Anda di halaman 1dari 17

HAK ASASI MANUSIA DI ERA REFORMASI

DOSEN PENGAMPU: KURNIAWAN SAPUTRA, S.KOM.,M.KOM.

DIBUAT OLEH : FAYAZ CESSARIO MARSONO


NPM : 19751020
JURURSAN & PRODI : EKONOMI DAN BISINIS (AGRIBISNIS D3 IIA)

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


TAHUN AJARAN 2019/2020
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama dengan judul “HAM DI ERA
REFORMASI”

1
DAFTAR ISI

Table of Contents
Kata Pengantar....................................................................................................................................1
PENGERTIAN TENTANG HAM........................................................................................................3
PENGERTIAN HAM MENURUT PARA AHLI..............................................................................3
MACAM – MACAM HAK ASASI MANUSIA...............................................................................4
Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia.............................................................................................5
Undang-Undang Tentang HAM........................................................................................................5
Organisasi Hak Asasi Manusia Dari Berbagai Penjuru Dunia...........................................................6
CIRI – CIRI HAM.............................................................................................................................7
HAM DI ERA REFORMASI................................................................................................................9
Peran Presiden Dalam Penegakan HAM..........................................................................................11
Konflik dan Pelanggaran HAM Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi.............................................11
Pelanggaran HAM Berat 1996-1999................................................................................................12
27 Juli 1996.................................................................................................................................13
Penghilangan paksa 1997-1998...................................................................................................13
Tragedi Mei 1998........................................................................................................................13
Tragedi Semanggi I.....................................................................................................................13
Tragedi Semanggi II....................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................................15
A. Kesimpulan..................................................................................................................................15
B.Saran-saran..................................................................................................................................15

2
PENGERTIAN TENTANG HAM

Setiap manusia yang ada di dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang harus di jalankan.
Pada zaman semakin berkembang maka muncullah istilah hak asasi manusia. Pengertian HAM dapat
dibagi menjadi hak, asasi dan manusia. Hak adalah kepunyaan atau kepemilikan. Untuk asasi sendiri
memiliki arti hal mendasar.
Jadi hak asasi manusia adalah hal yang mendasar dan utama dan harus dimiliki oleh manusia.
Berikut ulasan tentang pengertian HAM lebih lanjut beserta berbagai pemahaman lainnya seperti
berbagai macam HAM, undang-undang yang menaungi, contoh kasus HAM dan organisasi HAM.

PENGERTIAN HAM MENURUT PARA AHLI

Hak asasi manusia sudah memiliki cabang ilmu sendiri untuk mempelajarinya. Untuk itu ada
beberapa pengertian HAM atau definisi dari para ahli yang mengemukakan cabang ilmu tentang hak
asasi manusia. Berikut ulasannya :

1. HAM menurut Jhon Locke


Hak asasi manusia adalah hak yang langsung di berikan Tuhan kepada manusia sebagai hak
yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa mencabutnya. HAM
memiliki sifat yang mendasar dan suci.
2. HAM menurut Jan Materson
Jan Materson adalah anggota komisi HAM di PBB. Menurutnya HAM adalah hak-hak yang
ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil hidup sebagai manusia.
3. HAM menurut Miriam Budiarjo
HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak lahir di dunia. Hak itu sifatnya universal,
karena hak dimiliki tanpa adanya perbedaan. Baik itu ras, kelamin, budaya, suku, dan agama.
4. HAM menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto
HAM adalah suatu hak yang bersifat mendasar. Hak yang dimiliki manusia sesuai dengan
kodratnya yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan sehingga bersifat suci.
5. HAM menurut Undang – Undang Nomor 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Hak tersebut merupakan anugerah yang wajib di lindungi dan di hargai oleh
setiap manusia.

3
MACAM – MACAM HAK ASASI MANUSIA

1. Hak Asasi Pribadi ( Personal Human Rights )

Hak ini merupakan hak yang berhubungan dengan kehidupan pribadi setiap orang. Contoh dari
personal human rights ini adalah kebebasan untuk menyampaikan pendapat; kebebasan untuk
bepergian, bergerak, berpindah ke berbagai tempat; dan lain sebagainya.

2. Hak Asasi Politik ( Politic Rights )

Ini merupakan hak asasi dalam kehidupan politik seseorang. Contohnya adalah hak untuk dipilih dan
memilih; hak dalam keikutsertaan kegiatan pemerintahan; hak dalam membuat petisi dan lain
sebagainya.

3. Hak Asasi Ekonomi ( Property Rights )


Hak ini menyangkut hak individu dalam hal perekonomian. Contoh dari hak property rights adalah
kebebasan dalam hal jual-beli, perjanjian kontrak; penyelenggaraan sewa-menyewa; memiliki
sesuatu; dan memiliki pekerjaan yang pantas.
4. Hak Asasi Peradilan ( Procedural Rights )
Hak dalam memperoleh perlakuan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya adalah hak untuk
mendapatkan pembelaan hukum; hak untuk mendapatkan perlakuan pemeriksaan, penyidikan,
penangkapan, penggeledahan, da penyelidikan di muka umum.
5. Hak Asasi Sosial Budaya
Hak terkait dalam kehidupan masyarakat . Beberapa contohnya adalah hak untuk menentukan,
memilih, dan melakukan pendidikan; hak untuk mendapatkan pengajaran; untuk mendapatkan budaya
yang sesuai dengan bakat dan minat.
6. Hak Asasi Hukum ( Legal Equality Rights )
Hak untuk mendapatkan kependudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Contohnya
adalah mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang hukum dan pemerintahan, menjadi pegawai
sipil, perlindungan dan pelayanan hukum.

4
Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia

Meskipun pengertian HAM sudah dijabarkan sedemikian rupa, namun pelaksanaannya masih banyak
pelanggaran. Begitu pula dengan di Indonesia sendiri memiliki berbagai kasus pelanggaran HAM.
Contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah peristiwa pembantaian Rawagede tahun 1945,
tragedi pembantaian masal PKI tahun 1965-1966, peristiwa tanjung priok tahun 1984, peristiwa santa
cruz pada tahun 1991 dan masih banyak lagi.

Undang-Undang Tentang HAM

Di Indonesia juga memiliki undang-undang untuk mengatur tentang hak asasi manusia. Berikut
penjelasannya ;
1. Pasal 28 A Mengatur Tentang Hak Hidup
Pasal ini mengatur tentang setiap orang berhak untuk mempertahankan untuk hidup dan
kehidupannya.
2. Pasal 28 B Mengatur Tentang Hak Berkeluarga
Pasal 28 A ayat 1 setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan lewat
perkawinan yang sah. Sedangkan pasal 28 A ayat 2 setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas pemberian berasal dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Pasal 28 C Mengatur Tentang Hak Memperoleh Pendidikan
Pasal 28 C ayat 1 berisi tentang mengembangkan diri lewat pemenuhan keperluan dasar, berhak
mendapat pendidikan, dan mendapatkan fungsi berasal dari ilmu-ilmu dan teknologi, seni dan budaya,
demi menambah mutu hidup dan kesejahteraan.
Untuk pasal 28 C ayat 2 berisi tentang memajukan diri individu untuk memperjuangkan hak secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pasal 28 D Mengatur Tentang Kebebasan Beragama
Pasal 28 D ayat 1 berisi tentang setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum, yang adil di hadapan hukum. Sedangkan pasal 28 D ayat 2 berhak atas kebebasan
bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam jalinan kerja.
Pasal 28 D ayat 3 berisi setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang serupa dalam
pemerintahan.  Untuk ayat 4 berisi tentang setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

5
5. Pasal 28 E Mengatur Tentang Kebebasan Beragama
Pasal 28 E ayat 1 setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agama , memilih
pendidikan dan pengajaran, pekerjaan,  tempat tinggal, dan pergi dari negaranya lalu kembali.
6. Pasal 28 F Mengatur Tentang Komunikasi Dan Informasi
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi untuk mengembangkan diri dan
lingkungan sosial. Begitu pula dengan mencari, mengolah, menyimpan, memiliki, dan memberikan
informasi dengan memanfaatkan segala teknologi yang tersedia.
7. Pasal 28 G Mengatur Tentang Kesejahteraan Dan Jaminan Sosial
Pada pasal 28 G yang mengatur tentang kesejahteraan dan jaminan sosial ini terbagi menjadi beberapa
pasal:
Ayat 1. Untuk Ayat 1 mengatur tentang setiap individu berhak hidup sejahtera, memiliki tempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ayat 2. Untuk Ayat 2 mengatur tentang mendapatkan kemudahan dan perlakuan tertentu untuk
mendapatkan kesempatan da fungsi yang sama dan adil.
Ayat 3. Untuk Ayat 3 mengatur tentang berhak atas jaminan sosial untuk dapat mengembangkan diri
sebagai manusia yang bermartabat.
Ayat 4.  Untuk Ayat 4 mengatur tentang hak milik privat dan hak milik selanjutnya tidak boleh
diambil alih secara wewenang oleh siapapun.
Sebenarnya masih banyak lagi pasal yang mengatur tentang hak asasi manusia. Untuk mengetahui
lebih lengkap bisa mendapatkan informasi dari berbagai referensi seperti buku atau media elektronik.
Untuk menegakkan pengertian HAM sendiri membutuhkan berbagai pihak untuk melakukannya.

Organisasi Hak Asasi Manusia Dari Berbagai Penjuru Dunia

Dari sekian banyak masalah tentang pelanggaran HAM maka muncullah organisasi yang fungsinya
sebagai wadah untuk masyarakat dalam menyelesaikan masalah HAM dan memperjuangkan setiap
hak manusia di muka bumi. Karena sebagai wadah organisasi adalah ujung tombak dari setiap
permasalahan yang ada.

Contoh organisasi yang ada di berbagai penjuru dunia diantaranya yaitu The Insitute For Migrant
Rights, Amnesty Internasional, ARTICLE 19, Justice For The world, Olimpic Watch : Hak Asasi
Manusia Di Tiongkok Dan Bejing 2008, dan lain sebagainya.

6
CIRI – CIRI HAM

Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai hakikatnya, berdasarkan makna harfiahnya, hak asasi
manusia umumnya dianggap sebagai hak yang dimiliki seseorang karena ia adalah seorang manusia.
Hak asasi manusia bersifat "universal", atau dalam kata lain hak tersebut dimiliki oleh semua orang di
seantero jagad. Maka dari itu, konsep "universal" dalam artian ini berkaitan dengan cakupan
penerapan hak asasi manusia yang memadukan cakupan wilayah (ratione loci) terluas dengan
cakupan perorangan (ratione personae) yang juga paling luas. Bahkan dapat dikatakan bahwa
penyebutan istilah geografis dalam makna dari konsep "universal" itu berlebihan, karena hak asasi
manusia berlaku kepada semua orang tanpa terkecuali, sehingga tidak masalah orang itu sedang
berada di mana. Dalam konsep ini juga terkandung pemahaman bahwa tidak ada manusia yang lebih
rendah daripada yang lain, dan juga bahwa tidak ada manusia yang "bukan manusia", sehingga asas
universal sangat terkait dengan asas kesetaraan dan non-diskriminasi. Hal ini juga menandakan bahwa
hak asasi manusia tidak dapat dicabut (inalienable) karena seseorang tidak dapat mengubah ataupun
meniadakan jati diri manusianya.

Hak asasi manusia bersifat subjektif, dalam artian selalu ada yang menjadi pemilik hak. Setiap hak
juga memiliki objek, misalnya "kebebasan berkumpul". Hak selalu dialamatkan kepada suatu pihak
atau pihak-pihak lain, dan hak asasi manusia utamanya diarahkan kepada negara. Maka dari itu, hak
asasi manusia dapat dianggap memiliki hakikat ganda dalam artian yang dikumandangkan tidak hanya
keberadaan hak-hak, tetapi juga kewajiban serta pihak yang menjadi pemegang kewajiban tersebut.
Setiap hak juga merincikan posisi normatif pemilik hak dan pihak yang dialamatkan oleh hak tersebut.
Sebagai contoh, hak untuk menikah bukan berarti setiap orang bisa mengklaim bahwa ia harus
menikah. Kandungan normatif dari hak tersebut menyatakan bahwa setiap orang bebas mengubah
status hukum mereka untuk hidup bersama dengan orang lain yang bersedia, dan tidak ada yang bisa
dipaksa untuk menikah ataupun menerima lamaran orang lain. Berbagai hak juga memiliki
pengecualian, contohnya adalah kebebasan berkumpul yang tidak dapat menghentikan negara dalam
upaya mereka untuk memberantas organisasi kriminal.

Dari sudut pandang hukum internasional, penerima hak asasi manusia adalah individu, dan hak asasi
hanya dapat dialamatkan kepada negara. Oleh sebab itu, hak asasi manusia tidak dapat dialamatkan
kepada pihak perorangan ataupun organisasi masyarakat yang bukan bagian dari pemerintah,
walaupun pemerintah tetap diwajibkan untuk melindungi rakyatnya dari pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh swasta. Hak asasi manusia pada dasarnya berlaku pada masa damai maupun perang,
meskipun terdapat berbagai hak dapat dikurangi dalam keadaan darurat. Hak asasi manusia sendiri
dilindungi di tingkat internasional dengan tujuan untuk menjaga martabat manusia, sehingga hak-hak
tersebut haruslah hak yang bersifat mendasar.

Proklamasi Teheran pada tahun 1968 menyatakan bahwa hak asasi manusia bersifat utuh atau tidak
dapat dibagi (indivisible). Dalam Deklarasi dan Program Aksi Wina yang dikumandangkan pada
tahun 1993, negara-negara juga mengakui bahwa hak asasi manusia bersifat "universal", "tidak dapat

7
dibagi", "saling bergantung" (interdependent), dan "saling berhubungan" (interrelated). Hal ini
ditegaskan kembali dalam Pertemuan Puncak Dunia 2005 dan juga oleh Resolusi Majelis Umum PBB
tahun 2006 yang mendirikan Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Selain itu, Deklarasi dan Program Aksi
Wina juga menyatakan bahwa "penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar tanpa
membeda-bedakan atas dasar apapun merupakan aturan dasar hukum hak asasi manusia
internasional", dan instrumen-instrumen hak asasi manusia di tingkat internasional menjamin hak
kesetaraan dan non-diskriminasi.

8
HAM DI ERA REFORMASI

Reformasi yang bergulir sejak 1998 diharapkan dapat membawa perbaikan pada isu penegakan
hukum dan hak asasi manusia (HAM). Namun setelah 14 tahun berlalu, berbagai pihak merasa proses
reformasi berjalan lamban. Bahkan ada yang mengatakan reformasi bukan jawaban untuk
menuntaskan persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia.

Koordinator Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar,
menyatakan pasca lengsernya Soeharto, terdapat sejumlah kemajuan di bidang penegakan HAM.
Misalnya penguatan HAM di bidang legislasi dan diplomasi pemerintah Indonesia di ranah
internasional.

Sayangnya, dalam periode yang sama KontraS mencatat terdapat kemunduran. Misalnya banyak
legislasi yang anti HAM, serta terancamnya kepemilikan adat dan kebebasan sipil. KontraS menilai
pemerintah gagal menyesuaikan regulasi yang ada dengan penegakan HAM sebagaimana diatur
dalam konstitusi dan berbagai aturan HAM lainnya.

Atas temuan itu KontraS berkesimpulan HAM hanya menjadi tren bagi pemerintahan pasca reformasi.
Pasalnya, ruang yang diberikan untuk pemenuhan dan perlindungan HAM, terutama dalam tjuh tahun
terakhir, tergolong minim.

KontraS mencatat praktik kekerasan terus terjadi. Ironisnya, negara memberikan dukungan atau
perlindungan kepada pelaku kekerasan lain seperti organisasi massa dan perusahaan-perusahaan.
Selain itu sistem dan mekanisme akuntabilitas negara dalam soal kekerasan tergolong buruk dan
diskriminatif.

“Reformasi (perubahan) digunakan untuk memuluskan kepentingan kelompok-kelompok tertentu


saja. Penguasa di era reformasi, terutama SBY (Susilo Bambang Yudhoyono,-red), malah takut,
sehingga mengakomodir para pelaku kejahatan HAM,” kata Haris kepada hukumonline lewat pesan
singkat, Senin (21/5).

Negara, Haris melanjutkan, lebih memilih penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM itu dalam
institusinya. Sedangkan masyarakat sipil cukup mudah menjadi korban rekayasa kasus. Upaya koreksi
terhadap peristiwa dan kebijakan pelanggaran HAM bagi Haris sangat rendah diakomodir.

Misalnya kasus pelanggaran HAM di Aceh, proses perdamaian dibentuk tanpa memenuhi rasa
keadilan bagi masyarakat. Sementara di Papua pemerintah melakukan diskriminasi, akibatnya
masyarakat dibiarkan berhadapan dengan kekerasan.

9
Menurut Haris berbagai situasi itu disebabkan hilangnya etika politik dalam birokrasi dan institusi-
institusi negara. Presiden SBY dan pemerintahannya percaya terhadap koalisi politik dan stabilitas
keamanan lewat Polri, BIN dan TNI.

Semua hal itu menurut Haris ditujukan untuk mengamankan posisi SBY sampai 2014. Akibatnya,
kecerdasan politik pemerintahan SBY mandul untuk berani menuntaskan kasus-kasus pelanggaran
HAM yang berat dari Aceh sampai Papua, dari waktu lampau hingga kini. Sehingga, para pelaku
pelanggaran HAM bebas berkeliaran. Mereka berbisnis dan berpolitik menguasai sektor-sektor
publik.

Senada, pengurus Sekretariat Bersama (Sekber) Buruh, Sultoni, secara terpisah menyebut
pemerintahan pasca reformasi belum memberikan jaminan atas pemenuhan hak dasar rakyat.
Misalnya hak atas penghidupan yang layak, kebebasan berekspresi, serta berserikat dan berorganisasi.

Menurut Ketua KASBI Jakarta itu pemerintahan Soeharto masih mewariskan kebijakan-kebijakan
yang cenderung mengebiri kepentingan rakyat, khususnya kaum pekerja. Misalnya politik upah murah
dan produk perundang-undangan yang merepresi rakyat. Ditambah lagi dengan tingkah laku aparat
keamanan yang dirasa kerap melakukan tindak kekerasan terhadap rakyat.

Atas dasar itu Sultoni tidak heran jika pemerintah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-
undangan yang merepresi rakyat, salah satunya UU Penanganan Konflik Sosial. Dia khawatir gaya
pemerintahan Soeharto yang otoriter akan digunakan oleh pemerintahan saat ini.

Sultoni berpandangan masyarakat sendiri yang harus memecah persoalan yang dihadapi dengan cara
memperkuat persatuan di seluruh elemen. Mulai dari kaum pekerja, petani, nelayan, rakyat miskin dan
lainnya. Berbagai elemen itulah menurut Sultoni yang harus memegang tampuk pemerintahan,
sehingga kebijakan yang dihasilkan memberi perlindungan dan pemenuhan hak bagi rakyat.

“Reformasi tidak mampu menjawab kebutuhan rakyat,” kata Sultoni kepada hukumonline lewat
telepon usai menggelar demonstrasi di depan DPR RI bersama Sekber Buruh, Senin (21/5).

Sementara angota komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan pemerintah menjalankan
amanat reformasi secara lambat, sehingga perubahan signifikan belum ada. Akibatnya upaya yang
dilakukan pemerintah untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat atas HAM sangat
minim.

Menurut Ridha hal itu tercermin dari kenyataan yang terjadi di lapangan, dimana hak masyarakat,
khususnya kaum pekerja kerap dilanggar. Baik itu dilakukan oleh aparatur pemerintahan dan
pengusaha. Hal serupa menurutnya juga dialami oleh elemen masyarakat lainnya seperti petani,
nelayan dan lainnya.

10
Ridha melanjutkan, pemerintah dinilai lambat untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM.
Mulai dari yang terjadi pada masa lalu sampai hari ini. Misalnya kasus Semanggi I dan II.

Lebih jauh Ridha prihatin karena masih ada rekomendasi Komnas HAM atas berbagai kasus
pelanggaran HAM yang tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Padahal, Komnas HAM,
Ridha melanjutkan, sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong aparat penegak hukum,
khususnya kepolisian untuk melakukan tindakan konkrit. Salah satunya tertuang lewat MoU.

Kurang cakapnya aparat penegak hukum dalam menangani kasus pelanggaran HAM menurut Ridha
berpengaruh terhadap tindak kekerasan yang terjadi. Jumlah laporan masyarakat kepada Komnas
HAM terkait tindak kekerasan dari tahun lalu sampai saat ini kecenderungannya meningkat. 

Peran Presiden Dalam Penegakan HAM

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden memegang peran utama penyelenggaraan


pemerintahan. Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasan
pemerintahan menurut Undang Undang Dasar. Selain itu, pada jabatan Presiden juga melekat
kekuasaan-kekuasaan lain sesuai dengan kedudukannya yang juga menjadi Kepala Negara. Hal
itu merupakan konsekuensi dari pilihan sistem pemerintahan presidensiil. Walaupun UUD 1945
menganut pemisahan kekuasaan dan mekanisme checks and balances, Presiden tetap merupakan
sentral kekuasaan. Presiden tidak hanya menentukan penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan
pelayanan publik, tetapi juga memiliki fungsi pengaturan, dan penentuan kebijakan dan orientasi
pemerintahan. Oleh karena itu tanggungjawab penegakan HAM melekat pada jabatan Presiden
sebagai konsekuensi kekuasaan yang dimiliki. Melalui kekuasaan pengambilan keputusan dan
kebijakan, Presiden dapat menggerakkan aparat untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap suatu pelanggaran HAM. Presiden memiliki kekuasaan untukmenentukan
kebijakan pembangunan yang responsif dan manusiawi sehingga tetap mengakui kemanusiaan
dan sebagai pribadi hukum terhadap masyarakat miskin. Oleh karena itu sangat naif jika ada
seorang Presiden atau pasangan calon Presiden pada saat ditanya komitmennya tentang peristiwa
pelanggaran HAM menjawab akan diserahkan melalui mekanisme hukum, karena sebagian
mekanisme hukum tersebut ada dalam kekuasaannya. Selama ini berhentinya proses hukum
pelanggaran HAM tidak di ruang sidang pengadilan, tetapi dalam proses penyidikan yang berada di
bawah kontrol Presiden. Oleh karena itu, tekad, komitmen, dan kemauan Presiden menjadi faktor
yang menentukan perubahan
penegakan HAM di masa yang akan datang.

Konflik dan Pelanggaran HAM Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi

11
PENEGAKAN supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM) tampaknya masih menjadi pekerjaan
rumah terberat yang harus diselesaikan Indonesia sejak republik ini berdiri pada 17 Agustus 1945.

Menilik 20 tahun ke belakang saja, terdapat sejumlah catatan hitam dalam ranah hukum dan HAM.
Amanah gerakan Reformasi 1998 terkait supremasi hukum belum juga terwujud. Ini belum bicara
keseluruhan konflik sosial apalagi soal sengketa tanah.

Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu belum juga menemukan titik terang terkait
penyelesaiannya. Sampai saat ini, masih ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang
"tertahan" di Kejaksaan Agung.

Tujuh kasus itu adalah Tragedi 1965; Penembakan Misterius (1982-1985); Peristiwa Talangsari di
Lampung (1989); Kasus Penghilangan Orang secara Paksa (1997-1998); Kerusuhan Mei 1998;
Penembakan Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (1998-1999); serta Kasus Wasior dan Wamena di
Papua (2000).

Di sisi lain, rentetan kasus intoleransi keagamaan di Indonesia cenderung meningkat dalam era
"kebebasan berdemokrasi". Sejumlah kasus diskriminasi bernuansa suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) masih saja terjadi di negara berasas Pancasila ini.

Bahkan, intoleransi itu berujung konflik berbasis SARA dengan korban jiwa yang tak sedikit.
Misalnya, konflik antar-agama yang terjadi di Ambon, Maluku, sepanjang 1999, dan konflik etnis
yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah pada 2001.

Polemik di Papua pasca-reformasi juga menarik untuk menjadi perhatian. Berdasarkan laporan Setara
Institute pada 2016, terjadi peningkatan pelanggaran HAM di Papua yang sangat signifikan jika
dibandingkan tahun sebelumnya.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo diakui telah memberikan perhatian lebih terkait pembangunan
infrastruktur, namun mengesampingkan penegakan HAM dan penanganan konflik sosial politik.

Pelanggaran HAM Berat 1996-1999

PROSES untuk menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto dan rezim Orde Baru terbilang tidak
mudah. Ada pengorbanan besar saat menyuarakan protes terhadap Soeharto kala itu.
Aksi demonstrasi yang berujung mundurnya Soeharto dari jabatan presiden dapat dibilang sebagai
akumulasi "kekesalan terpendam" masyarakat atas sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
yang terjadi sepanjang dua tahun terakhir kekuasaan "The Smiling General" itu.

12
Namun, setelah Soeharto jatuh masih saja terjadi sejumlah catatan hitam pelanggaran HAM dalam
mengatasi aksi demonstrasi mahasiswa pada 1999.
Aksi represif aparat keamanan disertai penembakan menyebabkan Tragedi Semanggi I dan Semanggi
II yang menewaskan sejumlah mahasiswa.

27 Juli 1996
Peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 menjadi momentum yang diingat masyarakat.
Aksi penyerangan terhadap kantor Partai Demokrasi Indonesia yang dikuasai pendukung Megawati
Soekarnoputri saat itu menimbulkan korban jiwa akibat intervensi kekuasaan yang mengakibatkan
dualisme partai politik.
Hasil penyidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan, kerusuhan
tersebut mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Kerugian materiil
diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.

Penghilangan paksa 1997-1998


Rezim Orde Baru kemudian menuding Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai dalang Peristiwa 27
Juli 1996. Setelah itu, terjadilah kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998.
Berdasarkan laporan penyelidikan Tim Ad Hoc Komnas HAM, setidaknya 23 aktivis pro demokrasi
menjadi korban. Hingga sekarang, sembilan orang dikembalikan, satu orang meninggal dunia, dan 13
orang masih hilang.
 
Tragedi Mei 1998
Pelanggaran HAM kembali terjadi saat aparat keamanan bersikap represif dalam menangani
demonstrasi mahasiswa di depan kampus Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.
Empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dan ratusan mahasiswa lain terluka akibat tembakan
dengan menggunakan peluru tajam.
Sehari setelahnya, muncul tragedi lain, yaitu Kerusuhan 13–15 Mei 1998.
Dalam peristiwa ini terjadi pembunuhan, penganiayaan, perusakan, pembakaran, penjarahan,
penghilangan paksa, perkosaan, serta penyerangan terhadap etnis Tionghoa.
 

13
Tragedi Semanggi I
Tragedi ini terjadi pada 13 November 1998. Saat itu mahasiswa berdemonstrasi menolak Sidang
Istimewa MPR yang dinilai inkonstitusional, menuntut dihapusnya dwifungsi ABRI, dan meminta
Presiden segera mengatasi krisis ekonomi.
Mahasiswa yang melakukan demonstrasi di sekitar kampus Universitas Atma Jaya, Semanggi,
Jakarta, dihalangi aparat bersenjata lengkap dan kendaraan lapis baja. Ketika mahasiswa mencoba
bertahan, tiba-tiba terjadi penembakan oleh aparat.
Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi
Atma Jaya BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi, dan
mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo.
Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo dan
mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai
sebanyak 253 orang lainnya.
Setidaknya lima orang mahasiswa menjadi korban. Mereka adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi
Atma Jaya BR Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Engkus Kusnadi,
dan mahasiswa Universitas Terbuka Heru Sudibyo.
Kemudian, mahasiswa universitas Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) Sigit Prasetyo dan
mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI) Teddy Wardani Kusuma. Peristiwa ini juga melukai
sebanyak 253 orang lainnya.
 
Tragedi Semanggi II
Peristiwa ini terjadi pada 24 September 1999, saat mahasiswa menolak rencana pemberlakuan UU
Penanggulangan Keadaan Bahaya. Aturan yang sedianya akan menggantikan UU Subversi tersebut
dianggap terlalu otoriter.
Lagi-lagi, aksi penolakan yang dilakukan oleh mahasiswa kembali menelan korban. Tercatat 11 orang
meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
Salah satu korbannya adalah Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia. Yap Yun Hap
tertembak tepat di depan kampus Atma Jaya Jakarta.
Hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II
(TSS) pada Maret 2002 menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama lain.
KPP HAM TSS juga menyatakan, “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga
tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan,
penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana
dan sistematis serta meluas…”.

14
Komnas HAM melalui KPP HAM TSS merekomendasikan untuk melanjutkan penyidikan terhadap
sejumlah petinggi TNI/POLRI pada masa itu. Namun, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum
meneruskan berkas penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan.

15
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu
mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan
pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu
memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam
itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik
kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap
bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh
proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.

B.Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri.
Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh
orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan HAM orang lain.

TERIMAKASIH WASSALLAMUALAIKUM WR.WB

16

Anda mungkin juga menyukai