Anda di halaman 1dari 4

Hubungan hukum Islam dan hukum nasional (implementasi)

Dalam membicarakan Hukum Islam di tengah-tengah Hukum Nasional pusat perhatian akan
ditujukan pada kedudukan Hukum Islam dalam sistem Hukum Nasional. Sistem Hukum Indo
nesia, sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian ka
rena sampai sekarang di negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang
mempunyai corak dan susunan sendiri. Sistem hukum itu adalah sistem hukum adat, sistem
Hukum Islam dan sistem hukum Barat. Sejak awal kehadiran Islam pada abad ke-tujuh Mas
ehi tata hukum Islam sudah dipraktekkan dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat
dan peradilan Islam. Hamka mengajukan fakta berbagai karya ahli Hukum Islam Indonesia.
Misalnya Shirat al-Thullab, Shirat al-Mustaqim, Sabil alMuhtadin, Kartagama, Syainat al-Huk
m, dan lain-Iain. 2 Akan tetapi semua karya tulis tersebut masih bercorak pembahasan fiqih.
Masih bersifat doktrin hukum dan sistem fiqih Indonesia yang berorientasi kepada ajaran Im
am Mazhab.

HUKUM ISLAM

Hukum Islam Kata hukum Islam tidak ditemukan sarna sekali di dalam al-Qur'an dan literatur
hukum dalam Islam. Yang ada dalam al-Qur'an adalah kata syari'ah, fiqh, hukum Allah dan y
ang seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term "Islamic La
w" dari literatur Barat. Dalam penjelasan tentang hukum Islam dari literatur Barat ditemukan
definisi hukum Islam yaitu: keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim
dalam segala aspeknya. 9 Dari definisi ini arti hukum Islam lebih dekat dengan pengertian sy
ariah.

Untuk lebih memberikan kejelasan tentang arti hukum Islam, perIu diketahui lebih dahulu arti
dari kata "hukum". Sebenamya tidak ada arti yang sempurna tentang hukum. Namun, untuk
mendekatkan kepada pengertian yang mudah dipahami, meski masih mengandung kelemah
an, definisi yang diambil oleh Muhammad Muslehuddin dari Oxford English Dictionary perlu
diungkapkan. Menurutnya, hukum adalah, "the body of rules, wether proceeding from formal
enactment or from custom, which a particular state or community recognizes as binding on it
s members or subjects".11 (Sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal maupu
n adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu sebagai mengikat bagi anggotany
a). Bila hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti: "Seperangkat peratur
an berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang
diakui dan diyakini berIaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam".12 Dari
definisi yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa hukum Islam mencakup Hukum Sy
ari' ah dan Hukum Fiqh, karena arti syarak dan fiqh terkandung di dalamnya.

HUKUM NASIONAL
Hukum nasional adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia, setelah Indonesia me
rdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi warga negara Republik Indonesi
a sebagai pengganti hukum kolonial. Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa I
ndonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya dan agama yang berbeda,
ditambah dengan keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial dahul
u, bukan pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional akan berIaku bagi semua warga
negara tanpa memandang agama, yang dipeluknya harus dilakukan dengan hati-hati, karen
a di antara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ini ada agama yang t
idak dapat diceraipisahkan dari hukum.

Karena hukum nasional harus mampu mengayomi dan memayungi seluruh bangs a dan neg
ara dalam segala aspek kehidupannya, maka menu rut Menteri Kehakiman Ismail Saleh (19
89) dalam merencanakan pembangunan hukum nasional, kita wajib menggunakan wawasan
nasional yang merupakan tritunggal yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain, yaitu: w
awasan kebangsaan, wawasan nusantara dan wawasan bhineka tunggal ika. Dipandang dar
i wawasan kebangsaan sistem hukum nasional harus berorientasi penuh pada aspirasi serta
kepentingan bangsa Indonesia. Wawasan kebangsaan ini, menurut Menteri Kehakiman, buk
anlah wawasan kebangsaan yang tertutup, tetapi terbuka memperhatikan kepentingan gene
rasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern.

~ Aspirasi tentang implementasi hukum Islam dalam konteks hukum nasional sangat terkait
dengan pandangan atau orientasi seseorang atau suatu kelompok tentang posisi Islam
dalam konteks kehidupan bernegara. Orientasi Islam ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok. Pertama, adalah orientasi yang berupaya memperjuangkan implementasi ajaran
secara komprehensif (kaffah), baik bidang aqidah, syari’ah maupun etika moral. Kedua,
adalah orientasi yang hanya berupaya memperjuangkan implementasi akidah dan etika
moral Islam. Ketiga, orientasi yang berupaya memperjuangkan sedapat mungkin
implementasi syari’ah disamping aqidah dan etika moral atau minimal prinsip-prinsipnya
yang terintegrasi ke dalam sistem nasional. Orientasi pertama menjadikan Islam sebagai
ideologis, kedua menjadikan Islam sebagai sumber etika moral, dan ketiga menjadikan
Islam sebagai sub-idiologi.

Orientasi pertama ini didukung oleh mereka yang masih tetap concerned terhadap orientasi
Islam sebagai ideologi yang manifestasinya berbentuk pelaksanaan syari’ah Islam secara
formal sebagai hukum positif. Orientasi ini mendukung pendekatan struktural dalam
sosialisasi dan institusionalisasi ajaran Islam. orientasi ini sebenarnya sudah dimiliki oleh
para tokoh Islam menjelang dan pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, kemudian
sejalan dengan era globalisasi, orientasi ini banyak dipengaruhi ide-ide ikhwanul muslimin
yang berdiri di Mesir tahun 1928 dan kini sudah berkembang di sejumlah Negara Timur
Tengah. Orientasi kedua didukung oleh mereka yang memiliki orientasi kebangsaan lebih
besar dari pada orientasi keislaman. Orientasi ini hanya mendukung pelaksanaan etika
moral Islam dan menolak pelaksanaan syari’ah dalam konteks kehidupan bernegara.
Orientasi ini mendukung pendekatan kultural dan menolak pendekatan struktural dalam hal
sosialisasi dan institusionalisasi ajaran Islam.

Orientasi ketiga lebih realistis dan moderat, dan meskipun ia berusaha sedapat mungkin
melaksanakan syari’ah atau prinsipprinsipnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
ia masih tetap mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. Orientasi ini mendukung
pendekatan kultural dan sekaligus structural dengan cara yang konstitusional dan
demokratis. Di samping itu, ia juga mengupayakan implementasi sistem alternatif yang
islami, meskipun tidak bersifat struktural, seperti perbankan Islam, asuransi Islam dan
sebagainya.

Sila Kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam Sila kedua dari Pancasila ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat dalam diri pribadi manusia tanpa
terkecuali. Jika hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada sila pertama, maka
hubungan sesama manusia ditunjukkan pada sila kedua. Konsep Hablum min an-nass
(hubungan sesama manusia) dalam bentuk saling menghargai sesama manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang beradab. Tidak ada perbedaan dalam hak dan kewajiban
sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan, artinya tidak boleh ada diskriminasi antar umat
manusia. Berperilaku adil dalam segala hal merupakan prinsip kemanusian yang terdapat
dalam sila kedua Pancasila, prinsip ini terlihat dalam ayat al-Qur’an surat al-Maa’idah, ayat 8
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran). Karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maa’idah [5]: 8).

Nilai kemanusiaan dalam sila kedua Pancasila menunjukkan sebuah kesadaran sikap
penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, bangsa dan
negara. Kemanusiaan melampaui batas negara, ia adalah sikap untuk dengan sadar
menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan menolak sikap chauvinisme yang
mementingkan kebenaran dirinya dibandingkan manusia yang lain. Penghargaan atas
manusia ini menuntut sikap perilaku manusia yang adil. Adil terhadap dirinya, adil terhadap
manusia lainnya, karena adil adalah sifat Tuhan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
mengilhami sila-sila berikutnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai Tauhid Islam
mewarnai sila-sila dalam Pancasila. Dalam konteks kemanusiaan yang adil juga beradab,
maka Islam juga turut memasukkan nilai-nilai dasarnyanya yaitu sifat adil yang merupakan
sifat utama Allah Swt yang wajib diteladani oleh manusia. Sifat beradab merupakan lawan
dari sifat zalim, dan sifat adil serta beradab terdapat secara tegas di dalam Quran Surah an-
Nahl [16]:90:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada

kaum kerabat, dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”

Anda mungkin juga menyukai