Dalam bukunya Falsafah Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash Shiddieqy (1975:156-212), menyebut ciri-
ciri khas hukum Islam. Yang relevan untuk dicatat di sini adalah, hukum Islam
8) berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka berada, tidak
terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja;
9) Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani serta
memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan;
10) Pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan akhlak umat Islam.
Syariah berarti jalan menuju sumber air.
Menurut istilah: Hukum yang diatur oleh Allah SWT, untuk hambanya melalui lisan para Rasul. Para
Rasul menyampaikan kepada umatnya untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik berbentuk
aqidah, hukum, akhlak, muamalah dan sebagainya, secara singkat dapat dikatakan bahwa syariah Islam
adalah keseluruhan ajaran Islam yang bersumber dari wahyu Allah SWT.
Dengan demikian ,memperhatikan watak dan sifat fiqh adalah hasil jerih payah fuqaha, ia dapat saja
menerima perubahan atau pembaharuan , karena tuntutan ruang dan waktu.
2. As sunnah / hadist.
Sunnah adalah segala segala perkataan, perbuatan, persetujuan dan cara berpikir Rasulullah
Shalallahu Alaihi wasalam yang diriwayatkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga para ulama
hadist yang tujuh yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hadist digunakan untuk mencari
keterangan lebih lanjut dari ayat-ayat quran yang bersifat umum. Untuk melengkapi atau menjelaskan
maksud dari ALLAH. Hadist ada yang merupakan kalam Rasul, ada yang merupakan kalam ALLAH lewat
Rasul atau disebut dengan hadist qudsi.
Contoh penentuan hukum dengan hadist yaitu perintah sholat lima waktu, di AL Quran hanya
diperintahkan untuk sholat, namun tidak ada keterangan jumlah dan tata caranya, kemudian lewat hadist kita
tahu bagaimana cara sholat yang benar sesuai yang diingkan ALLAH Azza Wa Jalla.
3. Kemudian ada ijtihad, yaitu cara ulama ahli fikih dalam memahami AL qurna dan hadist. Ijtihad dapat
dibagi menjadi 2, yaitu :
• Ijma, yaitu sebuah kesepakatan ulama mengeanai suatu perkara bila tidak ditemukan hukumnya yang
jelas dalam AL quran dan hadist. Ulama sampaikan arti ijma adalah “Kebulatan pendapat semua ahli
ijtihad umat Muham-mad, sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum)".
Contoh penyelesaian dengan ijma adalah penentuan sholat tarawih dalam satu jamaah pada zaman
sayiddina umar, dan pembukuan Al quran yang dimulai pada zama sayiidina abu bakar.
• Qiyas , yaitu penentuan suatu hukum yang belum ada ketentuan hukumnya baik dari Al Quran, Hadist
maupun ijma. Dengan cara membandingkan atau mengibaratkan dengan suatu hukum yang telah ada , yang
ada persamaan didalamnya.
Contoh qiyas adalah pengharaman segala sesuatu yang memabukkan, hukum asalnya adalah ALLAh
melarang meminum khamar karena memabukkan, kemudian kita mengambil qiyas untuk memberi hukum
haram pada segala hal lain selain khamar yang dapat memabakkan. Yaitu sabu, ganja, pil koplo, dan narkoba
jenis lainnya.
Kiadah fiqih
merupakan istilah yang digunakan ulama fiqih untuk pengembangan cakupan suatu hukum. Ada
beberapa definisi kaidah fiqih yang dikemukakan para ulama. Tajuddin As-Subki, seorang ulama dari
mazhab Syafii mengatakan, kaidah fiqih adalah suatu acuan umum yang dapat diterapkan untuk mengetahui
hukum dari kebanyakan persoalan parsial. Sa’aduddin Mas’ud bin Umar At-Taftazani mengatakan, kaidah
fiqih adalah ketentuan umum yang dapat diterapkan untuk mengetahui hukum persoalan-persoalan parsial.
Perbedaan definisi tersebut terletak pada cakupannya.
Nama lain dari qawaid fiqhiyah adalah al-asybahah wan nazhair, yang artinya kemiripan dan
kesejajaran. Kaidah fiqih merupakan ketentuan yang bisa dipakai untuk mengetahui hukum tentang kasus-
kasus yang tidak ada aturan pastinya di dalam Al-Qur’an, Sunnah maupun ijmak sehingga lahirlah fiqih
baru. Prosedur untuk mendapatkan fiqih baru ini disebut dengan ilhaq, yaitu semacam proses kias yang
contohnya tidak didapatkan dari sumber wahyu, melainkan dari fiqih yang sudah jadi.
Al Ahkam Al Khamsah atau biasa disebut Hukum Taklifi adalah ketentuan hukum yang menuntut para
mukallaf atau orang yang dipandang oleh hukum cakap melakukan perbuatan hukum baik dalam bentuk
hak, kewajiban maupun larangan.
Kelima hukum taklifi antara lain Wajib (fardhu), wajib (fardhu) dalam hukum islam yakni sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah kepada manusia mukallaf untuk mengerjakannya.
Sunnah (mandub), Sunnah / mandup adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah atau Rasulnya
pada manusia atau mukallaf namun bentuk anjuran itu diimbangi dengan pahala kepada orang mukallaf yang
mengerjakannya dan tidak mendapatkan dosa bagi orang yang meninggalkan.
Haram, haram adalah suatu tuntutan hukum islam kepada orang mukallaf untuk meninggalkannya dengan
tuntutan mengikat dan bagi yang meninggalkannya mendapat imbalan pahala dan bagi yang melanggarnya
mendapat dosa.
Makruh, makruh adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Allah atau Rasullnya kepada manusia mukallaf
namun bentuk larangan itu tidak sampai kepada haram, contohnya makan bawang sebelum shalat, merokok,
makan kuda, dll
Jaiz atau mubah, jaiz atau mubah adalah sesuatu perbuatan yang di bolehkan untuk memilih oleh Allah dan
rasullnya kepada manusia mukallaf untuk mengerjakan atau meninggalkannya.
Asas Nafyul Haraji; yakni meniadakan kepicikan. Dalam arti bahwa hukum Islam dibuat dan
diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada
kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga jika ada kesukaran yang muncul bukan
hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
Asas Qillatu Taklif; yaitu tidak membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan
pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
Asas Tadarruj, bertahap (gradual), artinya pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap
disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
Asas Kemuslihatan Manusia; Hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada di
lingkungannya.
Asas Keadilan Merata; bermakna hukum Islam sama keadaannya tidak lebih melebihi bagi yang
satu terhadap yang lainnya.
Asas Estetika; artinya hukum Islam memperbolehkan bagi kita untuk mempergunakan atau
memperhatiakn segala sesuatu yang indah.
Asas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang Berkembang Dalam Masyarakat; Hukum
Islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat.
Asas Syara Menjadi Dzatiyah Islam; Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan
lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan
penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai
perkembangan peradaban manusia.
Asas-Asas Hukum Islam bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW baik yang bersifat
rinci maupun yang umum.