Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BIDANG-BIDANG/LAPANGAN HUKUM ISLAM

Disusun Untuk Memenuhui Salah Satu Tugas di Dalam Mata Kuliah


Hukum Islam
Dosen Mata Kuliah :
Dr. H. Lukman Hakim, M.SI

Di Susun Oleh :

HUSNUL NATASYA 430200203568


NAZWA FAUZIAH 430200203580

RESYANA NURMALIA P 430200203617

RISMA AULIA FADILAH 430200203619

YASFIK ALBANI MUNAWARUL AMIN 430200203591

SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG


TASIKMLAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada kami untuk menyelesaikan tugas terstruktur ini. Atas rahmat danjn
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Bidang-Bidang/Lapangan Hukum Islam “ Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas pada mata kuliah Hukum Islam, Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.H. Lukman


Hakim, M.SI. selaku dosen mata kuliah Hukum Islam. Semoga tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami
bahas.

Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi
penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis
bisa lebih baik lagi di masa mendatang.

Tasikmalaya, 16 April 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………….………………………………………...…………i

Daftar Isi……………………………………………………………………...……..ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………1

B. Identifikasi Makalah…………………………………………………………...1

C. Tujuan………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bidang-Bidang Hukum…………………………………………….3

2.2. Ruang Lingkup Hukum Islam………………………………………………….4

2.3 Asas-Asas Hukum Islam………………………………………………………..7

2.4. Sumber Hukum Positif Hukum Islam………………………………………….9

BAB III METODE PENULISAN

3.1. Pengumpulan Data dan Mengerti……………………………………………..17

3.2. Pengolahan Data dan Informasi………………………………………………17

BAB IV

4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………...18

4.2. Saran………………………………………………………………………….18

DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur


tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat
dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum
yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam
peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.

Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian
dari agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia
dengan benda alam sekitarnya.

Hukum islam menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu yang lain.


Sedangkan menurut istilah merupakan ketentuan kitab Allah yang berhubungan
dengan perbuatan orang mukalaf, yang mengandung perintah, atau larangan,
anjuran, dan membolehkan memilih antara mengerjakan atau meninggalkan.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Apa yang di maksud dengan Bidang-Bidang Hukum Islam?
2. Bagaimana Ruang Lingkup Hukum Islam?
3. Apa saja Asas-Asas Hukum Islam?
4. Darimana Sumber Hukum Positif Hukum Islam?

1
1.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas dari mata kuliah Hukum Islam, dan kegunaannya yaitu :

1. 1.Untuk mengetahui pengertian bidang-bidang atau lapangan hukum


islam
2. 2.Untuk memahami bidang-bidang atau lapangan hukum islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bidang-Bidang atau Lapangan Hukum Islam

A. Pengertian
1. Menurut Ulama Ushul
Hukum Islam (Syari’at Islam) / Hukum syara’ ialah doktrin (kitab) syari’
yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau
diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut
ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam
perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.
2. Menurut Bahasa
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti hukum-
hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang
Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun
hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah.
3. Menurut Prof. Mahmud Syaltout
Syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia
berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan
saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia, beserta
hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
4. Menurut Muhammad ‘Ali At-Tahanawi
Dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun memberikan pengertian
syari’ah mencakup seluruh ajaran Islam, meliputi bidang aqidah, ibadah,
akhlaq dan muamallah (kemasyarakatan). Syari’ah disebut juga syara’,
millah dan diin.

3
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang
wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat
meliputi:
1. Ilmu Aqoid (keimanan)
2. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
3. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam
adalah syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk
umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan
dengan amaliyah (perbuatan).

B. Ruang Lingkup Hukum Islam


Hukum Islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih, di bagi ke
dalam dua bagian besar, yaitu bidang Ibadah dan bidang Muamalah .
1. Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan seorang muslim
dalam berhubungan dengan Allah seperti menjalankan shalat, membayar
zakat, menjalankan ibadah puasa dan haji. Tata cara dan upacara ini tetap,
tidak dapat ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah diatur
dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian,
tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan
secara asasi mengenai hukum, susunan, cara, dan tata cara ibadah sendiri.
Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam
pelaksanaannya.
2. Muamalah dalam pengertian yang luas adalah ketetapan Allah yang
langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, walaupun
ketaatan tersebut terbatas pada yang pokok-pokok saja. Oleh karena itu
sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang
memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu.

4
Hukum Islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata
dengan publik, seperti halnya dalam hukum Barat. Hal ini disebabkan
karena menurut hukum Islam, pada hukum perdata ada segi-segi public dan
pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. Dalam hukum Islam yang
disebutkan hanya bagian-bagiannya saja.
Menurut H.M. Rasjidi, bagian-bagian hukum Islam adalah :
a. Munakahat
b. Wirasah
c. Mu’amalat dalam arti khusus
d. Jinayat atau ‘uqubqt
e. Al-ahkam al-sulthaniyah (khilafah)
f. Siyar
g. Mukhashamat
Fathi Osman mengemukakan sistematika hukum Islam yaitu :
a. Al-ahkam al-ahwal syakhsiyah ( hukum perorangan )
b. Al-ahkam al-madaniyah (hukum kebendaan)
c. Al-ahkam al-jinayah (hukum pidana)
d. Al-ahkam al-murafa’at (hokum acara perdata, pidana, dan peradilan
tata usaha Negara)
e. Al-ahkam al-dusturiyah (hukum tata Negara)
f. Al-ahkam al-dauliyah (hukum Internasional)
g. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah (hukum ekonomi dan
keuangan)
Apabila bagian-bagian hukum Islam tersebut disusun menurut sistematika
hukum Barat yang membedakan hukum public dengan hukum perdata, maka
susunan hukum muamalat dalam arti luas, yang termasuk dalam hukum
perdata Islam adalah :
a. Munakahat, yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya.

5
b. Wirasah, yakni yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan
pewaris, ahli waris, harta peninggalan, dan pembagian harta warisan .
Hukum warisan ini juga disebut Faraid.
c. Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah
kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal
jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam , perserikatan, dan
sebagainya.
Adapun yang termasuk dalam hukum publik Islam adalah :
a. Jinayat, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang
diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam
jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan Jarimah adalah perbuatan pidana.
Jarimah Hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan
batas hukumannya dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Jarimah
Ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan batas hukumannya
ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
b. Al-ahkam al- sulthaniyah, yakni hukum yang mengatur soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat
maupun daerah , tentara, pajak, dan sebagainya.
c. Siyar, yakni hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata
hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain.
d. Mukhashamat, yang mengatur peradilan , kehakiman, dan hukum acara.
Dalam hal-hal yang sudah dikemukakan , jelas bahwa hukum Islam itu
luas, bahkan luasnya hukum Islam tersebut masih dapat dikembangkan lagi
sesuai dengan aspek-aspek yang berkembang dalam masyarakat yang belum
dirumuskan oleh para fuqaha’ ( para yuris Islam )di masa lampau, seperti
hukum bedah mayat, hukum bayi tabung, keluarga berencana, bunga bank,
euthanasia, dan lain sebagainya serta berbagai aspek kehidupan lainnya yang
dapat dikatagorikan sebagai hukum Islam apabila sudah dirumuskan oleh para
ahli hukum Islam melalui sumber hukum Islam yang ketiga, yakni Al-ra’yu
dengan menggunakan ijtihad.

6
C. Asas-Asas Hukum Islam
Asas hukum Islam adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar
atau tumpuan Hukum Islam. Macam-macam asas hukum islam adalah sebagai
berikut :
1. Adam al-Haraj (Meniadakan Kesukaran)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan
kemampuan manusia dalam melaksanakannya. Itu diwujudkan dengan
mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada
manusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang
dimiliknya.
2. Taqlil Al-taklif (Menyedikitkan pembebanan)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan)
terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban
agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia
menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap
wajar menurut kacamata sosial. Hal ini berguna memperingan dan
menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta
suatu pelaksanaan hukum tanpa didasari parasaan terbebani yang berujung
pada kesulitan.
3. Tadarruj fi al-Tasyri’ (Berangsur-angsur dalam pesyariatan)
Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat.
Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta
merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan
maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba.
Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan
realita yang terjadi pada waktu itu.
4. Muthobiqun Li Mashalihil Ummah (Sejalan dengan kemashlahatan
ummat)

7
Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran. Seluruh
hukum yang terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan dan
perbaikan kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, agama,
maupun pengelolaan harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran
senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat
Islam.
5. Tahqiqul ‘Adalah (Menghendaki adanya realisasi keadilan)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam,
baikyang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut
tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatapi juga bagi seluruh agama.
Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran
masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan
hukum sesuai hukum Islam.

Sedangkan asas-asas hukum Islam menurut Hasbi Ash- Shiddiqie, yaitu :

1. Azas Nafyul Haraji (meniadakan kepicikan)


Hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas
kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukaran
sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran
yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan
hukum Rukhsah.
2. Azas Qillatu Taklif (tidak membahayakan taklifi)
Hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak
menyukarkan.
3. Azas Tadarruj (bertahap / gradual)
Pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan
dengan tahapan perkembangan manusia.
4. Azas Kemuslihatan Manusia
Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada
dilingkungannya.

8
5. Azas Keadilan Merata
Hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang satu
terhadap yang lainnya.

6. Azas Estetika
Hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan atau
memperhatikan segala sesuatu yang indah.
7. Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam
Masyarakat
Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan
adat/kebiasaan suatu masyarakat.
8. Azas Syara Menjadi Dzatiyah Islam
Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas
kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan
penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam
menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.

D. Sumber Hukum Positif Hukum Islam


Secara sederhana hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah
laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang
diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh
anggotanya. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum
Islam berarti seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah
Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf)
yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam. Maksud kata
“seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci
dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.
Sumber hukum Islam yaitu :
1. Al Qur’an / Al Quranul Hakim

9
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara
berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan
surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Al Qur’an
merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban
untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya
agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Oleh sebab itu Al
Qur’an digunakan sebagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia,
seperti :
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan
yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang
muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat
dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
masyarakat

Isi kandungan Al Qur’an :

a. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf
dan 77.439 kosa kata
b. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3
(tiga) bagian:
1) Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur
hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain

10
yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
2) Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur
hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar.
Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum
syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3) Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar
setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi
perilaku – perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok :

1) Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa,


zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan tuhannya.
2) Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah)
seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
3) Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
 Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam
berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
 Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang
berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai,
perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap
orang dapat terpelihara dengan tertib
 Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
 Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan
dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan
kriminalitas

11
 Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga
tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
 Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,
seperti zakat, infaq dan sedekah.

 Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci


dan ada yang garis besar.
o Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya
berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan
dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat
ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT),
namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk
memahaminya sesuai dengan perubahan zaman.
o Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis
besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti
perekonomian, ketata negaraan, undang-undang
sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan
dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah
umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-
nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Qur’an
yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang
berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil,
kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan
dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak
sekali.
2. Hadits / Sunnatun Nabawiyah

12
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah
mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan
dengan firman Allah SWT dalam surat Al Hasyr ayat 7 yang artinya: “Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku
Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan
cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan
mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah
SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai
sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW,
menurut hadist riwayat Imam Malik yang artinya: Aku tinggalkan dua
perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian
berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya. .
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki fungsi
memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an,
sehingga keduanya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk
satu hal yang sama. Misalnya : Al Qur’an surat Al Maidah ayat 3, dengan
jelas menegaskan bahwa bangkai, darah, dan daging babi adalah haram.
Kemudian terdapat hadist yang menguatkan ayat tersebut yaitu hadist
riwayat Ibnu Majjah, bahwa dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan
dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng,
sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa.
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1) Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak

13
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-
samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits.
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
 Rawinya bersifat adil
 Sempurna ingatan
 Sanadnya tidak terputus
 Hadits itu tidak berilat, dan
 Hadits itu tidak janggal
2) Hadits Hasan (baik), adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang
adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung
sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya.
Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah
untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3) Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak
macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau
hasan yang tidak dipenuhi
3. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan
suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun
Hadits, dengan menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih (Al Ro’i),
serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah
ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Untuk melakukan ijtihad, yang mana pelakunya disebut mujtahid harus
memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan
dengan hukum
b. Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk
menafsirkan Al Qur’an dan hadits

14
c. Mengetahui soal-soal ijma
d. Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu
dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Islam bukan
saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi
juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan
membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam berijtihad
seseorang dapat menempuhnya dengan cara :
a. Ijma’ adalah kesepakatan (musyawarah) dari seluruh ulama mujtahid
dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah
wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’
diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.
Contohnya : mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan,
kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti
sekarang ini.
b. Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak
ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya
karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-
sebabnya.
Contohnya : mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski.
Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang
disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan
illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir
tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap
diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang
ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka
ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1) Dasar (dalil)
2) Masalah yang akan diqiyaskan

15
3) Hukum yang terdapat pada dalil
4) Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang
diqiyaskan

Bentuk Ijtihad yang lain (ada ulama yang menerima ada yang tidak):

a. Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak


dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang
didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau
unutk kepentingan keadilan
b. Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada
dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang
mengubah kedudukan dari hukum tersebut
c. Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak
disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan
didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan
masyarakat setempat. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam
bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan
dengan ajaran Al Qur’an dan hadits.

16
BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Mengumpulkan Data dan Informasi


Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan
pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data
yang digunakan yaitu data media elektronik.

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu :

1. Sebelum analisis data dilakukan terlebih dahulu pencarian informasi yang


menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan penulis mengenai
permasalahan yang diperoleh.
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh
diperlakukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data
tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga
diperoleh suatu solusi dan kesimpulan.

3.2. Pengolahan Data dan Informasi

17
Beberapa data dan informasi yang dapat diperoleh pada tahap pengumpulan
data, kemudia diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan
pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang
yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat
bagi semua pemeluknya.
Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah SWT untuk mengatur
hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan
Hadits.
Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-
aturan untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali
membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah
diperlukan sumber hukum Islam sebagai solusinya.

4.2. Saran

18
Hukum Islam merupakan bagian integral ajaran Islam yang tidak mungkin bisa
dilepaskan atau dipisahkan dari kehidupan kaum muslim, atas dasar keyakinan
keislamannya. Sehingga kaum muslim akan mengalami ketentraman batin dalam
kehidupan beragama. Dimana ciri Islam yang paling menonjol, yaitu sifatnya yang
hadir di mana-mana (omnipresence). Ini sebuah pandangan yang mengakui bahwa
di mana kehadiran Islam selalu memberikan panduan moral yang benar bagi
tindakan manusia, termasuk dalam berbangsa dan bernegara.

Kita sebagai penerus perjuangan islam harus senantiasa taat dan patuh terhadap
aturan aturan (Hukum Islam) dan lebih dalam mempelajari bidang-bidang hukum
islam agar kita bisa lebih paham dan mengerti tentang Hukum islam yang sesuai
dengan Al-Quran dan hadis

19
DAFTAR PUSTAKA

Bungsu Tabalagan, Pengertian Hukum Islam, dalam http://bungsutabalagan.blogspot.


Com

Kholek Joxzin,  Asas-Asas Dalam Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Adat, dan
Hukum Islam, dalam http://kholekjoxzin.blogspot.com

Nurul Hakim, Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Hukum Islam, dalam http://pdfshare.com

Siti Nurulalfiah, Sumber-Sumber Hukum Islam, dalam http://sitinuralfiah.wordpress.


Com

Studi hukum, Pengertian Hukum Islam, dalam http://studihukum.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai