Anda di halaman 1dari 31

KONSEP HAK ASASI MANUSIA (HAM)

DALAM UNDANG-UNDANG DASAR 1945

DISUSUN OLEH:

Auliyati (855723778)
Komang Busana (855724289)
Eka Rumaningsih (855724271)
Revi Durotun Nazhiroh (855724343)
Wayan Sinte Wagiman (855724296)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS TERBUKA
2021

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 01


1. 1 Latar Belakang ...................................................................... 01

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 02


2.1 Pengertian HAM .................................................................... 02
A. Pengertian ....................................................... 02
B. Nilai-Nilai Dasar HAM .................................................. 03
2.2 HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945 ............................ 04
2.3 Kasus-Kasus Yang Berkaitan Dengan HAM ........................ 16

BAB III PENUTUP ................................................................................... 26


3.1 Kesimpulan ........................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia
yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM
adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam
era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang
lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak
manusia itu dilahirkan.Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat
dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil
kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata
karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia
lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari
Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak
dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang
tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena
itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan
tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk
melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia
(Rahmadi Septy, dkk. 2019: 01).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HAM

A. Pengertian
Dalam beberapa istilah bahasa, istilah HAM yang merupakan
terjemahan dari istilah droits de I’homme dalam bahasa Prancis yang
berarti hak manusia, atau dalam bahasa Inggris human rights, yang dalam
bahasa Belanda disebut menselijke recten. Hak tersebut merupakan hak
yang melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah ilahi yang karena hak-
hak itu manusia bersifat luhur dan suci.
Definisi HAM menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 39/1999 tentang
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi negara, hukum, pemerintah, dan
tiap orang, demi kehormatan, harkat, dan martabat manusia, dengan
demikian HAM merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti
menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan
status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain-lain.
Kemudian menurut Leah Levin bahwa konsep HAM mempunyai
dua pengertian dasar, yaitu pertama, bahwa hak-hak yang tidak dapat
dipisahkan dan dicabut karena merupakan seorang manusia.
Menurut Firdaus Arifin HAM merupakan hak yang diberikan
Tuhan, sehingga hak tersebut bersifat melekat, kodrati dan universal. Hak
tersebut tidak tergantung oleh suatu disebabkan manusia lain, negara atau
hukum, karena hak tersebut berkaitan dengan eksistensi manusia. Dengan
demikian perbedaan jenis kelamin, ras, agama atau warna kulit tidak

2
mempengaruhi perbedaan terhadap eksistensi HAM. Dan berkaitan
dengan keberadaan dan eksistensi manusia, maka hak tersebut harus
dihormati, dilindungi dan dihargai oleh siapapun.
Di dalam modul Pembelajaran PKn di SD HAM adalah hak dasar
yang dimiliki oleh setiap manusia yang telah diperoleh dan dibawa
bersamaan dengan kelahirannya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa HAM
adalah suatu hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir dan tidak
dapat dicabut selama manusia itu hidup yang harus dihormati, dilindingi
dan dihargai oleh siapapun.

B. Nilai-Nilai Dasar HAM


Nilai utama yang terkandung dalam HAM adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan Kemerdekaan
Manusia dilahirkan dalam keadaan Merdeka. Oleh karena itu,
menjadi harapan setiap manusia menjalani kehidupannya dalam
keadaan merdeka. Misalnya, merdeka memilih Negara, Tempat
Tinggal, Berkeluarga, Bergerak, Memilih Pekerjaan, Berserikat,
Berkumpul, Berekspresi, Mengemukakan pendapat, Memperoleh
dan mendayagunakan informasi.
2. Kemanusiaan/Perdamaian
Manusia dalam menjalani kehidupannya sangat mendambakan
ketenteraman, bebas dari rasa takut, terjamin keamanannya dan
senantiasa dalam suasana yang damai.
3. Keadilan/Kesederajatan/Persamaan
Dipertakukan secara wajar dan adil, mendapatkan kesempatan yang
sama dalam memperoleh hak, tidak dibeda-bedakan antara manusia
yang satu dengan yang lain dengan alasan apa pun merupakan
keinginan setiap manusia.

3
2.2 HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hanya


memuat aturan-aturan pokok saja, sedangkan untuk lebih
mengoperasionalkannya dibuat aturan yang operasional, yaitu dibentuk
Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 tentang HAM dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
dan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional
HAM.
Semua ketentuan perundang-undangan tersebut dibentuk untuk
memberikan jaminan dalam upaya penegakan HAM dalam negara hukum
Indonesia. Agar upaya penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan secara
efisien dan efektif maka diperlukan adanya semangat para penyelenggara
negara, para pemimpin pemerintahan dan seluruh lapisan masyarakat untuk
bersama-sama, dan saling bahu membahu dalam penegakan Hak Atasi
Manusia.
Jaminan pelaksanaan HAM dalam negara kesatuan Republik
Indonesia tercantum secara jelas dalam Konstitusi Negara, yaitu Undang-
Undang Dasar Tahun 1945, terlebih-lebih setelah dilakukan perubahan.
Pemuatan pasal-pasal tentang HAM pada mulanya menimbulkan
perdebatan yang cukup alot di kalangan negawaran kita. Sebagai gambaran
bagaimana alotnya perdebatan tersebut kaji dan cermati uraian berikut.
Prof. Mr. Soepomo, setelah beliau mengemukakan tiga aliran pikiran
tentang negara, yaitu individualistis, maxistis dan integralistik, kemudian
beliau menyatakan, bahwa pengertian negara integralistik tidak akan
membutuhkan jaminan Grund and frebeitsrechte dari individu Contra Staat.
Oleh karena itu, dalam UUD tidak bisa dimasukkan pasal-pasal yang tidak.
berdasar aliran kekeluargaan meskipun kita sebetulnya ingin sekali
memasukkan, oleh karena barangkali kita takut bahwa jikalau tidak
dimasukkan di kemudian hari mungkin umpamanya negara bertindak

4
sewenang-wenang saja. Akan tetapi, hal itu kita masukan sebetulnya pada
hakikatnya UUD bertentangan dengan konstruksinya, hal itu sebagai
konstruksi hukum tidak baik (Yamin, Jilid 1:110-114).
Pendapat Prof. Soepomo diperkuat oleh Ir. Soekarno yang
menyatakan, Jikalau kita betul-betul hendak berdasarkan negara kita kepada
paham kekeluargaan, tolong menolong, gotong-royong, dan keadilan sosial,
enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap individualisme dan liberalisme
daripadanya (Yamin, Jilid I : 287, 292-297).
Sebaliknya, Dr. Mohammad Hatta justru merasa khawatir Presiden
akan menjadikan negara sebagai alat kekuasaan. Meskipun negara yang
dibentuk bercorak kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak
warga negara. Selanjutnya dinyatakan, bahwa usul saya ini tidak lain dan
tidak bukan hanya menjaga supaya negara yang kita dirikan itu ialah negara
pengurus, supaya negara pengurus ini nanti jangan menjadi negara kekuasaan,
negara penindas (Yamin, Jilid I: 299-300).
Usul Mohammad Hatta didukung oleh Hak Asasi Yamin, yang
menyatakan, Segala constitution lama dan baru atas dunia berisi perlindungan
aturan dasar itu. Aturan dasar tidaklah berhubungan dengan liberalisme,
melainkan semata-mata suatu keharusan perlindungan kemerdekaan, yang
harus diakui Undang-Undang Dasar.
Setelah melalui perdebatan yang sangat demokratis, akhirnya
dicapailah bentuk kompromi di antara dua kelompok yang mempunyai
pandangan berbeda. Hasil kompromi tersebut sebagaimana kita dapat
mencermatinya sekarang ini dalam UUD 1945. Pertama sebelum dilakukan
amandemen pasal-pasal yang sangat terkenal muatan hak asasinya dapat kita
baca pada Pasal 27 sampai 34 UUD 1945.
Permasalahan perlindungan HAM mendapatkan perhatian yang sangat
besar dan para pengambil keputusan di Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Hal ini terbukti dari dicantumkannya secara eksplisit masalah HAM,
yaitu pada bab XA dengan judul HAM yang terdiri atas 10 pasal (diberi label
Pasal 28 A s.d 28 J) dan 24 ayat. Di luar yang berjudul tersendiri dalam Bab

5
XA, rumusan lainnya terdapat dalam Pasal 27 (3 ayat), kemudian Bab XI
Pasal 29 (2 ayat), Bab XII Pasal 30, Bab XIII Pasal 31, Pasal 32, Bab XIV
Pasal 33 dan Pasal 34.
Adapun rumusan lengkapnya bunyi pasal-pasal dan ayat yang
mengandung muatan HAM adalah sebagai berikut Pasal 27 UUD 1945.
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.

Pasal 28 UUD 1945


Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28 A UUD 1945


Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya.

Pasal 28 B UUD 1945


(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C UUD 1945


(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari

6
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.

Pasal 28 D UUD 1949


(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28 E UUD 1945


(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.

Pasal 28 F UUD 1945


Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

7
Pasal 28 G UUD 1945
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dan ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan bcrhak memperoleh suaka
politik dan ncgara lain.

Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapaj
persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Pasal 28 I UUD 1945


(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah HAM yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dan perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu.

8
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis maka pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundangundangan.

Pasal 28 3 UUD 1945


(1) Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 29 UUD 1945


(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.

Pasal 30 UUD 1945


(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung

9
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta . menegakkan
hukum.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
Syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang.

Pasal 31 UUD 1945


(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dalam undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 205,
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

10
Pasal 32 UUD 1945
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.

Pasal 33 UUD 1945


(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengar
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan pasal ini diatur dalam
undang-undang ini.

Pasal 34 UUD 1945


(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.

11
HAM yang dijamin dalam UUD 1945 tidak terbatas hanya pada apa
yang terdapat dalam pasal-pasalnya, akan tetapi juga terdapat dalam
Pembukaan dan penjelasannya.
Alinea pertama secara tegas menyatakan, bahwa kemerdekaan adalah
hak segala bangsa. Ini jelas mengandung makna bahwa apa pun alasan dan
bentuknya penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena pada hakikatnya
penjajahan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pertanyaannya: Mengapa penjajahan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan? Untuk menjawab pertanyaan ini Anda bisa
mencermati uraian yang menceriterakan nasib bangsa Indonesia Ketika
dijajah oleh bangsa asing.
Alinea keempat, terutama rumusan tentang dasar negara Pancasila, di
mana sila pertama menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, ini merupakan
bukti sekaligus jaminan bagi setiap warga negara untuk melaksanakan
kehidupan beragama secara damai dan tertib. Hal ini kemudian dipertegas
dalam rumusan Pasal 29 UUD 1945, di mana setiap orang diberi kebebasan
untuk memeluk dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya,
dan wajib menghormati agama dan keyakinan yang dianut Orang lain.
Dengan demikian jelas, bahwa pelaksanaan hak asasi bukan hanya untuk
kepentingan diri sendiri, tetapi harus memperhatikan kepentingan orang lain,
Inilah makna hak asasi berfungsi sosial.
Selanjutnya, dalam rumusan sila Kemanusiaan yang adil dan beradah
Sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan HAM dan kebebasan yang
fundamental. Hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa serta bernegara diatur agar dilaksanakan dengan berlandaskan
kepada moralitas yang adil dan beradab.
Sila Persatuan Indonesia mengandung ide dasar, bahwa rakyat
Indonesia meletakkan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan dan keselamatan pribadi. Dengan demikian pesan lain dari sila
ketiga ini adalah adanya sikap toleransi dalam memandang perbedaan di

12
dalam lingkungan sekitar. Ide dasar ini kemudian diwujudkan dalam HAM
negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal I ayat 1 UUD 1945).
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, merupakan inti ajaran demokrasi yang
berdasarkan Pancasila, baik dalam arti formal maupun material. Demokrasi
yang dikembangkan berintikan nilai-nilai agama, inti kesamaan budaya, dan
pola pikir bangsa serta sumbangan nilai-nilai kontemporer, dengan
mengedepankan pengambilan keputusan secara musyawarah, bukan pada
suara mayoritas.
Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berkaitan erat
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sila ini mengandung prinsip adanya
kebersamaan dalam upaya mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa apa yang tercantum dalam UUD
1945 mengenai jaminan perlindungan terhadap HAM, baik secara implisit
maupun eksplisit hanyalah merupakan aturan pokok saja. Sebab selain itu kita
telah mempunyai aturan yang lebih operasional, yaitu undang-undang dan
peradilan tentang HAM. Instrumen HAM merupakan alat yang digunakan
dalam menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM bisa
berwujud peraturan atau lembaga-lembaga. Di negara kita dalam er3
reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan HAM telah
dilakukan melalui amandemen UUD 1945 ke dua (Tahun 2000) dan
diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan meratifikasi
beberapa konvensi internasional tentang HAM.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tampak jaminan HAM lebih terinci
lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya
relatif banyak, yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila dicemiati
jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UU No. 39 Tahun
1999, secara garis besar meliputi:
1. hak untuk hidup, misalnya hak: mempertahankan hidup, memperoleh
kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik
dan sehat.

13
2. hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan:
3. hak mengembangkan diri, misalnya hak pemenuhan kebutuhan dasar,
meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari Iptek,
memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial.
4. hak memperoleh keadilan, misalnya hak: kepastian hukum, persamaan
di depan hukum,
5. hak atas kebebasan pribadi, misalnya hak memeluk agama, keyakinan
politik, memilih status kewarganegaraan. berpendapat dan
menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain,
bebas bergerak dan bertempat tinggal.
6. hak atas rasa aman, misalnya hak: memperoleh suaka politik,
perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan
komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, penghilangan dengan
paksa dan penghilangan nyawa.
7. hak atas kesejahteraan, misalnya hak: milik pribadi dan kolektif,
memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja,
bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan
sosial.
8. hak turut serta dalam pemerintahan, misalnya hak: memilih dan dipilih
dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat
dalam Jabatan pemerintah, mengajukan usulan kepada pemerintah.
9. hak wanita, hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan
pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan,
keluarga perkawinan.
10. hak anak, misalnya hak: perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi,
perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi
ekonomi, pekerjaan, pelecehan seksual, perdagangan anak, penyalah,
gunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

14
Undang-undang RI No, 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi PB
tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi
tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child).
Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-44 pada bulan
Desember 1989 telah berhasil menyepakati sebuah Resolusi yakni Resolusi
MU PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the
Rights of the Child. Tentang pengertian anak, Konvensi menekankan pada
faktor umur yakni setup orang yang masih berumur di bawah 18 (delapan
betas) tahun, Kecuali jika berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak
menentukan batas umur yang lebih rendah dari 18 tahun. Situasi dan kondisi
anak-anak di berbagai belahan bumi yang digambarkan oleh resolusi tersebut
sangat memprihatinkan, seperti karena kondisi sosial yang di bawah standar,
kelaparan, bencana alam, eksploitasi, konflik bersenjata, buta huruf yang
mengakibatkan anak-anak tidak hidup dan berkembang dengan layak.
Konvensi ini sebenarnya merupakan lanjutan atau salah satu mata rantai dari
usaha-usaha masyarakat internasional yang telah dilakukan jauh sebelumnya.
Mulai dari deklarasi PBB mengenai Hak-hak Anak tahun 1959 (Declaration
on the Rights of the Child of 1959) dan deklarasi PPB tentang Tahun
Anakanak International (Declaration on the International Year of the Child
of 1979). Bahkan jauh sebelumnya, Liga BangsaBangsa pun telah menaruh
perhatian yang serius tentang masalah anak-anak ini, yang terbukti dengan
dikeluarkannya Deklarasi Jenewa 1924 (Geneve Declaration of 1924) tentang
pembentukan Uni Internasional Dana dan Keselamatan Anak-Anak (Save the
Children Fund International Union). Demikian pula PBB secara khusus
memiliki salah satu organ khusus yang berkenaan dengan anak-anak, yakni
UNICEF (United Nations Children's Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak).
Undang-undang RI No. 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).

15
Ketentuan pokok konvensi ini mengatur pelarangan penyiksaan baik fisik
maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau
atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan
orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Ini berarti negara RI yang telah
meratifikasi wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif,
hukum dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan penyiksaan
(tindak pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya, langkah yang
dilakukan dengan memperbaiki cara interogasi dan pelatihan bagi setiap
aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggung jawab
terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 1999 tentang ratifikasi Konvensi
ILO 138 tentang Batasan Usia Kerja.
Undang-undang RI No. 1 Tahun 2000 tentang ratifikasi Konvensi ILO
182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan
Bentukbentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Selain itu kita juga telah mempunyai instrumen formal yang bertugas
mengayomi dan melindungi serta menegakkan HAM yang terbentuk pada
tanggal 7 Juni 1993 melalui Keputusan Presiden, yaitu Komisi Nasional
HAM.
Lembaga Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan fungsinya
bersifat independen, dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan, baik eksekutif
maupun legislatif.

2.3 Kasus-Kasus Yang Berkaitan Dengan HAM


Untuk melihat kasus pelanggaran HAM, perlu dipahami tentang ciri-
ciri pelaksanaan HAM. Hal ini untuk menilai apakah telah terjadi pelaksanaan
jaminan HAM atau belum. Kalau belum berarti ada suatu pelanggaran.
Ciri-ciri pelaksanaan HAM:

16
1. Dalam bidang politik → kemauan pemerintah dan masyarakat untuk
mengakui pluralisme (perbedaan) pendapat dan kepentingan dalam
masyarakat.
2. Dalam bidang sosial → adanya perlakuan yang sama oleh hukum antara
wong cilik dan priyayi dan adanya rasa toleransi dalam masyarakat
terhadap perbedaaan antara latar belakang agama dan ras warga negara
Indonesia.
3. Dalam bidang ekonomi → tidak adanya monopoli dala sistem ekonomi
yang berlaku.

Pelanggaran HAM terjadi mulai dari skala besar sampai yang berskala kecil.
Seperti kekerasan dalam rumah tangga. Justru pelanggaran ini oleh manusia
lain yang juga secara kodrati memiliki HAM. Ini menandakan bahwa belum
semua orang menyadari akan hakikat dan makna yang ada dalam pelaksanaan
HAM tersebut. Sesungguhnya hak asasi itu berfungsi sosial, karena dalam
pelaksanaannya tidak boleh hanya mementingkan diri kita sendiri, tetapi juga
memperhatikan kepentingan orang lain.

Misalnya, kita membunyikan radio adalah hak kita, tetapi apakah suara yang
keluar dari radio yang kita bunyikan tersebut mengganggu orang-orang yang
ada di sekitar kita atau tidak, kalau ternyata orang yang ada di sekitar kita
merasa terganggu maka dalam membunyikan radio tersebut jangan terlalu
keras.

Contoh lain, ketika kita menggunkana fasilitas umum (telepon umum), maka
sekalipun kita bebas menggunakannnya karena akan membayarnya, namun di
belakang kita banyak yang mengantri maka kita harus membatasi diri dalam
bicara.

Terjadinya pelanggaran-prlanggaran terhadap nilai-nilai HAM karena HAM


belum dipahami secara baik. HAM masih dipahami sebagai kebebasan tanpa
batas. Padahal inti yang paling hakiki dari prinsip HAM adalah mengangkat

17
harkat martabat manusia sebagai makhluk yang mulia. Dengan kata lain
HAM selalu dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.

Mengapa dalam melaksanakan HAM perlu memperhatikan kepentingan


orang lain? Karena pada dasarnya atau pada prinsipnya setiap warga negara
dijamin dan dilindungi secara yuridis (hukum) hak asasinya.

HAM perlu ditegakkan dalam negara hukum Republik Indonesia sesuai UU


RI nomor 39 tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi:

Pasal 2 ayat (1)


Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama
dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2 ayat (1)


Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan diperlakukan sana di
depan hukum.

Pasal 6 ayat (1)


Dalam rangka penegakan HAM, perdbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum
masyarakat dan pemerintahan.

Pasal 8
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM terutama menjadi
tanggung jawab pemerintah.

Untuk melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah terutama yang


berkaitan dengan upaya penegakan HAM melalui Keputusan Presiden
Nommy 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993 dibentuklah Komisi Nasional

18
HAM. Adapun tujuan dari Komnas HAM tersebut sebagaimana dimuat dalam
Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 adalah
sebagai berikut.
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesua
dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal HAM.
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Selanjutnya dalam Pasal 76 dinyatakan, bahwa untuk mencapai tujuan


tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitan.
penyuluhan, pemantauan, dan meditasi tentang HAM.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan
penelitian, menurut Pasal 89 Komnas HAM bertugas dan berwenang
melakukan:
1. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional HAM
dengae tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi
dan atau ratifikasi:
2. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan
untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan perubahan,
dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan denga?
HAM:
3. penerbitan hasil pengkajian dan penelitian,
4. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain
mengenai HAM,
5. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan,
penegakan, dan pemajuan HAM,
6. kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi lembaga atas
pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional
dalam bidang HAM.

19
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan,
menurut Pasal 89 Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
1. penyebarluasan wawasan mengenai HAM kepada masyarakat
Indonesia,
2. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang HAM melalui
lembaga pendidikan formal, dan non-formal serta berbagai kalangan
lainnya,
3. kerja sama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di
tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang HAM.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan,


menurut Pasal 89 Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
1. pengamatan pelaksanaan HAM dan penyusunan laporan hasil
pengamatan tersebut,
2. penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga
terdapat pelanggaran HAM:
3. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya:
4. pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan
kepada saksi pengadu dimintai menyerahkan bukti yang diperlukan,
5. peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap
perlu,
6. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan
secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai
dengan persetujuan Ketua Pengadilan:
7. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan
tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu
dengan persetujuan Ketua Pengadilan,

20
8. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan
terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan,
bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran HAM dalam
masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang
kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahu oleh
hakim kepada para pihak.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi, menury


Pasal 89 Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan:
1. perdamaian kedua belah pihak,
2. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi
konsolidasi, dan penilaian ahli,
3. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melalui pengadilan,
4. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada
Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya,
5. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Selain dibentuk Komnas HAM dibentuk pula Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan, berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1993.
Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini sebagai upaya
mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
1. menyebarluaskan pemahaman HAM tentang bentuk kekerasan
terhadap perempuan,
2. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk
kekerasan terhadap perempuan,
3. meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.

21
Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi Nasional ini
memiliki kegiatan sebagai berikut.
1. Penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggulangan,
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2. Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen PBB mengenai
perlindungan HAM terhadap perempuan.
3. Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan memberikan pendapat, saran dan pertimbangan
kepada pemerintah.
4. Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya
kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat.
5. Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam upaya mengawasi dan mengontrol penegakan HAM


masyarakat melalui pembentukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dapat berperan secara aktif.
Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental
Organization) yang programnya berfokus pada demokratisasi dan
pengembangan HAM (LSM Prodemokrasi dan HAM). Yang termasuk LSM
ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia),
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam
(Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat).
Upaya untuk menegakkan HAM telah dibuktikan dalam wujud
diadakannya peradilan adhoc bagi para pelanggar HAM, apakah dari
kalangan militer atau sipil. Saat ini telah dan sedang berlangsung proses
peradilan tersebut, terutama yang mendapat prioritas adalah terhadap
pelanggar HAM di Tanjung priok dan Timor Timur. Untuk melihat dan
mencermati sampai sejauh mana proses peradilan tersebut berikut ini
dikutipkan artikel yang ditulis oleh Mukhtijab dalam Pikiran Rakyat halaman

22
17 terbitan hari Senin 16 Agustus 2004 dengan judul "KADO
KEMERDEKAAN" PENGADILAN HAM, yang pada intinya menyatakan,
bahwa bagi pelanggar HAM baik dari kalangan sipil maupun militer telah
dilakukan proses peradilan.
Dalam proses peradilan terhadap pelanggar HAM dirasakan masih
terjadi adanya kontroversi. Sikap kontroversi terhadap keputusan Pengadilan
HAM bukan sebatas pada level lokal, tetapi dalam skala lebih luas, baik di
dalam negeri maupun luar negeri, Suara sumbang terhadap kinerja Pengadilan
HAM selalu mengiringi setiap putusan pengadilan. Hakim sesuai posisinya
memiliki hak prerogatif dan independen untuk memutus terdakwa bersalah
atau bebas.
Pengadilan HAM sebagai realisasi perintah UU Nomor 3911999
tentang HAM dan UURI Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Secara
Institusional, pengadilan mulai aktif beroperasi sekitar akhir 2001.
Pengadilan HAM dirancang sebagai institusi pertanggungjawaban
secara hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM. Tahap pertama
pertanggungJawaban difokuskan bagi para pelaku pelanggaran HAM Timor
Timur dan Tanjung priok dengan mengacu pada Keputusan Presiden RI
Nomor 96/2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 53/2001
tentang Pembentukan Pengadilan HAM.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 26 Tahun
2007 tentang Pengadilan HAM yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM
Adalah Pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat.
Pelanggaran HAM yang berat, meliputi kejahatan genosida dan kejahata,
terhadap kemanusiaan. Dengan kata lain, Pengadilan HAM adala pengadilan
khusus terhadap kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Di samping Pengadilan HAM, saat ini dikenal pula adanya Pengadilan
HAM Ad Hoc. Menurut Pasal 43 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2000, Pengadila,
HAM Ad Hoc adalah pengadilan yang memeriksa, mengadili, dan memuty
pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 26
Tahun 2000. Dengan demikian, undang-undang pengadilan HAM berlak,

23
surut atau retroaktif. Pelanggaran HAM yang berat mempunyai sifat khusu
dan digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa (exstra ordinary crime),
Oleh karena itu, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan hukum
internasional menentukan bahwa asas rretroaktif berlaku dalam
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Asas retroaktif
merupakan dasar yang membolehkan suatu peraturan perundang-undangan
dapat berlaku surut ke belakang. Hal ini berbeda dengan kejahatan biasa
(ordinary crime) yang perbuatannya baru dapat dihukum setelah ada
hukumnya/undang-undangnya terlebih dahulu. Asas yang berlaku dalam
penanganan kejahatan biasa adalah asas legalitas (Luhut M.P. Pangaribuan,
S.H., LL.M. dan Waskito Adiribowo, S.H.)
Tahapan awal di pengadilan tampaknya terlalu terjadi dilalui dan
opesimis bisa mengantar sampai puncak rekonsiliasi nasional. Sejumlah
persoalan yang mengiringi proses berlangsungnya pengadilan HAM adalah:
Pertama: paradigma pelanggaran HAM dalam dataran kebijakan politik selalu
berbeda dengan paradigma hukum. Kedua: pelanggaran HAM selalu
dikonotasikan dengan misi politik. Ketiga: terjadi ambivalen di kalangan
korban sendiri. Khusus dalam kasus pelanggaran HAM Tanjung priok yang
terjadi demikian. Para korban penyiksaan tentara mengakui terjadi penyik aan
dan penembakan oleh prajurit militer. Tetapi mengingkari kenyataan dengan
mendalihkan kekerasan itu dengan alasan tidak mengakibatkan cacat dan bisa
dimaafkan dengan jalan isilah atau berdamai perla kompensasi sedikit uang.
Keempat: Kejahatan kemanusiaan adalah kejahatan yang dilakukan oleh
negara. Maka harus ada indikasi awal alat negara, seperti militer dan polisi
terlibat dalam kejahatan.
Dengan komitmen, pengetahuan, dan integritas yang baik dari hakim
bersama aparat pencgak hukum lainnya, diharapkan bahwa pengadilan HAM
Ad Hoc untuk kasus Tanjung Priok dan Tim-tim dapat berjalan lancar dan
menghasilkan putusan yang benar-benar adil, Melalui persidangan tersebut
nantinya dapat membawa bangsa Indonesia selangkah lebih maju memasuki
barisan bangsa-bangsa yang demokratis dan beradab di dunia, sehingga

24
kecurigaan sementara bahwa nasib pengadilan HAM AdHoc akan seperti
Pengadilan TUN misalnya, yang putusannya banyak diabaikan oleh para
pejabat, menjadi tidak terbukti. Para pengamat internasional paling tidak akan
membandingkan proses persidangan, putusan , serta pelaksanaan putusan
Pengadilan HAM AdHoc yang akan dilaksanakan di Jakarta dengan apa yang
sudah dilakukan di Dili, Timor Leste.
Selain menjadi perhatian pengamat nasional dan internasional,
putusan pengadilan HAM Ad Hoc untuk Timor Timur dan Tanjung Priok
tentunya akan berdampak terhadap perilaku aparat keamanan yang selama mi
sering menikmati impunity, Mereka akan berpikir seribu kali kalau akan
menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan suatu persoalan sosial di
kemudian hari. Mereka tidak ingin kariernya berhenti di Pengadilan HAM.
Pendekatan keamanan (security approach) yang selam ini digunakan untuk
mengamankan hasil-hasil pembangunan harus diganti dengan pendekatan
hukum untuk mengatasi krisis sosial yang muncul di mana-mana maupun
untuk mewujudkan cita-cita negara hukum berdasarkan kedaulatan rakyat.
(Luhut M.P. Pangaribuan , S.H., LL.M, dan Waskitd Adiribowo, S.H.)

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Right)
yang dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948 telah merumuskan
pengertian HAM, yaitu merupakan pengakuan akan martabat dan harkat
manusia yang menyatu dalam diri setiap manusia yang meliputi kebebasan,
keadilan dan perdamaian dunia. UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,
khususnya dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Ada
3 hak dasar yang tidak boleh diganggu, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan,
dan untuk mendapatkan kebahagiaan. Ketiga hak tersebut merupakan
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Konsep HAM mengandung lima ciri,
yaitu kodrat, Hakiki Universal, tidak membeda-bedakan manusia yang satu
dengan yang lainnya dan tidak dapat di cabut. Sedangkan nilai utama yang
terkandung dalam HAM adalah: Kebebasan/kemerdekaan,
Kemanusiaan/perdamaian, dan Keadilan/ kesederajatan/persamaan.

Jaminan HAM, khususnya di Indonesia berdasarkan UUD 1945 hasil


amandemen IV, mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para
pengambil keputusan di MPR. Hal Ini terbukti dari dicantumkannya secara
eksplisit masalah HAM, yaitu pada bab XA dengan judul HAM yang terdiri
atas 10 pasal (diberi label Pasal 28 A s.d. 28 J) dan 24 ayat. Di luar yang
berjudul tersendiri dalam Bab XA, rumusan lainnya terdapat dalam Pasal 27
(3 ayat), kemudian Bab XI Pasal 29 (2 ayat), Bab XII Pasal 30, Bab XIII
Pasal 31, Pasal 32, Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34. Dalam UU No. 39 Tahun
1999 tampak jaminan HAM lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab

26
dan pasal - pasal yang dikandungnya relatif banyak, yaitu terdiri atas XI bab
dan 106 pasal. Apabila dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan
penjabarannya dalam UU No. 39 Tahun 1999, secara garis besar, meliputi
Hak untuk hidup Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan) Hak
mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi,
Hak atas rasa aman: Hak atas kesejahteraan, Hak turut serta dalam
pemerintahan, Hak wanita: Hak anak. Undang-undang RI No. 7 Tahun 1984
tentang ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990
tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on the
Rights of the Child).

Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke 44 pada bulan


Desember 1989 telah berhasil menyepakati sebuah Resolusi yakni Resolusi
MU PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the
Rights of the Child. Tentang pengertian anak, Konvensi menekankan pada
faktor umur yakni setiap orang yang masih berumur di bawah 18 tahun.
Mulai dari Deklarasi PBB mengenai Hak-hak Anak tahun 1959 (Declaration
on the Rights of the Child of 1959) dan deklarasi PBB tentang Tahun anak-
anak Internasional (Declaration on the International Year of the Child of
1979). Bahkan jauh sebelumnya, Liga Bangsa-Bangsa pun telah menaruh
perhatian yang serius tentang masalah anakanak ini, yang terbukti dengan
dikeluarkannya Deklarasi Jenewa 1924 (Geneve Declaration of 1924) tentang
pembentukan Uni Internasional Dana dan Keselamatan Anak-Anak (Save the
Children Fund International Union). Demikian pula PBB secara khusus
memiliki salah Satu organ saksi khusus yang berkenaan dengan anak-anak
yakni UNICEF (United Nations Children's Fund/Dana PBB untuk Anak-
Anak). Undang-undang RI No. 8 Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).

27
Semua ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penegakan HAM dibentuk untuk memberikan jaminan dalam upaya
penegakan HAM dalam negara hukum Indonesia. HAM harus ditegakkan,
karena Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
Selain itu juga setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
diperlakukan sama di depan hukum. Dalam upaya penegakan HAM telah
ditemui berbagai kendala yang merupakan tantangan untuk dipecahkan
bersama. Kendala tersebut di antaranya paradigma pelanggaran HAM dalam
dataran kebijakan politik selalu berbeda dengan paradigma hukum.
Pelanggaran HAM yang ditetapkan DPR, misalnya berbeda secara teoretis
dan fakta-fakta hukum di mata hakim adhoc HAM.

28
DAFTAR PUSTAKA

______. (2001). Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 2000


dan Undang-undang (HAM) 1999. Bandung: Citra Umbara.
______. (2004 ). GBHN, Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPK/1999. Penabur Ilmu.
Arifin, Firdaus. 2019. HAM Teori, Perkembangan dan Pengaturan. Yogyakarta:
Thafa Media.
Budimansyah, Dasim dkk. 2014. Hak Asasi Manusia. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Cholisin. (2004). Instrumen Nasional Hak Asasi Manusia. Jakarta: Direktorat PLP
Dikdasmen Depdiknas.
Ismail Sunny. (1992). Sejarah dan Masa Depan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Bandung: Universitas Islam Bandung.
Miriam Budiardjo. (1999). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Mukhtijab. (2004). Kado kemerdekaan Pengadilan Hak Asasi Manusia. Bandung:
Pikiran Rakyat Senin 16 Agustus 2004.
Rahmadi Septy, dkk. 2019. Makalah Hak Asasi Manusia (Ham). Jurusan Sistem
Informasi Sekolah Tinggi Ilmu Komputer: Medan.
Sri Sumantri, (1983). Konstitusi serta Artinya untuk Negara. dalam Padmo
Wahjono, (1984). Masalah Ketatanegaraan Indonesia dewasa ini. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Winataputra, Udin S dkk. 2014. Pembelajaran PKn di SD. Tangerang Selatan.
Universitas Terbuka.

29

Anda mungkin juga menyukai