Anda di halaman 1dari 21

Hukum Dalam Konteks Agama Islam

Disusun Oleh :

ABDUL MUHIYI (P27907123001)

AHMAD SYAEFI MURSALIN (P27907123003)

SHAFA TASYA KAMILA (P27907123024)

NURUL HIDAYAH (P27907123020)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN

TANGERANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang telah memberikan
hikmah, hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah ini yang
berjudul “Hukum Dalam Konteks Agama Islam” ini dapat terselesaikan. Kami
juga berterima kasih kepada Bapak Dr Iriawan, S.Pd.I, M.Pd.I Dalam makalah ini
kami akan membahas masalah mengenai “Hukum Dalam Konteks Agama Islam”
yang memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian untuk mata kuliah
Agama ini. Karena sangat penting untuk kita ketahui apa itu Hukum Dalam
Konteks Agama Islam. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bisa membangun menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Tangerang, 2O Juli 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
A. Pengertian Hukum Dalam Kontks Agama Islam..........................................6
B. Jenis Jenis Hukum Dalam Islam.....................................................................9
C. Tujuan System Hokum Dalam Konteks Agama Islam................................10
D. Kerakteristik Hokum Dalam Konteks Agama Islam...................................12
E. Prinsip Dasar Hukum Islam..........................................................................16
BAB III...........................................................................................................................20
PENUTUP...................................................................................................................20
A. Kesimpulan.....................................................................................................20
B. Saran...............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan oleh Allah SWT. Aturan-
aturan dalam hukum Islam merupakan aturan-aturan yang garis besarnya
ditetapkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad dan wajib diikuti oleh orang
Islam berdasarkan iman dan hubungannya dengan Allah SWT. Dasar-dasar
hukum Islam dijelaskan dan diperinci oleh Nabi Muhammad yang tertuang
dalam Al-Qur‟an dan Hadist atau As-Sunnah. Kedua sumber tersebut yaitu Al-
qur‟an dan As-Sunnah yang selanjutnya dijadikan landasan untuk menata
hubungan antar sesama manusia dan juga antara manusia dengan makhluk
Allah lainnya.

Secara sosial dan budaya hukum Islam merupakan hukum yang berdekatan
serta mengakar budaya masyarakat status hukum Islam di Indonesia sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari dari
masyarakat Islam di Indonesia. Maka ketika hukum Islam bersentuhan dengan
realita sosial di masyarakat, demikian pula bertambahnya ilmu pengetahuan
yang mendasarinya. Dari hal itu pula ilmu sosiologi penting agar dapat melihat
serta meneliti perubahan sosial yang ada pada masyarakat

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud Hukum Dalam Kontks Agama Islam
2. Apa Saja Jenis Jenis Hukum Dalam Islam
3. Apa Tujuan Dari System Hokum Dalam Konteks Agama Islam
4. Apa Kerakteristik Dari Hokum Dalam Konteks Agama Islam
5. Apa Saja Prinsip Dasar Hukum Islam

C. Tujuan
1. Memahami Maksud Dari Hukum Dalam Kontks Agama Islam

2. Mengetahui Apa Saja Jenis Jenis Hukum Dalam Islam

4
3. Mengetahui Apa Saja Tujuan Dari System Hokum Dalam Konteks Agama
Islam

4. Mengetahui Apa Kerakteristik Dari Hokum Dalam Konteks Agama Islam

5. Mengetahui Apa Saja Prinsip Dasar Hukum Islam

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Dalam Kontks Agama Islam


Dalam konteks agama Islam, hukum mengacu pada aturan-aturan dan
prinsip-prinsip yang diatur dalam ajaran Islam untuk mengatur kehidupan
individu dan masyarakat Muslim. Hukum Islam dikenal sebagai syariah, yang
merupakan panduan untuk perilaku, etika, moralitas, dan tata cara ibadah
dalam Islam.

Syariah didasarkan pada dua sumber utama, yaitu Al-Quran dan Hadis. Al-
Quran adalah kitab suci bagi umat Islam yang dianggap sebagai wahyu
langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad.

Hadis adalah catatan tentang perkataan, tindakan, dan persetujuan yang


dilakukan oleh Nabi Muhammad. Para sarjana agama Islam, yang dikenal
sebagai ulama, menggunakan Al-Quran dan Hadis untuk menafsirkan dan
mengembangkan hukum Islam. Sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu
sebagai berikut:

1. Al-Quran Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah


kitab suci umat Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi
Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-
kandungan yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan,
hikmah dan sebagainya. Al-Quran menjelaskan secara rinci bagaimana
seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat yang
ber akhlak mulia. Maka dari itulah, ayatayat Al-Quran menjadi landasan
utama untuk menetapkan suatu syariat.
2. Al-Hadist Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala
sesuatu yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan,
perilaku, diamnya beliau. Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan

6
yang merinci segala aturan yang masih global dalam Alquran. Kata hadits
yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah,
maka dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun
persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
Islam.
3. Ijma Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman
Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama dan ijma yang dapat
dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin
(setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar
dan jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat
dipastikan bahwa semua ulama telah bersepakat.
4. Qiyas Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits
menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam Al quran ataupun
hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan sesuatu
yang hendak diketahui hukumnya tersebut. Artinya jika suatu nash telah
menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah
diketahui melalui salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum
tersebut, kemudian ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada
nashnya itu dalam suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan
dengan hukum kasus yang ada nashnya.

Hukum Islam mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah,


hukum keluarga, hukum pidana, hukum perniagaan, hukum waris, dan lain
sebagainya. Beberapa prinsip dan aturan penting dalam hukum Islam meliputi:

1. Tauhid :Keyakinan akan keesaan Allah


2. Lima Rukun Islam: Syahadat (kesaksian iman), Shalat (sembahyang), Puasa
(puasa pada bulan Ramadan), Zakat (sumbangan wajib), dan Haji
(perjalanan ke Mekah).
3. Muamalah: Hukum-hukum yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi
antara individu dan masyarakat, termasuk hukum pernikahan, hukum waris,
hukum perniagaan, dan hukum kontrak.

7
4. Jenayah dan Hukuman: Hukum pidana dalam Islam termasuk sanksi bagi
tindakan kriminal seperti pencurian, perzinahan, kekerasan, dan
pembunuhan.
5. Etika dan Moralitas: Hukum Islam mengajarkan prinsip-prinsip moralitas
yang meliputi kejujuran, kesetiaan, keadilan, dan kebaikan.

Penting untuk dicatat bahwa hukum Islam dapat berbeda dalam


pelaksanaannya di berbagai negara dan mazhab dalam Islam. Ada perbedaan
pendapat di antara para ulama dan otoritas agama mengenai interpretasi dan
aplikasi hukum Islam dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda.

Agama diterjemahkan dari bahasa Arab Ad-Din, Asy-syari’ah at-Thoriqoh,


dan Millah yang diartikan sebagai peraturan dari Allah untuk manusia berakal,
untuk mencari keyakinan, mencapai jalan bahagia lahir bathin, dunia akhirat,
bersandar kepada wahyu-wahyu ilahi yang terhimpun dalam Kitab Suci yang
diterima oleh Nabi Muhammad.

Hukum sendiri berasal dari bahasa arab hakama-yahkumu-hukman (masdar)


yang dalam Kamus Arab-Indonesia Mahmud Junus diartikan dengan
menghukum dan memerintah. Hukum juga diartikan dengan memutuskan,
menetapkan, dan menyelesaikan setiap permasalahan. Menurut Muhammad
Daud Ali, hukum dapat dimaknai dengan norma, kaidah, ukuran, tolak ukur,
pedoman yang digunakan untuk menilai dan melihat tingkah laku manusia
dengan lingkungan sekitarnya

Dalam ushul fiqh, hukum syar’i diartikan dengan khitab (kalam) Allah yang
berkaitan dengan semua perbuatan mukallaf, baik berupa iqtidha’ (perintah,
larangan, anjuran untuk melakukan atau meninggalkan), takhyir (memilih
antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadh’i (ketentuan yang
menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang/mani’)

Maksud dari khitabullah ialah semua bentuk dalil-dalil hukum yang


bersumber dari Qur’an, Sunnah serta ijma’ dan qiyas. Menurut Abdul Wahab
Khalaf, yang dimaksud dengan dengan dalil hanya Qur’an dan Sunnah,

8
sedangkan ijma’ dan qiyas merupakan upaya ijtihadi untuk menyingkap hukum
dari Qur’an dan Sunnah. Kita tahu, ada banyak metode ijtihad untuk menggali
hukum syar’i, antara lain : qiyas, istihsan, maslahah mursalah, istishab,
al-‘adah, dan fathu ad-dzari’ah dan sadd al-dzari’ah.

B. Jenis Jenis Hukum Dalam Islam


Macam-Macam Hukum Islam Tiap sendi-sendi kehidupan manusia, ada tata
aturan yang harus ditaati. Bila berada dalam masyarakat maka hukum
masyarakat harus dijunjung tinggi. Begitu pula dengan memeluk agama Islam,
yaitu agama yang memiliki aturan. Dan aturan yang pertama kali harus kita
pahami adalah aturan Allah. Segala aturan Ilahi dalam segala bentuk hukum-
hukum kehidupan manusia tertuang di lengkapi penjelasannya dalam hadits
Nabi SAW. Berikut ini adalah macam-macam hukum Islam:

1. Wajib
Wajib adalah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapatkan
pahala dan jika ditinggalkan akan diberi siksa. Contoh dari perbuatan yang
memiliki hukum wajib adalah shalat lima waktu, memakai hijab bagi
perempuan, puasa, melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu,
2. Sunnah
Sunnah ialah sesuatu perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi
tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib atau sederhananya perbuatan
yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak
akan mendapatkan siksaan atau hukuman. Contoh dari perbuatan yang
memiliki hukum sunnah ialah shalat yang dikerjakan sebelum/sesudah
shalat fardhu, membaca shalawat Nabi, mengeluarkan sedekah dan
sebagainya.
3. Haram
Haram ialah sesuatu perbuatan yang jika dikejakan pasti akan mendapatkan
siksaan dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contoh perbuatan
yang memiliki hukum haram adalah berbuat zina, minum alkohol, bermain
judi, mencuri, korupsi dan banyak lagi.

9
4. Makruh
Makruh adalah suatu perbuatan yang dirasakan jika meninggalkannya itu
lebih baik dari pada mengerjakannya. Contoh dari perbuatan makruh ini
adalah makan bawang, merokok dan sebagainya.
5. Mubah
Mubah adalah suatu perbuatan yang diperbolehkan oleh agama antara
mengerjakannya atau meninggalkannya. Contoh dari mubah adalah
olahraga, menjalankan bisnis, sarapan dan sebagainya.

C. Tujuan System Hokum Dalam Konteks Agama Islam


Tujuan Sistem Hukum Islam Sumber hukum syariat Islam adalah Al-Quran
dan Al-Hadist. Sebagai hukum dan ketentuan yang diturunkan Allah swt,
syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang akan menjaga
kehormatan manusia, yaitu sebagai berikut.

1. Pemeliharaan atas keturunan Hukum syariat Islam mengharamkan seks


bebas dan mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya. Hal ini
untuk menjaga kelestarian dan terjaganya garis keturunan. Dengan
demikian, seorang anak yang lahir melalui jalan resmi pernikahan akan
mendapatkan haknya sesuai garis keturunan dari ayahnya.
2. Pemeliharaan atas akal Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang
dapat memabukkan dan melemahkan ingatan, seperti minuman keras atau
beralkohol dan narkoba. Islam menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut
ilmu dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Jika akalnya terganggu
karena pesta miras oplosan, akalnya akan lemah dan aktivitas berpikirnya
akan terganggu.
3. Pemeliharaan atas kemuliaan Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah
atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang lain. Hal ini untuk
menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang dapat
mencemari nama baik dan kehormatannya.
4. Pemeliharaan atas jiwa Hukum Islam telah menetapkan sanksi atas
pembunuhan, terhadap siapa saja yang membunuh seseorang tanpa alasan

10
yang benar. Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga
keselamatannya.
5. Pemeliharaan atas harta Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus
pencurian dengan potong tangan bagi pelakunya. Hal ini merupakan sanksi
yang sangat keras untuk mencegah segala godaan untuk melakukan
pelanggaran terhadap harta orang lain.

Konsep yang wajib diketahui dan dipahami oleh seorang muslim, yaitu
syari’ah, fiqh, dan qonun.

Menurut Hasbi As-Shiddieqy, syariat berarti jalan tempat keluarnya sumber


mata air atau jalan yang dilalui air terjun yang diasosiakan oleh orang Arab
sebagai at-thhariqah al-mustaqimah. Secara terminologi, syariat berarti tata
aturan atau hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya untuk
diikuti (Qs. Al-Jasiyah : 18). Fiqh menurut Fathurrman Djamil ialah dugaan
kuat yang dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum
Allah. Fiqh memiliki keterkaitan dengan hukum-hukum syara’ yang bersifat
praktis yang bersumber pada dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan qonun biasa
diartikan dengan Undang-Undang. Ulama’ salaf mendefinisikannya sebagai
kaidah-kaidah yang bersifat kully (menyeluruh) yang didalamnya tercakup
hukum-hukum juz’iyyah (bagian-bagiannya). Qonun umumnya dibuat oleh
pemerintah yang berkuasa.

Syari’ah, fiqh dan qonun berbeda. Ajaran syari’at tedapat dalam Qur’an dan
hadist yang tidak mungkin berubah teksnya, bersifat fundamental, abadi karena
merupakan ketetapan Allah dan Nabi Muhammad, tunggal yang meperlihatkan
konsep kesatuan Islam. Sedangkan fiqh dan qonun merupakan produk
pemahaman manusia yang menggali hukum dalam Qur’an dan hadist, bersifat
instrumental, mengalami perubahan sesuai waktu, zaman serta keadaan.
Realitasnya seperti yang kita ketahui saat ini, dimana produk hukum fiqh dan
qonun cenderung berbeda-beda sesuai madzhab yang sangat beragam. Kita bisa
lihat perbedaan-perbedaan tersebut dalam kitab-kitab fiqh perbandingan.

11
D. Kerakteristik Hokum Dalam Konteks Agama Islam
Krakteristik Hukum Islam Hukum Islam memiliki beberapa karakteristik
yang dapat membedakannya dari berbagai sistem hukum yang ada di
dunia.Karaktersitik hukum Islam ini ada yang merupakan produk dari watak
hukum Islam itu sendiri, dan ada yang disebabkan oleh evolusinya dalam
mencapai tujuan yang diridoi Allah. Yang dimana karkteristik tersebut yaitu:

1. Asal Mula Hukum Islam Berbeda Dengan Asal Mula Hukum Umum.
Perbedaan yang paling mendasar dari hukum Islam dengan hukum Barat
adalah bahwa konsep hukum Islam merupakan apa yang dijabarkan dari
wahyu Allah. Yang dimana hukum Islam bersumber pada wahyu Allah.
Sumber tersebut kemudian dijabarkan menjadi wahyu Allah (al-
Quran).Hukum yang diciptakan manusia sangatlah berbeda dengan hukum
yang datang dari Allah.
Para ahli fikih terikat dengan al-Quran dan Sunnah selama ditemukan
nash-nash di dalamnya. Ketika pada kedua sumber ini tidak ditemukan
dasar-dasar tersebut, maka para ahli fikih akan melakukan ijtihad untuk
menemukan dasar-dasar yang belum ditemukan dalam al-Quran dan
Sunnah.
Para ahli hukum umum terus menerus mengkaji undang-undang dan
menafsirkan teks-teksnya pasal demi pasal, dengan asumsi bahwa undang-
undang itu memuat segala sesuatu yang menyangkut isinya. Oleh karena itu
ketika para ahli hukum sepakat mengatakan bahwa teks hukum memuat
semua kaidah hukum tanpa ada yang terlewat, tidak ada pilihan lagi bagi
seorang ahli hukum kecuali membahas dan menafsirkan teks-teks itu pasal
demi pasal.
2. Balasan Hukum Islam Didapatkan Di Dunia Dan Akhirat.
Hal yang terdapat undang-undang hanyalah berisikan tentang sanksi-
sanksi duniawi yang mampu ditakar melalui berapa lama seseorang akan
menjalani sanksi tersebut. Tidak ada ketentuan dalam undang-undang
tersebut yang akan memberikan sanksi diakhirat kelak. Hukum Islam
menjanjikan pahala ketika kita mematuhi segala aturan yang telah dibuat

12
oleh Allah dan akan mendapatkan siksa di dunia dan akhirat ketika
menjalankan larangannya. Sanksi di akhirat tentunya jauh lebih berat dari
sanksi di dunia. Oleh karena itu, orang yang beriman merasa memiliki
dorongan jiwa yang kuat untuk menjalankan segala hukum Islam dengan
mentaati perintah dan menjauhi segala larangan. Hukum yang disandarkan
kepada agama memiliki tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan baik itu
individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, hukum tersebut tidak akan
menetapkan suatu aturan yang akan bertentangan dengan kehendak
keduanya. Karakteristik hukum Islam yang hakiki tidak hanya memiliki
tujuan untuk keselamatan dan kebahagiaan individu saja, tetapi juga untuk
mewujudkan kemaslahatan di masyarakat. sebagaimana yang telah kita
jumpai dalam al-Quran, Sunnah, dan putusan-putusan para ulama melalui
ijtihad. Sangat berbeda dengan hukum yang telah diciptakan oleh manusia
yang pada umumnya memiliki kecenderungan individual, yang dimana
akibatnya hukum yang diciptakan banyak menyebabkan benturan antar
individu ketika kepentingan individu itu berbeda.
3. Hukum Islam Dapat Berkembang Sesuai Dengan Lingkungan, Waktu, Dan
Tempat.
Hukum menghendaki adanya perkembangan untuk dapat bertahan di
tengah-tengah perbedaan waktu dan tempat. Jika tidak demikian, hukum
tersebut akan mati dan tidak 1dapat bertahan. Hukum Islam mempunyai
sifat dinamis yang membuatnya tetap bertahan dan berkembang seiring
perkembangan zaman (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 172). Karena kaidah
hukum Islam tidak terbatas pemberlakuannya pada kaum dan masa tertentu.
Kaidah-kaidah hukum Islam merupakan kaidah umum yang berlaku untuk
setiap masa, tempat, dan golongan. Telah terbukti dalam sejarah hukum
Islam telah berlaku dari awal diturunkannya ke bumi hingga saat ini. Di saat
terjadi berbagai perubahan hukum Islam tetap eksis dan berlaku untuk
semua zaman dan tempat. Hukum Islam bersifat elastis yang dimana
meliputi segala bidang dan menjangkau seluruh kehidupan manusia.
Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan

13
manusia dengan Tuhan, hubungan sesama makhluk, serta ajaran hidup dunia
dan akhirat terkandung dalam ajaran hukum Islam. Hukum Islam juga
memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik bidang ibadah, muamalah,
maupun bidang-bidang yang lain (Manna‟ al-Qaththan, 2001: 21;
Fathurrahman Djamil, 1997: 47). Kedinamisan hukum Islam dapat dilihat
pada al-Quran dan Sunnah yang tidak terbatas pada waktu dan tempat
tertentu. Dalam Q.S. Saba‟ (24): 28 dan Q.S. al-Anbiya‟ (21): 107,
misalnya, Allah menegaskan bahwa Nabi Muhammad sebagai pembawa
risalah Islam diutus untuk semua manusia di muka bumi ini. Di samping itu,
dalam hukum Islam terdapat sumber hukum yang menjamin adanya
kedinamisan tersebut, yaitu ijtihad dengan berbagai metodenya, seperti
ijma‟, qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, dan lain-lain. Dengan metode
inilah yang membuat hukum Islam tetap eksis di tengah-tengah
perkembangan zaman yang begitu pesat. Dikarenakan tidak ada satu
masalah pun di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan dengan hukum
Islam. Hukum Islam bertujuan menjamin adanya kebahagiaan melalui
hukum yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Tujuan hukum positif terlihat pragmatis dan terbatas, yakni hanya
menegakkan ketertiban dalam masyarakat dengan satu cara tertentu. Tujuan
ini sangat diinginkan oleh pembuat undang-undang, meskipun terkadang
memaksakan untuk menyimpang dari kaidah-kaidah yang ada. Hukum
Islam mempunyai hal tertentu yang sama sekali tidak disentuh oleh hukum
positif, yakni mengatur hubungan individu dengan Tuhannya. Prinsip
hukum Islam seperti di atas kemudian banyak dituangkan dalam rumusan-
rumusan yang kemudian disebut kaidah-kaidah hukum Islam (al-qawaid al-
fiqhiyyah). Kaidah-kaidah ini dapat diterapkan di setiap saat, di manapun
dan kapanpun. Dari sini juga dapat diketahui bahwa hukum Islam
mempunyai tujuan yang menyeluruh yang melibatkan seluruh umat
manusia.
4. Hukum Islam bersifat ta‟aqquli dan ta‟abbudi

14
Karakteristik ini terkait dengan dua bidang kajian hukum Islam, yaitu
ibadah dan muamalah. Dalam bidang ibadah terkandung nilai-nilai
ta‟abbudi, atau ghairu ma‟qulat al-ma‟na (irrasional), yakni ketentuan
ibadah itu harus sesuai dengan apa yang telah disyariatkan, meskipun akal
tidak mampu menjangkaunya. Ijtihad tidak dapat dilaksanakan dalam
persoalan ibadah. Sebagai contoh, bagian-bagian yang harus dikenai air
ketika seorang berwudlu adalah seperti yang sudah ditentukan oleh al-
Quran, yakni muka, dua tangan sampai siku-siku, sebagian kepala, dan dua
kaki sampai mata kaki. Bagian-bagian itu tidak bisa dilakukan ijtihad
dengan menambah atau mengurangi bagian tubuh yang akan terkena air,
meskipun terkadang tidak bisa ditemukan alasan rasionalnya. Sedangkan
dalam bidang muamalah terkandung nilai-nilai ta‟aqquli atau ma‟qulat al-
ma‟na (rasional), yakni ketentuan muamalah itu dapat diterima dan
dijangkau oleh akal. Pada bidang muamalah ini dapat diterapkan ijtihad
(Fathurrahman Djamil, 1997: 51). Contohnya seperti, transaksi jual beli
yang dulu harus dilakukan dengan ijab kabul antara pihak penjual dan
pembeli dengan pernyataan menjual dan membeli barang dan harga tertentu,
dengan perkembangan zaman sekarang bisa diganti dengan memasang label
harga pada barang yang ingin diperjualbelikan pada suatu tempat. Setiap
pembeli yang memilih barang yang akan dibeli cukup membawa barang
yang hendak dibeli dan diserahkan kepada kasir untuk melakukan
pembayaran. Kasir inilah tempat untuk melakukan ijab kabul antara penjual
dan pembeli, meskipun tidak diucapkan jenis barang dan harga yang hendak
dibeli, sebab antara penjual dan pembeli sudah saling sepakat. Itulah
beberapa karakteristik hukum Islam yang membedakannya dengan hukum-
hukum lain buatan manusia. Dengan karakteristik seperti itu, sebenarnya
tidak ada kekhawatiran bagi siapapun untuk menerapkan hukum Islam di
manapun dan kapanpun. Tujuan umum yang ingin dicapai oleh hukum
Islam bukan untuk kesejahteraan individu dan kelompok, tetapi untuk
kemaslahatan umat manusia seluruhnya, tanpa dibatasi agama, bahasa, dan
suku bangsa tertentu. Untuk melengkapi uraian di sini, perlu ditambahkan

15
dasar-dasar atau prinsip-prinsip hukum Islam. Dalam hal ini Muhammad
Yusuf Musa (1988: 180-190) mengemukakan tiga prinsip dasar hukum
Islam, yaitu:
1. Tidak mempersulit dan memberatkan
2. Memperhatikan kesejahteraan manusia secara keseluruhan
3. Mewujudkan keadilan secara menyeluruh.

Sedangkan Fathurrahman Djamil (1997: 66-75) mengemukakan lima


prinsip dasar hukum Islam, yaitu:

1. Meniadakan kepicikan dan tidak memberatkan;


2. Menyedikitkan beban;
3. Ditetapkan secara bertahap;
4. Memperhatikan kemaslahatan manusia;
5. Mewujudkan keadilan yang merata.

E. Prinsip Dasar Hukum Islam


1. Hukum Islam meminimalkan beban sehingga tidak mempersulit dan
memberatkan. Prinsip ini banyak ditemukan dalam al-Quran, seperti dalam
Q.S. alMaidah (5): 6; Q.S. al-Hajj (22): 78; Q.S. al-Fath (48): 17; Q.S. al-
Baqarah (2): 185; dan Q.S. al-Nisa‟ (4): 28. Dari ayat-ayat ini terlihat Allah
mengetahui tingkat kesehatan dan kesakitan, kekuatan dan kelemahan
manusia, serta mengangkat kesulitan dari seluruh manusia pada umumnya
dan dari orangorang yang sakit dan terkena musibah pada khususnya.
Banyak bukti yang menunjukkan pengangkatan kesulitan tersebut, ada yang
di bidang ibadah dan ada yang di bidang muamalah. Dalam bidang ibadah
dapat dilihat pembebanan al-Quran sehingga mudah dilaksanakan tanpa ada
kesulitan dan kepayahan. Misalnya, ketentuan boleh menjama‟ dan
mengqashar shalat ketika seseorang sedang bepergian, boleh tidak berpuasa
ketika sakit dan bepergian, dan diwajibkan zakat dan haji dengan
persyaratan tertentu. Dalam bidang muamalah kemudahan banyak dijumpai
secara menyeluruh. Tidak ada aturan-aturan resmi atau formal yang harus
diikuti untuk sahnya suatu akad. Yang terpenting dalam hal ini, ada kerelaan

16
di antara kedua belah pihak yang melakukan akad. Dalam bidang hukum
juga terlihat jelas kemudahan tersebut. Allah tidak memberikan banyak
beban yang berat dan hukuman-hukuman yang keras yang dahulu pernah
dibebankan kepada kaum Yahudi sebagai balasan atas perbuatan zalim
mereka. Kaum mukmin diberi rahmat yang luas dan diajak untuk menebus
dosa-dosa mereka dengan bertaubat. Dihalalkan bagi mereka makanan-
makanan yang baik dan diharamkan makanan-makanan yang jelek dan
menjijikkan. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang diberikan kepada
kaum Yahudi.
2. Hukum Islam memperhatikan kesejahteraan umat manusia seluruhnya.
Tujuan hukum Islam yang pokok adalah mewujudkan kesejahteraan yang
hakiki bagi seluruh manusia, tanpa ada perbedaan antara ras dan bangsa,
bahkan agama. Dalam hal ini al-Syathibi mengatakan: “Dengan penelitian
induktif kita mengetahui bahwa Allah bermaksud mewujudkan
kesejahteraan hamba-hamba-Nya” Hukum-hukum muamalah dibuat sejalan
dengan maksud itu. Satu transaksi suatu saat dilarang karena tidak ada
manfaatnya dan di saat yang lain dibolehkan karena mengandung manfaat.
Seperti satu dirham tidak boleh dijual dengan satu dirham, tetapi boleh
diutang. Begitu pula tidak boleh menjual buah basah dengan buah yang
sudah kering (seperti korma – umpamanya), karena hanya merupakan
penipuan dan riba yang tidak ada gunanya, tetapi jual beli ini dibolehkan
jika ada manfaatnya yang nyata. Dan seterusnya ...” (dalam Muhammad
Yusuf Musa, 1988: 186). 14 Pertimbangan masyarakat menjadi pijakan
dalam penetapan hukum. Hasbi Ash Shiddieqy mencatat, bahwa penetapan
hukum senantiasa didasarkan pada tiga sendi pokok, yaitu:
1) hukum-hukum ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkannya;
2) hukum-hukum ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak
menetapkan hukum dan menundukkan masyarakat ke bawah
ketetapannya;
3) hukum-hukum ditetapkan menurut kadar kebutuhannya (Ash Shiddieqy,
1980: 19).

17
Kemaslahatan manusia menjadi acuan penting dalam penetapan hukum
Islam. Untuk mewujudkan kemaslahatan ini ada lima hal yang harus dijaga
oleh setiap Muslim, yaitu:

1) Menjaga agama (iman)


2) Menjaga jiwa
3) Menjaga akal
4) Menjaga keturunan
5) Menjaga harta.

Kelima hal ini sekaligus juga menjadi tujuan disyariatkannya hukum


dalam Islam.

3. Hukum Islam mewujudkan keadilan secara merata. Islam memandang


semua manusia sama. Tidak ada perbedaan di antara manusia di hadapan
hukum. Perbedaan derajat, pangkat, harta, etnis, bahasa, bahkan agama tidak
dapat dijadikan alasan untuk tidak berbuat tidak adil. Al-Quran surat al-
Maidah (5): 8 menegaskan larangan berbuat zalim (tidak adil) terhadap
suatu kaum karena didorong oleh kebencian. Masih banyak lagi ayat al-
Quran yang memerintahkan keadilan diiringi dengan pemberian pahala dan
melarang berbuat zalim yang diiringi dengan pemberian hukuman, dan
ketentuan seperti ini juga banyak ditemukan dalam Sunnah. Dari ayat-ayat
di atas terlihat keinginan al-Quran untuk menegakkan keadilan dan jangan
sampai mengabaikannya, walaupun hal itu mengharuskan memberikan
kesaksian yang memberatkan diri atau orang yang dekat dengan kita,
bahkan kebencian kepada suatu kaum jangan sampai mendorong seseorang
untuk berbuat tidak adil kepada mereka. Sedang dalam Sunnah dapat dilihat,
Nabi tidak membedakan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.
Perbedaan hanya didasarkan pada kadar ketakwaan seseorang.

4. Ditetapkan secara bertahap. Seperti diketahui, al-Quran turun kepada Nabi


Muhammad saw. Secara berangsur-angsur, ayat demi ayat, surat demi surat,
sesuai dengan peristiwa, situasi, kondisi yang terjadi. Dengan cara ini

18
hukum yang dibawanya lebih disenangi oleh jiwa penganutnya dan lebih
mendorongnya untuk menaati aturan-aturannya. Hikmah yang pokok dari
penetapan hukum secara bertahap ini adalah untuk memudahkan umat Islam
dalam mengamalkan setiap hukum yang ditetapkan. Sebagai contoh adalah
pemberlakuan hukum haram bagi menuman keras. Dalam hal ini hukum
Islam (al-Quran) dengan jelas memberikan tahapan-tahapan dalam
penetapan hukumnya, dimulai dari aturan yang sederhana sampai pada
penetapan keharamannya. Urutan penetapan haramnya minuman keras dapat
dilihat pada tiga ayat al-Quran, yaitu surat al-Baqarah (2): 29 yang
menjelaskan bahwa minuman keras dan judi mempunyai manfaat dan
mafsadat, tetapi mafsadatnya lebih besar dari manfaatnya; surat al-Nisa‟ (4):
43 yang melarang orang yang meminum minuman keras untuk melakukan
shalat; dan penegasan hukum haramnya terdapat pada surat al-Maidah (5):
90. Masih banyak contoh lain dalam al-Quran yang menetapkan hukum
secara bertahap.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan
yang bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur
tingkah laku manusia di tengahtengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang
lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber
dari ajaran Islam. Hukum dapat dimaknai dengan seperangkat kaidah dan
perdata diartikan dengan yang mengatur hak, harta benda dan kaitannya
antara orang atas dasar logika atau kebendaan. Hukum Islam adalah hukum
yang bersumber dan merupakan bagian dari agama Islam. Berbeda dengan
hukum lainnya, hukum Islam tidak hanya hasil pemikiran manusia yang
dipengaruhi oleh kebudayaannya, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah
melalui wahyuNya dan dijelaskan oleh Rasulullah melalui sunnahnya.

B. Saran
Dalam membuat Makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan –
kesalahan, sehingga kami mengaharapkan kritik dari pembaca agar makalah
yang kami buat ini menjadi lebih baik dan lebih sempurna.

20
DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin Ali, 2008. Hukum Islam : Pengantar Hukum Islam di Indonesia.

Penerbit Sinar Grafika : Jakarta


www.islam.com/hukum hukum dalam islam 348592/m
www.hukumislam.com/2015/10/HA M DALAM PANDANGAN ISLAM
www.hadislambeng.blogspot.co.id/2 013/02/hak asasi manusia ham menurut
islam.html/k

Kaelany HD. 2005. Islam dan AspekAspek Kemasyarakatan Edisi ke-2.


Jakarta: Bumi Aksara

Ali, Mohammad Daud. 1996. Hukum Islam:Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum

Islam di Indonesia. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika.

Abd Shomad, 2010. Hukum Islam: Penormaan Prinsip Hukum Syariah dalam
Hukum

Indonesia Edisi Revisi. Jakarta : Kencana Pranadamedia Group.

21

Anda mungkin juga menyukai