Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI
SEJARAH, TUJUAN, PRINSIP, KESAMAAN DAN SISI POSITIF
PENDIDIKAN INKLUSI

OLEH :

KELOMPOK 1

1. ERVI DILLA FITRI


2. WIRA AFRIANI
3. RIFRISA ANGGELA
4. DWIKI ANPARIZA

SEKSI :

17 BKT 09 dan 17 BKT 10

Dosen Pengampu : Safaruddin, S.Pd, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur saya ucapkan kepada Allah


SWT, karena dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya tugas kolektif yang
berbentuk makalah dengan judul “Sejarah, Tujuan, Prinsip, Kesamaan dan Sisi
Positif Pendidikan Inklusi” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dan tidak
lupa shalawat serta salam saya ucapkan kepada nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun sebagai tugas yang merupakan implementasi dari


program belajar aktif oleh Dosen pengajar mata kuliah “Pendidikan Inklusi”.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini bisa menambah khazanah


keilmuan dalam mempelajari “Pendidikan Inklusi” dan memberikan manfaat bagi
pembacanya. Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari masih banyak
kesalahan dan kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun senantiasa saya harapkan demi penyempurnaan makalah
berikutnya.

Bukittinggi, 24 Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ 1

DAFTAR ISI ............................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 3

A. Latar Belakang .............................................................................. 3


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan .... ....................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………….......... 5

A. Sejarah Pendidikan Inklusi...............................................................5


B. Tujuan Pendidikan Inklusi .............................................................. 11
C. Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ................................. 14
D. Kesamaan dan Sisi Positi Pendidikan Inklusi .............................. 17

BAB III PENUTUP …………………….................................…........... 18

A. Simpulan ............................................................. ........................ 18


B. Saran .. ............................................................. ........................... 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………........……....…..19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama,


kita telah diciptakan sederajat walaupun berbeda – beda apapun jenis
kelamin, penampilan, kesehatan, atau kemampuan berfungsi, kita telah
diciptakan ke dalam satu masyarakat, penting untuk diakui bahwa sebuah
masyarakat normal ditandai oleh keragaman dan keserbaragaman bukan
oleh keseragaman akan tetapi pada kenyataannya anak – anak dan orang
dewasa yang berbeda dalam kebutuhannya dari kebutuhan kebanyakan
orang telah dipisahkan dengan alasan yang beragam untuk waktu yang
cukup lama semua alasan tersebut tidak adil.

Hak pendidikan adalah merupakan bagian dari Hak Ekosob


(Ekonomi, Sosial, Budaya). Termasuk hak pendidikan untuk penyandang
cacat. Pada pasal 28 C Undang-undang Dasar 1945 pun dikatakan bahwa
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, sehingga jelas disini
kewajiban generic negara dalam pemenuhan hak pendidikan adalah
memfasilitasi (to facilitate), memajukan (to promote), menyediakan (to
provide) Sunanto (2010:22).

Jika berbicara tentang hak penting digarisbawahi bahwa orang


penyandang cacat juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
terhadap orang lain dan masyarakat seperti layaknya orang lain pada
umumnya. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal.
51 yang berbunyi ’anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental

4
diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pendidikan inklusif
2. Apa tujuan pendidikan inklusif
3. Bagaimana prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif
4. Bagaimana kesamaan dan sisi positif pendidikan inklusif

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah pendidikan inklusif
2. Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan inklusif
3. Untuk mengetahui bagaimana prinsip penyelenggaraan pendidikan
inklusif
4. Untuk mengetahui bagaimana kesamaan dan sisi positif pendidikan
inklusif

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pendidikan Inklusif

Pendidikan menurut UU No 2 tahun 1989 tentang sistem


pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang (Hasan,1995:2).
Menurut Langeveld menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan orang dewasa terhadap pihak lain yang belum dewasa agar
mencapai kedewasaan (Somraya & Pupun, 2010:26).

Sekolah inklusi adalah sebuah metamorfosa budaya manusia yang


semakin modern dan mengglobal. Bahwa setiap manusia adalah sama,
punya hak yang sama dan kesempatan yang sama dan kesempatan yang
sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi mengejar
kehidupannya yang lebih baik. Tanpa melihat apakah warna kulitnya,
rasnya, agama, maupun bawaan genetiknya, setiap orang berhak untuk
belajar dalam berpendidikan. Sekolah inklusi merupakan salah satu
jawaban, bahwa pendidikakn tak mengenal diskriminasi, bahwa semua
orang berhak untuk mendapatkannya.

Sejarah perkembangan pendidikan inklusif di dunia pada mulanya


diprakarsai dan diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark,
Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun1960-an oleh Presiden
Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia
untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang
ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris
dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan
inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus dari segregatif ke integrative.

6
Pendidikan inklusif telah menjadi perhatian masyarakat dunia.
Beberapa pertemuan internasional mendasari pergerakan menuju
pendidikan yang berkualitas bagi semua anak melalui pendidikan inklusi.
Landasan hukum dan landasan konseptual menjadi landasan bagi gerakan
menuju pendidikan inklusif. Termasuk Indonesia, diantaranya adalah

1. Deklarasi hak asasi manusia, 1948


2. Konveksi hak anak, 1989
3. Konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, 1990
4. Persamaan kesempatan bagi orang berkelainan, 1993
5. Pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusi, 1994
6. Komitmen dasar mengenai pendidikan untuk semua, 2000
7. Deklarasi Bandung tahun 2004

Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif di dunia semakin


nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada
tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di
Bangkok yang menghasilkan deklarasi ’education for all’. Implikasi dari
statemen ini mengikat bagi semua anggota konferensi agar semua anak
tanpa kecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan
pendidikan secara memadai. Sebagai tindak lanjut deklarasi Bangkok,
pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi pendidikan di Salamanca
Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya
dikenal dengan ’the Salamanca statement on inclusive education” .

Pernyataan Salamanca diantaranya ditekankan :

- Hak semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan


permanen untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat
mengikuti sekolah.
- Hak semua anak untuk bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas
– kelas inklusif.

7
- Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada
anak yang memenuhi kebutuhan individual.
- Pengayaan dan manfaat bagi mereka semua yang terlibat akan
diperoleh melalui pelaksanaan pendidikan inklusif.
- Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan berkualitas yang
bermakan bagi setiap individu.
- Keyakinan bahwa pendidikan inklusif akan mengarah pada sebuah
masyarakat inklusif dan akhirnya pada keefektifan biaya.

Melihat kembali ke dalam sejarah dimana beberapa peristiwa yang


dipublikasi berikut ini:

1948 : Deklarasi Hak Asasi Manusia – termasuk hak atas pendidikan dan
partisipasi penuh di masyarakat untuk semua orang – PBB

1990 : Konvensi Hak Anak ( PBB, diumumkan tahun 1991 )

1990 : Pendidikan untuk semua : Konferensi dunia tentang Pendidikan


untuk semua di Jomtien, Thailand, menghasilakn tujuan utama
berikut ini :

a. Membawa semua anak masuk sekolah

b. Memberikan semua anak pendidikan yang sesuai

Dalam prakteknya sesungguhnya ini tidak mencakup anak – anak


yang berkebutuhan khusus ( UNESCO, diumumkan tahun 1991 dan 1992 )

1993 : Peraturan Standar tentang kesamaan kesempatan bagi penyandang


cacat ( PBB, diumumkan tahun 1994 ).

1994 : Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif ( UNESCO


diumumkan pertama tahun 1994, laporan akhir tahun 1995 )

Sebenarnya proses menuju pendidikan inklusif di indonesia diawali


pada tahun 1960-an oleh beberapa orang siswa tunanetra di Bandung

8
dengan dukungan organisasi para tunanetra sebagai satu kelompok
penekan. Pada masa itu SLB untuk tunanetra hanya memberikan layanan
pendidikan hingga tingkat SLTP. Sesudah itu para pemuda tunanetra diberi
latihan kejuruan dalam bidang kerajinan tangan atau pijat. Sejumlah
pemuda tunanetra bersikeras untuk memperolah tingkat pendidikan lebih
tinggi dengan mencoba masuk ke SMA biasa meskipun ada upaya
penolakan dari pihak SMA itu. Lambat laun terjadi perubahan sikap
masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa sekolah umum bersedia
menerima siswa tunanetra.

Pada akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian


terhadap pentingnya pendidikan integrasi dan salah satu usaha pemerintah
yaitu dengan mengundang Hellen Keller International, Inc. Untuk
membantu mengembangkan sekolah integrasi. Keberhasilan proyek ini
telah menyebabkan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan
nomor 002/U/1986 tentang pendidikan terpadu bagi Anak Cacat yang
mengatur bahwa anak penyandang cacat yang memiliki kemampuan
seperti yang non-cacat di sekolah biasa. Sayangnya ketika proyek integrasi
itu berakhir implementasi penddikan inklusif semakin kurang dipraktekkan
terutama dijenjang SD Johnsen, Berit H & Skjorten, Miriam D (2003:347).

Kemudian, pada tahun 1980-an, pendidikan anak penyandang cacat


merupakan tanggung jawab Kementrian Kesehatan atau Kesejahteraan
sosial. Penting untuk ditunjukkan bahwa semua pendidikan anak
seharusnya menjadi tanggung jawab Kementrian Pendidikan sedangkan
Kementrian Kesehatan harus menangani kesehatan dan Kementrian
Tenaga Kerja menangani pekerjaan.

Akan tetapi menjelang tahun 1990-an upaya baru dilakukan untuk


mengembangkan pendidikan inklusif memlalui proyek kerja sama antara
Depdiknas dan pemerintah Norwegia dibawah manajemen Brailo Norway
dan Direktorak PLB. Agar tidak mengulangi kesalahan dimasa lalu dengan

9
program pendidikan integrasi yang nyaris mati, perhatian diberikan pada
sustainabilitas program pengimplementasian pendidikan inklusif dan
pemerintah memberikan perhatiannya dengan mengeluarkan UU No. 4
Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menekankan hak setiap warga
negara untuk memperolah pendidikan sesuai dengan jenjang, jalur, satuan,
bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Dengan kata lain,
dalam sektor pendidikan formal seharusnya tidak ada lagi sekat sosial yang
membedakan para difabel dengan masyarakat umum. Orang tua bisa
mendaftarkan anak difabel mereka ke sekolah umum. UU No. 4 Tahun
1997 pasal 12 mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima
para difabel sebagai siswa. Kewajiban seperti inilah yang disebut sebagai
model inklusi.

Model inklusi adalah peluang bagi terjadinya interaksi sosial antara


para difabel, different abilities people (orang dengan kemampuan yang
berbeda). dan masyarakat pada umumnya. Sayangnya, belum banyak
difabel yang mengakses sekolah model inklusi akibat minimnya informasi
mengenai sekolah inklusi, ketiadaan biaya, infrastruktur yang kurang
mendukung serta kondisi kultural budaya yang cenderung
‘menyembunyikan’ anak difabel karena dianggap sebagai aib. Di
Indonesia jumlah anak difabel mencapai 1,8 juta dan yang belum
bersekolah sebanyak 1.723. 237 anak. Di Propinsi DIY, dari 6.191 anak
difabel yang belum bersekolah sebanyak 2.211 anak dan di Kota Yogya
dari 561 anak difabel hanya 50 anak yang belum bersekolah T.N

Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia


tentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan
konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan
komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk itu ada beberapa
progam yang direncanakan yaitu :

10
1. Diseminasi ideolgi pendidikan inklusif melalui berbagai seminar dan
lokakarya.
2. Mengubah peranan SLB yang ada agar menjadi pusat sumber untuk
mendukung sekolah inklusif ( dengan alat bantu mengajar, materi ajar,
metodologi, dsb ); Penataran/pelatihan bagi guru – guru SLB maypan
guru – guru reguler untuk memungkinkan mereka memberikan layanan
yang lebih baik kepada anak berkebutuhan khusus dalam setting
inklusi.
3. Reorientasi pendidikan guru di LPTK dan keterlibatan universitas
dalam program tersebut.
4. Desentralisasi pembuatan keputusan untuk memberikan lebih banyak
peran kepada pemerintah daerah dalam implementasi pendidikan
inklusif.
5. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelompok – kelompok
kerja untuk mempromosikan implementasi pendidikan inklusif.
6. Keterlibatan LSM dan organisasi internasional dalam program ini.
7. Menjalin jejaring antar berbagai pihak terkait.
8. Mengembangkan sekolah inklusif perintis.
9. Pembukaan program magister dalam bidang inklusi dan pendidikan
kebutuhan khusus.

Hasil yang paling dapat teramati dari program tersebut adalah sebagai
berikut.

1. Sejumlah lokakarya dan seminar tentang pendidikan inklusif baik pada


tingkat nasional maupun lokal telah diselenggarakan yang melibatkan
para pendidik dan pengelola pendidikan.
2. Sembilan SLB di sembilan provinsi telah dipiih untuk menjadi pusat
sumber dan perananya sebagai sumber sedikit demi sedikit menjadi
kenyataan dengan tetap mempertahankan peranannya sebagai SLB.
The National Resource Centre in Jakarta, Citeureup Regional
Resource Centre in West Java and Payakumbuh Regional Resource

11
Centre in West Sumatra are the three most functional among the nine
resource centres. In addition a number of other special schools have
been designed to function as supportive centres.
3. Beberapa universitas sudah mulai memperkenalkan pendidikan inklusif
sebagai satu maya kuliah atau sebagai satu topik dalam mata kuliah
terkait kepada mahasiswanya.

Sedangkan untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan


belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi
dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain
menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif
sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar
memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut,
maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000
mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan
kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah
diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang
berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan
mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif.

B. Tujuan Pendidikan Inklusif


The declaration of inclusive education that focus to facilitate the
educational needs of children with special needs (ABK) has been running
in many area in Indonesia, especially in big cities such as Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Malang. However, many problems rose for it’s
implementation. This study aims to determine the problems experienced by
the teachers and schools using qualitative metode.

Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:

12
1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak
sesuai dengan kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal. 32 ayat
1 yang berbunyi ’setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan,
dan ayat 2 yang berbunyi ’setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. UU no. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal. 5 ayat 1 yang
berbunyi ’setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu’. UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak, khususnya Pasal. 51 yang berbunyi ’anak yang
menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang sama
dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar
biasa.

Manfaat pendidikan inklusif

Pelaksanaan pendidikan inklusi akan mampu mendorong terjadinya


perubahan sikap lebih positif dari peserta didik terhadap adanya perbedaan
melalui pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dan pada
akhirnya akan mampu membentuk sebuah kelompok masyarakat yang
tidak diskriminatif dan bahkan menjadi akomodatif terhadap semua orang

Beberapa manfaat yang diperoleh dari pelaksaan pendidikan inklusi adalah

A. Bagi siswa

13
1. Sejak dini siswa memiliki pemahamanyang baik terhadap
perbedaan dan keberagaman.
2. Munculnya sikap empati pada siswa secara alamiah
3. Munculnya budaya saling menghargai dan menghormati
antar siswa
4. Menurunkan terjadinya stigma dan labeling kepada semua
anak, khusunya pada anak berkebutuhan khusus dan
penyandang cacat
5. Timbulnya budaya kooperatif dan kolaboratif pada siswa
sehingga memungkinkan adanya saling bantu antar satu
dengan yang lainnya.

B. Bagi guru
1. Lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode
pembelajaran.
2. Bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang
keberagaman siswa termasuk keunikan, karakteristik, dan sekaligus
kebutuhannya
3. Terjalinnya komunikasi dan kerja sama dalam kemitraan antar guru
dan guru ahli bidang lain
4. Menumbuh kembangkan sikap empati guru terhadap siswa
termasuk siswa penyandang cacat / siswa berkebutuhan khusus.
5. Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
C. Bagi sekolah
1. Memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program wajib
belajar
2. Memberikan peluang terjadinya pemerataan pendidikan bagi semua
kelompok masyarakat
3. Menggunakan biaya yang relatif lebih efisien
4. Mengakomodasi kebutuhan masyarakat

14
5. Meningkatkan kualitas layanan pendidikan
6. Menperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan
dalam satu kelas
7. Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan
dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya
8. Meningkatakan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa
empati pada keterbatasan anak
D. Bagi masyarakat.
1. Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
2. Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap
anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
3. Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar
anggota masyarakat.
C. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat beberapa prinsip,
yaitu:
a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, pemerintah
mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya
pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan
peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan salah satu
strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua
anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya.
Pendidikan inklusif juga merupakan strategi peningkatan mutu,
karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi
pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak
dan menghargai perbedaan.
b. Prinsip kebutuhan individual, setiap anak memiliki kemampuan
dan kebutuhan yang berbeda-beda oleh karena itu pendidikan
harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.

15
c. Prinsip kebermaknaan, pendidikan inklusif harus menciptakan
dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
d. Prinsip keberlanjutan, pendidikan inklusif diselenggarakan
secara berlanjut pada semua jenjang pendidikan.
e. Prinsip keterlibatan, penyelenggaraan pendidikan inklusif harus
melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait. Menurut
Mohammad Takdir Ilahi 2013: prinsip dasar penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah “Semua anak mendapatkan
kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang
perbedaan latar belakang kehidupannya”. Adanya pendidikan
inklusif diharapkan semua anak baik anak normal maupun anak
yang memiliki kebutuhan khusus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk mengenyam pendidikan di sekolah.
Lay Kekeh Marthan 2007: 176-178 mengemukakan bahwa
“Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan maksud
mencapai tujuan pembelajaran”
D. Kesamaan dan Sisi Positif Pendidikan Inklusif
Pentingnya pendidikan inklusif terus- menerus dikembangkan karena
memiliki kelebihan dan manfaat. Menurut Staub dan Peck (1994/ 1995)
ada lima manfaat atau kelebihan program inklusif yaitu :
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non ABK di sekolah
menengah, hilangnya rasa takut pada anak berkebutuhan khusus akibat
sering berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus.
2. Anak non ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah
memahami kebutuhan individu teman ABK.
3. Banyak anak non ABK yang mengakui peningkatan selfesteem sebagai
akibat pergaulannya dengan ABK yaitu dapat meningkatkan status
mereka di kelas dan sekolah
4. Anak non ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral
pribadi dan prinsip-prinsip etika.

16
5. Anak non ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka
merasa bahagia bersahabat dengan anak ABK

Dengan demikian orangtua murid yang tidak memiliki anak dengan


kebutuhan khusus tidak perlu khawatir bahwa pendidikan inklusi dapat
merugikan pendidikan anaknya justru malah akan menguntungkan.

Keistimewaan pendidikan inklusi itu diantaranya bagi anak


berkebutuhan khusus, akan terhindar dari label negatif. Hal ini karena
anak difabel, difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan
istilah different abilities people (orang dengan kemampuan yang
berbeda bisa bersosialisasi secara luas di sekolah umum yang
mempunyai tingkat keragaman yang berbeda-beda (yusuf,2007).

Menurut Raharjo (2009) memiliki kesamaan menyesuaikan


diri. Dengan bersekolah di sekolah umum, siswa difabel mempunyai
kesempatan untuk bersosialisasi dengan civitas akademika sekolah
secara lebih luas dan mempunyai lebih banyak teman. Dengan
demikian kesempatan untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dapat optimal dan mempunyai tingkat kematangan sosial
yang lebih baik dari pada bersekolah ekslusi.

Keberadaan sekolah inklusi juga akan memberikan kesan pada


orangtua dan masyarakat bahwa difabel pun mampu seperti anak pada
umumnya, dan akan menjadi pegangan diri yaitu dengan belajar secara
kompetitif, eksistensi anak difabel akan teruji dalam persaingan secara
sehat dengan anak pada umunya (Sukadari, 2008)

Bagi anak tanpa berkebutuhan khusus akan belajar mengenai


keterbatasan tertentu. Ketika belajar bersama dengan temannya yang
mempunyai kemampuan berbeda, ia akan belajar tentang orang lain. Ia
akan mempunyai. Ia akan mempunyai pandangan bahwa setiap orang
memiliki kelebihan dan kekurangan, yang dari sana ia akan belajar

17
memahami dan bagaimana bersikap serta berteman dengan orang
difabel. Kemampuan dan pengalaman seperti ini sulit didapatkan oleh
siswa yang bersekolah reguler yang tidak mengembangkan pendidikan
inklusi. Selain itu dapat mengembangkan keterampilan sosial. Siswa
yang normal akan mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya
bersekolah bersama difabel dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan
sekolah yang inklusif secara langsung maupun tidak langsung
memberikan pendidikan kepada siswa bagaimana ia berinteraksi,
bersikap dan bertingkah laku dengan masyarakat yang sangat
heterogen.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan pendidikan inklusif di dunia pada mulanya
diprakarsai dan diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark,
Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun1960-an oleh Presiden
Kennedy mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia
untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang
ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika Serikat. Tujuan pendidikan
inklusi adalah :

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak


(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang
layak sesuai dengan kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah
dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman,
tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal. 32
ayat 1

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari
kekurangan, jadi kami sangaht mengharapkan kritikan,masukan dan saran
dari pembaca agar bisa melengkapi kekurangan darin makalah inI.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19510601197903-
DIDI_TARSIDI/Makalah%26Artikel_Tarsidi_PLB/Pendidikan_Inklusif_Indonesi
a.pdf

jurnal Pendidikan Inklusi. https :// ml.scribd.com/141223454

The International Journal of Inclusive Education 8(2):141-153

(http://edukasi.kompas.com/read/2012/12/27/13204772/Masih.Ada.Kesenjangan.
Pendidikan.Inklusif).

20
21

Anda mungkin juga menyukai