Anda di halaman 1dari 19

RESUME HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Nama : Dea Hirianti


Nim : 201130002
Kelas : HES A/3

1. pertemuan 1 (Selasa, 07 September 2021)

Perbedaan materi mata kuliah Pendidikan Agama dan materi kuliah mata kuliah Hukum
Islam di Indonesia

1. Tujuan diajarkannya mata kuliah Pendidikan Agama adalah untuk meningkatkan


ketaqwaan kepada Allah SWT, Tuhan YME. Wujud ketaqwaan mahasiswa kepada Tuhan
YME, dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mahasiswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agamanya
2. Mahasiswa beriman dengan benar dan baik
3. Mahasiswa bergairah beribadah
4. Mahasiswa berbudi luhur
5. Mahasiswa mampu dan gemar membaca serta berusaha menghafal dan menghayati makna
kitab suci Al-Qur’an, dengan benar dan baik
6. Mahasiswa gemar beramal shaleh dan berbuat baik, terhadap sesamanya
7. Mahasiswa selalu mampu mensyukuri nikmat Allah SWT
8. Mahasiswa hidup rukun seagama dan antar umat beragama dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara

2. Tujuan diajarkannya materi mata kuliah Hukum Islam di Indonesia adalah dalam rangka
memberikan ilmu tentang Hukum Islam di Indonesia, tujuan tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa mengetahui, memahami dasar-dasar hukum islam secara lengkap dan
benar, sehingga mereka mempunyai pandangan yang benar dan objektif tentang hakikat islam
2. Agar mahasiswa mengerti dan memahami hukum islam, dapat menyebutkan dan
menjelaskan prinsip-prinsip, sumber-sumber (dalil), asas-asas hukum islam, dasar penilaian
dan jenis-jenisnya dalam hukum islam (al ahkam al khamsah, serta mampu melukiskan dan
memaparkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam, sejak masa Rasululah
Muhammad saw sampai sekarang
3. Agar mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan hubungan hukum islam dengan
hukum-hukum lain di tanah air kita dan mengetahui, memahami kedudukan hukum islam
dalam sistem hukum di Indonesia dan tempatnya dalam pembinaan hukum nasional.

2. pertemuan II (Selasa, 14 September 2021)


Beberapa alasan yang menyebabkan mata kuliah Hukum Islam dia jarkan di Sekolah Tinggi
Hukum atau Fakultas Hukum di Indonesia, adalah:
1. Alasan Sejarah
Sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda mata kuliah Hukum Islam telah diajarkan di
semua Sekolah Tinggi (Fakultas) Hukum dengan nama Mohammedaansch Recht. Tradisi ini
diteruskan oleh Fakultas Hukum setelah Indonesia merdeka. Sekalipun penyebutan
Mohammedanch Recht untuk arti Hukum Islam, sebenarnya tidaklah tepat, karena hukum
Islam bukanlah ajaran (hukum) Muhammad, ja ajaran Tuhan Yang Maha Esa, Allah
subhanahu Wata'ala, yang disampaikan oleh utusan-Nya.

2. Alasan Demografi
Ada lima agama yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu agama Islam, Katolik, Protestan,
Hindu dan Budha.
Penduduk Indonesia yang beragama Islam merupakan jumlah ma yoritas yaitu sekitar 87,
25 %.2 Hukum yang diyakini kebenarannya oleh jumlah mayoritas ini, yaitu hukum Islam,
harus menjadi pertim bangan dan dijadikan sebagai salah satu dasar acuan pokok dalam
membuat hukum yang akan diberlakukan di Indonesia. Kalau hukum Islam tersebut
diabaikan atau tidak menjadi pertimbangan dalam membuat hukum, maka hukum yang dibuat
tersebut, tidak akan dapat dilaksanakan atau akan ditentang oleh masyarakat. Karena pada
dasarnya penegakan hukum dan keadilan akan tergan tung kepada tiga komponen pokok,
yaitu (1) diperlukan adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, (2)
adanya aparat penegak hukum yang profesional dan bermental tangguh atau memiliki
integritas moral yang tinggi, dan (3) adanya kesadaran hukum masyarakat yang
memungkinkan dilaksanakan nya penegakan hukum tersebut. pada zaman Hindia Belanda
keadaan mayoritas umat Islam ini menjadi pertimbangan bahwa para pegawai atau pejabat,
para pemimpin yang bekerja di Indonesia (Hindia Belanda) dan para ahli hukum di Indonesia,
selalu dibekali dengan pengetahuan keislaman, baik mengenai kelembagaannya,
penganutnya, maupun mengenai hukumnya.

3. Alasan Yuridis Formal


Hukum Islam di Indonesia berlaku (1) secara normatif, (2) secara yuridis formal. Hukum
Islam yang berlaku secara normatif yaitu bagian Hukum Islam yang mempunyai sanksi
kemasyarakatan apa bila hukum itu dilanggar. Bagian hukum ini terutama Hukum Islam yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Dipatuhi ti daknya Hukum Islam yang berlaku
secara normatif dalam masyarakat, akan tergantung pada kesadaran iman umat Islam itu
sendiri, pelaksanaannya pun diserahkan kepada keinsyafan orang yang bersangkutan.
Hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal adalah bagian hukum Islam yang
mengatur hubungan antarmanusia dan me ngatur hubungan manusia dengan makhluk lainnya
Bagian hukum Islam ini berlaku menjadi hukum positif, berdasarkan atau karena ditunjuk
oleh peraturan perundang-undangan.

4. Alasan Yuridis Konstitusional


Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyatakan "Negara berdasar atas Ketu hanan Yang Maha
Esa". Terhadap pasal 29 UUD 1945 tersebut Hazairin memberi komentar sebagai berikut:
"Karena bangsa Indonesia yang beragama resmi memuja Allah, yaitu menundukkan diri
kepada Kekuasaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadikan pula kekuasaan-Nya itu
dengan istilah Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai dasar pokok bagi negara Republik Indone
sia, yaitu "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa" (pasal 29 ayat 1

5. Alasan Filosofis
Berdasarkan landasan filosofis dan yuridis, hukum yang berlaku di Indonesia
mengandung dimensi transendental dan horizontals Hukum dalam dimensi transendental
berkaitan erat dengan substansi dan pengamalan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa dalam pasal 29 UUD 1945. Sedangkan hukum dalam dimensi horizontal,
adalah tata aturan hidup yang mengatur hubun gan kehidupan manusia (ordening van het
sociale leven),
Ada hubungan yang erat antara Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara, dengan UUD
1945 sebagai Hukum Dasar, yang dijiwai oleh dan merupakan rangkaian kesatuan dengan
Piagam Jakarta, seba gaimana dinyatakan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Hubungan ini
membawa pengaruh kepada tata nilai corak dan isi hukum yang berlaku di Indonesia. Karena
pada dasarnya "cara berfikir, pandang an hidup, karakter suatu bangsa tercermin dalam
kebudayaan dan hukumnya". Pengaruh itu bermuara kepada keinginan luhur bangsa, yaitu
bahwa semua hukum yang berlaku, harus bersumber dan dijiwai serta tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, membawa konsekuensi, bahwa
hukum di Indonesia harus tetap konsisten dengan dan dilandasi oleh nilai-nilai ke-Tuhanan
Yang Maha Esa, (yaitu sila pertama yang menyinari sila-sila lainnya] dan tidak mengabaikan
hukum Islam. Dengan demikian menurut Tahir Azhari" di dalam negara hukumn Pancasila,
yang penting adalah hukum nasional, yang sumber utamanya adalah hukum Islam selain
Pancasila".?
Hukum dalam pandangan bangsa Indonesia adalah norma yang substansinya harus
memenuhi komulasi dimensi transendental dan horizontal. Hukum hanya mungkin berlaku
efektif dalam masyarakat, apabila hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang se cara filosofis
diyakini kebenarannya oleh masyarakat tempat hukum itu diberlakukan. Sehubungan dengan
itu, apabila ada produk hukum yang tidak sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai
filosofis yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia [terutama oleh umat Islam yang
jumlahnya mayoritas], maka konsekwensinya, hukum itu pasti tidak akan bisa dilaksanakan,
sebagaimana seharusnya hukum itu berlaku. Bahkan mungkin hal itu akan menjadi pemicu
pertentangan antara rakyat dengan penguasa, sebab rakyat memandang bahwa penguasa telah
menyimpang dari nilai-nilai kebenaran yang diya kininya. Sebaliknya apabila hukum itu
mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang hidup dalam masyarakat, maka
hukum itu akan mudah diterima dan dilaksanakan oleh mereka.

6. Alasan Ilmiah
Ajaran Islam (Din al Islam) mengandung berbagai aspek, seperti aspek teologi, aspek
ibadat, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek ke budayaan dan aspek pendidikan, aspek politik
dan aspek hukum. Hukum Islam, sebagai salah satu bidang ilmu hukum, telah banyak
dipelajari secara ilmiah, tidak saja oleh orang Islam sendiri, melainkan juga oleh mereka yang
tidak beragama Islam, sejak masa pemerintahan jajahan Hindia Belanda sampai sekarang.
Berbagai perguruan tinggi, di luar negeri telah memasukkan hukum Islam sebagai salah satu
bidang kajian ilmiah. Istilah yang mereka gunakan adalah Islamic Law untuk terjemahan
istilah Syari'at Islam dan Islamic Yurisprudence untuk terjemahan Fikh Islam.
Orang-orang Barat non muslim, mempelajari hukum Islam, dengan berbagai tujuan.
Umpama panjajah Belanda mempelajari hukum Islam (khususnya hukum Islam bagi orang
Islam Indonesia) dengan tujuan untuk mempertahankan kekua an mereka gai penjajah dari
ancaman orang-orang Islam. Mereka mempelajari Islam untuk menyerang Islam dari dalam,
dengan cara mencari atau mengada adakan kelemahannya. Penjajah dari negara Barat
mempelajari Islam dengan tujuan untuk mencari kelemahan orang-orang Islam, men gadu
domba mereka dalam rangka memperkokoh kekuasaan mereka di daerah jajahannya yang
mayoritas beragama Islam, se perti di beberapa negara Afrika dan Asia. Christian Snouck
Hurgronje (1857-1936), penasihat pemerintah Hin dia Belanda tentang soal-soal Islam, dalam
rangka mempelajari ajaran Islam, ia mukim (menetap) di Saudi Arabia (Mekah) selama
kurang lebih satu tahun. Ia mempelajari dan kemudian sangat men dalami dan menguasai
ajaran Islam, dengan tujuan untuk kepenting an penjajah.

3. pertemuan III (Selasa, 21 September 2021)


HAKIKAT DIN AL-ISLAM

1. Kata al-Din, biasanya diterjemahkan dengan kata Agama atau Re ligion. Selanjutnya kata
Din al-Islam diterjemahkan dengan kata The Religion of Islam atau Agama Islam.)
Kata Agama berasal-dari bahasa Sanskrit. Satu pendapat me ngatakan bahwa Agama
berasal dari asal-kata yaitu : A = tidak, dan Gam = pergi. Jadi tidak pergi, tetap di tempat,
diwarisi turun-temurun, karena Agama memang mempunyai sifat demikian. Ada pendapat
yang me ngatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Ada yang mengatakan Gam
berarti tuntunan, karena agama memang memberi tuntunan.
Kata Religion, dari kata Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat Religi,
asalnya dari kata Religere atau religio, yang mengan dung arti mengumpulkan, membaca.
Agama memang merupakan kumpulan cara-cara pengabdian kepada Tuhan, yang terkumpul
dalam kitab suci yang harus dibaca. Pendapat lain mengatakan bahwa Religere berarti
mengikat. Dalam agama memang terdapat aturan-aturan yang mengikat.
Kata al-Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab,
kata ini mengandung arti, menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan.
Agama memang membawa peraturan yang mengandung hukum, yang harus dipatuhi. Agama
memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan
menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak
dijalankan oleh se seorang menjadi hutang baginya.
Kandungan konsep Din al-Islam, berbeda dengan kandungan yang terdapat konsep
religion dan konsep agama. Dalam kandungan konsep religion dan agama, hanya mengatur
hubungan tetap antara manusia dengan Tuhan saja (hubungan vertikal). Namun dalam konsep
Din al-Is lam, sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an dan dalam penjelasan Rasul-Nya (as-
Sunnah), ia mengatur hubungan, baik hubungan vertikal maupun hubungan horizontal. Yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan nya, dan hubungan antara manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Tentang esensi makna Din al-Islam dirumuskan oleh Snouck Hur gronje sebagai berikut: "
Islam is a religion of law in the full meaning of the word"6 Sedangkan Kurshid Ahmad
memberikan komentar bahwa "Islam is not religion in the common, distorted meaning of the
word, confining its scope to the private life of man. It is a complete way of life, catering for
all the fields of human existence."
konsep sekuler sebagaimana dipahami orang, tidak ada dalam Islam. Sejak diturunkan,
Islam mendasarkan dirinya kepada ajaran tauhid. Islam sebagai agama yang berdasarkan
tauhid mengajarkan jalan hidup yang menyelu ruh. Islam tidak membedakan antara masalah
agama dan bukan masalah agama. Islam tidak pernah memisahkan antara hal-hal-yang
disebut spiri tual dan temporal, antara religious dan profan di dalam segala bidang. Semua
masalah kehidupan manusia (baik urusan dunia maupun urusan akhirat), seluruhnya termasuk
masalah agama, umpamanya masalah ibadah ritual, masalah pendidikan, ekonomi, politik,
hukum dan keta tanegaraan. Oleh karena itu dalam kajian Islam (juga dalam bahasa Arab),
tidak ada kata yang semakna dengan kata "sekuler", seperti yang terdapat di dunia Barat.

2. Kata "sekuler, sekularisasi, sekularisme," berasal-dari kata Latin saeculum yang berarti
abad (age, century, eewu, siecle). "Sekular" berarti "seabad". Selanjutnya kata "Sekular"
mengandung arti "bersifat duniawi" atau "yang berkenaan dengan hidup dunia sekarang"
(temporal, worldly, wereldlijk, mondaine). Lawannya ialah "bersifat ukhrawi" atau bersifat
keagamaan" (religious sacred, kerkelijk, ecclesiastique). Pendidikan sekuler (secular
education), adalah pendidikan duniawi yang tidak mem punyai sifat keagamaan.
"Sekularisme" berarti doktrin, policy atau keadaan yang men duniawikan, melepaskan hidup
duniawi dari ikatan-ikatan agama. "Sekulaarisasi" adalah proses penduniawian, yaitu proses
melepaskan hidup duniawi dari kontrol agama. Jadi inti sekuler, sekularisme, sekularisasi,
ialah melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama. Dalam proses perkembangan selanjutnya bisa
mengarah kepada diabaikannya agama, dan akhirnya mungkin sekali pada atheisme.

3. Nama Din al-Islam yang diturunkan oleh Allah SWT, melalui utusan-Nya yaitu
Muhammad saw, memberikan makna bahwa al-Din al-Islam, bukanlah Mohammedanisme,
atau Mohammedan Law (ajaran Muhammad), sebagaimana anggapan orang Barat pada
umumnya. Mu hammad adalah nama Nabi yang kepadanya agama ini diwahyukan. Para
penulis Barat mengambil nama Beliau sebagai nama agama ini, yaitu Muhammedanisme,
berdasarkan analogy (disamakan) dengan nama nama agama seperti agama Kristen
(Christianity) yang dibawa oleh Yesus Kristus, dengan agama Budha (Buddhisme,) yang
dibawa oleh Gauthama Budha, dengan Kong Hucu (Confucianisme) yang dibawa oleh
Confucius, dengan Hinduisme karena agama itu tumbuh di India.

4. Nama Muhammedanisme yang diberikan oleh penulis Barat ini tak dikenal-sama sekali
oleh para penganut agama Islam, dan tidak disebutkan baik dalam kitab suci Al-Qur'an
maupun Hadits Nabi. Adapun nama yang diuraikan dengan jelas dan tegas dalam Al-Qur'an
ialah Islam, dan orang yang menganut agama itu dinamakan Muslim. Jadi agama Islam tidak
sekali-kali dinamakan menurut nama yang membawa risalahnya, bahkan nama pembawa
risalah itu sendiri disebut juga Muslim.
4. pertemuan IV (Selasa, 28 September 2021)
1. Al-Din dan Syari'at Islam

Allah menciptakan manusia untuk beribadat kepada-Nya. Dalam rangka melaksanakan


ibadat kepada Allah SWT, manusia telah diberi petunjuk oleh-Nya. Petunjuk Allah tersebut
dinamakan al-Din. Istilah al-din disebut juga al-Millah, atau al-Islam. Al-Din yang diberikan
oleh Allah kepada manusia sama dari dulu sampai akhir zaman. Untuk melak sanakan al-din
tersebut, selanjutnya Allah SWT, telah memberikan Syariat kepada manusia di bawah
bimbingan dan petunjuk Rasul-Nya.
Syari'at adalah metode atau cara melaksanakan al-din Syari'at dapat juga disebut program
implementasi dari al-Din 14 Syari'at adalah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
pengaturan perbuatan manusia yang berbeda (berubah) menurut perbedaan (pergantian)
Rasul. Syari'at yang datang kemudian mengoreksi dan menasakh syari'at sebelumnya
Sedangkan al-Din adalah dasar atau pokok yang tetap tidak berbeda (berubah) karena adanya
perbedaan (pergantian) rasul.
Umat manusia yang hidup pada masa sejak diutusnya Nabi Musa as sampai diutusnya nabi
Isa as, syari'atnya adalah segala ketentuan yang terdapat dalam Taurat. Umat manusia yang
hidup pada masa sejak diutus nya Nabi Isa as sampai diutusnya nabi Muhammad saw,
svari'atnya adalah segala ketentuan yang terdapat dalam Injil. Sedang umat manusia yang
hidup pada masa sejak diutusnya nabi Muhammad saw sampai hari kiamat, syari'atnya adalah
segala ketentuan yang terdapat dalam Al Qur'an, karena nabi Muhammad saw. adalah nabi
dan Rasul terakhir 16 saw,
Syari'at nabi Muhammad saw, tertuang dalam wahyu Allah SWT yaitu Al-Qur'an Al-
Qur'an sebagai syari'at yang merupakan program implementasi dari al-Din, merupakan
petunjuk (hudan) bagi umat manusia. Pencipta syari'at adalah Allah SWT (Syari) dan Nabi
Muhammad menjelaskan cara pelaksanaan syari'at tersebut. Dalam menjalankan dan
menjelaskan syari'at tersebut, dia selalu dibimbing oleh dan berpedoman kepada wahyu
tersebut
Al-Din sebagai petunjuk (pokok) yang bersifat universil me ngandung norma pengaturan
yang meliputi semua aspek kehidupan manusia dalam rangka beribadat kepada-Nya,
demikian juga dengan syari'at. Syari'at Islam pada hakikatnya membawa ajaran yang bukan
hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia,

2. Syari'at dan Fiqh Islam

Syari'at adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan oleh rasul-Nya,
tentang pengaturan semua aspek kehidupan manusia, dalam mencapai kehidupan yang baik,
di dunia dan di akhirat. kelak Ketentuan syari'at terbatas dalam firman Allah dan sabda Rasul
Nya. Agar segala ketentuan (hukum) yang terkandung dalam syari'at tersebut bisa diamalkan
oleh manusia, maka manusia harus bisa memahami segala ketentuan yang dikehendaki oleh
Allah SWT yang terdapat dalam syari'at tersebut. Allah SWT memberi manusia akal-pikiran
untuk memahami segala sesuatu dalam hidup di dunia Akal-pikiran pulalah yang harus
digunakan oleh manusia untuk memahami hukum-hukum syari'at dari Al-Qur'an dan sunnah
nabi. Apa yang dihasilkan manusia itu bukan lags syari'at melainkan figh 19 Secara
etimologi, fiqh berarti "paham yang mendalam" (al-fahmu al-amig) fiqh dalam arti
terminologi menurut para ulama adalah Ilm tentang hukum-hukum syara' yang berhubungan
dengan perbuatan manusia yang digali atau diambil dari dalil-dalilnya yang tafshull, Kegiatan
menggali atau mengambil hukum dari dalil-dalilnya yang tafshih itulah yang merupakan
kegiatan akal-pikiran. Hasil pemahaman manusia melalui akal-pikirannya tersebut, akan
banyak tergantung kepada kualitas dan kondisi setiap manusia
Kalau hukum yang terkandung dalam syari'at bersifat qath'i, yang mutlak benarnya
karena datang dari pencipta syari'at (syari), maka hukum yang keluar dari hasil pemahaman
dan penggalian manusia yang meru pakan bidang fiqh adalah bersifat dzanny (ijtihady) yang
tidak mutlak benar dan salahnya. Yang mengetahui hakikat benar dan salah serta yang punya
otoritas menetapkan benar dan salah terhadap hasil pemahaman ijtihad) seseorang hanyalah
Allah SWT pencipta syari'at (Syari). Manusia tidak mempunyai otoritas untuk menyatakan
bahwa hasil ijtihadnya adalah mutlak benar, atau menyatakan bahwa hasil ijtihad orang lain
mutlak salah. Walaupun mungkin hasil pemahaman kedua orang itu terhadap satu masalah
tertentu nampaknya bertentangan Setiap manusia yang mampu menggali hukum (mujtahich)
akan selalu mendapat penghargaan (pahala) dari Allah SWT. apakah hasil ijti hadnya itu
benar atau tidak benar. Kalau ia benar menemukan hukum sebagaimana yang dikehendaki
pencipta syari'at, ia akan mendapatkan dua lipat pahala yaitu pahala terhadap upaya yang
telah ia lakukan dan pahala menemukan kebenaran. Namun apabila ia tidak menemukan ke
benaran (salah) dalam upaya menggali hukum tersebut, maka ia akan mendapatkan satu
pahala, yaitu pahala terhadap upaya yang telah ia lakukan untuk mencari kebenaran tersebut
(al-Hadis).
Pemahaman terhadap nilai hukum yang terdapat dalam syari'at mungkin berbeda atau
mengalami perubahan berdasarkan perbedaan tempat dan waktu, atau karena perubahan
situasi dan kondisi masyarakat tertentu, serta berdasarkan perbedaan pemahaman yang
berkaitan dengan kemampuan seseorang. Karena itu fiqh sebagai hasil pemahaman terhadap
syari'at sering dihubungkan dengan orang yang telah berupaya melakukan penggalian untuk
menemukan hukum tersebut atau kelompok yang mempunyai kesatuan pemahaman nilai
hukum yang digali dari syari'at tersebut. Umpama ada figh Hanafi, figh Syafii, Fiqh Syi'ah.
Figh juga sering dikaitkan dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kon disi masyarakat
Islam di daerah tertentu, yang mungkin berbeda dengan daerah lain. Umpama ada fiqh
Hijazy, figh Mishry. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang merupakan produk bangsa
Indonesia dalam rangka unifikasi dan kepastian hukum bagi bangsa Indonesia, disebut juga
fiqh Indonesia, karena ia disusun dengan memperhatikan kondisi kebu tuhan hukum umat
Islam Indonesia

3. Syari'at, Fiqh dan Hukum Islam: Dalam penggunaan istilah kadang-kadang sering
dikaburkan antara istilah syari'at, fiqh dan hukum Islam.

Syari'at sebagaimana dalam pengertian uraian di atas, berisi segala ketentuan yang
berkaitan dengan pengaturan semua aspek kehidupan manusia yang merupakan implementasi
dari apa yang tercakup dalam al-din Pengertian syari'at demikian, adalah arti syari'at dalam
arti lua Pengertian syari'at dalam arti luas ini meliputi pembahasan bidang dengan tiqodiyah
(bidang ilmu kalam,teologi), bidang fariyah amaliyah (bidang figh), bidang pembahasan
moral-(akhlak). Jadi dalam pengertian syari'ah secara luas, aspek hukum (hukum dalam
pengertian in abstracto) hanya merupakan salah satu aspek di dalamnya. Kata-kata kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dalam Piagam jakarta, lebih dekat kepada
pengertian syari'at dalam arti luas.
Namun kadang-kadang pengertian syari'at juga sering diartikan dalam arti sempit, yaitu
dalam arti hukum Islam (Islamic Yurisprudence) yang menjadi kandungan pembahasan fiqh
(hukum dalam pengertian abstracto) Penggunaan kata syari'at dalam Fakultas Syari'ah,
jurusan syari'ah (syari'at, di sini kata syari'at diartikan dalam arti sempit, karena
bergandengan dengan fakultas atau jurusan tersebut, ada Fakultas atau Adab Dipahami
syari'at jurusan Ushuluddin, Da'wah Tarbiyah, dan Adal g pembahasan empat fakul dalam
arti sempit, karena pada dasarnya bidang pemba tas atau jurusan terakhir itu juga merupakan
bidang pembahasan syari'at dalam arti luas, sebagai implementasi dari kandungan pengertian
yang terdapat dalam al-din. Demikian juga pengertian syari'at dalam judul buku Mahmud
Syaltut: al-Islamu Aqidatun wa Syari'atun. Dalam buku ini artinya pembahasan bidang
aqidah tidak termasuk dalam pengertian (pembahasan) syari'at.
Penyebutan Hukum Islam sering dipakai sebagai terjemahan dari istilah syari'at Islam
atau fiqh Islam Dengan melihat uraian di atas, kalau syari'at Islam diterjemahkan Hukum
Islam (hukum in abstracto), maka hal itu diartikan dari pengertian syari'at dalam arti sempit,
sebab makna yang terkandung dalam syari'at (secara luas) tidak hanya aspek hukum saja, tapi
ada aspek lain yaitu aspek i'tiqadiyah dan aspek khuluqiyah Selain itu kalau Hukum Islam
diterjemahkan dari syari'at Islam, maka nilai hukum dalam bahasan syari'at bersifat gath'iy
(mutlak benarnya dan berlaku untuk setiap masa dan tempat). Sedang kalau Hukum Islam
dimaksudkan terjemahan dari fiqh Islam, maka dalam hal ini berarti hukum Islam yang
dimaksud termasuk bidang bahasan gihadi yang bersifat dronni, tidak termasuk nilai hukum
Islam dalam pengertian syari'at yang bersifat qath 74 Dua pemahaman tersebut pada
masyarakat awam masih sering dikacaukan pemakaiannya. Menurut Prof. DR. Busthanul
Arifin, SH, bahkan kekacauan pengertian antara syari'at dengan fiqh menimbulkan konflik-
konflik hukum dalam masyarakat,
dengan demikian ahli hukum di Indonesia harus bisa mem bedakan mana hukum Islam dalam
pengertian yang diambil dari erjemahan syari'at Islam, dan mana hukum Islam dalam
pengertian yang diambil dari terjemahan fiqh Islam.
Dalam dimensi lain penyebutan hukum Islam, dihubungkan dengan legalitas formal
dalam suatu negara bagi pendapat para ulama (mujtahid). baik yang sudah terdapat dalam
kitab fikh, maupun belum. Jadi di sini figh islam, bukan lagi hukum Islam in abstarcto, tapi
sudah menjadi hukum Islam in concreto, sudah membumi" di suatu negara, karena secara
formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif (aturan yang mengikat) dalam suatu
negara.
Istilah bagi hukum Islam in concreto, sering juga disebut fiqh di hubungkan dengan
daerah (negara) tempat fiqh tersebut diberlakukan Umpama ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991,
sebagai acuan hukum materil yang diberlakukan di Pengadilan Agama, disebut juga dengan
figh Indonesia

4. Perbandingan antara Syari'at dengan Fiqh


Perbandingan antara kedudukan dan nilai syari'at dengan figh antara lain sebagai berikut:

1. Ketentuan Syari'at terdapat dalam nash, yaitu al-Qur'an dan Hadis (Sunnah). Yang
dimaksud dengan syari'at, adalah wahyu Allah SWT dan sunnah Nabi Muhammad saw
sebagai Rasul-Nya. Ketentuan fiqh terdapat dalam kitab-kitab fiqh. Yang dimaksud dengan
fiqh, adalah hasil pemahaman manusia yang memenuhi syarat (mujtahid) tentang syari'at.
2. Nilai syari'at bersifat fundamental-dan ruang lingkupnya lebih luas, karena di dalamnya
termasuk aspek-aspek ahkam i'tiqadiyah, amaliyah dan akhlak. Fiqh bersifat instrumental,
ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya
disebut sebagai perbuatan hukum (ahkam amaliyah).
3. Substansi Syari'at adalah ketetapan Allah SWT. dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu
berlaku abadi. Fiqh adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa
ke masa, dan bisa berbeda antar tempat.
4. Yang dinamakan syari'at hanya satu. Sedang fiqh mungkin lebih dari satu seperti terlihat
pada aliran-alir an hukum yang disebut dengan istilah mazahib (aliran-aliran).
5. Syari'at nilai kebenarannya absolut (pasti benarnya). Sedangkan fiqh nilai kebenarannya,
bersifat nisbi (relatif).
6. Syari'at menunjukkan kesatuan dalam Islam. Sedang fiqh menunjukkan keragaman dari
berbagai hasil pemikiran para mujtahid.

5. pertemuan v (Selasa, 05 Oktober 2021)


Aspek-aspek Din al-Islam itu dapat dijelaskan dengan ringkas sebagai berikut:

a. Ahkam I'tiqadiyah Ahkam I'tiqadiyah adalah aspek akidah atau teologi, yaitu sistem
keyakinan (Keimanan) yang bersifat monotheistis dalam Din al-Is lam. Disiplin ilmu dalam
aspek ini disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin. Dalam aspek ini
dibicarakan antara lain tentang unsur-unsur ima (rukun iman), yaitu: (a) Iman kepada Allah
SWT, (b) Iman kepada Malaikat, (c) Iman kepada Kitab-Kitab Suci, (d) Iman para Rasul, (e)
Iman kepada Hari Akhir, dan (f) Iman kepada Qadar (kepastian dari Allah SWT).

b. Ahkam 'Amaliyah berisi seperangkat kaidah yang mengatur prilaku manusia, yang
mencakup dua hubungan yaitu manusia dengan Tuhannya (Ibadah) dan hubungan manusia
dengan makhluk lain nya (muamalaf). Disiplin ilmu aspek Ahkam 'maliyah disebut Ilmu
Figh. dalam aspek ini dibicarakan unsur-unsur Islam (rukun Islam), yaitu : (a) pengakuan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad saw, adalah Rasul-Nya, (b)
melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam, (c) menunaikan zakat bagi yang memenuhi
syarat, (d) melaksanakan puasa bulan Ramadhan, (e) menunaikan ibadah haji ke Baitullah,
bagi yang mampu. Ahkam Khuluqiyah

c. Ahkam Khuluqiyah berisi seperangkat norma dan nilai etika atau moral (akhlak). Dalam
aspek ini, Din al-Islam mengatur tentang bagaimana seharusnya manusia berprilaku dengan
baik, baik dalam hubungan dengan Tuhannya, maupun hubungan dengan sesama makhluk
lainnya. Disiplin ilmu yang berkaitan dengan aspek in adalah Ilmu Tasawwuf

2. Pembagian Ahkam 'Amaliyah


Para ulama membagi aspek Ahkam 'Amaliyah menjadi dua yaitu :

a Ahkam al-Ibadat

Ahkam al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang men gatur hubungan
manusia dengan Tuhannya. Ahkam al-Ibadat ini dibedakan kepada Ibadat Mahdlah dan
Ibadat Ghair Mahdlah. Ibadat Mahdlah adalah jenis ibadat yang cara, waktu atau tempatnya
sudah ditentukan, seperti shalat, shaum, zakat, haji nadzar. Sedangkan ibadat ghair mahdlah
adalah semua bentuk pengabdian r. sumpah kepada Allah SWT, dan setiap perkataan atau
perbuatan yang mem berikan manfaat kepada manusia pada umumnya, seperti berbuat baik
kepada orang lain, tidak merugikan orang lain, memelihara kebersihan dan kelestarian
lingkungan, mengajak orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk, dan
lain-lain.

b.Ahkam al-Mu'malat

Ahkam al-Mu'amalat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan


antar manusia (makhluk), yang terdiri dari:

(1) Ahkam al-ahwal-al-syahsiyat (Hukum orang dan Keluarga), yaitu hukum tentang orang
(subyek hukum) dan hukum keluarga, seperti hukum perkawinan;
(2). Ahkam al-Madaniyat (Hukum Benda), yaitu hukum yang mengatur masalah yang
berkaitan dengan benda, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, penyelesaian
harta warisan atau hukum kewarisan;
(3) al-ahkam al-Jinaiyat (Hukum Pidana Islam), yaitu hukum yang berhubungan dengan
perbuatan yang dilarang atau tindak pi dana (delict, jarimah) dan ancaman atau sanksi hukum
bagi yang melanggamnya (uqubat);
(4). al-Ahkam al-Qadla wa al-Murafa'at (Hukum Acara), yaitu hukum yang berkaitan dengan
acara di peradilan (hukum for mil), umpama aturan yang berkaitan dengan alat-alat
bukti,seperti saksi, pengakuan, sumpah, yang berkaitan dengan pelaksanaan hukuman dan
lain-lain,
(5) Ahkam al-Dasturiyah (Hukum Tata Negara dan Perundang-un dangan), yaitu hukum yang
berkaitan dengan masalah politik, seperti mengenai pengaturan dasar dan sistem negara,
perun dang-undangan dalam negara, syarat-syarat, hak dan kewajiban pemimpin, hubungan
pemimpin dengan rakyatnya, dan lain lain;
(6) Ahkam al-Dauliyah (Hukum Internasional), yaitu hukum yang mengatur hubungan
antarnegara, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
(7) Ahkam al-iqtishadiyah wa al-Maliyah (Hukum Perekonomian dan Moneter), yaitu
hukum tentang perekonomian dan keuangan dalam suatu negara dan antarnegara.

6. pertemuan VI (Selasa, 12 Oktober 2021)


SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM

1. SUMBER HUKUM MENURUT ILMU HUKUM

Dalam ilmu hukum, pembicaraan tentang sumber hukum dibedakan kepada:


1. Sumber Hukum Materil (Welbron)
2. Sumber Hukum Formil (Kenbron).

Sumber hukum materil merupakan sumber dari mana hukum itu berasal (sumber isi),
sedangkan sumber formil merupakan sumber tempat hukum itu didapat, ditemukan atau
dikenal (sumber kenal). sumber hukum materil ialah sumber yang menentukan corak isi
hukum, atau sesuatu yang tercermin dalam isi hukum. Sumber hukum materil, menentukan
dari mana asal hukum, menentukan ukuran, isi apakah yang harus dipenuhi agar sesuatu bisa
disebut hukum, serta mempunyai kekuatan yang mengikat, yaitu sebagai norma yang harus
ditaati sebagai hukum. Pembicaraan sumber hukum materil merupakan salah satu bidang
kajian filsafat hukum.
Sumber hukum formil adalah pembicaraan ilmu hukum, bukan pembicaraan filsafat
hukum. Sumber hukum formil atau bentuk-bentuk dimana kita dapat menemukan atau
mengenal hukum yang berlaku sebagai hukum positif di suatu negara. Sumber hukum formil
dalam ilmu hukum adalah :

1). Perundang-undangan;
2). Kebiasaan (Hukum Adat, Common Law)
3). Hakim (Yurisprudensi, Judge made Law);

2. Dalam pandangan Islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT, untuk beribadat
kepada-Nya, sesuai dengan firman-Nya :

‫وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadat
(menyembah) kepada-Ku. (QS. al-Dzariyat : 56). Dia menurunkan petunjuk (al-din, syari'at),
bagi kehidupan manusia, melalui firman-Nya, sebagaimana terdapat dalam kitab suci al
Qur'an, yang kemudian dijelaskan oleh utusan (Rasul)-Nya. Allah berfirman:

‫ذلك الكتب ال ريب فيه هدى للمتقين‬

Kitab al-Qur'an ini, tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (QS.
al-Baqarah : 2).

‫لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا‬

Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang..... (QS. al-
Maidah : 48).

‫ثم جعلنك على شرعة من األمر فاتبعها‬

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at (pera turan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syari'at itu...... (QS. al-Jatsiyah : 18).

‫وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس‬


Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia...
(QS. al-Nahl : 44).

Dialah pencipta syari'at (Syari), pencipta hukum bagi makhluk ciptaan-Nya, kebenaran
mutlak bersumber dari pada-Nya, dan Dialah pemilik mutlak segala apa yang ada di langit
dan di bumi serta di antara keduanya.
Ketentuan Tuhan yang terdapat dalam al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam (mashadir
al-ahkam), dilaksanakan oleh manusia, sesuai dengan kehendak-Nya, melalui petunjuk yang
diberikan oleh Rasul-Nya (Sunnah). Dalam al-Qur'an ada ketentuan yang tidak bisa
dicampuri oleh akal manusia, terutama dalam bagian ibadah mahdlah, namun ada pula yang
bisa dicampuri oleh pemikiran (ijtihad) manusia, terutama dalam bagian muamalat
Dari pemahaman bahwa hukum itu berasal dari Tuhan, yang dapat kita ketahui melalui
firman-Nya dalam al-Qur'an dan sabda (penjelasan) Rasul-Nya (Sunnah), atau melalui hasil
pemikiran manusia melalui ijtihad nya, maka dalil hukum atau sumber hukum formil
sebagaimana pemahaman dalam ilmu hukum, kembali kepada, pertama, Naqliyah (al Qur'an
dan as-Sunnah); dan kedua, 'Aqliyah (Ijtihad).

3. Jadi dalil atau sumber (formil) hukum Islam tersebut ada yang berasal dari dimensi Ilahi
dan ada yang berasal dari potensi insani.3 Ung kapan lain bisa dikatakan bahwa dalil hukum
Islam itu adalah :

1. ‫الوحي اإللهي‬

Al-Wahy al-Ilahy

2. ‫اإلجتهادي‬

Al-Ijtihady.

Yang termasuk al-wahyu al-ilahy adalah al-Qur'an sebagai wahyu langsung dari Allah
SWT., dan Sunnah (hadits) Nabi sebagai wahyu yang tidak langsung. Sunnah Nabi adalah
interpretasi (penjelasan) resmi dari wahyu (al-Qur'an), yang keluar dari Nabi bernilai wahyu,
sebab dia selalu dibimbing dan dikoreksi oleh Tuhannya.
Sedangkan al-ijtihady adalah proses upaya penggalian melalui akal pikiran manusia (ra'yu)
dari al-wahyu al-ilahy, bagi masalah-masalah yang belum jelas atau tidak secara tegas disebut
hukumnya dalam al-Qur'an. ijtihad sebagai bentuk upaya yang sungguh-sungguh dalam
rangka menemukan dan menggali hukum, bisa dilakukan oleh perorangan (indi vidual) atau
oleh kelompok. Oleh karena itu ijtihad dapat berupa :

1. Ijtihad individual (fardy); atau


2. Ijtihad kelompok (kolektif, jama'iy),

Kegiatan ijtihad kolektif (ijtihad jama'iy), kemudian dikenal dengan istilah ijma'. Sedangkan
kegiatan ijtihad individual (ijtihad fardy) dikenal dengan beberapa bentuk dan istilah, antara
lain qiyas.
4. Pengertian Al-Qur'an

Sumber hukum yang sekaligus sebagai dalil hukum yang utama dan pertama terdapat dalam
wahyu Allah SWT, yaitu kitab suci al-Qur'an. Nama wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, dikenal dengan nama :

1. Al-Qur'an artinya bacaan mulia, sebagaimana disebutkan antara dalam QS. al-Qiyamah:
17, 18; QS. al-Isra': 88, QS. al-Baqarah : 85 dan seterusnya.
2. Al-Kitabatau Kitabullah, artinya kitab suci, sebagaimana disebutkan antara dalam QS. al-
Baqarah: 2, QS. al-An'am : 114.
3. Al-Furqan, artinya pembeda, yang membedakan antara yang benar dengan yang batil,
sebagaimana disebutkan antara lain dalam QS. al-Furqan: 1,
4. Al-Dzikr, artinya peringatan, sebagaimana disebutkan antara lain dalam QS. al-Hijr: 9.
Menurut para ulama nama lain terhadap al-Qur'an antara lain al-Mubin, al-Karim, al-Kalam,
dan An-Nur.

Kandungan Isi Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah sumber hukum (masdar al-ahkam) dan dalil hukum (adillat al-ahkam) yang
utama dari syari'at, baik syari'at dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Ditinjau dari
makna syari'at dalam arti yang luas, al-Qur'an berisikan :

1. Ajaran-ajaran (konsepsi) mengenai kepercayaan (akidah), yang fokusnya adalah tawhid


(monotheisme), yakni ke-Tuhanan Yang Maha Esa dan sistem pengaturan hubungan antara
Tuhan (khaliq), alam raya dan manusia (makhluq).

2. Berita (riwayat) tentang keadaan ummat manusia sebelum Muham mad saw menjadi Nabi
dan Rasul. Riwayat itu mengisahkan bagaimana akibatnya ummat yang beriman dan yang
tidak beriman. Iman adalah sumber kebenaran (al-Haq). Orang yang beriman itulah yang
benar. Kepercayaan adalah motif pertama dari kebenaran sikap dan perbuatan.

3. Berita yang menggambarkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, terutama
pada kehidupan di akhirat, yakni masa kehidupan yang kedua.

4. Peraturan-peraturan lahir yang mengatur tingkah laku manusia yang berisi pengaturan
bagaimana manusia berhubungan terhadap sesamanya, dengan benda dan hubungan dengan
Tuhannya.

Al-Qur'an diturunkan sebagai sumber petunjuk, dalam kehidupan manusia untuk mencapai
kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akhirat. Kehidupan manusia terdiri
dari kehidupan lahiriah dan kehidupan rohaniah. Dengan demikian, hukum dalam al-Qur'an
mencakup segala bidang kehidupan, baik jasmaniah maupun rohaniah.
hubungan itu menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai Pencipta untuk
mencapai kehidupan yang layak di akhirat, dan hubungan dengan sesama manusia untuk
mencapai kehidupan yang baik di dunia. Dengan demikian hukum-hukum yang terdapat
dalam al-Qur'an secara garis besarnya terbagi kepada tiga :
1. Hukum i'tiqadiyah yaitu yang mengatur hubungan rohaniah antara manusia dengan Tuhan
dan hal-hal yang menyangkut dengan kei manan. Hukum dalam bidang ini kemudian
berkembang menjadi ilmu ushuluddin (Ilmu Kalam, Ilmu Tawhid).

2. Hukum khuluqiyah yang menyangkut tingkah laku dan moral lahir manusia dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Hukum ini berkembang kemudian menjadi Ilmu
Tasawwuf.

3. Hukum 'amaliyah yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhannya,
dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Hukum dalam bidang ini berkembang
menjadi ilmu syari'ah (dalam arti sempit), atau Ilmu Fiqh.

Hukum syari'ah (dalam arti sempit) secara garis besarnya terbagi kepada dua :

1. Hukum-hukum ibadat (dalam arti khusus), atau Figh Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan
yang mengatur hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhan, seperti shalat, puasa, haji
dan ibadah lain nya. Perbedaan ibadat dengan aqidah atau i'tiqadiyah, terletak pada hubungan
yang berlaku. I'tiqadiyah dalam bentuk hubungan ro haniah sedangkan ibadat adalah bentuk
hubungan lahiriah.
Ibadat di sini dalam arti khusus, karena hukum yang mengatur hubungan sesama manusia
juga dapat disebut ibadat dalam arti luas, bila yang demikian dilakukan dalam rangka
baktinya kepada Allah SWT, sebagai realisasi dari kehidupan manusia yaitu semata-mata
untuk beribadat kepada Allah SWT (QS. al-Dzariyah:56)

2. Hukum-hukum muamalat dalam arti luas atau Fiqh Muamalat, yaitu ketentuan-ketentuan
yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam sekiatarnya.

5. SUNNAH

Sunnah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti "jalan yang biasa dilalui"
atau "cara yang senantiasa dilakukan", atau "kebiasaan yang selalu dilaksanakan", apakah
cara atau kebiasaan itu sesuatu yang baik atau buruk.
Secara terminologis (dalam istilah syari'ah), Sunnah bisa dilihat dari tiga bidang ilmu,
yaitu dari ilmu hadits, ilmu fiqh dan ushul fiqh.
Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah "segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
saw. berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.

Macam-macam Sunnah

a. Sunnah fi'liyyah yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi saw. yang dilihat, atau diketahui dan
disampaikan para sahabat kepada orang lain.

b. Sunnah qauliyyah, yaitu ucapan Nabi saw. yang didengar oleh dan disampaikan seorang
atau beberapa sahabat kepada orang lain.

c. Sunnah taqririyyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang di lakukan di hadapan atau
sepengetahuan Nabi saw., tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam dan
tidak mencegah dari Nabi saw ini, menunjukkan persetujuan Nabi saw (taqrir), terhadap
perbuatan shahabat tersebut.

FUNGSI SUNNAH

Fungsi sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan al-Qur'an, sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah SWT:

‫وأنزلنا إليك الذكر لتبين الناس ما نزل إليهم‬

Dan kami turunkan kepadamu al-Qur'an agar kamu men jelaskan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka...... (QS. an-Nahl : 44).

6. IJTIHAD

Wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, telah berhenti dengan
wafatnya Nabi Muhammad saw, sementara masalah kehidupan manusia semakin
berkembang. Keadaan demikian memuncul kan adanya kemungkinan manusia menghadapi
masalah yang secara khusus belum ada hukumnya, karena belum secara jelas dan rinci diatur
dalam al-Qur'an dan Sunnah (nash). apabila manusia menemukan masalah-masalah yang
belum terdapat secara jelas hukumnya dalam nash (teks al-Qur'an dan Sunnah Nabi), maka
manusia mempunyai dan diberi kebebasan oleh Allah SWT, untuk menggunakan akal
fikirannya (ijtihad) dalam memecahkan masalah tersebut. Artinya manusia mempunyai
kebebasan untuk menentukan hukum terhadap masalah yang dihadapinya. Kebebasan yang
dimiliki oleh manusia ini, tetap harus memperhatikan petunjuk, pedoman dan prinsip prinsip
umum yang terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi, karena pada dasarnya kedudukan
manusia sebagai penguasa (khalifah) di bumi, ditunjuk oleh Allah SWT. Ijtihad pada
dasarnya merupakan sumber hukum yang terbesar. Pujangga Pakistan Muhammad Iqbal
menyebutnya sebagai "the principle of movement.

Syarat-Syarat Ijtihad

(1) Menguasai al-Qur'an dengan segala ilmunya. Artinya memiliki ilmu pengetahuan yang
luas tentang ayat-ayat al-Quran terutama yang berhubungan dengan masalah hukum;
(2) Menguasai Sunnah Nabi dengan segala ilmunya. Artinya memiliki pengetahuan yang luas
tentang Sunnah Nabi, terutama yang berkait an dengan masalah hukum;
(3) Mengetahui dan menguasai masalah-masalah yang telah disepakati oleh para ulama, yaitu
masalah yang telah menjadi ijma';
(4). Memiliki pengetahuan yang luas tentang qiyas, dan ilmu logika, yang akan dipergunakan
dalam proses istinbath hukum;
(5). Menguasai bahasa Arab dengan segala ilmunya, karena al-Qur'an dan al-Sunnah sebagai
sumber hukum tersusun dalam bahasa Arab;
(6) Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang nasikh mansukh dalam al-Qur'an dan
Sunnah;
(7). Memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu Ushul Fiqh, dan kai dah-kaidah istinbath
hukum;
(8). Memiliki pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul ayat-ayat al-Qur'an dan Asbab al-
Wurudhadits, untuk mengetahui latar belakang turun nya ayat atau keluarnya hadits Nabi,
agar mampu menggali hukum dengan tepat terhadap masalah yang dihadapinya;
(9) Mengetahui riwayat dan latar belakang para Rawy hadits, untuk menilai kualitas hadits
terutama yang akan dijadikan landasan istin bath hukum;
(10) Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang maksud syari'ah (maqashid al-Syari);
(11) Memiliki pengetahuan tentang manusia dan lingkungan tempat berijtihad, serta memiliki
pengetahuan tentang masalah yang men jadi obyek ijtihad;
(12) Di samping syarat-syarat intelektual di atas, seseorang yang akan berijtihad, ja juga
harus memiliki sifat-sifat lain yang berkaitan den gan integritas dan moralitas pribadinya,
yaitu niat yang ikhlas untuk mencari kebenaran, taqwa kepada Allah SWT, dewasa, berakal,
se hat jasmani dan rohani, adil, jujur dan sifat-sifat terpuji lainnya.

7. Pertemuan ke-VII (Selasa, 26 Oktober 2021)


1. PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM

1. Mengesakan Tuhan (tauhid), semua manusia dikumpulkan dibawah panji-panji atau


ketetapan yang sama yaitu: La Ilaha allah (QS. Ali Imran: 64);
2. Manusia berhubungan langsung dengan Allah, tanpa atau meniadakan perantara antara
manusia dengan Tuhan (QS. al-Ghafir: 60, QS. al-Baqarah : 186);
3. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap orang lain (QS. an-
Nisa': 135, QS. al-Maidah: 8, QS. al-An'am: 152, QS. al-Hujurat:9);
4. Persamaan (al-musawah) di antara umat manusia, persamaan di antara sesama umat Islam.
Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan 'Ajam, antara manusia yang berkulit putih dan
hitam, yang membedakannya hanyalah takwanya (QS. al-Hujurat: 13, QS. al-Isra : 70 dan
beberapa hadis);
5. Kemerdekaan atau kebebasan (al-hurriyah), meliputi kebebasan agama, kebebasan berbuat
dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum (QS. al-
Baqarah : 256, QS. al-Kafirun: 5, QS. al-Kahfi: 29);

Amar ma'ruf nahi munkar, yaitu memerintahkan untuk berbua yang baik, benar, sesuai
dengan kemaslahatan manusia, dirihoi ol Allah dan memerintahkan untuk menjauhi
perbuatan buruk, tida benar, merugikan umat manusia, bertentangan dengan perinta Allah
(QS Ali I Imaran: 110) Tolong menolong (Ta'awun), yaitu tolong menolong, saling men
bantu antar sesama manusia sesuai dengan prinsip tauhid, dala kebaikan dan takwa kepada
Allah SWT, bukan tolong menolco dalam dosa dan permusuhan (QS. al-Maidah: 2, QS. al-
Mujadalah).
Toleransi (fasamuh), yaitu sikap saling menghormati, untuk mencip takan kerukunan dan
kedamaian antarsesama manusia (QS. Mumtahanah: 8, 9). Musyawarah dalam memecahkan
segala masalah kehidupan (Ali Imran: 159, QS as-Syura: 35), Jalan tengah (ausath, wasathan)
dalam segala hal QS. al-Baqarah 143), Menghadapkan pembebanan (khitab, takli kepada akal
(QS. Al Hasyr: 2, QS. al-Baqarals:75, QS. al-An'am: 32, 118).

2. CIRI-CIRI HUKUM ISLAM

Ciri-ciri kekhususan hukum Islam yang membedakannya dengan hukum lain adalah :
1. Hukum Islam berdasar atas wahyu Allah SWT, yang terdapat al-Qur'an dan dijelaskan oleh
Sunnah Rasul-Nya
2 Hukum Islam dibangun berdasarkan prinsip akidah (iman dan tauhid) dan akhlak (moral).
3. Hukum Islam bersifat universal-(alami), dan diciptakan untul kepentingan seluruh umat
manusia ( rahmatan lil 'alamin)
4. Hukum Islam memberikan sanksi di dunia dan sanksi di akhirat(kelak);
5. Hukum Islam mengarah kepada jamaiyah (kebersamaan) yang seimbang antara
kepentingan individu dan masyarakat;
6.Hukum Islam dinamis dalam menghadapi perkembangan sesuai dengan tuntutan waktu dan
tempat,
7. Hukum Islam bertujuan menciptakan kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat.

3. SENDI-SENDI HUKUM ISLAM

Hukum Islam dibangun di atas sendi-sendi pokoknya (da'a imut tasyri). Sendi-sendi itu
adalah:

1). Hukum Islam mewujudkan dan menegakkan keadilan yang merata bagi seluruh umat
manusia (tahqiq al-'adalah).
2). Hukum Islam memelihara dan mewujudkan kemaslahatan seluruh umat manusia (ri'ayat
mashalih al-ummat).
3). Hukum Islam tidak membanyakkan (mensedikitkan) beban dan menghindarkan
(menghilangkan) kesulitan (Qillat al-taklif, nafyu al-haraj wa raf'u al-masyakkat):
4). Pembebanan yang bertahap (tadarruj fi al-tasyri);
5). Masing-masing orang hanya memikul dosanya sendiri.

4). tujuan hukum islam

Pertama untuk memenuhi hajat pwanya. Pengakuan iman, pengucapan dua kalimat syahadat,
pelaksanaan ibadat shalat, puasa, haji dst, dan mempertahankan kesucian agama, merupakan
bagian dari aplikasi memelihara agama. Kedua Memelihara jiwa untuk tujuan memelihara
jiwa Islam melarang pembunuhan, penganiayaan dan pelaku pembunuhan atau penganiayaan
tersebut diancam dengan hukuman qishash. ketiga Memelihara akal yang membedakan
manusia dengan makhluk lain adalah pertama manusia telah dijadikan dalam bentuk yang
paling baik, dibanding makhluk lain, dan kedua manusia dianugrahi akal Oleh karena itu akal
perlu dipelihara, dan yang merusak akal-perlu di larang. Aplikasi pemeliharaan akal-ini
antara lain larangan minum khamr (minuman keras), dan mimunam lain yang dapat merusak
akal, karena khamr dan minuman tersebut dapat merusak dan menghilangkan fungsi akal-
manusia. Keempat Memelihara keturunan (hifdz al-nash. Untuk memelihara kemurnian
keturunan, maka Islam mengatur tata cara perni kahan dan melarang perzinaan serta
perbuatan lain yang mengarah kepada perzinaan tersebut. Kelima: Memelihara harta benda
dan kehormatan (hifez al-mal-wa al-irdh). Aplikasi pemeliharaan harta antara lain pengakuan
hak pribadi, pengaturan mu'amalat seperti jual-beli, sewa menyewa, gadai dsb. Selanjutnya
aplikasi pemeliharaan kehormatan nampak dalam larangan menghina orang lain, ancaman
hukuman bagi penuduh zina (qadzań).
5. KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM

Ada lima kaidah pokok dalam hukum Islam yang disebut al-gawaid al-kharms (panca kaidah)
yaitu:

1.

‫األمور بمقاصدها‬

(Al-umuru Dimaqashidiha). Segala urusan menurut niatnya".

2.

‫الضرر يزال‬

(Al-Dhararu Yuza). Kemadaratan atau kesulitan itu, harus dihilangkan

3.

‫العادة محكم‬

(AP Adatu Muhakkamatun) "Adat kebiasaan itu bisa menjadi lan dasan hukum

4.

‫اليقين اليزال بالشك‬

(Al-Yakın la Yuzalu bi al-Syakk). "Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan.

5.

‫المشقة تجلب التيسير‬

(Al-Masyakkatu Tajlibu al-Taisir) Kesukaran, kesulitan mendatangkan kemudahan.

6. AHKAM AL-KHAMSAH

Berbeda dengan bangsa Romawi yang memberi isi hukum dengan tiga penilaian, maka
Islam memberikan isi hukum dengan lima penilaian, yaitu wajib, haram, sunnah, makruh dan
mubah atau jaiz, yang disebut al-ahkam al-khamsah. Lima penilaian itu ada kaitannya dengan
peranan moral dalam hukum.

Dalam pandangan Islam, pada mulanya hukum segala sesuatu adalah boleh (mubah/jaiz),
artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggal kan, Qaidah Fiqhiyah menyebutkan:

‫األصل في األشياء اإلباحة‬

Pada mulanya (hukum) segala sesuatu itu adalah mubah Kebebasan untuk berbuat atau
tidak berbuat bagi sesuatu yang mubah sebenarnya dimiliki oleh setiap orang Pertimbangan
berbuat atau tidak berbuat dipengaruhi oleh penilaian baik buruk secara perorangan. Sesuatu
yang mubah dan baik bagi seseorang, belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu yang mubah
mungkin berakibat tidak bagi seseorang. Namun dari sekian yang nilainya mubah itu ada
sesuatu yang menurut penilaian umum bisa mendatangkan kebaikan atau juga bisa
mendatangkan keburukan. Sesuatu yang mubah yang bisa mendatangkan kebaikan itu,
terjadilah hal itu sesuatu yang digernari, disukai, dan merupakan perbuatan terpuji apabila
melakukannya. Dalam keadaan demikian sesuatu yang mubah itu nilainya meningkat menjadi
sesuatu yang dianjurkan. Kriteria ini dalam penilaian Ahkam al-Khamsah dinamai Sunnah.
Mereka yang melakukan Sunnah akan mendapatkan manfaat dan pahala (kelak), dan
masyarakat akan menyenangi dan mungkin memberikan pujian kepadanya. Sedang ya
meninggalkan Sunnah tidak akan mendapat dosa, hanya akan mendap perlakuan yang tidak
disenangi oleh masyarakat. sebaliknya kalau sesuatu yang mubah itu dapat menimbulkan hal
buruk bagi kemanusiaan dan masyarakat, maka hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak
disenangi atau dicela. Dalam pandangan masyarakat meninggalkan hal ini lebih baik dari
mengerjakannya Berarti penilaian terhadap yang mubah itu menjadi meningkat. mubah yang
nilainya demikian menjadi makruh. Mereka yang meninggalkan makruh ini akan mendapat
pahala dan akan disenangi masyarakat sementara yang mengerjakannya tidak disenangi
masyarakat dan tidak disiksa kelak, hanya tidak disenangi oleh Allah SWT, bandingkan
dengan hadits yang artinya “Sesuatu yang halal namun tidak disenangi oleh Allah adalah
talak (cerai).”
Apabila sesuatu yang bernilai sunnah manfaatnya begitu penting dalam hidup
kemasyarakatan dan kemanusiaan, maka sesuatu bukan hanya dianjurkan tapi merupakan
keharusan untuk mengerjakanya. Nilainya akan meningkat dari anjuran mengerjakan menjadi
yang wajib dikerjakan.

8. pertemuan VIII (Selasa, 02 November 2021)

UTS

Anda mungkin juga menyukai