0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
206 tayangan26 halaman
Pembentukan hukum di Indonesia harus didasarkan pada Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi. Pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus memperhatikan asas-asas yang baik seperti kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, dan kesesuaian antara jenis, hierarki, serta materi muatannya. Hukum diharapkan dapat melindungi masyarakat dan merealisasikan keadilan sosial.
Pembentukan hukum di Indonesia harus didasarkan pada Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi. Pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus memperhatikan asas-asas yang baik seperti kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, dan kesesuaian antara jenis, hierarki, serta materi muatannya. Hukum diharapkan dapat melindungi masyarakat dan merealisasikan keadilan sosial.
Pembentukan hukum di Indonesia harus didasarkan pada Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi. Pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus memperhatikan asas-asas yang baik seperti kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, dan kesesuaian antara jenis, hierarki, serta materi muatannya. Hukum diharapkan dapat melindungi masyarakat dan merealisasikan keadilan sosial.
KEBENARAN MEMENUHI FAKTA KEBUTUHAN PEMBENTUKAN MASYARAKAT HUKUM •Pembentukan hukum harus didasarkan pada kebenaran fakta yang terjadi dalam masyarakat. •Berdasarkan kebenaran fakta tersebut pembentukan hukum harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat •terhadap suatu aturan tertentu yang mengendalikan perilaku individu dalam masyarakat. ROSCOE POUND (An introduction to the Philosopy of Law), mengemukakan bahwa terdapat dua macam kebutuhan yang telah mendorong pemikiran filsafat tentang hukum: 1. kebutuhan masyarakat akan keamanan umum 2. Kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perubahan2 yang terjadi dalam masyarakat • Para filsuf telah mencoba untuk menyusun teori-teori tentang hukum dan teori-teori tentang pembuatan hukum dan telah berusaha untuk mempersatukannya: ➢ dengan menggunakan gagasan yang dapat memecahkan pokok persoalannya, ➢ seimbang dengan tugas untuk menghasilkan suatu hukum yang sempurna yang dapat berdiri terus- menurus untuk selama-lamanya. • para pembentuk undang-undang mencoba untuk mempertahankan keamanan umum : ➢ karena keyakinan bahwa kumpulan-kumpulan khusus dari hukum manusia telah diperintahkan oleh kekuasaan Illahi atau diwahyukan oleh kekuasaan Illahi atau diberi sanksi oleh kekuasaan Illahi, ➢ mereka telah mempelajari berbagai masalah untuk membuktikan kepada manusia bahwa hukum itu adalah sesuatu yang pasti dan tentu. ➢ Bahwa kekuasaannya tidak perlu dipersoalkan lagi, namun ➢ pada saat yang bersamaan mungkin perlu untuk mengadakan penyesuaian dan ➢ sekali-kali untuk mengadakan perubahan-perubahan yang radikal karena adanya tekanan dari keinginan- keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan selalu berubah JOHN AUSTIN • Hukum adalah perintah penguasaan negara. • Hakikat hukum terletak pada unsur perintah. • Karena itu, pihak penguasalah yang menentukan apa yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. • Kekuasaan dari penguasa dapat memberlakukan hukum dengan cara menakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang diinginkan. • John Austin, pada mulanya, membedakan hukum dalam dua jenis, yaitu : 1. hukum dari Tuhan untuk manusia dan 2. hukum yang dibuat oleh manusi, yang terdiri dari : a. hukum yang sebenarnya dan b. hukum yang tidak sebenarnya. • Hukum yang sebenarnya memiliki 4 unsur penting yaitu 1. perintah (Command), 2. sangsi (sanction), 3. kewajiban (duty), dan 4. kedaulatan (soveignty). HANS KELSEN : ➢ hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non yuridis seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan nilai- nilai etis. Pemikiran inilah yang dikenal dengan teori hukum murni (reine rechlehre). ➢ Jadi hukum adalah suatu kategori keharusan (sollens kategorie) bukan kategori factual (sains kategorie). ➢ Hukum baginya merupakan suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai makhluk rasional. • Dasar-dasar pokok pikiran teori Hans Kelsen adalah sebagai berikut: ✓ pertama, tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu adalah untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan (unity); ✓ kedua, teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum yang ada bukan tentang hukum yang seharusnya ada; ✓ ketiga, ilmu hukum adalah normatif bukan ilmu alam • Hans Kelsen juga dikenal sebagai pencetus teori berjenjang, (stuffenbau des recht theory), teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida. • Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatan dari suatu norma yang lebih tinggi. • Semakin tinggi suatu norma akan semakin abstrak sifatnya dan sebaliknya semakin rendah kedudukannya akan semakin kongkrit. • Norma yang paling tinggi menduduki puncak piramida yang disebut norma dasar (grund norm). Dari pandangan-pandangan di atas : • Hukum harus dinamis, tidak boleh statis dan harus memberikan perlindungan kepada masyarakat. • Hukum harus dapat dijadikan penjaga ketertiban, ketenteraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. • Hukum harus dapat dijadikan pembaharu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dibentuk dengan berorientasi kepada masa depan, hukum tidak boleh dibangun dengan berorientasi kepada masa lampau. • Oleh karena itu, hukum harus dapat dijadikan pendorong dan pelopor untuk menata dan bila perlu mengubah kehidupan masyarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat untuk semua pihak KESIMPULAN: ✓ Pembentukan hukum tersebut harus didasarkan pada kebenaran fakta yang terjadi dalam masyarakat. ✓ Berdasarkan kebenaran fakta tersebut pembentukan hukum harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap suatu aturan tertentu yang mengendalikan perilaku individu dalam masyarakat. PEMBENTUKAN HUKUM DIINDONESIA • Negara di dunia yang menganut paham teokrasi menganggap sumber dari segala sumber hukum adalah ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun dalam kitab-kitab suci atau yang serupa dengan itu. • Kemudian untuk Negara yang menganut paham negara kekuasaan yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kekuasaan. • Lain halnya dengan negara yang menganut paham kedaulatan rakyat yang dianggap sebagai sumber dari sumber hukum adalah kedaulatan rakyat. • Bagi Negara Republik Indonesia yang menjadi sumber dari sumber hukum adalah Pancasila yang dijumpai dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. • Pancasila sebagai dasar falsafah, pandangan hidup, dasar negara, dan sumber tertib hukum Indonesia yang menjiwai serta menjadi mercusuar hukum Indonesia. • Pancasila inilah yang menjadi landasan pembenar bagi pembangunan ilmu hukum Indonesia berdasarkan epistemologi rasio-empiris-intuisi-wahyu. • Masuknya intuisi-religi sebagai metode dalam ilmu hukum Indonesia diharapkan mampu menjadikan lengkap ilmu hukum dan memberi semangat serta jiwa pembangunan hukum Indonesia • di dalam Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945 terkandung nilai-nilai dasar tata hukum nasional kita yang merupakan rechtsidee (cita) hukum dan sebentuk idealita apa yang dinamakan hukum di negara kita itu (*). Secara ringkas nilai dasar tersebut meliputi: 1. Nilai dasar pertama: hukum berwatak melindungi (mengayomi) dan bukan sekedar memerintah begitu saja 2. Nilai dasar kedua: hukum itu mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan social bukan semata-mata sebagai tujuan, akan tetapi sekaligus pegangan yang konkret dalam membuat peraturan hukum, 3. Nilai dasar ketiga: hukum itu adalah dari rakyat dan mengandung sifat kerakyatan, dan 4. Nilai dasar keempat: hukum adalah pernyataan kesusilaan dan moralitas yang tinggi, baik dalam peraturan maupun dalam pelaksanaannya sebagaimana diajarkan di dalam ajaran agama dan adat rakyat kita • UU No. 15 Tahun 2019 Jo. UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menentukan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: 1. Kejelasan tujuan; 2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; 3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; 4. Dapat dilaksanakan; 5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. Kejelasan rumusan; dan 7. Keterbukaan. 46