Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang
telah member petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-
Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW
yang membimbing umat nya degan suri tauladan-Nya yang baik
Terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat
kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan
oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan
merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat
berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak
asasi manusia.
Namun demikian, kendati hak asasi manusia bukan merupakan pemberian
dari sesama manusia, masih ada saja pelanggaran hak asasi yang dibuat olah
manusia kepada manusia lain. Di berbagai negara, pelanggaran terhadap hak asasi
manusia kerap terjadi dan tidak dapat terhindarkan. Hal ini termasuk salah satu
permasalahan besar semua negara di dunia dan sangat sulit untuk diatasi. Di
indonesia sendiri sebagaimana kita ketahui, pelanggaran HAM terjadi hampir di
setiap daerah, contohnya pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh tahun 1989-
2005. Tahun 1989 – 1998, pemerintah memberlakukan Aceh sebagai Daerah
Operasi Militer (DOM), CoHA (2002-2003), DM I, DM II dan DS (2003-2005).
Sepanjang masa itu telah terjadi pembunuhan, penyiksaan, penghilangan,
pemerkosaan dan pelecehan seksual, perampasan harta benda, pembakaran,
pengusiran terhadap warga sipil. Kasus tergolong besar diantaranya Kasus Tgk
Bantaqiah, Kasus Simpang KKA dan Kasus Arakundo dari ratusan kasus yang
dilaporkan. Laporan terakhir Kontras menyatakan masyarakat, TNI, PMI, dan
AMM ikut melakukan penggalian kuburan sepanjang 2005-2007 sebanyak 41
kuburan telah dibongkar berisi 61 kerangka yang diduga korban konflik. Hal ini
tentu masih sangat kuat melekat dalam ingatan kita, bagaimana masyarakat Aceh
saat itu dicekam perasaan takut dan tidak aman. Sekitar 3.000 kasus pelanggaran
Hak Azazi Manusia (HAM) yang terjadi di masa konflik sejak tahun 1989-2005,
hingga kini belum ada proses hukum. Padahal, dalam MoU Helsinki telah
diamanatkan bahwa ada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk
mengungkapkan fakta-fakta kebenaran terhadap para korban konflik.
Makalah ini akan membahas seputar kasus pelanggaran HAM yang terjadi
di Aceh, hak apa saja yang dilanggar,siapa yang melakukan pelanggaran, dan apa
solusi yang harus dilakukan agar masyarakat yang dilanggar Haknya bisa kembali
mendapatkan haknya yang telah dilanggar itu.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam
Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
BAB II
PEMBAHASAN
Kronologi Tragedi Tanjung Priok Berdarah 1984 oleh Saksi Mata Ust.
Abdul Qadir Djaelani
Abdul Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat
keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia
ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh
masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa
Tanjung Priok. Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap
peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi
pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat
Islam Indonesia”.
Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah.
Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu.
Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka
tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki
berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengah-
tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan
jamaah kita).” Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian
menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah
dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan
senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu,
terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu
disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris; beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota
militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih
banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau
masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh
buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk
besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para
jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil
truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk
besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-
selokan di sisi jalan.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu
untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke
dalam truk, bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu
penuh oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun
bagaikan karung goni.
Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu
pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam
kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya
and di sisinya, sampai bersih.
Pandangan Kedepan
Hal yang harus dilihat kedepan adalah bagaimana agar masyarakat Aceh
yang dilanggar hak nya mendapatkan haknya kembali. Kedepan, penanganan
terhadap kasus pelanggaran HAM tentu harus lebih ditingkatkan, terutama oleh
pemerintah Indonesia sebagai regulator dan sebagai pengelola Negara, hal ini
diperlukan untuk memberikan rasa keadilan kepada para korban secara khusus,
dan kepada masayarakat Indonesia secara umum, hal ini juga diharapkan akan
menjadi pelajaran berarti bagi semua masyarakat dan penyelenggara negara, untuk
tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut diatas.
A. KESIMPULAN
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi
satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh
perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara
akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh
proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Operasi militer Indonesia di Aceh 1989-1998 atau juga disebut Operasi
Jaring Merah adalah operasi kontra-pemberontakan yang diluncurkan pada akhir
1989 sampai 22 Agustus 1998 melawan gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) di Aceh. Selama periode tersebut, Aceh dinyatakan sebagai "Daerah
Operasi Militer" (DOM), di manaTentara Nasional Indonesia diduga melakukan
pelanggaran hak asasi manusia dalam skala besar dan sistematis terhadap pejuang
GAM maupun rakyat sipil Aceh. Operasi ini ditandai sebagai perang paling kotor
di Indonesia yang melibatkan eksekusi sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan
dan penghilangan, dan pembakaran desa. Amnesty International menyebut
diluncurkannya operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM.
B. SARAN
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain
DAFTAR PUSTAKA