Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

“SISTEM HUKUM ADAT INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

LALAN JUNIKO
NPM. 1780740135

DOSEN PEMBIMBING :

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
Penghantar Hukum Indonesia ini sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan. Tak lupa pula, penulis kirimkan salam dan salawat kepada junjungan
kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Makalah Penghantar Hukum Indonesia ini membahas tentang “Sistem
Hukum Adat Indonesia”. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.
Besar harapan kami, dengan hadirnya Makalah Penghantar Hukum
Indonesia ini dapat memberikan sumbangsih yang berarti demi kemajuan ilmu
pengetahuan bangsa.

Bengkulu, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pancasila Sebagai Dasar Negara .................................. 3
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara ................................................ 4
C. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara ......................... 7
1. Pancasila sebagai ideologi bangsa ......................................... 7
2. Pancasila sebagai ideologi negara .......................................... 7
3. Ciri-ciri ideologi .................................................................... 8
4. Fungsi ideologi menurut pakar dibidangnya ......................... 8
D. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Tertutup .................... 8
1. Ideologi Terbuka .................................................................... 8
2. Ideologi Tertutup ................................................................... 9
3. Nilai-Nilai yang terkandung dalam Ideologi Pancasila ......... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................ 10
B. Saran .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memahami Hukum Adat dimulai dari pengetian dan istilah hukum adat
itu sendiri, menurut Snouck Hurgronje Adat Recht atau Hukum Adat adalah
adat-adat yang mempunyai akibat hukum, atau dengan kata lain disebut
dengan hukum adat jika adat tersebut memepunyai akibat hukum. Diantara
manfaat mempelajari hukum adat adalah untuk memahami budaya hukum
Indonesia, dengan ini kita akan lebih mengetahui hukum adat yang mana yang
tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan hukum adat mana yang
dapat mendekati keseragaman yang berlaku sebagai hukum nasional.
Lebih jauh membahas tentang Hukum Adat, suatu adat dikatakan
sebagai hukum adat atau seingkatnya yang merupakan karakteristik hukum
adat adalah hukum yang umumnya tidak ditulis, peraturan-peraturan yang ada
kebanyakan merupakan petuah yang memuat asas perikehidupan dalam
bermasyarakat serta kepatuhan seseorang terhadap hukum adat akan lebih
didasarkan pada rasa harga diri setiap anggota masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas rumusan masalah yang diangkat dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian sistem hukum adat ?
2. Apa Perbedaan sistem hukum adat dan hukum barat ?
3. Apa saja bagian hukum adat ?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian sistem hukum adat
2. Untuk memahami Perbedaan sistem hukum adat dan hukum barat
3. Untuk mengidentifikasi bagian dari hukum adat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat


Secara bahasa hukum adat terbagi dari dua kata yakni hukum dan adat.
Hukum adalah kumpulan aturan atau norma yang apabila dilanggar akan
dikenai sanksi, dan yang membuat hukum adalah orang yang memiliki
kewenangan atasnya. Sedangkan kata adat, menurut Prof. Amura, istilah ini
berasal dari bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah
dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu.
Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato
berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan
(perbuatan dsb) yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Karena
istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan
maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Beberapa definisi hukum adat yang dikemukakan para ahli hukum,
antara lain sebagai berikut:
1. Prof. Van Vallenhoven, yang pertama kali menyebut hukum adat
memberikan definisi hukum adat sebagai : “ Himpunan peraturan tentang
perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak
yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain
berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). Abdulrahman ,
SH menegaskan rumusan Van Vallenhoven dimaksud memang cocok
untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan Adat Recht pada jaman
tersebut bukan untuk Hukum Adat pada masa kini.
2. Prof. Soepomo, merumuskan Hukum Adat: Hukum adat adalah synomim
dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative (statuary
law), hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum Negara
(Parlemen, Dewan Propinsi dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai

2
peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di
kota maupun di desa-desa.
3. Prof. Soekanto, merumuskan hukum adat: Komplek adat adat inilah yang
kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan
mempunyai sanksi (dari itu hukum), jadi mempunyai akibat hukum,
komplek ini disebut Hukum Adat.
4. Prof. Soeripto: Hukum adat adalah semua aturan-aturan/ peraturan-
peraturan adat tingkah laku yang bersifat hukum di segala kehidupan
orang Indonesia, yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat
dianggap patut dan mengikat para anggota masyarakat, yang bersifat
hukum oleh karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa aturan-aturan/
peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas
masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).
5. Suroyo Wignjodipuro: Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma
yang bersumber dari perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang
serta meliputi peraturan tingkat laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, karena mempunyai akibat
hukum (sanksi).
6. Seminar Hukum Adat dan pembinaan Hukum Nasional: Hukum adat
diartikan sebagai Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana sini mengandung
unsur agama.
7. Sudjito Sastrodiharjo menegaskan: Ilmu hukum bukan hanya mempelajari
apa yang disebut das sollen, tetapi pertama kali harus mengingat das sein.
Hukum adat merupakan species dari hukum tidak tertulis, yang merupakan
genusnya.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/
kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan
terpencil yang masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang
sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun

3
proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula
yang lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.

B. Perbedaan Hukum Adat Dan Hukum Barat


Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia
yang sudah pasti berlainan dengan pemikiran yang menguasai hukum Barat.
Dan untuk dapat memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus
memahami dasar-dasar pemikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hukum adat memiliki corak-corak sebagai berikut:
1. Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia
menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan
yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat.
2. Mempunyai corak religio-magis yang berhubungan dengan pandangan
hidup alam Indonesia.
3. Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum
adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya
perhubungan hidup yang konkrit.
4. Hukum adat mempunyai sifat yang visual, artinya perhubungan hukum
dianggap hanya terjadi, oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang
dapat dilihat.
Antara sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa
perbedaan yang fundamental, seperti:
1. Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan “persoonlijke rechten”.
“Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat “zakelijk”, artinya
berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak mutlak/absolut.
“Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya berlaku
terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum
adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas.
Hak-hak menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan
hakim.

4
2. Hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum publik dan hukum privat.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini. Perbedaan-perbedaan
fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan karena corak
serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh
berlainan.
3. Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan bercorak rasionalistis
intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia bersifat kosmis, tidak
ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia manusia
berhubungan erat dengan segala hidup di dalam alam ini.
4. Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem hukum barat, dibagi-bagi
dalam golongan peanggaran yang bersifat pidana dan harus diperiksa oleh
hakim pidana atau (strafrechter), dan pelanggaran-pelanggaran yang
hanya mempunyai akibat dalam lingkup perdata, maka pelanggaran-
pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.

C. Sistem Hukum Adat


Menurut Prof. Dr. R. Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang
Hukum Adat dituliskan sistem hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah
adat, dan Penyelidikan Hukum Adat. Berikut akan dijelaskan mengenai hal
tersebut.
1. Bahasa Hukum
Maksud dari Bahasa hukum adalah kata-kata yang dipakai terus-
menerus untuk menyebut dengan konsekuen suatu perbuatan atau keadaan,
lambat laun menjadi istilah yang mempunyai isi yang tertentu. Bagi
hukum adat di Indonesia, pembinaan bahasa hukum adalah soal yang
minta perhatian khusus kepada para ahli hukum Indonesia.
Bahasa hukum lahir dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata
yang terus-menerus dipakai dengan konsekuen untuk menyebut suatu
perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang memiliki isi dan
makna tertentu.

5
Hukum Barat telah memiliki istilah-istilah hukum teknis yang dibina
berabad-abad oleh para ahli hukum, para hakim dan oleh pembentuk
undang-undang. Hukum adat, pembinaan bahasa hukum ini justru masih
merupakan suatu masalah yang sangat meminta perhatian khusus pada
para ahli hukum Indonesia. Baik Van Vollenhoven dan Ter Haar,
mengemukakan dengan jelas betapa pentingnya soal bahasa-hukum adat
bagi pelajaran serta pengertian sistem hukum adat dan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum adat selanjutnya.
Bahasa hukum adalah bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam
satu dua hari saja, tetapi harus melalui suatu proses yang cukup lama.
Bahasa rakyat yang bersangkutanlah merupakan bahasa yang pertama-
tama yang sanggup melukiskan perasaan rakyat dimaksud secara tepat.
Dan oleh karena itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu
terjemahan istilah-istilah hukum adat dalam bahasa Belanda yang pada
zaman itu orang menganggap seolah-olah isi serta artinya sudah lama,
sesungguhnya merupakan suatu kesalahan, sebab istilah-istilah dalam
bahasa asing dimaksud ternyata tidak dapat melukiskan makna yang
terkandung dalam istilah-istilah bahasa aslinya. Sebagai Contoh: Pada
zaman Hindia-Belanda, istilah yang digunakan untuk menyebut kata jual
dan sewa dengan Bahasa Belanda yaitu dengan istilah varkopen dan huren,
seolah-olah arti istilah varkopen dan huren sama dengan arti jual dan sewa
dalam istilah hukum adat.
Dalam ilmu hukum adat sendiri istilah jual berarti mengenai
pengoperan hak (overdracht) dari seseorang kepada orang lain. Ada tiga
jenis pengoperan yang juga menggunakan istilah jual, dan dalam
pengoperan tersebut berlaku dengan pembayaran kontan dari pihak
pembeli. Lain halnya dengan istilah verkopen, yang dimaksud dengan
verkopen adalah sistem hukum barat tentang suatu perbuatan hukum yang
bersifat obligatoir, artinya verkoper berjanji dan wajib mengoperkan
barang yang di verkoop kepada pembeli dengan tidak dipersoalkan apakah
harga barang itu dibayar kontan atau tidak.

6
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, maka kata jual sebagai istilah
hukum adat tidaklah sama artinya dengan kata verkopen sebagai istilah
hukum barat. Dalam sistem hukum adat, pembelian barang dengan tidak
membayar kontan bukanlah termasuk perbuatan jual, melainkan temasuk
dalam golongan hutang piutang.
Dalam sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang
bersifat sama disebut dengan istilah yang sama pula. Misalnya istilah
gantungan dipakai untuk menyebut segala keadaan yang belum bersifat
tetap.
2. Pepatah Adat
Di berbagai lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat yang
sangat berguna sebagai petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum
adat. Berikut cnntoh pepatah dari daerah Batak:
“Molo metmet binanga, na metmet do dengke”
“Molo gadang binanga, gadang dengke”
Dalam bahasa Indonesia:
“Jika (anak) sungai kecil, maka ikannya juga kecil,
“Jika (anak) sungai besar, maka ikannya juga besar”
Perumpamaan ini mengandung dasar hukum, bahwa upah bagi
mereka yang menyelesaikan sesuatu soal hukum harus seimbang dengan
pentingnya soal tersebut.
Dari daerah Minangkabau:
“Sakali aye gadang, sakali tapian beranja,
“Sakali raja ba(r) ganti, sakali adat berobah”
Dalam bahasa Indonesia :
“Apabila air meluap, tempat pemandian bergeser.
“Apabila ada penggantian raja, maka adat akan bergati juga”
Pepatah ini mengandung pengertian, bahwa adat tidak statis
melainkan berubah menurut perubahan yang berlaku dengan penggantian
kepala adat.

7
Prof. Snouck Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak boleh
dianggap sebagai sumber atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi
interpretasi yang tepat agar terang maknanya. Pepatah adat memang baik
untuk diketahui dan disebut, akan tetapi pepatah itu tidak boleh dipandang
sebagai pasal-pasal kitab undang-undang pepatah adat tidak memuat
peraturan hukum positif.
Vergouwen menulis bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat
normatif seperti pasal undang-undang. Pepatah itu hanya mengandung
aliran hukum dalam bentuk yang menyolok saja. Ter Haar berkata bahwa
pepatah adat bukan merupakan sumber hukum adat, melainkan
mencerminkan dasar hukum yang tidak tegas. Prof. Soepomo menegaskan
bahwa pepatah adat memberi lukisan tentang adanya aliran hukum yang
tertentu.
3. Penyelidikan Hukum Adat
Berlakunya sesuatu peraturan hukum adat tampak dalam putusan
(penetapan) petugas hukum, misalnya putusan kumpulan desa, putusan
kepala adat dan sebagainya. Yang dimaksud dengan putusan atau
penetapan itu ialah perbuatan atau penolakan perbuatan (non-action) dari
pihak petugas hukum dengan tujuan memelihara atau untuk menegakkan
hukum.
Maka dari itu penyelidikan hukum adat haruslah ditujukan kepada
Research tentang putusan-putusan petugas hukum, selain itu kita juga
harus menyelidiki kenyataan sosial (social reality), yang merupakan dasar
bagi para petugas hukum untuk menentukan putusan-putusannya.
Cara atau metode penyelidikan setempat adalah mendekati para
pejabat desa, orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di
daerah yang bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan
ditanyakan harus hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah
dialami atau diketahui sendiri oleh mereka.
Perlu kita ketahui bahwa dalam penyelidikan hukum adat yang
menentukan bukan banyaknya jumlah perbuatan yang terjadi, meskipun

8
jumlah itu adalah penting sebagai petunjuk bahwa perbuatan itu adalah
dirasakan sebagai hal yang diharuskan oleh masyarakat. akan tetapi yang
penting adalah suatu perbuatan itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat
sebagai hal yang memeng sudah seharusnya. Maka dari itulah kita sudah
dapat menarik kesimpulan adanya norma hukum.

Maka agar memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga tentang


hukum adat perhatian harus diarahkan kepada berikut ini:
1. Research tentang putusan-putusan petugas hukum ditempat yang
bersangkutan.
2. Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari terhadap hal-hal yang sedang
disoroti dan diinginkan mendapat keterangan dengan melakukan field
research itu.
Untuk mendapatkan hasil penyelidikan sebagaimana mestinya,
kenyataan sosial yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk
menentukan putusan-putusannya, wajib pula diindahkan serta dipahami. Cara
melakukan Field Research wajib menemui para pejabat desa, orang-orang tua,
orang terkemuka, serta menanyakan fakta-fakta yang telah dialami atau
diketahui sendiri oleh mereka itu.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut pancasila sebagai dasar negara mempunyai
sifat imperatif atau memaksa serta memiliki nilai – nilai luhur yang
terkandung dalam pancasila yang bersifat obyektif – subyektif. Bagi bangsa
indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah sebagai
pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian tersebut
sudah selayaknya kita pahami akan hakikatnya. Selain dari pengertian
tersebut, pancasila memiliki beberapa sebutan yang berbeda.
Menurut pendapat Harol H.Titus defenisi dari ideologi adalah suatu
istilah yang digunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam
masalah politik ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu
rencana yang sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh
sekelompok atau lapisan masyarakat Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
sebagai suatu sistem pemikiran terbuka yang dimana memiliki ciri-ciri
ideologi dan fungsi ideologi sesuai bidangnya. Pancasila sebagai ideologi
memiliki dua ciri yaitu ideologi terbuka dan ideologi tertutup.

B. Saran
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat seyogyanya saling
bahu-membahu untuk mempertahankan dan melestarikan hukum adat. Karena
hukum adat merupakan aturan yang hidup dari nilai-nilai yang baik dan luhur,
sehingga keberadaannya di Indonesia patut diperjuangkan. Selain itu, hukum
adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan asli yang
berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat
adalah hukum asli Indonesia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al Marsudi Subandi H. 2003. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma


Reformasi. Jakarta : Rajawali Pers.

Nopirin, 2009. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta : Pancoran


Tujuh.

Pranarka, A.M.W., 2005. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta : CSIS.

Suwarno, P.J., 2004. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta: Kanisius

Wahana, Paulus. 2007. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai