Anda di halaman 1dari 4

Soal :

1. Sebutkan dan jelaskan alasan-alasan hukum islam masuk dalam kurikulum Fakultas
Hukum.
2. Hukum islam dalam kepustakaan dibedakan menjadi bidang ibadat dan bidang
muamalat. Jelaskan yang dimaksud dengan hukum islam dalam lingkup syariah dan
hukum islam dalam lingkup fiqih.
3. Al-Qur’an sebagai ketatapn Allah SWT adalah sumber hukum yang utama dalam hukum
islam. a. Jelaskan 3 jenis petunjuk sebagai pedoman yang terkandung didalam Al-Qur’an,
b. Jelaskan bagaimana perkataan sunnah Al-Hadist dirumuskan/diterjemahkan di dalam
kepustakaan Islam.
4. Sebutkan dan jelaskan substansi dari komplikasi hukum Islam

Jawaban :
1. Alasan-alasan hukum islam masuk dalam kurikulum Fakultas Hukum adalah :
Alasan Sejarah
Di era masa kolonial Belanda, Islam dan bahasa Arab menjadi objek studi beberapa
Universitas yang berada di Belanda. Bahkan, terdapat pula majalah-majalah yang
diantaranya berisi artikel mengenai Islam. Selain itu, dalam dunia internasional
pembahasan terhadap masalah Hukum Islam pun juga telah lama berkembang dan
dikenal sebagai bagian dari oriental studies dengan para orientalis terkemuka.

Di Royal Academy di Dest yang didirikan pada tahun 1842 yang melatih calon-calon
pegawai sipil dari Hindia-Belanda, disamping bahasa, geografi, etnografi dari Nusantara
juga diberikan mata kuliah hukum islam. Hal lain daripada itu, pada masa pemerintahan
Belanda di semua sekolah tinggi Fakultas Hukum pun juga diajarkan tentang hukum
Islam atau disebut sebagai Mohammedaansch recht, sehingga hal tersebut
memunculkan perkembangan ajaran hukum Islam.

Alasan Ilmiah
Setelah penelusuran lanjutan, ternyata kehadiran hukum Islam sebagai suatu ilmu telah
lama dikaji, dipelajari, serta telah mendapat pengakuan dari dunia. Hal tersebut
dibuktikan dengan masuknya hukum Islam ke dalam daftar kode bidang atau disiplin
ilmu dan teknologi yang tercatat pada UNESCO.

Alasan Yuridis
Alasan formal yuridis juga turut melatarbelakangi adanya kehadiran hukum Islam ini
dalam hukum positif yang ada di Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dari
beberapa regulasi yang telah terbentuk yakni mengenai: Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Alasan Konstitusional
Selain ketiga hal tersebut, alasan konstitusional hukum Islam menjadi mata kuliah pokok
di Fakultas Hukum itu juga berdasarkan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun
1945. Adapun isi Pasal 29 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berbunyi:

Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Jika dilakukan tafsiran secara berkelanjutan, maka Negara Republik Indonesia tidak
boleh hadir atau bahkan memberlakukan suatu norma hukum yang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam bagi umat Islam, ajaran Nasrani bagi umat Nasrani, ajaran
Hindu bagi umat Hindu, maupun ajaran Budha bagi umat Budha. Hal ini sejatinya
sebagai wujud pembuktian bahwa Negara Indonesia juga berkewajiban untuk
membentuk, menjalankan dan memastikan agar hukum yang berasal dari agama yang
dianut oleh setiap masyarakat di Indonesia dapat terlaksana. Tentu saja pelaksanaan
hukum agama itu memerlukan bantuan dari alat kekuasaan negara atau pun syariat
yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk melaksanakannya menjadi
kewajiban pribadi bagi pemeluk agama itu sendiri.

Alasan Penduduk
Komposisi penduduk di Indonesia seolah-olah memang bukan menjadi rahasia umum
lagi. Mengapa demikian? Karena memang mayoritas penduduk di Indonesia ini
beragama islam. Hal ini juga didukung oleh hadirnya data World Population Review yang
dimana menunjukkan jumlah penduduk muslim di Tanah Air saat ini (2020) telah
mencapai 229 juta jiwa atau 87,2% dari total penduduk 273,5 juta jiwa. Sungguh banyak
kan? Tentu hal ini juga menjadi penguat faktor dan alasan yang berimplikasi terhadap
beberapa ketentuan hukum Islam yang turut mewarnai hukum nasional di Indonesia.

2. Hukum islam dalam lingkup syariah :

Syariah secara harfiah berarti "jalan yang bersih dan dilalui dengan baik menuju air".
Makna linguistik Syariah bergema dalam penggunaan teknisnya: seperti halnya air
sangat penting bagi kehidupan manusia, begitu pula kejelasan dan kebenaran Syariah
adalah sarana kehidupan bagi jiwa dan pikiran.

Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk menuju
kepada Allah. Hukum Islam bertindak sebagai pedoman hidup yang harus dipatuhi oleh
semua Muslim, termasuk salat, puasa dan sedekah kepada orang miskin.

Hukum Islam dalam lingkup Fiqih :


Fiqh bermakna “paham atau pengertian”
Ilmu Fiqh adalah ilmu yang mempelajari atau memahami syariat dengan memusatkan
perhatiannya pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf yaitu manusia yang
berkewajiban melaksanakan hukum Islam karena telah dewasa dan berakal sehat.
Ilmu Fiqh bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang
terdapat didalam al-quran dan ketentuan umum yang terdapat dalam sunnah nabi yang
direkam dalam kitab-kitab hadits

3. a. 3 jenis petunjuk sebagai pedoman yang terkandung didalam Al-Qur’an :

Hukum I'tiqadiah
Hukum I'tiqadiah adalah hukum yang mengatur tentang hubungan manusia dengan
Allah SWT secara rohaniah dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah atau keimanan.
Hukum jenis ini tercermin dalam rukun iman.

Hukum Amaliah
Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT secara lahiriah disebut
dengan hukum amaliah. Hukum amaliah juga mengatur hubungan manusia dengan
sesama manusia serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah tercermin
dalam rukun Islam dan disebut dengan hukum Sya'ra atau syariat

Nilai Khuluqiyah
Nilai Khuluqiyah yaitu ajaran tentang hal yang baik dan hal yang buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Akhlak biasa disebut dengan moral.
Akhlak ini menyangkut moral dan etika yang bertujuan untuk membersihkan diri dari
perilaku yang tercela dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.

b. Perkataan sunnah Al-Hadist dirumuskan/diterjemahkan di dalam kepustakaan Islam.


Orang yang berpaham Inkar al-Sunnah beranjak pada pemahaman yang salah terhadap
ayat-ayat al-Qur’an, sejarah umat Islam, sejarah penghimpunan Sunnah, dan sebagian
cabang dari penelitian kesahihan Sunnah. Kesalahan pemahaman itu disebabkan banyak
faktor; sebagian dari faktor itu ada yang berkaitan dengan kekurangan pengetahuan
merekaterhadap berbagai hal tentang sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan Sunnah dan
sebagian faktor lagi berkaitan dengan anggapan dasar dan metode berfikir.
Sepanjang para penganut paham Inkar al-Sunnah masih bersedia bersikap terbuka
sebagaimana yang di anjurkan oleh al-Qur’an, niscaya berbagai faktor tersebut akan
dapat diatasi dengan cara meningkatkan upaya pemahaman terhadap berbagai
pengetahuan yang berkaitan dengan sumber ajaran Islam. Dalam hubungan ini, para
pendukung dan pembela sunnah tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
cukup, khususnya berkenaan dengan al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga dituntut untuk
mampu dan bahkan menerima yang berbagai argumen yang secara ilmiah dapat
dipertangung jawabkan kebenarannya.

4. Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan salah satu karya besar yang mengacu kepada
sumber hukum Islam yakni Al-Qurán dan Sunnah. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mengakomodasi kepentingan keluarga muslim Indonesia untuk memperoleh hak
konstitusi keagamaan dalam sistem hukum di negaranya. Dengan KHI para hakim
Pengadilan Agama mendapatkan acuan dan pedoman dalam menyelesaikan
permasalahan hukum berkaitan dengan keluarga Islam. KHI juga melengkapi referensi
para hakim Peradilan Agama yang selama ini menjadikan fikih sebagai dasar penentuan
hukum karena konteks Muslim Indonesia yang majemuk dan memiliki kekhususan.
Menurut penulis, penerapan KHI belum menyelesaikan permasalahan hukum
masyarakat secara menyeluruh. Hal ini disebabkan Sebagian masyarakat Muslim
Indonesia menganggap bahwa KHI tidak sejalan dengan fikih klasik. Penulis buku juga
memaparkan adanya ketidaksamaan hakim Peradilan Agama dalam merumuskan
pertimbangan hukum dalam putusannya. Terdapat sekitar 118 putusan yang masih
mengacu pada fikih klasik dibandingkan menerapkan KHI. Sebagai contoh, dari 35
putusan pengadilan dalam perkara perceraian, hanya 5 yang diputuskan berdasarkan
KHI. Masalah lain dalam penerapan KHI adalah posisi hakim yang dianggap berbeda
dengan pemuka agama. Masyarakat cenderung membawa masalah keluarganya ke
pemuka agama atau Kantor Urusan Agama daripada membawa kasusnya ke Pengadilan
Agama. Akhirnya, banyak kasus seperti perkawinan dan perceraian tidak dibawa ke
pengadilan. Buku ini bagus dalam mengukur implementasi KHI di Indonesia, namun ada
beberapa catatan pada buku tersebut. Di antaranya terkait aspek penelitian dan analisis
penelitian yang terlalu mengandalkan perspektif hakim namun kurang memperhatikan
aspek yang terjadi di masyarakat. Selain itu, sangat bagus jika penulis dapat
memasukkan teori rekayasa sosial ke dalam masalah hukum.

Anda mungkin juga menyukai