Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKAN INKLUSI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Yang dibimbing oleh Tety Nur Cholifah, M.Pd

Oleh

PGSD A Semester 4

1. Ahmad Naim (1586206004)


2. Churotul Istiqomah (1586206015 )

PROGRAM STUDI SI PGSD

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG

Maret, 2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


nikmat kesehatan dan iman islam sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas untuk mnyusun makalah yang berjudul
Pendidikan Inklusi ini dengan semaksimal mungkin. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
yang menjadi pemimpin dan penyelamat bagi kita semua
sehingga kita masih dalam keadaan iman Islam seperti saat ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing


kami, Ibu Tety Nur Cholifah, M. Pd yang telah membantu
memberikan arahan dan bimbingan di dalam menyusun makalah
Pendidikan Inklusi ini.

Makalah yang berjudul Pendidika Inklusi ini merupakan


makalah tentang apa, bagaimana dan mengapa harus ada
pendidikan inklusi bagi para anak didik yang memiliki kebutuhan
khusus baik karrena faktor cacat mental, cacat fisik, maupun
karena kesulitan di dalam belajar siswa. Latar belakang historis
pendidikan inklusi, dasar hukum pendidikan inklusi, konsep
pendidikan inklusi, makna pendidikan inklusi, tujuan pendidikan
inklusi, serta bagaimana pengelolaan kelas dalam pendidikan
inklusi Implikasi pendidikan inklusi.

Demikian kata pengantar ini kami buat. Semoga apa yang


akan dibahas pada bab pembahasan dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi kita semua khususnya calon pendidika
dalam memahami dan menangani anak-anak didik yang memiliki
kebutuhan khusus.

1
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Malang, 20 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................

DAFTAR ISI............................................................

BAB I....................................................................

PENDAHULUAN......................................................

1.1 Latar belakang..............................................................

1.2 Rumusan masalah..........................................................

1.3 Tujuan...........................................................................

BAB II...................................................................

PEMBAHASAN.......................................................

2.1 Latar belakang historis pendidikan inklusi......................

2.2 Dasar hukum pendidikan inklusi.....................................

2.3 Konsep pendidikan inklusi..............................................

2.4 Makna Pendidikan inklusi...............................................

2.5 Tujuan pendidikan inklusi...............................................

2.6 Pengelolaan kelas dalam pendidikan inklusi....................

2.7 Implikasi pendidikan inklusi.........................................

BAB III................................................................

PENUTUP............................................................

2
3.1 Simpulan.....................................................................

3.2 Saran..........................................................................

DAFTAR RUJUKAN.................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia sejak lahir telah menyandang hak-hak
diantaranya adalah hak untuk hidup dan mendapatkan
pendidikan baik pendidikan formal, pendidikan nonformal,
maupun pendidikan informal. Menurut Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia tahun 1945 dalam Bab Pembukaan telah
ditegaskan bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pennjelasan
UUD 1945 tersebut dapat diimplikasikan dalam dunia
pendidikan Indonesia bahwa semua warga negara indonesia
berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa
membedakan antara warga negara yang memiliki latar
belakang agama, ras, budaya, warna kulit yag berbeda, atau
bahkan keterbelakangan maupun cacat fisikpun berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai.
Manusia juaga terlahir dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Kelebihan dari manusia tersebut akan dapat
diterima oleh sekelompoknya bila kelebihan tersebut dapat
bermanfaat bagi orang lain. Sebaliknya kekurangan dari
manusia akan sulit diterima
Namun masih banyak anak negeri ini yang tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai
khususnya anak berkebutuhan khusus karena cacat permanen
seperti tuna rungu, tuna netra, tuna daksa, dan lainnya. Anak
ABK akan kesulitan apabila tidak ada fasilitas dari pemerintah
dan dukungan dari kedua orang tua dalam memotivasi anak
didik yang berkebutuhan khusus. Karena anak-anak yang
berkebutuhan khusus tersebut berhak mendapatkan haknya
yaitu mendapatkan ilmu dan mereka juga ingin menjadi orang

1
yang sama dengan teman seusianya yaitu menjadi anak yang
mampu mengembangkan potensi dirinya dengan cara
memperoleh ilmu melalui pendidikan.
Hal itulah yang menyebabkan perlunya pendidikan inklusi
bagi anak didik yang memiliki kekurangan baik cacat fisik atau
mental maupun kesulitan

2
3

belajar sehingga anak-anak tersebut mampu menjadi


warga negara yang cerdas.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana latar belakang historis pendidikan inklusi?
1.2.2 Apa dasar hukum pelaksanaan pendidikan inklusi?
1.2.3 Bagaimana konsep pendidikan inklusi?
1.2.4 Bagaimana makna pendidikan inklusi?
1.2.5 Apa tujuan pendidikan inklusi?
1.2.6 Bagaimana pengelolaan pendidikan inklusi?
1.2.7 Bagaimana implikasi penerapan pendidikan inklusi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui latar belakang historis pendidikan
inklusi
1.3.2 Untuk mengetahui dasar hukum pe;aksanaan
pendidikan inklusi
1.3.3 Untuk mengetahui konsep pendidikan inklusi
1.3.4 Untuk mengetahui makna pendidikan inklusi
1.3.5 Untuk mengetahui tujuan pendidikan inklusi
1.3.6 Untuk mengetahui pengelolaan pendidikan inklusi
1.3.7 Untuk mengetahui implikasi penerapan pendidikan
inklusi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang historis pendidikan inklusi

Sejarah anak penyandang cacat dianggap tidak


berguna bahkan anak dalam keadaan cacat sering diasingkan.
Pemahaman dan pandangan selanjutnya terhadap
penyandang cacat berubah seiring dengan perkembangan
pola pikir manusia, hal tersebut menjadi sangat penting selain
dipandang sebagai lambang dari sebuah pemikiran dan
peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa, juga sebagai
awal bahwa anak penyandang cacat mulai diakui, dihargai
keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-
sekolah khusus, rumah-rumah perawatan, dan panti sosial
yang khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang
cacat.

Kondisi awal sejarah membuktikan bahwa mereka yang


menyandang kecacatan, dipandang memiliki karakteristik
yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam
pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode
yang khusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab
itu, pendidikan anak penyandang cacat saat itu harus
dipisahkan (di sekolah khusus) dari pendidikan anak lainnya
(sistem pendidikan segregasi).

Pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang dilaksanakan


oleh sekolah/kelas dengan melibatkan seluruh peserta didik
tanpa kecuali meliputi: anak-anak yang memiliki cacat, anak-
anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kekurangan

1
gizi, tidak berprestasi dengan baik, anak-anak yang berbeda
agama, anak-anak penyandang HIV/AIDS, dan anak-anak yang
berusia sekolah tetapi tidak sekolah, mereka dididik dan
diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang
ramah dan penuh kasih sayang tanpa diskriminasi.1

2.2 Dasar hukum pendidikan inklusi

1 Sugiarmin, Mohamad.2009. Pendidikan Inklusi. (online)

2
3

Setiap anak yang dilahirkan di Negara Indonesia berhak


mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu, hal ini
diwujudkan dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 1
menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal
ini juga tidak terlepas bagi warga negara yang memiliki
kebutuhan khusus (ABK). Dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 5
ayat 2 menjelaskan bahwa Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus.2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi Pasal 1
menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem
peyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya. Dengan peraturan tersebut, diharapkan
peran dari sekolah yang formal untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan inklusi.3
Instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi
Negara Indonesia, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (1948), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk
Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan
Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan

2 Bahrul, Alam. 2016. Memaknai Pendidikan Inklusi. (online)

3 Ibid, hal 2
4

Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-


undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar
(2000) dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004).
Semua instrumen hukum tersebut ingin memastikan bahwa
semua anak, tanpa kecuali, memperoleh pendidikan.4

2.3 Konsep pendidikan inklusi

Konsep dan praktik penyelenggaraan pendidikan inklusi


bagi ABK di berbagai belahan dunia saat ini mengacu kepada
dokumen internasional Pernyataan Salamanca dan Kerangka
Aksi pada Pendidikan Kebutuhan Khusus.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa prinsip


dasar dari sekolah inklusif adalah selama memungkinkan,
semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa
memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada
pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan
merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para
siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan
kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan
yang berkualitas kepada semua siswa melalui penyusunan
kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan
strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber dengan
sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan
masyarakat sekitarnya.5

4 Sunarya. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif: Konsep,


Kebijakan, Dan Implementasinya Dalam Perspektif Pendidikan Luar
Biasa. (online)
5

Beberapa konsep inti inklusi yang tercantum dalam


Pernyataan Salamanca:6

1. Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam


karakteristik dan kebutuhannya
2. Perbedaan itu normal adanya dan oleh karenanya
pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan
anak.
3. Setiap anak dapat belajar, dan siapapun memiliki kesulitan
belajar
4. Anak mendapatkan dukungan belajar
5. Sistem pendidikan yang fleksibel
6. Peningkatan sekolah-sekolah efektif
7. Menerima keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai
masalah
8. Memberantas diskriminasi
9. Peningkatan partisipasi nyata bagi semua
10. Memandang orang sebagai sumber utama
11. Sumber daya yang tepat dalam penyelenggaraan
pendidikan, misalkan huruf, braille dan alat asistif.
12. Partisipasi masyarakat
13. Pengajaran yang terpusat pada diri anak
14. Pelaksanaan hak asasi manusia secara penuh
15. Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan
cara yang paling efektif untuk menghilangkan sikap
diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka,
membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai
pendidikan untuk semua.

5 Sunarya. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif: Konsep,


Kebijakan, Dan Implementasinya Dalam Perspektif Pendidikan
Luar Biasa. (online)

6 Firdaus,Endi. 2010. Pendidikan Inklusi dan Implementasinya di


Indonesia.(online)
6

16. Sekolah inklusif memberikan pendidikan yang efektif


kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi
sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem
pendidikan

2.4 Makna Pendidikan inklusi


Makna inklusi adalah bahwa lingkungan kelas atau
sekolah mampu memberikan rasa senang, menerima, ramah,
bersahabat, peduli, mencintai, menghargai, serta hidup dan
belajar dalam kebersamaan.
Pendidikan inklusi merupakan ideologi atau cita-cita. Sebagai
konsekuensi dari pandangan bahwa pendidikan inklusi itu sebagai idiologi dan
cita-cita, dan bukan sebagai model, maka akan terjadi keragaman dalam
implementasinya, antara negara yang satu dengan yang lainnya, antara daerah
yang satu dengan yang lainnya atau bahkan antara sekolah yang satu dengan
sekolah yang lainnya.
Pendidikan inklusi adalah konsep pendidikan yang merangkul semua
anak tanpa kecuali. Inklusi berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah
suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap
orang, bukan hanya anak-anak yang diberi label sebagai yang memiliki suatu
perbedaan. Inklusi dapat dipandang sebagai suatu proses untuk menjawab dan
merespon keragaman di antara semua individu melalui peningkatan partisipasi
dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi ekslusi baik dalam
maupun dari kegiatan pendidikan.
Inklusi melibatkan perubahan dan modifikasi isi, pendekatan, struktur
dan strategi, dengan suatu visi bersama yang meliputi semua anak yang berada
pada rentangan usia yang sama dan suatu keyakinan bahwa inklusi adalah
tanggung jawab sistem regular yang mendidik semua anak.
Pendidikan inklusi berkenaan dengan aktivitas memberikan respon
yang sesuai kepada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik dalam
setting pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan inklusi merupakan
pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem
pendidikan sehingga mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusi
7

bertujuan dapat memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan
keragaman dan melihatnya sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam
lingkungan belajar, dan pada suatu problem.
Nilai penting yang melandasi suatu sekolah inklusi adalah
penerimaan, pemilikan, dan asumsi lain yang mendasari sekolah inklusi
adalah, bahwa mengajar yang baik adalah mengajar yang penuh gairah, yang
mendorong agar setiap anak dapat belajar, memberikan lingkungan yang
sesuai, dorongan, dan aktivitas yang bermakna. Sekolah inklusi mendasarkan
kurikulum dan aktivitas belajar harian pada sesuatu yang dikenal dengan
mengajar dan belajar yang baik.
Akhirnya dapat dirumuskan bahwa pendidikan inklusi adalah proses
pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk
berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas reguler, tanpa memandang
kelainan, ras, atau karakteristik lainnya.

2.5 Tujuan pendidikan inklusi


Pendidikan inklusi memberikan berbagai kegiatan dan
pengalaman, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan
berhasil dalam kelas reguler yang ada di sekolah. Dengan
demikian kehadiran pendidikan inklusi berpotensi mampu
memberikan kontribusi yang berarti bagi setiap anak dengan
segala keragamannya, terutama anak berkebutuhan khusus.
Tujuan pendidikan inklusi antara lain:
1. Menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas.
2. Menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat,
menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan,
menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak
secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas
yang menghargai perbedaan yang menyangkut
kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, dan
agama.
3. Memberikan kesempatan yang sama kepada siswa agar
memperoleh pendidikan yang sama dan terbaik bagi
semua anak dan orang dewasa yang memerlukan
pendidikan bagi yang memiliki kecerdasan tinggi; bagi
8

yang secara fisik dan psikologis memperoleh hambatan


dan kesulitan baik yang permanen maupun sementara, dan
bagi mereka yang terpisahkan dan termarjinkan.

2.6 Pengelolaan kelas dalam pendidikan inklusi


Guru memberikan materi yang sama kepada semua siswa tanpa
mempertimbangkan perbedaan individual menjadi mengajar setiap anak sesuai
kebutuhan individualnya tetapi dalam setting kelas yang sama, dari berpusat
pada kurikulum menjadi berpusat pada anak dan perubahan-perubahan
lainnya.
Implementasi pendidikan inklusi dalam setting sekolah, perlunya
adaptasi kurikulum, perubahan pendidikan yang potensial, kerjasama lintas
sektoral dan adaptasi lingkungan. Sekolah yang inklusi adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap murid serta bantuan dan dukungan yang diberikan oleh para
guru agar anak berhasil. Selain itu sekolah merupakan tempat setiap, anak
untuk diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu
dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar
kebutuhan individualnya terpenuhi.
Pendidikan inklusi dalam setting pendidikan inklusi di tataran kelas
menuntut adanya pembelajaran yang berpusat pada anak. Pendidikan inklusi
berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
keragaman dan menghargai perbedaan. Pendidikan inklusi juga menuntut
penerapan kurikulum yang fleksibel. Pendidikan inklusi juga berarti
mendorong guru sebagai fasilitator dan melakukan proses pembelajaran dan
pengajaran yang komunikatif dan interaktif, mendorong adanya kerjasama tim
guru.
Pendidikan inklusi memungkinkan penyesuaian-penyesuaian bahan
pelajaran, evaluasi, alat, dan penataan lingkungan belajar anak. Pendidikan
inklusi berarti mendorong orang tua untuk terlibat secara proaktif dan
bermakna, dalam proses perencanaan pendidikan, pengajaran dan
pembelajaran bagi anak.
Kelas inklusi dapat memenuhi kebutuhan individu setiap anak di
dalamnya, anak yang berkebutuhan khusus dan berbakat akan mendapatkan
9

pelayanan yang terbaik. Strategi pembelajaran yang dipakai dalam pendidikan


inklusi, yaitu pembelajaran kooperatif. Penggunaan model pembelajaran ini
dianggap kurang memberikan tantangan dan hanya menjadikan anak berbakat
sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Model pembelajaran inklusif berarti menciptakan dan menjaga
komunitas kelas, yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai
perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang
menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial
kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi
fisik, sosial ekonomi, agama, dan sebagainya. Dengan demikian pengelolaan
kelas dalam pembelajaran kelas yang memang heterogen dan penuh dengan
perbedaan-perbedaan individual memerlukan perubahan kurikulum secara
mendasar.
Guru di kelas inklusi secara konsisten akan bergeser dari pembelajaran
yang kaku, berdasarkan buku teks, atau materi biasa ke pembelajaran yang
banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik, dan berpikir kritis, pemecahan
masalah, dan asesmen secara autentik.
Pendidikan inklusif berarti menuntut penerapan kurikulum yang
multilevel dan multimodalitas. Kelas yang inklusi berarti pembelajaran tidak
lagi berpusat pada kurikulum melainkan berpusat pada anak, dengan
konsekuensi berarti adanya fleksibilitas kurikulum dan penerapan layanan
program individual atau pendekatan proses kelompok dalam implementasi
kurikulum yang multilevel dan multimodalitas tersebut.
Pendidikan inklusif berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk
mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan
perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional, di mana seorang
guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak
di kelas harus diganti dengan model pembelajaran dimana murid-murid
bekerja sama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam
pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Kaitan antara,
pembelajaran. kooperatif dan kelas inklusi sekarang jelas, semua anak berada
di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk bekerja sama dan saling
belajar dari yang lain. Konsep multiple intelligence (intelegensi terdiri dari
berbagai dimensi) sangat tepat dalam implikasinya di kelas yang inklusi.
10

Seseorang yang kuat di satu dimensi mungkin lemah pada dimensi lain.
Dengan demikian, seorang anak tidak akan selamanya menjadi tutor atau
pembimbing teman-temannya, suatu saat dia akan berbalik menjadi anak yang
membutuhkan orang lain.
Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna
dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusi sangat bergantung kepada
masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka
dalam penyusunan program pengajaran individual.

2.7 Implikasi pendidikan inklusi


a. Sekolah Luar Biasa hendaknya tetap dapat dipertahankan dan dialih
fungsikan sebagai
1. Sekolah pusat sumber pengembang pendidikan inklusif. Sekolah ini
dapat berfungsi menjadi sekolah pusat pelatihan dan pusat sumber
tenaga terampil bagi sekolah-sekolah umum dan sebagai penyedia
dukungan profesional bagi sekolah-sekolah umum dalam memenuhi
kebutuhan pendidikan khusus,
2. Sekolah yang menangani peserta didik yang berkarakteristik spesifik
dengan memperhatikan metode dan program pembelajaran individu
sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didik melalui pendekatan
inklusif.
b. Bagi lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan dukungan pelayanan
dalam pendidikan inklusif (seperti Departemen pendidikan Nasional, dan
Pemerintah Daerah) seyogianya mampu mengeluarkan kebijakan-
kebijakan sosial seperti meningkatkan integrasi dan partisipasi serta
memerangi eksklusif (keterpisahan). Lebih lanjut diperhatikan tinjauan
khusus untuk merombak bentuk-bentuk lembaga yang khusus dan struktur
administrasi yang dapat memberikan pelayanan langsung berkaitan dengan
pendidikan inklusif.
c. Bagi guru pendidikan luar biasa atau guru khusus dan guru kunjung
hendaknya dapat memfungsikan dirinya sebagai guru sumber, dan guru
metode pembelajaran inklusif. Pada pelaksanaannya guru ini menjadi yang
dapat berkolaborasi dengan guru kelas umum yang bertanggung jawab
untuk membina guru kelas umum dalam upaya meningkatkan strategi dan
kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pendidikan inklusi bagi anak
11

berkebutuhan khusus di kelas umum. Guru semacam ini harus mampu


menciptakan berbagai kegiatan yang kesemuanya merupakan upaya
membantu guru kelas dalam memecahkan permasalahan dan mampu
bekerja semaksimal mungkin melakukan kegiatan layanan-pembelajaran.

Fungsi guru sumber dan guru metode pembelajaran inklusif antara lain
sebagai:

1. Pengembang perencanaan pembelajaran,


2. pengembang implementasi,
3. Mitra kerja guru kelas umum yang mampu melakukan assesment.
4. Tenaga pendidik yang mampu melakukan monitoring program,
5. Orang yang tidak melalaikan komunikasi dan hubungan dengan pihak-
pihak lain,
6. Pendidik yang mampu mengajar secara langsung.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Munculnya diskriminasi terhadap penyandang cacat
menjadi faktor yang melatar belakangi pendidikan inklusi.
2. Pendidikan inklusi adalah pendidikan untuk menerima perbedaan anak
yang heterogen ditangani oleh tenaga, dari berbagai profesi sebagai satu
tim, sehingga kebutuhan individual setiap anak dapat terpenuhi.
3. Dasar hukum penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi Pasal 1 dan
UU No 20 Tahun 2003 Pasal 5.
4. Makna pendidikan inklusi adalah bahwa lingkungan kelas
atau sekolah mampu memberikan rasa senang, menerima,
ramah, bersahabat, peduli, mencintai, menghargai, serta
hidup dan belajar dalam kebersamaan.
5. Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan
yang sama kepada siswa agar memperoleh pendidikan
yang sama dan terbaik bagi semua anak tanpa
memandang fisik maupun mental siswa yang berbeda.
6. Implementasi pendidikan inklusi dalam setting sekolah, perlunya adaptasi
kurikulum, perubahan pendidikan yang potensial, kerjasama lintas
sektoral dan adaptasi lingkungan
7. Implikasi pendidikan inklusi adalah sekolah-sekolah umum dapat
memenuhi kebutuhan pendidikan khusus, sekolah yang menangani
peserta didik yang berkarakteristik spesifik dengan memperhatikan
metode dan program pembelajaran individu sesuai dengan kebutuhan
setiap peserta didik melalui pendekatan inklusif, dan lembaga pemerintah
seyogianya mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan sosial seperti
meningkatkan integrasi dan partisipasi serta memerangi eksklusif
(keterpisahan).

12
3.2 Saran
Saran penulis kepada pembaca agar mampu
menghilangkan sikap diskriminatif dan menghina anak yang
memiliki kecacatan fisik maupun mental dan mampu
menerima keberadaan penyandang disabilitas.
Saran penulis kepada para pendidik agar mampu
menangani dan mampu membelajarkan siswanya yang
mengalami kesulitan dalam belajar akibat disabilitas maupun
karena kesulitan belajar yang temporal.

13
DAFTAR RUJUKAN

Bahrul, Alam. 2016. Memaknai Pendidikan Inklusi. (online).


(http://bahrulalam.weblog.esaunggul.ac.id/2016/04/01/me
maknai-pendidikan-inklusi/?
gclid=CPX5_q2yyNICFdCHaAodCm8IDA diakses tanggal 9
Maret 2017)

Firdaus, Endi. 2010. Pendidikan Inklusi dan Implementasinya di


Indonesia. (online).
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195703031988
031-
ENDIS_FIRDAUS/Makalah_pro_internet/1nkls_Seminar.pdf
diakses tanggal 9 Maret 2017)

Sunaryo. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif: Konsep,


Kebijakan, Dan Implementasinya Dalam Perspektif
Pendidikan Luar Biasa. (online).
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19
5607221985031-SUNARYO/Makalah_Inklusi.pdf diakses
tanggal 5 Maret 2017)

Sugiarmin, Mohamad.. 2009. Pendidikan Inklusi. (online).


(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19
5405271987031-
MOHAMAD_SUGIARMIN/PENDIDIKAN_INKLUSIF.pdf diakses
tanggal 2 Maret 2017)

Anda mungkin juga menyukai