Anda di halaman 1dari 15

HUKUM DAN ISLAM

Disusun oleh : Kelompok 3

NAMA MAHASISWA : 1. Alfi Syahrin (5191131008)

2. Egia Prananta Pinem (5193331003)

3. Lela Monika Siregar (5192131003)

DOSEN PENGAMPU : Drs. Ramli., M.A.

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahi robbil’alamin wassholatu wassalamu’ala ashrofil ambiyai wal mursalin


wa’ala ummuridduniya waddin wa’ala alihi wa’ashabihi ajma’in.

Segala puji dan syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat menyalesaikan tugas makalah
kami yang berjudul “Hukum dan Islam” dengan tepat waktu guna memenuhi tugas dari mata
kuliah “Pendidikan Agama Islam”.

Shalawat serta salam marilah kita haturkan kepada baginda alam, junjungan serta tauladan
seluruh umat, yaitu Rasulullah SAW Rahmatallil’alamiin. Yang telah membawa masyarakat
dari zaman jahilliyah menuju zaman islamiyah yang sangat maju seperti saat sekarang ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis meminta maaf dan berharap kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun demi penyempurnaan tugas ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

A. MENUMBUHKAN KESADARAN HUKUM UNTUK MENTAATI HUKUM


ALLAH...................................................................................................................................3

2.1. Konsep Hukum Islam..................................................................................................3

2.1.1. Kedududukan Hukum Islam................................................................................3

2.1.2. Ciri Khas Syari’at Islam.......................................................................................4

2.1.3. Tujuan Hukum Islam............................................................................................5

2.2. Sumber-sumber dan Dalil-dalil Hukum Islam............................................................6

2.2.1. Al-quran...............................................................................................................6

2.2.2. Sunnah Rasul SAW..............................................................................................6

2.2.3. Ijma’.....................................................................................................................7

2.2.4. Qiyas....................................................................................................................7

B. PEMBAGIAN HUKUM ISLAM...................................................................................8

2.3. Pembagian Hukum dari Perspektif Usul.....................................................................8

2.3.1. Hukum Taklifi......................................................................................................8

2.3.2. Hukum Takhyiri...................................................................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

3.1. Kesimpulan................................................................................................................11

3.2. Saran..........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hukum adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan
pada dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku masyarakat
selalu di monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki penduduk mayoritas
beragama islam, secara sengaja maupun tidak sengaja hal tersebut mempengaruhi
terbentuknya suatu aturan hukum yang berlandaskan atas agama Islam.

Walaupun merupakan bagian integral syari’ah Islam dan memiliki peran
signifikan, kompetensi dasar yang dimiliki hukum Islam. Tidak banyak dipahami
secara benar dan mendalam oleh masyarakat, bahkan oleh kalangan ahli hukum itu
sendiri. Sebagian besar kalangan beranggapan, tidak kurang diantaranya kalangan
muslim,  menancapkan  kesan  kejam, incompatible dan off to date dalam konsep hukum
Islam.Ketakutan  ini  akan  semakin  jelas  adanya  apabila  mereka  membincangkan
hukum pidana Islam, ketentuan pidana potong tangan, rajam, salab dan qisas telah off to
date dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian.

Sedikit kita tilik, pada hakikatnya hukum islam sangat adil (terutama hukum
pidana) dan hukumannya pun dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan dapat
menjadi pelajaran  bagi yang lain. Tetapi untuk pelaksanaan hukuman untuk si pelaku
cukup sulit, semisal pidana potong tangan bagi yang mencuri, eksekusi tidak bisa
dilaksanakan sebelum mendatangkan 4 saksi, 4 saksi harus disumpah untuk membuktikan
kebenarannya. Jadi salah apabila ada orang yang mengatakan bahwasanya hukum islam
itu sangat kejam dan tidak pantas diterapkan karena tidak manusiawi. Hal ini
disebabkan  ia belum memahami benar hukum islam secara menyeluruh. Bila kita
memahami benar prinsip hukum islam, kita akan mengetahui betapa adil dan membawa
kemaslahatan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena tidak memandang jabatan atau
pangkat sekalipun itu raja apabila bersalah wajib menerima hukuman sesuai ketentuan
yang berlaku

12
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Konsep Hukum Islam ?


2. Apa saja Kedudukan Hukup Islam ?
3. Apa tujuan Hukum Islam ?
4. Apa saja sumber-sumber Hukum Islam?

12
BAB II

PEMBAHASAN

A. MENUMBUHKAN KESADARAN HUKUM UNTUK MENTAATI HUKUM


ALLAH

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
islam. Dalam konsepsi hukum Islam , dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah SWT. yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta,tetapi juga hubungan
manusia dengan Tuhan. Dalam sistem hukum Islam terdapat lima kaidah yang
dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di
bidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah tersebut dinamakan al-ahkam al-khamsah atau
penggolongan hukum yang lima yakni jaiz atau mubah atau ibahah, sunnah, makruh,
wajib, dan haram. Dalam pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa
komponen kedua agama Islam adalah syari’at yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah
dan mu’amalah. Adapun ilmu yang membahas tentang syari’at disebut dengan ilmu fikih.

2.1. Konsep Hukum Islam

2.1.1. Kedududukan Hukum Islam

Sesungguhnya, ketentuan dan hukum bagi manusia, disyari’atkan Allah untuk


mengatur tata kehidupan mereka, baik dalam masalah duniawi maupun ukhriawi. Dengan
mengikuti hokum tersebut, manusia akan memperoleh ketentraman dan kebahagiaan
dalam hidup sejati.Fungsi hukum islam dinyatakan secara tegas oleh Allah SWT, dalam
surah an-Nisa’ ayat 105 :

‫خَصي ًما‬
ِ َ‫ك ٱهَّلل ُ ۚ َواَل تَ ُكن لِّ ْلخَٓائِنِين‬
َ ‫اس بِ َمٓا أَ َر ٰى‬ َ َ‫إِنَّٓا أَن َز ْلنَٓا إِلَ ْيكَ ْٱل ِك ٰت‬
ِّ ‫ب بِ ْٱل َح‬
ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَ ْينَ ٱلن‬
Innā anzalnā ilaikal-kitāba bil-ḥaqqi litaḥkuma bainan-nāsi bimā arākallāh, wa lā
takul lil-khā`inīna khaṣīmā

Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,

12
Setiap apapun yang diisyaratkan oleh Allah bagi manusia, makahal itu akan
menuntun kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian, menaati ketentuan-
ketentuan hukum syariat itu, tidak lain adalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri
dimanapun ia berada. Semakin banyak manusia menjalankan syariat maka semakin
banyak pula kemaslahatan dan kebaikan hidup yang akan diperolehnya.

2.1.2. Ciri Khas Syari’at Islam

1. Bersifat Menyeluruh.

Di antara karakter Hukum Islam yang terpenting adalah bersifat menyeluruh dan
tidak bisa dipisah-pisahkan. Selain karena pemisahan itu berlawanan dengan tujuan
Syari’at, juga nash sendiri melarang pengambilan sebagian hukum-hukum syari’at dengan
meninggalkan bagian yang lain. Dalam hal ini lihatlah firman Allah pada surah al-
Baqarah 85, dan an-Nisa’ 150 :

‫ض‬ ٍ ْ‫ض َو َن ْكفُ ُر ِب َبع‬ ٍ ْ‫ون ُن ْؤمِنُ ِب َبع‬ ۟ ُ‫ون أَن ُي َفرِّ ق‬
َ ُ‫وا َبي َْن ٱهَّلل ِ َو ُر ُسلِهِۦ َو َي ُقول‬ َ ‫ُون ِبٱهَّلل ِ َو ُر ُسلِهِۦ َوي ُِري ُد‬ َ ‫إِنَّ ٱلَّذ‬
َ ‫ِين َي ْكفُر‬
‫وا َبي َْن ٰ َذل َِك َس ِبياًل‬
۟ ‫ون أَن َي َّتخ ُِذ‬
َ ‫َوي ُِري ُد‬

Innallażīna yakfurụna billāhi wa rusulihī wa yurīdụna ay yufarriqụ bainallāhi wa


rusulihī wa yaqụlụna nu`minu biba'ḍiw wa nakfuru biba'ḍiw wa yurīdụna ay
yattakhiżụ baina żālika sabīlā

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul Nya, dan
bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir).

2. Membentuk Adab dan akhlak yang baik

Cara lain dari hubungan umat islam dengan hukum islam adalah bahwa syari’at
Islam mewajibkan kepada pemeluknya mempunyai akhlak yang utama. Orang yang
menegakkan syariat, orang yang membentuk kepribadian dan akhlaknya kepada pencipta-
Nya, makhluk, dan alam sekitarnya. Orang yang berakhlak demikian akan mengurangi
hawa nafsu melakukan tindakan criminal.

12
3. Merasa di dalam Pengawasan Allah

Adanya kesadaran bahwa meskipun pengawasan manusia terhadap dirinya


dianggap enteng namun tidak demikian sikapnya terhadap pengawasan Tuhan. Ia merasa
tetap berada di bawah pengawasan Allah di manapun ia berada. Keadaan yang demikian
akan dapat memproteksi diri dari tindakan jarimah bagi orang yang benar-benar beriman
kepada Allah dan Rasulullah.

4. Sesuai setiap waktu dan tempat

Islam adalah agama yang diisyaratkan Allah untuk umat akhir zaman. Karena itu,
Allah memberikan suatu kelebihan kepada syariat ini untuk mampu berdaptasi dalam
mewujudkan kemashlahatan bagi umat manusia di akhir zaman tersebut. Ajaran-ajaran
Islam selalu bersifat fleksibel dalam merespons segala sesuatu yang muncul. Dasar-dasar
hukum untuk merespons segala keadaan dan tempat telah dijelaskan oleh Allah di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Karena itulah syariat Islam akan mampu menjadi pedoman hidup
manusia hingga akhir zaman.

2.1.3. Tujuan Hukum Islam

Pada dasarnya, Tujuan Syari’ dalam mensyariatkan ketentuan-ketentuan hukum


kepada mukallaf (orang yang dibebani hukum) adalah untuk mewujudkan kebaikan bagi
kehidupan mereka, baik melalui ketentuan-ketentuan yang dharuri, hajiy, ataupun tahsini.

Ketentuan-ketentuan dharuri adalah ketentuan hukum untuk memelihara


kepentingan hidup dan kemashlahatannya. Ketentuan-ketentuan dharuri itu secara umum
bermuara pada upaya memelihara 5 hal, yaitu agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.

Ketentuan-ketentuan hajiy adalah tatanan hukum yang memberi peluang bagi


mukallaf untuk memperoleh kemudahan dalam kondisi kesukaran guna mewujudkan
ketentuan-ketentuan dharuri.

Tahsini adalah berbagai ketentuan untuk menjalankan ketentuan dharuri dengan


cara yang paling baik. Ketentuan tahsini berkaitan erat dengan pembinaan akhlak yang
baik, kebisaan terpuji, dan menjalankan berbagai ketentuan dharuri dengan cara yang
paling sempurna.

12
2.2. Sumber-sumber dan Dalil-dalil Hukum Islam

Sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ahli fikih ada dua, yaitu Al-
Quran dan Sunnah (Hadis). Sementara itu, dalil hukum yang tidak diperselisihkan ada
empat, yaitu Al-quran, Sunnah, Ijma’, dan qiyas. Hukum-hukum yang diambil dari
sumber-sumber hukum tersebut mesti diikuti sesuai dengan tunjukkannya. Sebagian
penulis buku usul fikih memasukkan ijma’ dan qiyas ke dalam pembagian sumber hukum
Islam, sehingga sumber hukum Islam itu adalah Al-Quran, Sunnah, Ijma’, dan qiyas.

Masing-masing dari keempat dalil atau sumber hukum Islam tersebut akan
dijelaskan berikut ini :

2.2.1. Al-quran

Alquran ialah kitab suci dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Dengan perantaraan malaikat Jibril a.s dan dituliskan di dalam mushaf, dimulai
dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas serta berpahala membacanya.

Alquran diterima dengan riwayat mutawir (diriwayatkan orang banyak), baik


melalui lisan atau tulisan. Riwayat yang demikian keadaannya menimbulkan keyakinan
atas kebenaran periwayatan Alquran. Oleh karena itu, nas-nya (redaksinya) disebut
“qath’i al-wurud”, artinya secara pasti dan meyakinkan bahwa ia benar-benar diterima
dari Rasul saw, persis seperti yang di terimanya dari Allah.

2.2.2. Sunnah Rasul SAW

Sunnah ialah setiap yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. Berupa kata-kata,
perbuatan, atau pengakuan. Dari pengertian ini kita dapat mengetahui bahwa Sunnah
Rasul dibagi menjadi tiga, yaitu Sunnah qauliyah, Sunnah fi’liyah dan Sunnah taqririyah.

Sunnah merupakan sumber kedua bagi hukum-hukum Islam. Hukum-hukum yang


dibawa oleh Sunnah dapat berbentuk : 1) Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam
Alquran. 2) Sebagai penjelas (keterangan terhadap hukum-hukum) yang di bawa Alquran,
dengan macam-macam penjelasannya, seperti pembatasan arti yang umum, merincikan
persoalan-persoalan pokok dan sebagainya. 3) Sebagai pembawa hukum baru yang tidak
disinggung oleh Alquran secara tersendiri.

Dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan, Hadis (Sunnah) dibagi
menjadi tiga, yaitu :

12
1) Hadis mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak sejak Rasul SAW
sampai masa ia dibukukan.
2) Hadis masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, pada permulaan
tingkatan tetapi tidak sebanyak orang yang meriwayatkan hadis mutawir.
3) Hadis ahad, yaitu Hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, oleh perseorangan
sampai kepada masa kemudian.

2.2.3. Ijma’

Dimaksud dengan Ijma’ adalah kebulatan pendapat semua ulama mujtahid dari
ummat Islam atas suatu pendapat (hukum) yang disepakati oleh mereka, baik dalam
suatu pertemuan atau berpisah-pisah, maka hukum tersebut mengikat, wajib diaati, dan
dalam hal ini ijma’ merupakan dalil qath’i (pasti). Namun, ketika hukum tersebut hanya
pendapat kebanyakan mujtahid, maka hanya dianggap sebagai dalil zhanni (dugaan
kuat).

Ijma’ harus mempunyai dasar, yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasul saw. Sebab,
Ijma’ tidak boleh didasarkan atas kemauan atau hawa nafsu melainkan harus ditegakkan
berdasarkan aturan-aturan Syara’ dan ruhnya. Ia diterapkan ketka tidak terdapat nas dari
Alquran dan Sunnah secara tegas yang menjelaskannya.

2.2.4. Qiyas

Dimaksud dengan qiyas ialah mempersamakan hukum dari peristiwa yang belum
ada ketentuannya dengan hukum pada persitiwa yang sudah ada ketentuannya. Sebab
antara kedua persitiwa tersebut terdapat segi-segi persamaan (‘illat).

Rukun qiyas ada empat, yaitu adanya ashl, furu’, ‘illah, dan hukum. Ashl adalah
sesuatu yang telah ditetapkan hukumnya oleh nash. Furu’ adalah sesuatu yang hukumnya
tidak dijelaskan nash, namun mujtahid ingin menyamakan hukumnya dengan hukum ashl.
Hukum, yaitu ketetapan atau hukum syara’ yang di tetapkan nash pada ashl. ‘Illat, yaitu
suatu sifat yang ditemukan pada ashl (hukum yang memiliki nash) yang dibangun diatas
sifat itu hukum syara’ ditegakkan.

12
B. PEMBAGIAN HUKUM ISLAM

2.3. Pembagian Hukum dari Perspektif Usul

Ketentuan Syari’ terhadap mukallaf (orang yang telah dibebani hukum) ada tiga
bentuk, yaitu tuntutan, pilihan, dan wadh’i. Ketentuan yang dinyatakan dalam bentuk
tuntutan disebut hukum taklifi, yang dalam bentuk pilihan disebut takhyiri, sedang yang
mempengaruhi perbuatan taklifi disebut hukum wadh’i.

2.3.1. Hukum Taklifi

Dimaksud dengan hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan hukum yang


menuntut para mukallaf untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Hukum taklifi
sebagaimana telah diuraikan di atas terbagi empat, yaitu wajib, mandub, haram, dan
makruh.

a. Wajib

Dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam adalah ketentuan yang
menuntut para mukallaf untuk melakukannya dengan tuntutan yang mengikat, serta diberi
pahala bagi yang melaksanakannya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkannya.

b. Mandub

Dimaksud dengan mandub adalah ketentuan-ketentuan Syari’ tentang berbagai


amaliah yang harus dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Pelakunya
diberi imbalan pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkannya. Ketentuan-
ketentuan tersebut pada umumnya dinyatakan dengan shighat thalab, namun disertai
karinah yang menunjukkan tuntutan tersebut tidak mengikat.

Mandub terbagi tiga, yaitu sunnah mu’akkadah, za’idah, dan fadhillah. Sunnah
mu’akkadah adalah ketentuan syara’ yang tidak mengikat tetapi sangat penting. Sunnah
za’idah adalah ketentuan syara’ yang tidak mengikat dan tidak sepenting Sunnah
mu’akkadah. Sedangkan Sunnah fadhilah adalah mengikuti tradisi Rasulullah saw. Dari
segi kebiasaan-kebiasaan kulturalnya.

c. Haram

12
Dimaksud dengan haram adalah tuntutan Syari’ kepada mukallaf untuk
meninggalkannya dengan tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang
menaatinya, dan balasan dosa bagi yang melanggarnya.

Haram ada dua, yaitu haram zati dan haram ‘aradhi. Haram zati adalah
perbuatan-perbuatan yang telah diharamkan oleh Syari’ semenjak perbuatan itu lahir
Sedang yang dimaksud dengan haram ‘aradhi adalah perbuatan-perbuatan yang pada
awalnya tidak haram, namun menjadi haram.

d. Makruh

Makruh menurut jumhur fuqaha’ adalah ketentuan-ketentuan syara’ yang


menuntut mukallaf untuk meninggalkannya, dengan tuntutan yang tidak mengikat.
Meninggalkan perbuatan makruh memperoleh imbalan pahala, sementara pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan tersebut tidak menimbulkan konsekuensi ancaman apa-apa.

Jumhur ulama berpendapat bahwa makruh itu hanya satu, yaitu sebatas perbuatan
yang dilarang dengan larangan yang tidak mengikat. Akan tetapi, Abu Hanifah
membaginya pada dua bagian, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih. Makruh tahrim
menurutnya adalah ketentuan syara’ yang dituntut untuk meninggalkan secara mengikat,
namun dengan dalil yang zani (dugaan kuat). Sedangkan makruh tanzih sama maknanya
seperti makruh yang dikemukakan para ulama lainnya.

2.3.2. Hukum Takhyiri

Hukum takhyiri sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya adalah


ketentuan-ketentuan Tuhan yang memberi peluang bagi mukallaf untuk memilih antara
mengerjakan atau meninggalkan. Dalam pembahasan ilmu husnul, hukum takhriyi biasa
disebut dengan mubah. Asy-Syaukani mengatakan bahwa dalam hal ini melakukan
perbuatan tersebut tidak memperoleh jaminan pahala dan tidak terancam dosa.

a. Hukum Wadhi’

Hukum Wadhi’ sebagaimana yang dijelaskan asy-Syaukani, adalah ketentuan-


ketentuan yang ditetapkan syari’ untuk menentukan ada atau tidak adanya hukum taklifi.
Yakni, ketentuan-ketentuan yang dituntut syari’ untuk ditaati karena, ia mempengaruhi

12
terwujudnya perbuatan-perbuatan taklifi lain yang terikat langsung dengan ketentuan-
ketentuan wadhi’ tersebut.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Abu Zahrah sebagaimana asy-Syaukani


berpendirian bahwa hukum wadhi’ itu hanya ada tiga, yaitu sabab, syarath dan mani’.

1) Sabab

Sabab, sebagaimana diungkapkan para ulama fikih, adalah sesuatu yang tampak
dan jelas yang dijadikan oleh Syari’ sebagai penentu adanya hukum.

2) Syarath

Dimaksud dengan syarath adalah sesuatu itu terwujud atau tidak tergantung
kepadanya. Kalau syarath tidak terpenuhi, maka perbuatan taklifi-nya tidak diterima
secara hukum. Berbeda dengan sabab, di sini setiap ada syarath pasti ada hukum, sah atau
tidak.

3) Mani’

Mani’ merupakan suatu keadaan atau perbuatan hukum yang dapat menghalangi
perbuatan hukum lain. Adanya mani’ membuat ketentuan lain menjadi tidak dapat
dijalankan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam.

Tujuan Hukum Islam adalah pertama, untuk memenuhi keperluan hidup manusia
yang bersifat primer, sekunder, dan tertier yang dalam kepustakaan hukum Islam disebut
dengan istilah daruriyyat, hajjihyat dan tahnissiyat. Kedua, untuk ditaati dan dilaksanakan
oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dengan baik dan
benar, manusia wajib meningkatkan kemampuannya memahami hukum Islam dengan
mempelajari usul al-figh yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai
metodologinya.

Sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang
menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah
Rasulullah SWA). Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada
prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.

3.2. Saran

Demikian makalah ini penulis susun. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki makalah ini kedepannya, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ramli, MA, dkk. 2021. Islam Kaffah (pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi) : Medan-Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai