimungkinkan akan berlaku pada masa pemerintahan 2005-
2009 apabila kemenangan presiden berada pada kelompok Koalisi Kebangsaan.
Dalam suatu sistem pemerintahan yang menganut oposisi terbuka, apabila eksekutif
menguasai juga legislatif, tentunya setiap kebijaksanaan akan diamankan oleh legislatif,
padahal untuk menjaga keseimbangan perlu pengawasan dari legislatif terhadap eksekutif,
berarti membutuhkan di legislatif keseimbangan antara partai pemerintah dengan partai yang
oposisi. Keadaan ini dikuartirkan akan terjadi tarik menarik antara kepentingan politik
penguasa dan kepentingan umat Islam. Seperti pada masa sebelumnya, ada dua hal yang

17
al-Haddad, Sayed Alwi b Tahir, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terj. Dziya Shahab, (Jakarta: Al-
Maktabah ad-Daimi, 1957).

20
menciptakan perbedaan kepentingan tersebut. Pertama, motivasi pilitik pemerintah legal
policy yang mengedepankan nilai-nilai sekuler, dengan dalih hukum Islam tidak revelan
dengan kondisi sosial serta pertimbangan pluralisme yang terdapat di tengah-tengah
masyarakat. Sehingga segala kebijakan politik hukum dibentuk dan diarahkan kepada
pengurangan peran hukum agama. Kedua, umat Islam mempersepsikan bahwa hukum Islam
dan lembaga pendidikan adalah bagian dari kewajiban agama (panggilan syar’i) yang mesti
dan wajib kifayah untuk dilaksanakan dan dipertahankan. Pengabaian terhadap hukum Islam
dan lembaganya, sama saja halnya pengabaian dan durhaka pada hukum-hukum Allah.
Oleh sebab itu, dengan sagala daya dan upaya wajib dijalankan dan dipertahankan.
Namun, yang sering menjadi pemenang dalam konteks pergumulan tersebut adalah pihak
penguasa karena didukung oleh kekuatankekuatan pemaksa. Hal ini dapat dibuktikan dengan
setiap produk hukum yang dalamnya mengandung nilai-nilai hukum Islam, selamanya
mendapat tantangan dikalangan yang kelompok tidak menginkan hukum Islam diberlakukan.
Bahkan terlibat polemik baik secara nasional maupun internasional. Seperti UU Perkawinan,
UU Peradilan Agama dan terakhir UU Pendidikan Nasional. Jika hal itu akan terjadi
bagaimana dengan posisi hukum Islam. Lembaga Peradilan selain Peradilan Militer telah
menjadi satu atap dalam lingkungan Mahakamah Agung. Tentunya posisi Peradilan Agama
mempunyai peran dan tugas yang sama dengan peradilan lainnya18
Untuk diberlakukan suatu nilai hukum yang hidup alam masyarakat menjadi hukum
positif melalui legislatif dan yurisprudensi. Hukum Islam dapat diberlakukan melalui jalur
putusanputusan hakim (yurisprudensi) sangat mempunyai harapan.

Ada empat peluang untuk diberlakukan hukum Islam sebagai hukum nasional, yaitu :
1.) hukum Islam yang disebutkan dan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dapat
berlaku langsung tanpa harus melalui hukum adat.
2.) Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai dengan hukum Islam, sepanjang
pengaturan itu hanya berlaku bagi umat Islam,
3.) Kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat
dengan hukum adat dan hukum Barat, karena itu

18
Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 2, Juli 2012, hlm 166-172

21
4.) hukum Islam juga menjadi sumber hukum pembentukan hukum nasional akan datang di
samping hukum adat, hukum Barat dan hukum lainnya yang tumbuh dan berkembang
dalam negara Indonesia. 19
Di samping empat peluang tersebut, peluang yang sangat menentukan
keberlakuhan hukum Islam secara nasional adalah keputusan-keputusan hakim peradilan
agama atau keputusan hakim selain peradilan agama yang menjadikan hukum Islam
sebagai dasar putusannya. Penyatuan peradilan agama dengan Mahakamah Agung,
menunjukkan bahwa nilai-nilai hukum Islam dapat diterima dalam pelaksanaan hukum di
Indonesia. Terbentuknya advokasi Syari’ah yang memberikan bantuan hukum kepada
umat Islam pencari keadilan, walaupun hanya pada lingkungan Peradilan Agama.
Demikian pula pemberian otonomi khusus bagi Daerah Nangro Aceh Darussalam (NAD),
syari’at Islam telah diberlakukan dan dijadikan sebagai hukum nasional yang berlaku
khusus untuk NAD. Permintaan pemberlakuan hukum Islam juga di daerah Sulawesi
Selatan, di Baten bahkan organisasi massa seperti forum pembela Islam, dan lainlain.
Makmurnya umat Islam mengamalkan ajaran Islam, pemakaian jilbab, orientasi
pemerintah terhadap pendidikan pesantren, Rumah Sakit Islam, lembagalembaga
keuangan, Bank Syari’ah, Asuransi Syari’ah dan badan ekonomi syari’ah lainnya. Nilai-
nilai etika dan hukum Islam yang diterapkan itu akan pada akhirnya dapat dijadikan
sebagai hukum Nasional dan berlaku untuk semua rakyat Indonesia.20

19
Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan
dan Pembentukan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991
20
Khallaf, Abdul Wahab, Ushul Fiqh, Diterjemahkan oleh KH. Noer Iskandar dengan Judul Kaidahkaidah Hukum
Islam, cet. VII Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

22
BAB 3
KESIMPULAN

Bahwa hukum Islam secara etimologis adalah segala macam ketentuan atau
ketetapanmengenai sesuatu hal di mana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh
Agama Islam.Ruang lingkup hukum Islam dibagi menjadi dua antara lain 1) hukum yang
berkaitan denganpersoalan ibadah, dan 2) hukum yang berkaitan dengan persoalan
kemasyarakatan.
Selain itu ada kajian tentang prinsip prinsip hukum islam Bersumber dari nilai ilahiyah di
implementasikan ke dalam sejumlah prinsip dasar atau asas yang lebih konkret dalam
sejumlah bidang-bidang hukum Islam. Serta Tujuan dari hukum Islam tidak terbatas dari segi
material semata, tetapi jauh kedepan memperhatikan segalasegi, material, immaterial, individu,
masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya. Yang terakhir tentang sumber- sumber hukum
Islam Adapun sumber hukum Islam adalah Al-Qur‟an, Al-hadistt, dan Ar-ra’yu (penalaran).
Kedudukan Hukum Islam di Indonesia setera dengan hukum peninggalan Hindia Belanda
dan Hukum adat. Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum Islam merupakan
sumber dalam pembinaan hukum nasional. Hukum Islam akan menjadi hukum nasional
ditentukan pada kebijaksanaan pemerintah sebagai legal policy. Politikus, intelek Muslim dan
praktisi hukum Islam sangat mempunyai peranan dalam pemberlakuan hukum Islam menjadi
hukum Nasional

23
Daftar Pustaka

Zainuddin Ali, 2008. Hukum Islam : Pengantar Hukum Islam di Indonesia. Penerbit Sinar
Grafika : Jakarta.
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Abudin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta: Prenada Media Grup, 2011), h.26-27.
Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang: Angkasa Raya,
cet.2, hlm.16-17, 1993.
Ash Shiddieqy, Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2001.
Syarifuddin, Amir, Pembaruan Pemikiran dalam Hukum Islam, Padang, Angkasa Raya,
1993. Usman, Suparman, Hukum Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, Oxford: Clarendon Press, 1993, h. 1.
Q. Shaaleh dkk, Asbabun Nuzul, Dipenogoro, Bandung, 1995. Rahardjo, Satjipto, Ilmu
Hukum.Citra Aditya Bakti. Bandung. Rohman, Ibnu, Hukum Islam dalam Perspektif Filsafat,
Yogyakarta: Philosophy Press, 2001.
Nourzzaman Shiddiqi. Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Jaya. 1993
Ali, Mohammad Daud.Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press.1998
Rasjidi, H.M. Hukum Islam dan Pelaksanaanya dalamSejarah. Jakarta: Bulan Bintang.
1976.
A. Djazuli, Ilmu Fiqih; Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta: Prenada Media, 2005).
al-Haddad, Sayed Alwi b Tahir, Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terj. Dziya
Shahab, (Jakarta: Al-Maktabah ad-Daimi, 1957).
Daud Ali, Mohammad, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, cet. IV Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
M. Arfin Hamid.2008.Hukum Islam Prespektif Keindonesiaan: Sebuah Pengantar
dalamMemahamiRealitasHukumIslamdiIndonesia,FakultasHukumUniversitasHasanuddin.

24

Anda mungkin juga menyukai