Anda di halaman 1dari 7

Gunakan Template Jurnal ini untuk media penulisan artikel jurnal yang akan di

submit pada Jurnal Kertha Semaya.

SEJARAH PERADABAN ISLAM SEBAGAI LATAR


BELAKANG KONDISI HAM INDONESIA
Muhammad Zaky Gavicky, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Malang, e-mail: zakygavicky6@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan studi ini untuk mengkaji corak kondisi HAM di Indonesia yang berbanding lurus dengan
sejarah peradaban Islam. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Hasil studi menunjukkan bahwa Islam
dengan ajarannya yang begitu kompleks hadir di peradaban Arab (jahiliyah) tentunya tidak
terlepas dari tujuannya untuk melindungi hak-hak yang semestinya melekat pada tubuh
individu-individu. Begitupun sama dengan kondisi HAM Indonesia yang berangkat dari
pemikiran hingga pada pengaktualisasian terhadap nilai-nilai HAM. Sehingga secara historis
keduanya memiliki corak yang sama.

Kata Kunci: HAM di Indonesia, Sejarah Peradaban Islam, nilai-nilai

ABSTRACT

The purpose of this study is to examine the pattern of human rights conditions in Indonesia
which is directly proportional to the history of Islamic civilization. This study uses normative
legal research methods with statutory and comparative approaches. The results of the study
show that Islam, with its complex teachings, was present in Arab civilization (jahiliyah),
certainly inseparable from its aim of protecting the rights that should be attached to the bodies
of individuals. Likewise, the condition of Indonesian human rights starts from thinking to the
actualization of human rights values. So historically both have the same style.

Keywords: Human Rights in Indonesia, History of Islamic Civilization, values

I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama yang muncul belakangan setelah agama samawi
lainnya yaitu Yahudi dan Nasrani, disebut-sebut sebagai agama penyempurna
dari kedua agama tersebut serta memiliki ajaran yang lengkap. Islam mengatur
lengkap segala perangkat kehidupan umat manusia mulai dari urusan dunia
hingga urusan akhirat. Pengaturan terhadap segala perangkat kehidupan pada
tubuh Islam ini disebut sebagai hukum Islam.
Hukum Islam sering kali diidentikkan dengan dua istilah yakni
“Syariah” dan “Fikih”. Hukum Islam yang diistilahkan dengan “Syariah”
adalah peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah atau ditetapkan dasar-
dasarnya oleh Allah agar manusia berpegang teguh kepadanya dalam
hubungannya dengan Tuhannya, berhubungan dengan saudaranya sesama

Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


E-ISSN: Nomor 2303-0569
ISSN: 1978-1520

muslim, berhubungan dengan alam semesta, dan berhubungan dengan


kehidupan (Syaltut, 1966). Sedangkan hukum Islam yang diistilahkan dengan
“Fikih” diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atau memahami syariat
dengan memusatkan perhatian pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf,
yakni manusia yang menurut ketentuan Islam sudah baligh (dewasa).
Sederhananya, Fikih adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorang mujtahid
dalam usahanya menemukan hukum Tuhan (Djamil, 1997). Dibuat
pengklasifikasian seperti ini agar tidak salah baik dalam penyebutannya
maupun ha-hal lain yang berkaitan dengan kedua istilah tersebut.
Islam merupakan sebuah agama yang di dalamnya memuat beberapa
konsep ajaran aqidah, ibadah, dan muamalat. Di dalamnya terdapat ajaran
keimanan dan juga ajaran agama Islam yang berlandaskan kepada ketentuan
berupa berupa Syariah ataupun Fikih. Menurut Abu al-A’la al-Maududi (1998),
di dalam agama Islam membahas dua konsep tentang hak. Pertama, hak
manusia (huquq al-dharuriyyah). Kedua, hak Allah (huquq Allah). Dua jenis hak
tersebut tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling mendasari satu dengan yang
lainnya. Artinya, bahwa Allah menjadi landasan hak manusia dan sebaliknya
(Hazin, Rahmawati, & Shobri, 2021).
Hak Asasi Manusia merupakan suatu kajian yang selalu menarik tanpa
ada batas waktunya. Sejalan dengan perkembangan zaman, isu tentang HAM
selalu diindikasikan dengan berbagai macam hal. Terlebih lagi jika dikaitkan
dengan penegakannya dalam hukum maupun lebih spesifiknya dalam hukum
Islam. Hal ini tidak terlepas dari posisi HAM dalam suatu negara yang
bersandarkan hukum maupun Islam itu sendiri.
Dalam tulisan ini penulis ingin lebih fokus untuk mendalami kondisi
HAM yang telah diakui di Indonesia seperti dirasakan pada saat ini. Indonesia
sebagai negara hukum sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 telah memberikan jaminan untuk menjunjung
tinggi adanya hak-hak asas bagi manusia. Beberapa poin terkait Hak Asasi
Manusia yang diatur dalam UUD 1945 setidak-tidaknya ialah berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, berhak berserikat
dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya,
berhak untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut
agamanya, berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, dan
berhak mendapat pengajaran.
Berangkat dari sejarah Indonesia dimana sebelum diproklamasikannya
kemerdekaannya tidak terdapat nilai-nilai terkait hak-hak asasi manusia
bahkan dirampas dan dibuang jauh-jauh akibat dari penjajahan yang
berlangsung dalam kurun waktu sangat lama. Sebagai bentuk dari
kemerdekaan daripada penjajahan tersebut maka salah satu yang dinilai
penting dan sudah selayaknya terjamin oleh negara ialah hak-hak yang
diperuntukkan masing-masing individu atau dikenal hak asasi manusia. Bukan
berarti jaminan tersebut hanya berdasarkan pada pengaturan-pengaturan yang
sudah ada, akan tetapi juga perlu adanya penegak hukum maupun HAM atas
pengaturan itu agar terciptanya suatu keadilan.
Melihat kembali sejarah peradaban Islam dimana yang melatarbelakangi
kelahiran agama ini dalam peradaban dunia adalah zaman yang dikenal
dengan istilah jahiliyah. Identitas ‘jahil’ disini bukan berakar dari akalnya,
melainkan lebih mengarah kepada perbuatannya yang tidak mencerminkan

July Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


page – end_page
sifat manusiawi mulai dari melakukan perbudakan, perdagangan anak, hingga
penghilangan nyawa setiap anak perempuan yang baru lahir. Ditegaskan oleh
Ahmad Amin seorang tokoh cendekiawan sekaligus sejarawan Mesir, beliau
berpendapat bahwa “Orang-orang Arab dinamakan jahiliyah bukan disebabkan
karena kebodohannya, akan tetapi karena perbuatannya yang persis seperti
tabiat orang-orang bodoh, dimana mereka tidak toleran dan tidak tasamuh serta
tidak mau untuk berlapang dada, mereka melakukan suatu langkah dan
tindakan lebih karena didasarkan atas seniman dan emosi. Mereka suka
membangga-banggakan diri, suka menghina, cepat marah, dan suka
bermusuhan” (Romziana, 2014). Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa nilai-
nilai HAM yang seharusnya melekat pada diri tiap-tiap individu dan dihormati
pula oleh individu satu dengan individu lain tidak tercermin pada masa
tersebut.
Berdasarkan kerangka persoalan dan situasi yang dijelaskan di atas
menjadikan landasan penulis untuk menghadirkan ulasan-ulasan yang
diupayakan komprehensif membahas relasi antara kondisi HAM Indonesia
dengan sejarah peradaban Islam yang pernah terjadi.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun fokus masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimana kondisi HAM Indonesia?
2. Bagaimana sejarah Peradaban Islam?
3. Bagaimana sejarah Peradaban Islam dan Implikasinya terhadap kondisi
HAM Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Menambah wawasan keilmuan di bidang Hukum dan HAM bagi penulis,
kerabat dekat penulis, dan teman sebangku perkuliahan penulis di UMM
dalam menyumbangkan gagasan keilmuan baik di eksternal UMM
maupun di internal UMM khususnya di tingkat jurusan.
2. Memberi peringatan kepada para mahasiswa untuk ikut serta merespon
kondisi HAM di Indonesia atas dasar kepentingan umat dan bangsa.

2. Metode Penelitian

Metode Penilitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian hukum
normatif berangkat dari adanya Problem Norma, yaitu adanya kekaburan norma,
norma konflik, maupun norma kosong. Menggunakan pendekatan: statute approach,
conceptual approach, serta analytical approach. Tehnik penelusuran bahan hukum
menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis
kualitatif.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Kondisi HAM Indonesia
Sebelum masuk pada pembahasan yang berkenaan dengan kondisi HAM
Indonesia yang lebih spesifik penulis ingin memaparkan terlebih dahulu

Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


E-ISSN: Nomor 2303-0569
ISSN: 1978-1520

sejarah singkat terkait perlindungan HAM yang diregulasikan dalam tubuh


Indonesia.
Sejak tahun 1908 jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan,
konsep pemikiran HAM telah dikenal oleh bangsa Indonesia yang bisa dilihat
dari lahirnya Budi Utomo, yakni timbulnya kesadaran akan pentingnya
pembentukan suatu negara atau bangsa melalui berbagai tulisan dalam suatu
majalah. Konsep HAM yang terkemuka adalah konsep-konsep mengenai hak
atas kemerdekaan yang berarti hak sebagai bangsa merdeka yang bebas
menentukan nasib sendiri. Tak hanya itu, HAM bidang sipil seperti hak bebas
dari diskriminasi dalam segala bentuknya dan hak untuk mengeluarkan
pikiran dan pendapat mulai juga diperbincangkan. Bahkan konsep mengenai
hak untuk turut serta dalam pemerintahan telah dikemukakan oleh Budi
Utomo.
Selanjutnya, pemikiran tentang demokrasi asli bangsa Indonesia yang
diantaranya dikemukakan Hatta, makin mempertajam anggapan bahwa HAM
telah dikenal dan bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Perkembangan
pemikiran HAM menyentuh hingga masa-masa perancangan UUD oleh
BPUPKI.
Hak asasi barulah mendapatkan tempat yang penting utamanya pada
masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) tahun 1949 dan UUDS 1950,
yang keduanya memuat HAM secara terperinci. Faktor yang mendorong
diantaranya adalah lahirnya Declaration of Human Right (DUHAM) 1948 dan
perubahan KRIS 1949 melalui UU Federal Nomor 7 tahun 1950.
Perubahan dari KRIS 1949 menuju UUDS 1950 tidak bisa dilepaskan
kepada masa-masa berikutnya. Masa dimana UUDS 1950 berlaku hingga
berujung pada 1959 ini memiliki impact yang signifikan terhadap semangat
pemikiran hingga aktualisasi HAM. Poin terpenting pada masa-masa
berlakunya UUDS tersebut adalah bahwa semua partai dengan pandangan
ideologis yang berbeda-beda sepakat bahwa HAM harus dimasukkan dalam
bab khusus yang mempunyai kedudukan sentral dalam batang tubuh UUD
(Kusniati, 2011).
Periode selanjutnya yaitu setelah berlakunya UUD 1945 di periode kedua
merupakan pasang surut dari kondisi sebelumnya. Disebutkan dalam catatan
sejarah bahwa Demokrasi yang semula parlementer menjadi sistem politik
demokrasi terpimpin yang tidak memberikan keleluasaan ataupun kebebasan
dalam berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Di
bawah naungan demokrasi terpimpin, pemikiran tentang HAM dihadapkan
pada pembatasan yang ketat oleh kekuasaan, sehingga mengalami
kemunduran, kondisi yang berbanding terbalik dengan kondisi sebelumnya.
Pemberontakan G30SPKI pada tahun 1966 dengan segala bentuk chaos
mengantarkan Indonesia kembali pada situasi dan keadaan tidak adanya
perlindungan HAM. Faktor utama penyebab kondisi tersebut adalah

July Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


page – end_page
pemikiran para elite kekuasaan terhadap HAM. Pada saat yang sama Indoneisa
sedang memacu pembangunan ekonomi dengan menggunakan slogan
“pembangunan”. Dari adanya pembangunan tersebut, segala upaya pemajuan
dan perlindungan HAM tersudutkan atas dalih sebagai penghambat. Sehingga
berbagai produk hukum yang dikeluarkan cenderung membatasi serta
menyempitkan HAM.

3.2 Sejarah Peradaban Islam


Telah diterangkan di muka bahwa Islam muncul di tengah menuju
penghujung zaman dan kondisi (peradaban) jahiliyah. Peradaban jahiliyah
dalam literatur sejarah peradaban Islam sering dimaknai dengan tema ‘Arab
pra-Islam’. Indikasi bangsa jahiliyah terhadap bangsa Arab pra-Islam
diantaranya terlihat dari beberapa aspek yaitu aspek kepercayaan (agama)
yang menuhankan buatannya sendiri, aspek sosial budaya yang menempatkan
wanita ke dalam posisi paling rendah kastanya serta mengubur bayi wanita
hidup-hidup dan masih banyak aspek lainnya. Aspek kedua ini yang menurut
simpulan penulis tidak ada setitik pun nilai-nilai HAM secara keseluruhan.
Islam sebagai ajaran yang universal lagi tidak memihak telah
memberikan sumbangsih yang sangat besar dan nyata terhadap beragam
persoalan baik yang sifatnya duniawi (khususnya dalam konteks ini) maupun
ukhrawi. Salah satunya yang berkaitan erat dengan HAM adalah perjanjian
yang termaktub dalam piagam Madinah. Piagam Madinah yang berisikan
tentang kesepakatan-kesepakatan antara kaum Muhajirin dan Anshar untuk
menghormati salah satu prinsip nilai kebebasan ini merupakan perwujudan
dari HAM itu sendiri. Poin penting lainnya yang tertuang dalam piagam
Madinah adalah menghormati agama dan harta, dalam arti kebebasan
beragama juga menjadi bagian dari kebebasan.
Islam merupakan sebuah agama yang di dalamnya memuat beberapa
konsep ajaran aqidah, ibadah, dan muamalat. Di dalamnya terdapat ajaran
keimanan dan juga ajaran agama Islam yang berlandaskan kepada ketentuan
berupa berupa Syariah ataupun Fikih. Menurut Abu al-A’la al-Maududi (1998),
di dalam agama Islam membahas dua konsep tentang hak. Pertama, hak
manusia (huquq al-dharuriyyah). Kedua, hak Allah (huquq Allah). Dua jenis hak
tersebut tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling mendasari satu dengan yang
lainnya. Artinya, bahwa Allah menjadi landasan hak manusia dan sebaliknya
(Hazin, Rahmawati, & Shobri, 2021).
Hak manusia dalam Islam disebut dengan istilah haq al-insan. Konsep hak
manusia dalam Islam bersifat theosentris (segala sesuatu berpusat kepada
Tuhan). Artinya, Islam lebih memihak hak Tuhan dari pada hak-hak pribadi.
Manusia dalam hal ini dilihat hanya sebagai makhluk yang dititipi hak-hak
dasar dari Tuhan, bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh karena itu, manusia
wajib memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan. Penggunaan tersebut tidak

Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


E-ISSN: Nomor 2303-0569
ISSN: 1978-1520

boleh bertentangan dengan keinginan Tuhan. Larangan dan perintah lebih


didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber Al-Qur’an dan Hadis. Disini Al-
Qur’an menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia
diperintah untuk hidup dan bekerja di dunia ini dengan kesadaran penuh
bahwa ia harus menunjukkan kepatuhannya kepada kehendak Allah.
Mengakui hak-hak dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka
kepatuhan kepada Allah (Wahyu M.S, 1986).
Hak yang melekat pada tubuh manusia atau disebut Hak Asasi Manusia
(HAM) menurut Islam terdapat beberapa ketentuan yang disesuaikan dengan
Al-Qur’an, yaitu; Pertama, hak hidup, yaitu karunia yang diberikan kepada
seluruh manusia dari Allah SWT. Kedua, hak merdeka, ialah hak bebas dari
segala keterpaksaan dan tekanan atau kekangan merupakan salah satu hak
asasi manusia untuk dihormati dan dihargai. Ketiga, hak mendapatkan
pendidikan, manusia diberi kelebihan oleh Allah dengan akal pikiran untuk
berpikir. Keempat, hak kehormatan diri, adalah upaya eksistensi manusia untuk
menjalankan sistem dalam kehidupan sosial. Kelima, hak memiliki, namun hal
ini bukan berarti menjadi hak mutlak yang hanya dimiliki oleh individu
tertentu untuk memanfaatkan dunia dan seisinya, akan tetapi semua yang ada
di bumi ini hanyalah untuk kepentingan umat manusia dan menjadi sistem
yang harus manusia patuhi saat dalam suasana hidup yang terhormat dan
merdeka (Hazin, Rahmawati, & Shobri, 2021).
HAM dalam Islam pada umumnya berdasarkan pada prinsip
persaudaraan (solidarity), prinsip kebebasan (liberty), dan prinsip persamaan
(equality) (Al-Qardhawi, 1898). Prinsip persaudaraan, adalah jaminan terhadap
hak-hak asasi manusia yang menjadi bukti kepedulian sosial dalam
bermasyarakat. Prinsip kebebasan, diartikan dengan menyelamatkan manusia
dari berbagai keterpaksaan dan tekanan, misalnya kebebasan beragama.
Prinsip persamaan, yaitu hakikat kemanusiaan dengan adanya persamaan
antar manusia dengan lainnya.

3.3 Sejarah Peradaban Islam dan Implikasinya terhadap kondisi HAM


Indonesia
Ulasan tentang relasi sejarah peradaban Islam dengan kondisi HAM di
Indonesia sebenarnya sudah cukup jelas untuk kita simpulkan melalui ulasan-
ulasan di atas, namun penulis ingin menjelaskan lebih sederhana untuk
memudahkan pembaca dalam memahami tulisan ini. Islam dengan ajarannya
yang begitu kompleks hadir di peradaban Arab (jahiliyah) tentunya tidak
terlepas dari tujuannya untuk melindungi hak-hak yang semestinya melekat
pada tubuh individu-individu. Begitupun sama dengan kondisi HAM
Indonesia yang berangkat dari pemikiran hingga pada pengaktualisasian
terhadap nilai-nilai HAM. Sehingga secara historis keduanya memiliki corak
yang sama.

July Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,


page – end_page
4. Kesimpulan
Hukum Islam dalam perkembangannya sempat mengalami kejumudan, berawal
dari isu tertutupnya pintu ijtihad yang sangat mendominasi selama berabad-abad
hingga menjadikan umat Islam bergantung kepada referensi intelektual abad
pertengahan yang dibarengi oleh ketidakmampuan berdialog dengan realitas yang
senantiasa berkembang. Kendati demikian, jauh sebelum itu, hukum Islam telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal itu tidak terlepas dari para
mujtahid yang berperan aktif dalam berijtihad secara kontinu untuk menjawab
permasalahan-permasalahan zaman. Begitu pentingnya menggiatkan aktivitas
ijtihad agar hukum Islam selalu tetap berkembang dan relevan dengan
perkembangan zaman serta bisa menjawab persoalan-persoalan kontemporer yang
belakangan ini sering muncul.
Islam dengan ajarannya yang begitu kompleks hadir di peradaban Arab
(jahiliyah) tentunya tidak terlepas dari tujuannya untuk melindungi hak-hak yang
semestinya melekat pada tubuh individu-individu. Begitupun sama dengan kondisi
HAM Indonesia yang berangkat dari pemikiran hingga pada pengaktualisasian
terhadap nilai-nilai HAM.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, M. (1999). Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap
Konsep Demokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Abu A`la Al Maududi. (1998). Hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta: YAPI.
Al-Qardhawi, Y. (1898). al-Khulashah al-‘Amah al-Islamiyah. Kairo: Maktabah Wahabah.
Djamil, F. (1997). Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Fauzi, M. L. (2014). Islam dan HAM “Diskursus dan Pengalaman Indonesia". Yogyakarta: Kaukaba.
Hafniati. (2018). Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jurnal al-Adyan.
Hamdan. (2016). Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Tasamuh.
Hazin, M., Rahmawati, N. D., & Shobri, M. (2021). HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF
ISLAM DAN MAQASHID AL-SYARI’AH. CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman, 104-108.
Kusniati, R. (2011). Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia dalam Kaitannya dengan Konsepsi
Negara Hukum. INOVATIF| Jurnal Ilmu Hukum, 88.
Mulia, M. (2010). Islam & Hak Asasi Manusia: Konsep dan Implementasi. Yogyakarta: Penerbit Naufan
Pustaka.
Nashrullah K.M., G., & Noor, H. (2014). Konsep Maqashid al-Syariah Dalam Menentukan Hukum Islam.
Jurnal Al-Iqtishadiyah.
Nasuka, M. (2017). Maqasid Syari’ah Sebagai Dasar Pengembangan Sistem, Praktik, dan Produk
Perbankan Syari’ah. Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum.
Romziana, L. (2014). Pandangan Al-Qur’an tentang Makna Jâhiliyah Perspektif Semantik. Mutawatir:
Jurnal Keilmuan Tafsir Hadith , 124-125.
Syaltut, M. (1966). al-Islâm: ‘Aqîdah wa Syarî’ah. Dâr al-Qalam.
Wahyu M.S. (1986). Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.

Jurnal Kertha Semaya, Vol. .. No. …Tahun…, hlm. xxx-xxx x,

Anda mungkin juga menyukai