Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUBUNGAN HUKUM ADAT, HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL

Mata Kuliah : Studi Hukum Islam


Dosen Pengampu : Pakinah Herliani, S.Ag., M.Sy.

Disusun Oleh :

Kelompok 6

HUKUM EKONOMI SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Hubungan Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Nasional ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Muara Bulian, Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Adat .......................................................................................3
B. Pengertian Hukum Islam ......................................................................................4
C. Pengertian Hukum Nasional .................................................................................5
D. Hubungan Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Nasional ............................ 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................................... 7
B. Saran .................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 8


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Indonesia (Nasional) tumbuh dan berkembang dari berbagai sistem hukum
(legal sistem) yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sistem hukum yang berlaku dan
dapat diterima secara luas dapat bertahan, sedangkan sistem hukum yang pengaruhnya
kurang menyebabkan eksistensi sistem hukum tersebut dipertanyakan. Dalam membicarakan
Hukum Islam, di tengah-tengah hukum Nasional, pusat perhatian akan menuju pada
kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Nasional. Sistem hukum Indonesia,
berkembang secara beragam karena sejarah sistem hukum di Republik ini memiliki sumber
hukum yang majemuk. Disebut demikian karena di Indonesia berlaku beberapa sistem hukum
yang mempunyai corak dan susunan sendiri memberikan sumbangsih pada sistem hukum
yang berlaku di Indonesia.
Sistem hukum itu adalah sistem Hukum Adat, sistem Hukum Islam dan sistem
Hukum Barat. Sejak awal kehadiran Islam pada abat ke-tujuh masehi, tata hukum Islam
sudah dipraktikan dan dikembangkan dalam lingkungan masyrakat dan peradilan Islam. Pada
era kekuasaan kesultanan dan kerajaan-kerajaan Islam peradilan agama sudah hadir secara
formal. Ada yang bernama peradilan penguhu seperti di Jawa. Mahkamah syar’iyah di
kesultanan Islam di Sumatra. Peradilan qadi di kesultanan Banjar dan Pontianak. Namun
sangat disayangkan, walaupun pada masa kesultanan telah berdiri secara formal peradilan
agama serta status ulama memegang peranan sebagai penasihat dan hakim, belum pernah di
susun suatu buku hukum positif yang sistematik. Hukum yang di terapkan masih abstraksi
yang ditarik dari kandungan doktrin fiqh. Baru pada tahun 1760 VOC memerintahkan D.W.
Freijer untuk menyusun hukum yang kemudian dikenal dengan Conpendium Freijer.
Compendium ini dijadikan rujukan hukum dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di
kalangan masyarkat Islam di daerah yang dikuasai VOC.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka hal yang menjadi permasalahan
dengan penelitian ini yaitu:
1. Apa pengertian dari hukum adat?
2. Apa pengertian dari hukum Islam?
3. Apa pengertian dari hukum nasional?
4. Bagaimana hubungan hukum adat, hukum Islam dan hukum nasional?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari hukum adat
2. Untuk mengetahui pengertian dari hukum Islam
3. Untuk mengetahui pengertian dari hukum nasional
4. Untuk mengetahui hubungan dari hukum adat, hukum Islam dan hukum nasional
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat


Secara garis besar, hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat
dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum
yang ditaati secara tidak tertulis.
Hukum adat diakui oleh negara sebagai hukum yang sah. Setelah Indonesia merdeka,
dibuatlah beberapa aturan yang dimuat dalam UUD 1945, salah satunya mengenai hukum
adat.
Seperti salah satu dasar hukum berikut ini, yaitu pasal 18B ayat 2 UUD Tahun 1945:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”

Sedangkan menurut para pakar hukum, pengertian hukum adat adalah


1. Menurut Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
“Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar
terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat
itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum
terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan
hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.”
2. Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven:
Profesor luar negeri ini menyampaikan teorinya, bahwa: “Hukum adat adalah
keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.”
3. Menurut Dr. Sukanto, S.H.
Ahli ini menyatakan bahwa “Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada
umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi
jadi mempunyai akibat hukum”.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa secara umum hukum adat adalah hukum
tidak terrtulis. Kendati demikian, masyarakat adat tetap meyakini bahwa ada hukum yang
mengikat pada lingkungannya sehingga harus ditaati dan akan mendapatkan sanksi apabila
dilanggar.

B. Pengertian Hukum Islam


Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan me-
Rujuk pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Nabi Muhammad SAW mengenai tingkah laku
mukalaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang
mengikat bagi semua pemeluknya.
Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat Islam menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah SWT untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk menuju
kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya sebuah agama yang mengajarkan
tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau
sistem ketentuan Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan
hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam,
khususnya Al-Quran dan Hadits.

Ruang Lingkup Hukum Islam


Ruang Lingkup Hukum Islam adalah objek kajian hukum Syariat Islam atau bidang-
bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam di sini meliputi syariah
dan fikih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi hukum menjadi
hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik. Sama halnya dengan hukum adat di
Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan hukum publik. Pembagian
bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam
melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang
lingkuphukum Islam ada dua, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (hablunminallah) dan
hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas). Bentuk hubungan yang pertama
disebut ibadah dan bentuk hubungan yang kedua disebut muamalah.

Asas Hukum-Hukum Islam


Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-aturan
untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui permasalahan-
permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali membuat pemikiran umat
Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah diperlukan sumber hukum Islam
sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:

1. Al-Qur'an
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Qur'an, sebuah kitab suci umat
Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW melalui
Malaikat Jibril. Al-Qur'an memuat kandungan-kandungan yang berisi perintah,
larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-Qur'an
menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya
agar tercipta masyarakat yang ber akhlak mulia. Akhlak mulia Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wasallam adalah kejujuran dalam perkataan dan perbuatan. Maka
dari itulah, ayat-ayat Al-Qur'an menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu
syariat.
2. Al-Hadist
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu yang
berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya beliau.
Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan yang merinci segala aturan yang masih
global dalam Al-quran. Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan (sabda), perbuatan,
ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum Islam.
3. Ijma’
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah
atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung jawabkan
adalah yang terjadi pada zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan tabi’ut tabiin
(setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan
jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat dipastikan
bahwa semua ulama telah bersepakat.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Qur'an, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam
Al-qur'an ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan
sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.Artinya jika suatu nash telah
menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah diketahui
melalui salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum tersebut, kemudian
ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu dalam suatu hal itu
juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan hukum kasus yang ada nashnya.

Unsur Utama Hukum Islam Nasional


Hukum Islam merupakan bahan dan unsur utama Hukum Nasional Indonesia (Dahlan
et. al, 1996: 713). Hukum Islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam di sebarkan di
tanah air Indonesia pada Abad ke-7 Hijriyah atau Abad ke-13 Masehi, setelah Islam masuk
ke Indonesia, Hukum Islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agama Islam di
Nusantara, hal ini dapat dilihat dari hasil karya ahli hukum Islam Indonesia yaitu Thullab,
Sirathal Mustaqim, Kutaragama, Sajinatul Hukum (Ali, 1990: 189).
Fungsi Pengadilan Agama menegakkan hukum dan berkeadilan layanan hukum bagi
masyarakat dengan acuan atau rujukan asas hukum-hukum Islam yang di kembangkan
merujuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketentuan
konstitusional yang menunjukkan dasar hukum Peradilan Agama di turunkan dalam pasal 18
UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan diatur dengan UU No. 50 Tahun
2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
menentukan bahwa Peradilan Agama ialah Peradilan Negara Republik Indonesia. Sistem
Hukum Uni Eropa Kontinental (Civil Law) melalui sistem Hukum di Indonesia menunjukkan
ciri posotivistik yang mampu diterima dalam sistem Hukum Indonesia melalui formalisasi
Hukum Islam.

C. Pengertian Hukum Nasional


Pengertian Hukum nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu Negara
yang terdiri atas prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu
Negara.
Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses
penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada. Hukum
Nasinonal di Indonesia adalah hukum yang terdiri atas campuran dari sistem hukum agama,
hukum eropa, dan hukum adat.  Hukum Agama, itu karena mayoritas masyarakat Indonesia
memeluk agama Islam, maka syari’at Islam lebih mendominasi terutama pada bidang
kekeluargaan, perkawinan, dan warisan. Sistem Hukum Nasioanl yang diikuti sebagian besar
berbasis pada hukum Eropa continental baik itu hukum perdata maupn hukum pidana.
Hukum Eropa yang di ikuti khususnya dari belanda itu karena di masa lampau Indonesia
merupakan Negara jajahan Belanda. Sistem Hukum adat juga merupakan bagian dari hukum
nasional, karena di Indonesia masih kental dengan aturan-aturan adat setempat dari
masyarakat serta budaya yang ada di wilayah Indonesia.

D. Hubungan Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Nasional


Semua orang mengakui adanya hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Islam.
Hanya yang diperselisihkan mengenai sejauh mana hubungan itu telah terjadi dan sejauh
mana pula yang mungkin akan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Untuk ini perlu kita
mengetahui bahwa terjadinya hubungan antara HUkum Adat dan Hukum Islam dalah
disebabkan oleh dua hal. Pertama, diterimanya Hukum Islam itu oleh masyarakat, serti
hukum perkawinan di seluruh Indonesia dan hukum warisan di Aceh. Kedua, Islam dapat
mengakui Hukum Adat itu dengan syarat-syarat tertentu, seperti adat gono-gini di Jawa,
Gunakarya di Sunda, Harta Suarang di Minangkabau, Hareuta Sihareukat di Aceh. Druwe
Gabro di Bali dan Barang Berpantengan di Kalimantan. Di antara syarat-syarat dapat
diterimanya hukum adat oleh Islam ialah:b1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan yang sehat
dan diakui oleh pendapat umum;b2. Tidak ada persetujuan lain antara kedua belah pihak;b3.
Tidak bertentangan dengan nash, baik Quran maupun Hadits. Nash yang dimaksudkan disini,
menurut Abu Yusuf Al-Hanafy, ialah nash yang tidak didasarkan atau dipengaruhi oleh
sesuatu adat kebiasaan sebelumnya. Contoh nash yang didasarkan kepada adat sebelumnya,
Abu Yusuf mengemukakan Hadits jual-beli gandum, ditakar dengan sukatan. Itu tidak berarti
bahwa jual-beli gandum sekarang dengan ditimbang tidak boleh, karena hadits tersebut
didasarkan pada kebiasaan pada masa itu, bukan prinsip. Hubungan antara Hukum Adat
dengan Hukum Islam di Indonesia, semakin lama bukan semakin erat, melainkan semakin
lama semakin terasa renggangnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya ialah
sebagian besar Ulama Indonesia menganut pendapat bahwa pintu Ijtihad sudah ditutup,
sedang di lain pihak, masalah-masalah baru terus saja terjadi dalam masyarakat, disamping
situasi dan kondisi juga sudah demikian jauh bedanya dengan yang ada pada zaman
pengarang kitab-kitab Fiqih dahulu. Sebenarnya ditutupnya pintu Ijtihad itu juga merupakan
suatu Ijtihad pula, karena para ulama Fiqih pada waktu itu melihat bahwa pintu itu sudah
dimasuki oleh sembarang orang, sehingga dikuatkan akan terjadi kekacauandalam bidang
Hukum Islam, lebih-lebih karena Hukum Islam pada waktu itu tidal lagi merupakan hukum
positif yang dijalankan pemerintah, melainkan hanya diserahkan saja pada pilihan pribadi-
pribadi yang bersangkutan. Sebenarnya pintu ijtihad itu tidak ditutup mati, melainkan hanya
sekedar dikunci saja, sehingga tidak semua orang dapat masuk, melainkan hanya dapat
dimasuki oleh orang-orang yang mempunyai kuncinya saja. Hal ini terbukti dengan praktek
bahwa mereka terus saja memfatwakan hukum mengenai masalah-masalah yang timbul
dalam masyarakat, meskipun mereka sendiri tidak mau menanamkan ijtihad, demi
kemaslahatan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Semua orang mengakui adanya hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Islam.
Hanya yang diperselisihkan mengenai sejauh mana hubungan itu telah terjadi dan sejauh
mana pula yang mungkin akan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Untuk ini perlu kita
mengetahui bahwa terjadinya hubungan antara HUkum Adat dan Hukum Islam dalah
disebabkan oleh dua hal. Pertama, diterimanya Hukum Islam itu oleh masyarakat, serti
hukum perkawinan di seluruh Indonesia dan hukum warisan di Aceh. Kedua, Islam dapat
mengakui Hukum Adat itu dengan syarat-syarat tertentu, seperti adat gono-gini di Jawa,
Gunakarya di Sunda, Harta Suarang di Minangkabau, Hareuta Sihareukat di Aceh. Druwe
Gabro di Bali dan Barang Berpantengan di Kalimantan.

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2002.
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Majalah Hukum Nasional (Memberdayakat Pusat
Dokumentasi BPHN Sebagai Informasi Hukum Nasional, Vol. 2. No. 1, Jakarta, 2001.
C.S.T. Kansil, Et.Al., Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni. 2005.
Dirjend Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 2 No. 1, Program Legislasi Nasional, 2005, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai