Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS D MANAJEMEN MALAM

I KADEK PUTRA ANDIKA (07)


PUTU DIAN FRANSISKA (12)
NI KADEK DELA RUSNANDA PUTRI (22)
IDA AYU NYOMAN TRI SARASWATI (31)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


MANAJEMEN MALAM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah yang berjudul “Hak Asasi Manusia dan Rule of Low”

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of Low, serta seluruh
Masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam


pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 13 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Manusia
2.2 Penjabaran Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945
2.3 Hak Dan Kewajiban Warga Negara
2.4 Pengertian Rule Of Law Dan Negara Hukum
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of law) seperti yang tercantum
dalam Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pakar ilmu
sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan HAM adalah salah satu
elemen dari the rule of law, selain hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule
of law dari putusan- putusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Asasi Manusia
(HAM) Eropa dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui
pembahasan antara the rule of law dan Hak Asasi Manusia. Pembukaan UUD 1945
menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945
harus mengandung ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.” UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar
atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang seharusnya diakui secara universal
sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu
sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari
kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya,
usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara
itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun yang manusia
berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu
organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya
hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM) ?
2) Bagaimanakah penjabaran HAM dalam UUD 1945 ?
3) Apa sajakah hak dan kewajiban warga negara ?
4) Apa sajakah pengertian dari Rule of Low dan negara hukum ?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami mengenai pengertian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
2) Untuk mengetahui apa saja dan bagaimanakah penjabaran HAM dalam UUD 1945
3) Untuk mengetahui klasifikasi dari masing-masing hak dan kewajiban.
4) Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Rule of Low dan Negara Hukum.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia, sesuai dengan kodratnya.
Menurut ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1988 bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar
yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa.

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai
manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini
dimiliki oleh manusia semata- mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau
pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain,
masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu, selain ada hak asasi manusia, ada juga
kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau
tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan hak asasi manusia, kita wajib untuk
memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali
sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah
ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia.
Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan
hak asasi manusia.

a. Sejarah perkembangan dan Perumusan Hak Asasi Manusia di Dunia


Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan
beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.

1. Hak Asasi Manusia di Indonesia


Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada
Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,
melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya,
melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari
manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan
menjadi sebagai berikut :
1. Hak-hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
2. Hak-hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak
untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
3. Hak-hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak
pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
4. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(rights of legal equality).
5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya hak untuk
memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan
peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi
Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998. Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang, di Indonesia telah berlaku 3
UUD dalam 4 periode, antara lain :
1. Periode 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949 berlaku UUD 1945.
2. Periode 27 desember 1949 sampai 17 agustus 1950 berlaku konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS).
3. Periode 17 agustus 1950 sampai tahun 1959 berlaku UUDS 1950.
4. Periode 5 juli 1959 sampai sekarang berlaku UUD 1945.

Dalam UUD 1945 butir-butir hak asasi manusia hanya tercantum beberapa saja. Sementara
konstitusi RIS 1945 dan UUDS 1950 hampir bulat-bulat mencantumkan isi deklarasi HAM dari
PBB.

Pada awal orde baru, salah satu tujuan pemerintah adalah melaksanakan hak asasi manusia
yang tercantum dalam UUD 1945 serta berusaha untuk melengkapinya. Tugas untuk melengkapi
HAM ini ditangani oleh panitia MPRS yang kemudian menyusun rancangan piagam hak asasi
manusia serta hak dan kewajiban warga negara yang dibahas dalam sidang MPRS tahun 1968.
Pada awal reformasi itu diselenggarakan pula sidang istimewa MPR (1998) yang salah satu
ketetapannya berisi piagam HAM.

2. Hak Asasi Manusia di Yunani


Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar
bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak-hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan
masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui
nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus
mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

3. Hak Asasi Manusia di Inggris


Inggris sering disebut-sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak
asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan
tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan
disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

1. MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja
John Lackland yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan
sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang
akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna
Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan
kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun
dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau
dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam
Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip
telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya
perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang
derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.

Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :


a. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan
Gereja Inggris.
b. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagai
berikut :
 Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
 Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang
sah.
 Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah
tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
 Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

2. PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat
beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada
tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
 Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
 Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
 Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

3. HOBEAS CORPUS ACT


Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang
dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
 Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
 Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

4. BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen
Inggris, yang isinya mengatur tentang :
 Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
 Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
 Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
 Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing.
 Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
4. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam, seperti hak
atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi
pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun
1776. Pemikiran John Locke mengenai hak-hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE
OF THE UNITED STATES.

Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu


deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula
piagam hak-hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua
bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh
Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan”.

John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-
hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang
disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai
warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.

Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara


yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun
secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya
atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai
“pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.

Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya


di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941, yakni :
 Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
 Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of
religion).
 Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
 Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan
penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia.
Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk
mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada
hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.

5. Hak Asasi Manusia di Prancis


Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal
Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama.
Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU
CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang
dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan
atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).

Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang
berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya
Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak
asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan
diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi
ini diprakarsai pemikir-pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak
Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan
umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunyai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
8) Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja, berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.
6. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak
asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (Commission of Human
Right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt.
Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di
Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL
DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi
Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut,
48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena
itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang
mempunyai hak :
1) Hidup.
2) Kemerdekaan dan keamanan badan.
3) Diakui kepribadiannya.
4) Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat
jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak
bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5) Masuk dan keluar wilayah suatu Negara.
6) Mendapatkan asylum.
7) Mendapatkan suatu kebangsaan.
8) Mendapatkan hak milik atas benda.
9) Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.
10) Bebas memeluk agama.
11) Mengeluarkan pendapat.
12) Berapat dan berkumpul.
13) Mendapat jaminan sosial.
14) Mendapatkan pekerjaan.
15) Berdagang.
16) Mendapatkan pendidikan.
17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu
sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota
dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan
kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan
perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

2.2 Penjabaran HAM dalam UUD 1945

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa,


“Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam pernyataan ini terkadung pengakuan secara
yuridis hak-hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana yang terkandung dalam
deklarasi PBB pasal 1, yang berbunyi “Setiap manusia dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lainnya dalam semangat
persaudaraan”.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945
Dasar filosofis hak asasi manusia tersebut bukan hanya kemerdekaan manusia
secara individualis saja, melainkan juga menempatkan manusia sebagai makhluk sosial
yang pastinya membutuhkan individu lainnya dalam menjalankan kehidupan
bernegara. Hal lain yang patut diberikan oleh negara kepada warganya adalah mengenai
hak pendidikan, seperti tercantum pada pasal 31 ayat (1) yang berbunyi . ”Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sedangkan kita tahu bahwa pendidikan itu
adalah suatu upaya sadar yang diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan guna dapat
menjalani kehidupannya dengan baik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan
sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.
Alenia III pembukaan UUD 1945
“Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.”
Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia
terkandung pengakuan bahwa manusia itu merupakan makhluk Tuhan yang Maha Kuasa,
mengakui dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, yaitu untuk memeluk
agama sesuai kepercayaan masing-masinhg tanpa adanya intervensi atau campur
tangan dari orang lain dan hal ini sesuai dengan deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM)
Bunyi alenia IV adalah sebagai berikut:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia ...”.
Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal
tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh
warganya dengan suatu Undang-Undang, terutama melindungi hak-hak asasi manusia
demi kesejahteraan dan kedamaian dalam hidup bersama.
Pasal 28 UUD 1945
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 19 UUD 1945
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdakaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

2.3 Hak dan Kewajiban Warga Negara

1.      Pengertiaan Warga Negara dan Penduduk

Syarat-syarat utama berdirinya suatu negara merdeka adalah harus ada wilayah tertentu,
ada rakyat yang tetap dan ada pemerintahan yang berdaulat.

Warga negara adalah rakyat yang menetap disuatu wilayah dan rakyat tertentu dalam
hubungannya dengan negara. Penduduk adalah warga negara dan orang asing yang tinggal
disuatu wilayah negara tertentu. Setiap warga negara adalah penduduk suatu negara, sedangkan
setiap penduduk belum tentu warga negara.

Menurut UUD 1945 negara melindungi segenap penduduk, misalnya dalam pasal 29 (2)
disebutkan “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

2.      Asas-asas Kewarganegaraan


a.       Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli
Dengan syarat-syarat menjadi warga negara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua
asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh kelahirannya dinegara A tersebut. Sedangkan asas
ius-sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa kewarganegaraan
seseorang ditentukan oleh orang tuannya.

b.      Bipatride dan apatride


Bipatride ( dwi kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara
terkait seseorang dianggap sebagai warga negara kedua negara itu. Sedangkan apatride ( tanpa
kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui
sebagai warga negara dari negara manapun.

3.      Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945

Pasal-pasal UUD 1945 yang menetakan hak dan kewajiban warga negara mencakup
pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34.
a.      Pasal 27 ayat 1, menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta
kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.
b.      Pasal 27 ayat 2, menetapkan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
c.       Pasal 27 ayat 3, dalam perubahan ke-2 UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warga negara
untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
d.     Pasal 28, menetapkan hak kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e.      Pasal 29 ayat 2, menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadat menurut agamanya.
f.      Pasal 30 ayat 1, dalam perubahan ke-2 UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warga
negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
g.     Pasal 31 ayat 1, menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

4.      Hak dan Kewajiban Bela Negara

a.       Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekat, sikap dan tindakan warga negara yang
teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk
berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai-nilai pancasila
dan UUD 1945.
b.      Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara
Berdasarkan pasal 27 ayat 3 dalam perubahan ke-2 UUD 1945, bahwa usaha bela negara
merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Asas demokrasi dalam pembelaan negara
yang mencakup dua arti. Pertama, bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan
kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD
1945 dan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta
dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-
masing.

c.       Motivasi dalam Pembelaan Negara


Beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga
negara untuk ikut serta membela negara Indonesia, yaitu :
1.      Pengalaman sejarah perjuangan RI.
2.      Kedudukan wilayah geografis nusantara yang strategis.
3.      Keadaan penduduk (demografis) yang besar.
4.      Kekayaan sumber daya alam.
5.      Perkembangan dan kemajuan IPTEK dibidang persenjata.
6.      Kemungkinan timbulnya bencana perang.

2.4 Pengertian Rule Of Law dan Negara Hukum

Rule of law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa
keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang objektif, tidak
memihak, tidak personal dan otonom. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu
seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan
dan egalitarian.

Rule Of Law menurut para ahli :

Menurut (Fried Man,1959) Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan
idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law dibedakan antara :

1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau kekuasaan
umum yang terorganisasikan, misalnya negara.

2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan menegakkan rule of law
karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk.

Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law, tapi pada intinya
tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang diperoleh masyarakat atau bangsa yang
bersangkutan dipandang sebagai keadilan, khususnya keadilan sosial (Sunarjati Hartono,1982).
Rule Of Law sebagai suatu institusi sosial yang memiliki struktur sosial sendiri dan
memperakar budaya sendiri (Satjipto Raharjo ; 2003).

Menurut Philipus M.Hadjon, bahwa negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda
rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu dalam proses perkembangannya rechtsstaat itu lebih memiliki ciri
yang revolusioner. Menurut Friederich J.Stahl, terdapat 4 unsur pokok untuk berdirinya satu
rechtsstaat, yaitu :

1. Hak-hak manusia.

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Pengertian Rule Of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara
akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of Law dalam kehidupan negaranya, meskipun negara
tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit menentukan
pengertian Rule Of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian yang
berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal munculnya bersifat endogen,
artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu.

Prinsip-prinsip Rule Of Law

Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law tertera dalam UUD 1945
dan pasal-pasal UUD Negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya
keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial.

Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal (UUD 1945) :

1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1: 3).

2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali (pasal 27:1).

3. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D:1).

4. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D: 2).

Prinsip-prinsip Rule Of Law secara Materiil / Hakiki :


a. Berkaitan erat dengan the enforcement of the Rule Of Law.

b. Keberhasilan the enforcement of the Rule Of Law tergantung pada kepribadian nasional
masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982).

c. Rule Of Law mempunyai akar sosial dan akar budaya Eropa (Satdjipto Rahardjo, 2003).

d. Rule Of Law juga merupakan suatu legalisme, aliran pemikiran hukum, mengandung
wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara.

e. Rule Of Law merupakan suatu legalisme liberal (Satdjipto Rahardjo, 2003).

Menurut Albert Venn Dicey dalam Introduction to the Law of the Constitution,
memperkenalkan istilah the Rule Of Law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu
keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule Of Law :

1. Supremasi aturan-aturan hukum.

2. Kedudukan yang sama dimuka hukum.

3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan pengadilan.

Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa dalam hubungan dengan negara hanya
berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu
negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan
negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi semata.

Dalam hubungan negara hukum organisasi pakar hukum internasional, International


Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan
unsur-unsur esensial yang terkandung didalamnya.

Secara praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi Rule
Of Law dalam kehidupan bernegara. Selain itu melalui pertermuan tersebut telah digariskan
bahwa disamping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan
ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi. Komisi ini merumuskan
syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah Rule Of Law yang dinamis, yaitu :

1. Perlindungan konstitusional.

2. Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

3. Pemilihan umum yang bebas.

4. Kebebasan menyatakan pendapat.

5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan berposisi.


6. Pendidikan kewarganegaraan.

Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai welfare state, karena sebenarnya
mustahil mewujudkan cita-cita Rule Of Law sementara posisi dan peran negara sangat minimal
dan lemah. Atas dasar inilah negara diberikan keluasan dan kemerdekaan bertindak atas dasar
inisiatif parlemen.

Dalam gagasan welfare state ternyata negara memiliki kewenangan yang relatif lebih
besar, dibandingkan dengan format negara yang bersifat negara hukum formal saja. Selain itu,
dalam welfare state yang terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan
mengarahkan fungsi dan peran negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Sejalan dengan
kemunculan ide demokrasi konstitusional yang tak terpisahkan dengan konsep negara hukum,
baik rechtsstaat maupun Rule Of Law, pada prinsipnya memiliki kesamaan yang fundamental
serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan
kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran
dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negara hukum dan Rule Of Law adalah
suatu realitas dari cita-cita sebuah bangsa termasuk negara Indonesia.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1) Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi
oleh setiap individu.
2) Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja
maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan
perundang-undangan.
3) Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-Undang
Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-
Undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan
pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4) Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

3.2 SARAN

Kepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang HAM dan Rule of
Law untuk memahami kedua aspek pembahasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Herdiawan, H., & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara. Jakarta:
Erlangga.

Kaelan. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.

Ahanlemurian.blogspot.com/2016/06/makalah-ham-dan-rule-of-law.html

Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia. inforingankita.blogspot.com/.../

Chieva,C.”Perkembangan dan pemikiran ham di Indonesia”.2012. chieva-


chiezchua.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai