Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

MASAIL FIQHIYYAH
“Landasan HAM, humanisme dan Agama”

"Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masa’il Fikhiyah"


Dosen Pengampu : H. Muhammad Mansyur, M.A

Disusun Oleh : Kelompok 7


 Iis Siti Ariska 22S1PAI0074
 Suhendi

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDIPENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON (IAI BBC)
Jl.Widarasari III Tuparev – Cirebon Telp. (0231) 246215
E-mail : staibbc.cirebon@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala,
sebab atas karunia dan limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Landasan HAM, humanisme dan Agama”. Makalah ini ditulis bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Masa’il Fikhiyah yang diampu oleh bapak dosen H.
Muhammad Mansyur, M.A
Kami menyadari bahwa makalah ini dibuat atas keterbatasan kemampuan kami, maka
dari itu kami akan sangat berbahagia apabila para pembaca berkenan menyampaikan kritik
dan saran yang membangun bagi kami.

Harapan kami, semoga dengan adanya makalah ini dapat mempermudah kami dan
teman-teman semua dalam proses mempelajari sumber hukum islam. Terima kasih.

Cirebon, 11 September 2022


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat
manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak dapat menggangu
hak asasi masing-masing individu. Oleh karena itu, hak asasi harus dipahami oleh setiap orang.
Karena begitu pentingnya, hak asasi manusia (HAM) dijadikan sebagai salah satu materi dalam
perkuliahan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Itu sebabnya untuk menjadi warga
negara yang baik harus memahami dan menyadari mengenai hak asasi manusia. Sudah 68 tahun
semenjak ditetapkannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM) 1948, manusia hidup dalam kebebasan, persamaan dan perlindungan.
Setiap orang diakui hak dasarnya. Hal ini mengharuskan bagi semua orang tanpa terkecuali untuk
mengakui hak dasar atau kodrati orang lain, termasuk negara beserta penguasanya sekalipun.
Sebagaimana yang diungkapkan Muhtaj (2008:19),
“DUHAM adalah puncak konseptualisasi HAM universal”, artinya isi DUHAM berlaku untuk semua
bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Permasalahan merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian.
Permasalahan harus diketahui terlebih dahulu sebelum peneliti melakukan
penelitian. Permasalahan yang sangat luas akan mempersulit peneliti.
Permasalahan terkait dengan judul penelitian sangat luas sehingga perlu dibatasi
agar peneliti lebih fokus pada permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Hukum HAM


Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengertian hak asasi
manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara.
Indonesia memiliki beberapa landasan hukum yang dijadikan dasar untuk menjamin terpenuhinya HAM setiap
warga negara Indonesia. Dalam landasan hukum tersebut dijelaskan mengenai hak yang didapat setiap warga
negara Indonesia.
Mengutip dari jurnal Instrumen Hukum Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia (2018) karya Sri
Warjiyati, Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mengandung makna atau pemikiran jika setiap
manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan aspek individual dan sosial.
Pancasila menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Maka dari itu,
setiap manusia memiliki kewajiban untuk menghormati hak asasi setiap manusia tanpa terkecuali.
UUD 1945.
Adanya landasan hukum serta banyaknya UUD 1945 yang mengatur mengenai hak asasi manusia, maka
negara tidak boleh melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Setiap manusia tanpa terkecuali,
memiliki HAM atau Hak Asasi Manusia. Sudah seharusnya HAM dijamin secara penuh oleh negara. Karena
HAM adalah hak dasar setiap manusia di bumi.
Ada pun landasan hukum HAM diatur dalam: Pertama, Pancasila, yakni Sila Kedua yang berbunyi
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kedua, UUD Republik Indonesia 1945 (Pasal 27-34, BAB XA, Pasal 28
A-J, Perubahan UUD Republik Indonesia 1945). Ketiga, TAP MPR RI No: II/MPR/1993 tentang GBHN.
Keempat, TAP MPR RI No: XVII/MPR 1998 tentang HAM.
Kelima, UU Republik Indonesia No.5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
Keenam, UU RI No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Ketujuh, UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM. Delapan, Keputusan Presiden RI No.129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM yang telah
diperbaharui dengan Keppres RI No.61 Tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional HAM. Sembilan. Keppres
RI No.181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Sepuluh, Instruksi
Presiden RI No.126 Tahun 1998 tentang menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam
semua perumusan dan penyelenggaraan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan. Sebelas, Deklarasi Universal HAM, tanggal 10 Desember 1945. Duabelas, Deklarasi dan
Program Aksi Wina Tahun 1993.
Indonesia memiliki beberapa landasan hukum yang dijadikan dasar untuk menjamin terpenuhinya HAM setiap
warga negara Indonesia. Dalam landasan hukum tersebut dijelaskan mengenai hak yang didapat setiap warga
negara Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 tidak hanya menjadi landasan konstitusi negara saja. Namun, juga menjadi
salah satu landasan hukum HAM di Indonesia. Dalam Pasal 28 A hingga 28 J UUD 1945, dijelaskan hak asasi
manusia setiap warga Indonesia.

Secara garis besar, Pasal 28 A hingga 28 J UUD 1945 berisikan hak tiap warga Indonesia, yakni:

 Hak hidup dan mempertahankan kehidupannya.


 Hak membentuk keluarga dan mendapatkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
 Hak anak untuk tumbuh, berkembang dan mendapat perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi.
 Hak mendapat pendidikan.
 Hak mendapat perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
 Hak mendapat pekerjaan dan perlakuan yang adil.
 Hak atas status kewarganegaraan.
 Hak memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya.
 Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan dan menyatakan pikiran serta sikapnya sesuai hati nurani.
 Hak kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
 Hak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
 Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, harta benda dan mendapat rasa aman.
 Hak untuk bebas dari penyiksaan atau segala bentuk tindakan merendahkan derajat manusia.
 Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin.
 Hak untuk bebas dari perilaku diskriminatif.

Pada pasal 28 J UUD 1945, dijelaskan jika setiap warga negara juga memiliki kewajiban untuk menghormati
hak asasi manusia orang lain serta menjalankan hak dan kebebasannya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.

UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


UU No 39 Tahun 1999 juga menjadi salah satu landasan hukum HAM di Indonesia. UU ini memuat hak dasar
yang menyangkut kehidupan setiap warga negara. Contohnya Pasal 17 yang membahas tentang hak memperoleh
keadilan dalam bidang hukum.

UU ini terdiri atas 106 pasal yang membahas hak asasi setiap warga negara Indonesia. Selain itu, UU ini juga
membahas ketentuan hukum yang berkaitan dengan adanya pelanggaran HAM, pembentukan Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, dan lain sebagainya.

Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia


Ketetapan MPR ini menugaskan lembaga tinggi negara serta aparatur pemerintah untuk menghormati,
menegakkan serta menyebarluaskan pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia. Ketetapan MPR ini juga
menjadi salah satu upaya pemerintah pusat untuk menghadapi masalah pelanggaran HAM di Indonesia.

B. HUMANISME

A. Pengertian Humanisme

Humanisme adalah sebuah topik yang selalu menuai perdebatan, kata ini bukanlah sebuah istilah dengan
pemaknaan tunggal yang mudah disepakati. Bagi kalangan relegius, khususnya yang menyakini eksklusivitas
jalan keselamatan menurut doktrin mereka, menganggap humanisme sebagai musuh berbahaya yang harus
ditangkal. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa tercekik oleh doktrindoktrin fanatik agama humanisme
merupakan lorong pembebas yang memberi
mereka nafas untuk hidup.
Secara etimologis humanisme terdiri dari dua kata yaitu human dan isme. Kedua kata tersebut berasal dari
bahasa Latin, yaitu humanus yang berarti manusia, dan ismus yang berarti faham atau aliran. Istilah humanisme
erat kaitannya dengan bahasa Latin klasik, yaitu humanus yang berarti tanah atau bumi. Dari istilah inilah
muncul kata homo yang berarti manusia (makhluk bumi) dan humanus yang menunjukan sifat membumi dan
manusiawi.
Berangkat dari pengertian etimologi di atas, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa
humanisme adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup
yang lebih baik. Diartikan pula bahwa aliran yang menganggap mansia sebagai objek studi yang terpenting.
Sedangkan menurut Ali Syari’ati, humanisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok
yang dmilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Ia memandang manusia sebagai
makhluk mulia dan prinsip-prinsip yang disarankannya didasarkan atas pemenuhuan kebutuhankebutuhan
pokok yang membentuk spesies manusia.
Menurut Loren Bagus humanisme merupakan sebuah filsafat yang menganggap indiviu rasional sebagai nilai
yang paling tinggi , menganggap individu sebagai sumber nilai paling akhir, dan mengabdi pada pemupukan
perkembangan kreatif serta perkembangan moral individu secara rasional dan berarti tanpa acuan pada konsep-
konsep tentang yang adikodrati.
Istilah insaniyyah dalam bahasa Arab, erat kaitannya dengan kata insan.
Sedangkan kata insan dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 65 kali. Kata insan mengandung makna
kemanusiaan yang tinggi, tidak hanya sebatas manusia secara fisik yang suka makan makanan atau jalan
berbelanja dipasar. Lebih dari itu, ia sampai pada tingkat yang membuatnya pantas menjadi khalifah dibumi,
menerima beban taklif dan amanah kemanusiaan. Karna hanya manusialah yang diberi al-’ilm, al-bayan, al-‘aql,
dan al-tamyiz. Sekaligus ia harus dihadapkan pada konsekuensi ujian kebaikan maupun kejahatan, serta ilusi
tentang kekuatan dan kemampuan nya.
B. Sejarah Humanisme

Humanisme merupakan paham yang menempatkan manusia sebagai sentral dari segala realitas, memandang
manusia sebagai subjek pengelola alam semesta. Hal ini dikarenakan manusia merupakan satu-satunya makhluk
bumi termulia yang memiliki keistimewaan baik dalam befikir maupun bertindak.
Sebagai istilah ilmiah, humanisme pertama kali digunakan pada abad ke-16 untuk merujuk pada para penulis
dan sarjana Renaisance Eropa. Namun istilah tersebut sebenarya diciptakan oleh seorang pendidik
berkebangsaan Jerman pada 1808 dan dalam bahasa Inggris kata ini baru diterima umum sejak kira-kira tahun
1860. Pada abad ke-19 di kalangan pemikir Jerman macam J. G. Von Herder, J. J. Winckelmann, Friedrich
Schiller ataupun Goethe istilah Humanismus masih merujuk pada ideal Yunani dan Renaisance dalam
pengembangan potensi-potensi khas manusia melalui pendidikan litelature klasik. Di Inggris, pada abad yang
sama, Mathew Arnold mengaitkan humanisme dengan arah perkembangan universal. Di Perancis, gerakan
kultural semacam itu muncul di kalangan para ensiklopedis. Secara klasik dapatlah dikatakan bahwa humanisme
merupakan gerakan sosio-kultural yang secara sistematik berusaha mengartikulasikan makna humanitas atau
kodrat manusia.
Pada Abad Pertengahan dimana-mana ditemukan banyak agama danbanyaknya ketakutan akan perkara-
perkara dibalik kubur, namun terlalu sedikit perhatian dan penghargaan terhadap kehidupan di dunia yang nyata
ini. Pada saat itu, manusia tidak memiliki kebebasan dalam mengonsep dirinya karena agama (gereja) dan
negara menyatu menjadi kekuatan untuk mengontrol manusia. Dalam persatuan tersebut manusia harus tunduk
pada doktrin gereja atas nama Tuhan, konsep-konsep doktrin dan akhlak ditentukan gereja dan negara. Situasi
ini dianggap anti-humanis, karena tidak memberi kesempatan pada manusia untuk menggunakan potensi
terbesarnya, yaitu akal budi untuk mengatur kehidupannya sendiri. pada akhirnya, gereja, agama dan Tuhan
menjadi comomenenemy dari kaum humanis yang meniscayakan runtuhnya agama demi kemanusiaan.
Humanisme lahir sebagai angina segar pembawan harapan di tengah-tengah himpitan bangunan usang Abad
Pertengahan yang mulai rapuh.
Humanisme dan ilmu pengetahuan saling membahu dalam mengokohkan suatu cara berfikir rasional yang
menempatkan manusia dan rasionalitasnya sebagai pusat segala sesuatu. Rene Descrates meletakkan dasar
filosofis untuk tendensi baru ini lewat penemuan subyektivitas manusia dalam tesisnya je pense donc je suis
(aku berfikir, maka aku ada) ciri ini lalu disebut ‘antroposentrisme’untuk menegaskan teosentrime Abad
Pertengahan. Selain Rene Descrates, Isaac Newton dengan fisikanya memberi kita sebuah keyakinan rasional
bahwa alam bekerja secara mekanistis seperti sebuah arloji, dan akal budi manusia dapat menyingkap hukum-
hukum yang bekerja di belakang proses-proses alamiah.
Selanjutnya menurut Nietzsche, norma-norma kebenaran yang salah satunya adalah Tuhan, yang selama ini
diyakini manusia serta menjadi pegangan normatif sangat membelenggu otentisitas eksistensi manusia. Maka ia
menyatakan bahwa Tuhan telah mati untuk meruntuhkan pegangan beradab normatif tersebut dan menjadikan
manusia hidup dalam situasi nihilis. Didalam nihilisme ini manusia hidup dengan dewasa berupaya menciptakan
nilai-nilai sendiri melalui metode “menemukan, menghancurkan, dan menemukan.

C. Tipologi Humanisme
Sebagai mana telah dipapakan di atas term humanisme sangatlah beragam, bahkan tema humanisme mendapat
banyak respon, tidak jarang menuai perdebatan dan perbedaan pandangan mengenainya. Meskipun demikian,
menurut Jacques Maritain yang dikutip Zulfan Taufik , secara garis besar humanisme dapat dibagi menjadi dua
dua kelompok, yaitu:
Pertama, humanisme teosentris yang menjadikan Tuhan sebagai pusat manusia dengan pandangan bahwa
manusia mendapatkan keistimewaan dari Tuhan berupa kemampuan, utamanya akal pikiran sehingga manusia
diberi wewenang untuk mengatur alam.
Kedua, humanisme antroposentris yang meyakini dan menjadikan diri manusia sendiri sebagai pusat, dan
segala sesuatu berpusat kepadanya dan tidak mengakui kekuatan lain selain dari manusia itu sendiri.

Tipologi yang senada juga dikatakan Bernad Muchland yang mengatakan bahwa ada dua kaetegori humanisme,
yaitu :
Pertama, humanisme yang dapat dijejaki dari francis Bacon sampai John Locke dan Adam Smith sampai
Jeremy Bentham dan John Struart Mill. Humanisme ini lebih fokus ke perkembangan sains modern, demokrasi
dan kapitalisme.
Kedua, humanisme yang masih memfokuskan pandangannya kepada jalan literer-religius yang dimulai dari
para humanis Renaisance seperti Erasmus dan berlanjut dalam garis tak terputus melalui idealis Jerman dari
Carlyle sampai Ruskin dan Mettew Arnold.
Humanisme ini menghadapkan pandangannaya kepada modernisme dan terutama menantang peradaban
ekonomi dan industri yang sedang berkembang saat itu.

Berikut dijelaskan lebih lanjut tipologi humanisme tersebut :

1. Humanisme sekuler
Istilah sekuler berasal dari bahasa Latin “seaculum” yang mempunyai makna ganda, yakni abad dan dunia.
Kemudian muncul istilah sekularisme sebagai cara pandang yang membatasi diri pada yang temporal dan
duniawi saja. Secara ringkas, sekulerisme merupakan gerakan yang mengurus dan mengelola kehidupan tanpa
mengaitkan dengan urusan-urusan religius, adikodrati dan keakhiratan, melainkan mengarahkan diri pada
konteks duniawi saja. Kaum sekuler menganggap bahwa humanisme merupakan prinsip-prinsip fisafat moral
dan kultural yang secara bersambung telah berkembang sejak zaman Yunani kuno. Tipologi humanisme ini pun
berawal dari mitologi Yunani kuno yang memandang manusia itu selalu ada dalam posisi yang berlawanan
dengan dewa-dewa. Dewa-dewa merupakan kekuatan antihuman yang dengan kekuasaan tiraninya selalu
berusaha membelenggu kebebasan dan kedaulatan manusia.
Dalam perkembangan pemikiran selanjutnya, penekanan terhadap aspek duniawi dan manusiawi semakin kuat
tanpa mengkaitkannya dengan urusanurusan religius, adikodrati dan keakhiratan, maka dari sana lahirlah
humisme sekular.
Kaum humanis sekuler mendeklarasikan sepuluh pokok perhatian mereka sebagai berikut :51 a) penyelidikan
bebas, humanis sekuler berkomitmen pada penyelidikan bebas dengan menentang setiap tirani atas pikiran
manusia, b) pemisahan gereja dan negara, humanis sekuler percaya pada pemisahan gereja dan negara, c)
konsepsi sempurna tentag kebebasan, bebas bukan saja dalam kesadaran batin dan kepercayaan akan
kepentingan-kepentingan gereja, politik, dan ekonomi yang berusaha menindasnya, tetapi kebebasan politik asli.
d) etika berdasarkan intelegensi kritis, pertimbangan-pertimbangan etik haruslah bebas dari agama wahyu, dan
harus merupakan suatu wilayah otonom dari penyelidikan bebas. e) pendidikan moral, selain harus diberikan
kepada anak-anak dan orang-orang dewasa muda, pendidikan harus bebas dari doktrinasi sampai mereka cukup
matang untuk itu. f) agama skeptisisme, humanisme sekular umumnya bersikap skeptis terhadap klaim-klaim
supranatural. g) nalar, humanis sekuler percaya sepenuhnya pada penggunaan metode penyelidika rasional,
pengunaan logika, dan bukti dalam pengembangan pengetahuan dalam menguji klaim kebenaran. H) ilmu dan
teknologi, humanis sekuler percaya pada metode ilmiah betapapun itu tidak sempurna, karena menurut mereka
metode ilmiah adalah cara yang paling dapat dipercaya memahami dunia. I) evolusi, humanis sekuler
memprihatinkan kaum fundamentalis agama yang telah melakukan serangan terhadap teori evolusi. J)
pendidikan, pendidikan haruslah merupakan metode esensial untuk membina masyarakat yang manusiawi,
bebas, dan demokratis.

2. Humanisme Religius
Humanisme Religius lebih menitikberatkan pandangannya pada falsafat penciptaan. Manusia diciptakan oleh
Tuhan dan oleh karena itu ia mempunyai hubungan unik dengan Tuhannya. Manusia dari perspektif religius ini
dapat juga dibedakan antara yang menganggap ketinggian harkat dan nilai manusia, di samping ada yang
mencerminkan kerendahan derajat manusia.52
Dalam arti sebagai sebuah aliran filsafat modern adalah anti-religius. Tetapi dalam pengertian yang lain,
menurut Antony Flew, kemanusiaan yang konsisten secara sempurna dengan kepercayaan kepada Tuhan

Pada abad ke-20 humanisme menampakan wajah barunya seperti yang di kemukakan oleh John Dewey, Roy
Wood, Moh.Iqbal, Mohamad Arkoun, Ali Syariati dan lain-lain dalam tradisi Muslim. Mereka menyadari
adanya elemen humanisme dalam agama. Yesus mencintai umat manusia, semua agama seperti Islam juga
sangat perhatian pada kemanusiaan. Para humanis religus ini mengakui bahwa agama dalam kebudayaan
manusia hadir untuk membantu manusia dalam rangka mengatasi egoisme yang mengasingkan diri kita dari
orang lain dan dari jiwa kita yang lebih dalam. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa humanisme religius
adalah humanisme yang didasarkan pada paham ketuhanan atau paham keagamaan. Penghargaan atas harkat
dan martabat manusia lebih didasarkan pada penghargaan atas petunjuk yang diberikan agama atau wahyu.

D. Prinsip Humanisme Islam


Manusia dalam pandangan Islam adalah tokoh sentral yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Kitab suci
ini selain sebagai petunjuk umat manusia yang membicarakan banyak hal mengenai manusia, juga sangat
memuliakan kedudukan manusia.Humanisme dalam pandangan Islam dipahami sebagai satu konsep
kemanusiaan yang mana manusia tidak bisa berdiri sendiri dengan bebas tetapi konsep kemanusiaan dalam
Islam harus selalu terikat secara teologis. Oleh karena itu Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia sebagai wakil
Allah di muka bumi dan untuk memfungsikan ke-khalifahan-nya itu Allah telah melengkapi manusia dengan
daya intelektual serta spiritual. Manusia memiliki kapasitas untuk memlilih, karena itu kebebasan merupakan
pemeberian dari Allah yang paling penting dalam upaya menjalankan fungsi sebagai Khalifah.
Humanisme dalam Islam menempati tempat yang paling tinggi sebab penghargaan terhadap manusia dan
kemanusiaan ditentukan langsung oleh Allah. Islam menyebutkan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk
yang diciptakan sebaik-baiknya dan ditempatkan pada posisi yang paling istimewa. Oleh karena itu manusia
wajib menempatkan martabat manusia dan kemanusiaan pada tempat yang sebaik-baiknya pula.
Humanisme Islam berararti secara otomatis berbicara humanisme religius, humanisme islam tidak bisa lepas
dari konsep habluminal-Allah sekaligus tidak bisa lepas dari konsep Habluminal-nasi. Karena manusia hidup
dimuka bumi ini tidak lain ia mengemban amanat sebagai khalifatullah yang memiliki seperangkat tanggung
jawab. Yakni tanggung jawab sosial sekaligus tanggung jawab untuk mengelola lingkungan hidup. Islam
memiliki pandangan yang komprehensif dalam memandang humanisme, pandangan Islam mengenai nilai-nilai
kemanusiaan berawal dari konsep pembebasan manusia melalui Tauhid.
Humanisme dalam Islam ditegaskan di atas prinsip-prinsip kemanusiaan yang bersumber dari wahyu (Al-
Qur’an). Konsepsinya jelas bahwa Allah SWT melarang manusia untuk menganggap superior bahkan
mendewakan manusia atau makhluk lain dan juga melarang manusia menganggap inferior terhadap manusia
lain, merendahkan bahkan menindas manusia ataupun makhluk lain.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik inti bahwa prinsif humanisme dalam islam yaitu ketauhidan dan
ketinggian derajat manusia. Dalam menjalankan kehidupannya manusia harus menyadari bahwa Allah
menganugrahkan kelebihan kepada manusia dengan dijadikannya khalifah di muka bumi tetapi keistimewaan itu
tetap harus dibarengi dengan ketauhidan kepadanya dan ini yang menjadi prisif sekaligus pembeda antara
humanism islam dan humanism lainnya. dari prinsif inilah maka akan lahir sebuah tatanan kehidupan manusia
yang menjunjung tinggi kemanusiaan tanpa menafikan Allah, tatanan yang dmaksud adalah kehidupan yang
penuh dengan kesetaraan, persaudaraan dan tidak menganggap diri paling tinggi dengan merendahkan orang
lain.
Islam tidak hanya sekedar memberikan sebuah konsepsi ideal mengenai humanisme tetapai secara praksisnya
pun humanisme diatur dalam Islam, dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan manusia untuk saling berbuat
baik kepada sesamanya, hal ini dapat dilihat dalah Q.S Al-Maidah ayat 8 :

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ayat tersebut secara tegas menyetakan bahwa tidak ada lagi alasan yang dapat membenarkam manusia untuk
saling mendzalimi bahkan menindas satu sama lainnya. Dan ini jelas bahwa Islam sangat peduli terhadap
keberlangsungan kehidupan manusia dengan penuh cinta dan kasih.

C. Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah pengatur (sistem) yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang Pencipta Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti
"Cara Hidup". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa
Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali".
Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin
religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa,
merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian selanjutnya Cicero
menurunkan menjadi berarti "ketekunan"). Max Müller menandai banyak budaya lain di
seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur
kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini,
mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka
mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki
kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta,
kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan
klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan
upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum
kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber
independen dari kekuasaan.
Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh. Definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada
agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama
merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu,
terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik
perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya
menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar
biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada
bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God,
Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha
Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan
yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum, dan lain-lain yang
diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian
agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan. Maka suatu paham atau
ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa seluruh
aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita
makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh
aturan/tata cara agama.
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi
pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia
adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan
berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama
tersebut.

BAB III
PENUTUP
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap
individu, masyarakat atau negara.
Humanisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dmilikinya
adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia. Ia memandang manusia sebagai
makhluk mulia dan prinsip-prinsip yang disarankannya didasarkan atas pemenuhuan
kebutuhankebutuhan pokok yang membentuk spesies manusia.
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia.
Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya
dan titik perbedaannya.
Daftar Pustaka
https://www.kompas.com/skola/read/2021/05/25/133525969/landasan-hukum-ham-di-
indonesia
https://www.kompasiana.com/nokhwanid/550db140a33311d01c2e4265/agama-humanisme
https://www.hukumonline.com/berita/a/landasan-hukum-hak-asasi-manusia-
lt620f611b0074c?page=all#:~:text=Ada%20pun%20landasan%20hukum%20HAM,
%2FMPR%2F1993%20tentang%20GBHN
Budi Hardiman, Humanisme dan Sesudahnya,(Jakarta: Keustakaan Populer
Gramedia,2012),h.1
Zulfan Taufik, Diaektika Islam dan Humanisme Pembacaan Ali Shari’ati,(Tangerang Selatan:
Onglam Books,2015), h.23
Bartolomeus Samho, “Humanisme Yunani dan Abad Pertengahan” dalam Humanisme dan
Humaniora : Relevansinya bagi Pendidikan (Yogyakarta: Jalasutra,2008),h.2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2005),h.412

Anda mungkin juga menyukai