Anda di halaman 1dari 26

PENGERTIAN, KONSEP DAN PRINSIP HAM

DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL

PENGERTIAN DAN KONSEP HAM


Hak asasi manusia dalam bahasa Prancis disebut “Droit L'Homme”, yang
artinya hak-hak manusia dan dalam bahasa Inggris disebut “Human Rights”. Seiring
dengan perkembangan ajaran Negara Hukum, di mana manusia atau warga negara
mempunyai hak-hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh Pemerintah,
maka muncul istilah “Basic Rights” atau “Fundamental Rights”. Bila diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia adalah merupakan hak-hak dasar manusia atau lebih
dikenal dengan istilah “Hak asasi manusia” 1. Sedangkan Meriam Budiardjo,dalam
bukunya Dasa-dasar Ilmu Politik menyatakan bahwa : “Hak asasi manusia adalah
hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu
dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar baqngsa, ras, agama, kelamin dank arena
itu bersifat universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh
kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya. 2
Kemudian Leach Levin seorang aktivis hak asasi manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengemukakan bahwa konsep hak asasi manusia ada dua
pengertian dasar, yaitu : 3
Pertama, ialah bahwa hak asasi manusia tidak bisa dipisahkan dan dicabut
adalah hak manusia karena ia sorang manusia. Hak adalah hak-hak moral
yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk
menjamin matabat setiap manusia (Natural Rights).
Kedua, hak asasi manusia Adalah hak-hak menurut hukum, yang dibuat
melalui proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara
nasional maupun secara internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah
persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga negara,
yang tunduk kapada hak-hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang
merupakan dasar dari arti yang pertama.

1
Ramdlon naning, 1982, Gatra llmu Negara, Yogyakarta : Liberty, Hal. 97.
2
Meriam Budiardjo, 1980, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia, Hal.120.
3
I Made Subawa, 2008, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya Menurut
Perubahan UUD 1945, Jurnal Kertha Patrika vol. 33 no. 1, Januari 2008, hal.2.
Pengertian hak asasi manusia sebagai hak-hak menurut hukum mempunyai
pengertian yang lebih luas, bukan saja hak-hak alamiah atau hak moral saja, tetapi
juga meliputi hak-hak menurut hukum yang dibuat oleh badan yang berwenang
dalam negara. Yang dimaksud dengan hak dalam pembicaraan mengenai hak asasi
manusia diartikan sebagai suatu lingkungan keadaan atau daerah kebebasan
bertindak dimana pemerintah tidak mengadakan pembatasannya, sehingga
membiarkan kepada individu atau perseorangan untuk memilih sendiri. Oleh karena
itu maka hak mengandung arti membatasi kekuasaan berdaulat dari pemerintah.
Terdapat berbagai batasan mengenai HAM, Hendarmin Ranadirekasa
memberikan definisi tentang HAM pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan
atau aturan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan,
pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara, artinya
ada pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak
warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewengan-wenangan kekuasaan.
Sedangkan Mahfu MD mengartikan HAM sebagai hak yang melekat pada martabat
manusia sebagai mekhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak
lahir kemuka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan
pemberian manusia atau negara. Sehingga dari dua pengertian diatas bisa
disimpulkan bahwa HAM adalah hak dasar yang melekat pada setiap individu sejak
dilahirkan kemuka bumi dan bukan merupakan pemberian manusia atau negara
yang wajib dilindungi oleh negara. 4
Dengan definisi di atas kita bisa melihat bagaimana posisi HAM dengan
hukum yang dibuat oleh negara. Keberadaan HAM mendahului hukum 5 dengan kata
lain bahwa Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara kodrat melekat pada
diri manusia sepanjang hidupnya sebagai anugerah Tuhan, bersifat universal dan
harus dilindungi secara hukum atau Ham diformalkan kedalam seperangkat aturan
hukum yang ada. Dari posisi tersebut, hukum menjadi conditio sine qua non dalam
penegakan HAM, lengkapnya Instrumen hukum tentang HAM menjadi salah satu

4
Muladi, 2005, Hak Asasi Manusia : Hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan
masyarakat, Bandung : Refika Aditama,Hal. 39.
5
Masyur Efendi dan Taufani Sukmana E, 2007, HAM: Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik, Bogor :
Ghalia Indonesia, Hal. 35.
sumber human right law yang menunggu langkah politik pemimpin dunia dan
pemimpin negara untuk menegakkannya 6.
Isi dari pada hak asasi manusia hanya dapat ditelusuri lewat penelusuran
aturan hukum dan moral yang berlaku dalam masyarakat. John Locke (1632-1704)
yang dikenal sebagai bapak hak asasi manusia, dalam bukunya yang berjudul “Two
Treatises On Civil Government”,menyatakan tujuan Negara adalah untuk melindungi
hak asasi manusia warga negaranya. Manusia sebelum hidup bernegara atau dalam
keadaan alamiah (status naturalis) telah hidup dengan damai dengan haknya
masing-masing, yaitu hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan hak atas
penghormatan terhadap harta miliknya, yang semua itu merupakan propertinya. 7
Dalam HAM terdapat dua prinsip penting yang melatarbelakangi konsep
HAM itu sendiri yakni Prinsip Kebebasan dan Persamaan, dimana dua hal tersebut
merupakan dasar dari adanya sebuah keadilan. John Rawls, berpendapat bahwa
terdapat tiga hal yang merupakan solusi bagi problem utama keadilan yaitu : 8
1. Prinsip kebebasan yang sebesar-besarnya bagi setiap orang (principle of greatest
equel liberty). Prinsip ini mencakup kebebasan untuk berperan serta dalam
kehidupan politik, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan memeluk
agama, kebebasan menjadi diri sendiri, kebebasan dari penangkapan dan
penahanan yang sewenang-wenang, dan hak untuk mempertahankan milik
pribadi.
2. Prinsip Perbedaan (the difference principle). Inti dari prinsip ini adalah perbedaan
sosial ekonomi harus diatur agar memberikan kemanfaatan yang besar bagi
mereka yang kurang diuntungkan.
3. Prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of
opportunity). Inti dari prinsip ini adalah bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi
harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka jabatan dan kedudukan sosial
bagi semua orang dibawah kondisi persamaan kesempatan.
Dari prinsip diatas dapat dilihat bawa ketiga prinsip tersebut merupakan hal-hal
pokok yang ada dalam HAM, dimana HAM tidak melihat kedudukan ekonomi, sosial
dan budaya seseorang, serta tidak melihat bagaimana kedudukannya sebagai orang

6
Ibid.
7
I Made Subawa, Log Cit. Hal 3.
8
Masyur Efendi, Op Cit. Hal 40-41.
sipil maupun kedudukannya dalam hal politik, semua orang memiliki kebebasan dan
juga mempunyai kedudukan yang sama.

KEBERLAKUAN HAM
Perangkat hukum tentang HAM secara Internasional sangat banyak dan
lengkap, meliputi hukum HAM materiil mupun hukum HAM formil. Dengan definisi
Ham seperti yang telah dikemukakan diatas maka HAM pada hakikatnya adalah
bersifat universal, dimanapun sama tanpa memandang dimana dia tinggal atau
berdomisili. Namun dengan adanya berbagai instrumen internasional dan juga
nasional yang ada menyebabkan dalam menegakkan hukum HAM mengalami
hambatan. Keengganan untuk menyerahkan para penjahat HAM pada pengadilan
HAM tingkat nasional, lebih-lebih pada pengadilan HAM Internasional, masih banyak
hambatan. Akibatnya terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai
keberlakuakn hukum HAM yakni pandangan yang menyatakan HAM otomatis
berlaku universal serta sebaliknya ada pandangan yang menyatakan HAM berlaku
partikular.
Dalam tatanan teori wacana tersebut menghasilkan 4 kelompok berbeda
yang masing-masing pandangan tersebut di ikuti oleh masing-masing negara secara
9
berbeda. Ke-empat pandangan tersebut adalah :
1. Pandangan Universal Absolut.
Pandangan ini melihat HAM sebagai nilai-nilai Universal sebagaimana
dirumuskan dalam dokumen HAM internasional, seperti the International Bill of
Rights. Dalam hal ini profil sosial budaya yang melekat pada masing-masing
bangsa tidak diperhitungkan. Penganut pandnagan ini adalah negara-negara
maju.
2. Pandangan Universal Relatif.
Pandangan ini melihat persoalan HAM sebagai masalah Universal namun
perkecualian dan pembatasan yang didasarkan atas asas-asas hukum nasional
tetap diakui keberadaannya.
3. Pandangan Partikularistis Absolute.
Pandngan ini melihat HAM sebagai persoalan masing-masing bangsa tanoa
memberikan alasan yang kuat, khususnya dalam melakukan penolakan terhadap

9
Ibid, hal.81-82.
berlakunya dokumen-dokumen Internasional. Pandangan ini sering kali
menimbulkan kesan chauvinist, egois, defensif, dan pasif tentang HAM.
4. Pandangan Partikularistis Relatif.
Dalam pandangan ini, HAM dilihat disamping sebagai masalah Universal juga
merupakan masalah nasional masing-masing bangsa. Berlakunya dokumen-
dokumen HAM internasional harus diselaraskan, diserasikan dan diseimbangakan
serta memperleh dukungan budaya bangsa. Pandangan ini tidak hanya
menjadikan kekhususan yang ada pada masing-masing bangsa sebagai sasaran
untuk bersikap defensif, tetapi dilain pihak juga aktif mencari perumusan dan
pembenaran (vindication) terhadap karakteristik HAM yang dianutnya. Pandangan
ini yang kemudian dianut oleh Indonesia.

KONSEP DAN PRINSIP HAM DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN


NASIONAL
KONSEP HAM DALAM PIAGAM PBB
Piagam PBB disepakati dan ditandatangani oleh 50 negara di San Francisco
pada tanggal 24 Juni 1945, yang kemudian menjadi hari PBB. Dalam Piagam PBB,
HAM ditegaskan pada bagian-bagian berikut :
1. Pembukaan : Demi memperteguh Hak Asasi Manusia, pada harga dan derajat diri
manusia, pada hak-hak yang sama, baik laki-laki maupun perempuan dan bagi
segala bangsa besar dan keci, dan demi membangun keadaan dimana keadilan
dan penghargaan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-
perjanjian dan lain-lain sumber hukum Internasiona dapat terpelihara.
2. Pasal 1 ayat(3) : mewujudkan kerjasama Internasional dalam memecahkan
persaoalan-persoalan Internasional di lapangan ekonomi, sasial, kebudayaan
atau yang bersifat kemanusiaan dan berusaha serta menganurkan adanya
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
dasarbagi semua manusia tanpa membedakan bangsa, jenis kelamin, bahasa
atau agama.
3. Pasal 13 : Majelis Umum memajukan kerjasama internasional dilapangan
ekonomu, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan membantu
pelaksanaan hak-hak manusia dan kebebasan dasar bagi semua manusia tanpa
membedakan bangsa, jenis eklamin, bahasa dan agama.
Dalam konsep HMM diatas pengakuan dan penghoramatan HAM yang mendasar
terkait harga diri dan nilai-nilai kemanusiaan dalam persamaan hak-hak laki-laki dna
perempuan dan negara-negara besar maupun kecil, tidak dikaitkan dengan unsur
ketuhanan. Hal ini dikaitkan dengan filsafat sekularisme yang dianut para pemimpin
dunia masa itu.

KONSEP HAM DALAM DEKLARASI UMUM HAK ASASI MANUSIA (DUHAM)


Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Seduania Hak Asasi
Manusia (DUHAM) disepakati pada 10 Desember 1948, yang kemudian tiap
tahunnya diperingati sebagai hari HAM sedunia. Konsep HAM dalam DUHAM dapat
dilihat dalam beberapa pasal, diantaranya :
1. Paragraf 1
Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama
dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga kemanusiaan, keadilan, dan
perdamaian dunia.
2. Paragraf 6
Menimbang, bahwa negara-negara anggota telah berjanji akan mencapai
perbaikan penghargaan umum terhadap pelaksanaan hak-hak manusia dan
kebebasan-kebebasan asas, dalam kerja sama dengan perserikatan bangsa-
bangsa.
3. Pernyataan (Proklamasi) Pembukaan
Berisi tentang pernyataan bahwa yang etrdapat dalam DUHAM ini merupakan
suatu baku pelaksanaan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan-
kebebasan.
4. Pasal 1 yang berbunyi : Sekali orang dilahirkan merdeka dam mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal dan budi dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
5. Pasal 2 , dimana didalamnya berisi tentang keberlakuan hak-hak yang ada dalam
deklarasi ini tanpa membedakan bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik, hukum dan pendapat lain, asal mula kebangsaaan, milik,
kelahiran, dan juga tidak membedakan berdasarkan kedudukan politik, hukum,
kedudukan internasional dari negara atau daerah darimana seseorang berasal
baik itu negara merdeka, yang berbentuk trust, nonself-governing atau
pembatasan lain dari kedaulatan.
6. Pasal 29 (2). Ketentuan dalam pasal ini disebutkan bahwa pengakuan ketentuan
HAM tidak otomatis orang perorang menjadi bebas tanpa ada batasan, justru
orang per orang tetap dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
7. Pasal 30. Pasal ini berisi tentang tidak adanya pemberian hak pada negara,
golongan atau seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengahncurkan salah satu hak dan kebebasan yang ada dalam deklarasi itu,
artinya tetap ada pembatasan terhadap negara dimana deklarasi ini bertujuan
agar negara dengan kekuasaan nya melaksanakan penegakan HAM dengan baik
dan tidak sewenang-wenang.
Dalam konsep HAM diatas bisa dilihat bahwa terdapat Kesatuan hak ekonomi,
sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu paket yang disebut sebagai hak
membangun. Disan juga terdapat sebuah pembatasan penggunaan HAM masing-
masing orang sehingga tidak ada yang saling mengunggulkan HAM nya di atas HAM
orang lain. Disini tiap orang dalam menikmati hak asasinya, dilaksanakan dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dari sini mulai tercermin adanya kewajiban
asasi, yakni dimana tidap orang memiliki HAM dan dalam pelaksanaannya memiliki
kewajiban untuk menghormati dan menghargai HAM orang lain.

KONSEP HAM NASIONAL


Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila,
yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni
Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi
manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam
ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi
manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak
ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang
lain. Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak,
kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan
demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan
kecerdasan serta keadilan.
Prinsip-prinsip tentang Ham tersebut dapat dilihat dalam berbagai instrumen,
diantaranya :
1. Undang-Undang Dasar 1945. Yang tertuang dalam Pasal 28I, Pasal 28J UUD NRI
Tahun 1945
2. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Bab
I tentang Ketentuan Umum dan Bab II tentang Asas-asas Dasar
Dimana dalam dua instrumen diatas dapat disimpulkan bahwa : HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan YME, dan merupakan anugerah Tuhan yang wajib
dihormati,dijunjung tinggi dan dilindungi tidak saja oleh negara namun juga oleh
setiap orang. Dan manusia tidak hanya memiliki HaM namun secara jelas disebtkan
bahwa manusia juga memiliki kewajiban dasar dimana ketika kewjaiban itu tidak
dilaksanakan maka tidak akan dimungkinkan adanya pelaksanaan dan tegaknya
HAH, hal itu sebagai penyeimbang keberlakuan HAM.
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu
dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
1. Hak pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
2. Hak ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak
untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
3. Hak politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak
pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
4. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
5. Hak sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya hak untuk
memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
SEJARAH HUKUM HAM
INTERNASIONAL DAN NASIONAL

Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara


perlahan dan beraneka ragam, perkembangan tersebut dialami oleh beberapa
bangsa dalam kurun waktu yang berbeda, perkembangan tersebut antara lain bisa
dilihat sebagai berikut.

Hak Asasi Secara Sejarah


Dalam agama Islam dikenal seorang Nabi dan Rosul yang merupakan para
penyebar agama Islam salah satunya adalah Nabi Musa (6000 SM), pada masa itu
Musa berupaya membebaskan umat yahudi dari perbudakan, hal ini menjadi salah
satu penghormatan terhadap Hak atas kebebbasan beragama dan hak atas
kemerdekaan. Setelah itu sejarah mengenal Hukum Hammurabi di Babylonia (2000
SM) yang hukum itu memberikan jaminan keadilan bagi warga negaranya.

Hak Asasi Manusia di Yunani


Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM)
meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak–hak asasi manusia.
Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada
penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai–nilai keadilan dan kebenaran.
Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan
kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.

Hak Asasi Manusia di Negara-negara “Timur”


Di zaman Muhammad Bin Abdullah ketika masih hidup, kaum muslimin
(pemeluk agama Islam) telah memiliki Piagam HAM tertulis, yaitu berupa
kesepakatan yang dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam Madinah (sekitar
tahun 622 M) bisa jadi merupakan pelopor bagi perkembangan konsep HAM dunia.
Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah.
Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas penyembah berhala di Madinah;
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa
Arab disebut ummah.
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang terdiri dari hal
Mukaddimah,dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan
seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga
Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan penutup.
Setelah Piagam Madinah, 600 tahun kemudian baru muncul lagi konsep
HAM di Eropa. Konsep ini dikenal dengan nama Magna Charta 1215 M. Selanjutnya,
untuk menandai permulaan abad ke-15 Era Islam, bulan September 1981, di Paris
(Perancis), telah diproklamasikan Deklarasi HAM Islam Sedunia. Deklarasi ini
berdasarkan Kitab Suci Al-Qur`an dan As-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para
sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia.
Deklarasi HAM Islam Sedunia itu terdiri dari Pembukaan dan 22 macam hak-hak
asasi manusia yang harus ditegakkan, yakni mencakup :
1. Hak Hidup
2. Hak Kemerdekaan
3. Hak Persamaan dan Larangan terhadap Adanya Diskriminasi yang Tidak
Terizinkan
4. Hak Mendapat Keadilan
5. Hak Mendapatkan Proses Hukum yang Adil
6. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan
7. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan
8. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik
9. Hak Memperoleh Suaka (Asylum)
10. Hak-hak Minoritas
11. Hak dan Kewajiban untuk Berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen
Urusan-urusan Publik
12. Hak Kebebasan Percaya, Berpikir, dan Berbicara
13. Hak Kebebasan Beragama
14. Hak Berserikat Bebas
15. Hak Ekonomi dan Hak Berkembang Darinya
16. Hak Mendapatkan Perlindungan atas Harta Benda
17. Hak Status dan Martabat Pekerja dan Buruh
18. Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah-masalahnya
19. Hak-hak Wanita yang Sudah Menikah.
20. Hak Mendapatkan Pendidikan
21. Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (Privacy)
22. Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat Tinggal

Menurut Syekh Syaukat Hussain (1996), hak asasi manusia (HAM) yang dijamin
oleh agama Islam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam
situasi tertentu, status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki. Hak-hak asasi
manusia khusus bagi nonmuslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan
lainnya merupakan beberapa contoh dari kategori hak asasi manusia-hak asasi
manusia ini.

Hak Asasi Manusia di Inggris


Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak
asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai
dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Magna Charta
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah
diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap
rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut
mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil
mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta
atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau
dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas
hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu
menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah
diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya
perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan
undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Isi Magna
Charta adalah sebagai berikut :
a. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak,
dan kebebasan Gereja Inggris.
b. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-
hak sebagi berikut :
- Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
- Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi
yang sah.
- Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai
dasar tindakannya.
- Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

2. Petition Of Rights
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai
hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan
kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar
menuntut hak-hak sebagai berikut :
a. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
b. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
c. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

3. Hobeas Corpus Act


Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah
penahanan.
b. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

4. Bill Of Rights
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan
diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
a. Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c. Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
d. Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-
masing .
e. Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat


Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak
alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property)
mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak
melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak –
hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang
dikenal dengan Declaration Of Independence Of The United States.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli
1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13
negara bagian, merupakan pula piagam hak-hak asasi manusia karena
mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama
derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya
hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah
memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup
lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa
manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi
oleh negara. Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak
asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang
diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
- Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and
expression).
- Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya
(freedom of religion).
- Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
- Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman
dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang,
dan Italia. Kebebasan-kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi
umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat
kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak
asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.

Hak Asasi Manusia di Prancis


Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah
pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-
wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration Des Droits De
L’homme Et Du Citoyen yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga
negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas
kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite,
fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat
Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan
mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen.
Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di
dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun
1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai
pemikir-pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak
Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1. Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2. Manusia mempunyai hak yang sama.
3. Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4. Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta
pekerjaan umum.
5. Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6. Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7. Manusia merdeka mengeluarkan pikiran. Kemerdekaan surat kabar.
9. Kemerdekaan bersatu dan berapat.
10. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11. Kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12. Kemerdekaan rumah tangga.
13. Kemerdekaan hak milik.
14. Kemedekaan lalu lintas.
15. Hak hidup dan mencari nafkah.

Hak Asasi Manusia oleh PBB


Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-
hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi
manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di
bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10
Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris
menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of
Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang
terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48
negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen.
Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi
Manusia.
INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL DAN NASIONAL

A. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)


Instrumen internasional yang ada saat ini diawali dengan pembentukan
Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan kerja dari Komisi Hak
Asasi Manusia PBB (yang adalah suatu komisi fungsional di bawah Dewan Ekonomi
dan Sosial PBB) untuk merumuskan tabulasi hak dan kebebasan dasar manusia
yang dapat diterima. Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) didirikan dengan tujuan
utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan, dan dengan demikian
mencegah persengketaan atau konflik bersenjata yang mewarnai hubungan
internasional. Dua perang dunia dalam jangka waktu hanya 30 tahun telah
memorak-porandakan Eropa Barat dan juga telah berdampak serius ke seluruh
bagian dunia lainnya, termasuk wilayah Asia dan Pasifik. Liga Bangsa-Bangsa
pendahulu PBB, telah mengadvokasikan suatu sistem yang menjamin hak-hak
minoritas, berusaha untuk melindungi bahasa, agama, dan budaya tradisionil dan
rakyat perwalian yang hidup di bawah kekuasaan asing (termasuk masyarakat yang
dipindahkan melintasi perbatasan, menyusul penetapan kembali batas-batas
negara-negara di Eropa oleh negara pemenang Perang Dunia I).
Setelah Perang Dunia II, pendapat umum cenderung lebih menginginkan
suatu pendekatan yang lebih luas di mana ada suatu kesepakatan tentang hak–hak
minImum yang harus dapat 152 Perpindahan penduduk (transfer of population )
yang terjadi, misalnya, antara Yunani dan Turki dinikmati oleh setiap orang, apakah
dia orang asli, migran atau orang asing. Ini dianggap layak sebagai akibat perlakuan
yang ditujukan terhadap individu–individu di Eropa Tengah dan Asia Tengah selama
Perang Dunia II. Pelajaran yang ditarik dari itu adalah betapa sulitnya untuk
meramalkan siapa yang akan membutuhkan perlindungan dan tentunya, tidak
mungkin untuk menjamin perlindunganya Hak universal untuk semua orang
meniadakan rezim perlindungan minoritas. Hal ini dipandang pada saat itu sebagai
suatu pemecahan masalah yang mudah bagi keuntungan seluruh umat manusia,
namun nyatanya sampai sekarang masih banyak minoritas yang mengalami
persekusi. Lebih jauh lagi PBB sendiri, sebagaimana yang akan diuraikan dalam
bagian ini, terus berusaha untuk mengartikulasikan instrumeninstrumen tambahan
yang memuat hak-hak untuk perempuan, masyarakat adat, anakanak dan lain-lain.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah elemen pertama
dari Peraturan Perundang-Undangan Hak, yakni suatu tabulasi hak dan kebebasan
fundamental internasional. Kovenan-kovenan internasional menetapkan tabulasi hak
yang mengikat secara hukum dan Protokol Tambahan pada Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik serta kedua komite yang memantau penerapan setiap
Kovenan menyediakan mekanisme bagi penegakan hak-hak tersebut. Walaupun
sering kali dilupakan, DUHAM sendiri hanya merupakan satu bagian pertama dari
resolusi Sidang Umum yang besangkutan. Ketika DUHAM diterima, resolusi itu juga
menyerukan seruan kepada masyarakat internasional untuk menyebarluaskan isi
dari Deklarasi tersebut. Pengetahuan dan pemahaman global tentang hak-hak dasar
untuk semua yang diproklamasikan dalam DUHAM masih belum tercapai
sepenuhnya, sampai dengan akhirnya Undang-Undang Hak Asasi Manusia
disahkan pada tahun 1998 di Inggris (yang kemudian berdampak pada ketentuan
ketentuan dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa dalam hukum domestik
sebagai satu-satunya instrumen hak asasi manusia internasional yang mendapatkan
status seperti itu).
Hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM mencakup sekumpulan
hak yang lengkap baik itu hak sipil, politik, budaya, ekonomi, dan sosial tiap individu
maupun beberapa hak kolektif. Hubungan dengan kewajiban juga dinyatakan dalam
Pasal 29 (1): “Semua orang memiliki kewajiban kepada masyarakat di mana hanya
di dalamnya, perkembangan kepribadiannya secara bebas dan sepenuhnya
dimungkinkan”. Instrumen-instrumen yang dikeluarkan setelah DUHAM tidak
mencakup penjabaran tentang kewajiban seperti itu.

B. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)


Pada intinya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Poitik (KIHSP)
menyatakan dengan istilah-istilah yang mengikat secara hukum paruh pertama dari
DUHAM. Kemudian Kovenan Internasional tentang Hak, Ekonomi, Sosial dan
Budaya (KIHESB) melakukan hal yang sama terhadap hak-hak yang tercantum
pada paruh kedua DUHAM. Pembagian hak ini telah banyak dikritik oleh berbagai
komentator dan memperkuat anggapan bahwa ada kategori hak asasi manusia yang
berbeda. Pada umumnya hak sipil dan politik diangap sebagai hak generasi
pertama, sementara hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak generasi kedua,
sedangkan hak generasi ketiga adalah hak kolektif atau hak kelompok. Jadi dua
kovenan kembar tersebut secara tradisional dibagi menjadi hak generasi pertama
dan kedua, dan keduanya juga menetapkan hak kolektif yang sangat penting, yakni
hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination).
Permasalahan utama yang muncul dengan menganjurkan pembedaan di
antara kategori-kategori hak adalah ancaman terhadap universalitas hak asasi
manusia yang merupakan dasar utama dari hak asasi manusia kontemporer.
Menyarankan pembedaan antara generasi hak menciptakan suatu ilusi bahwa
beberapa hak lebih penting dari yang lain. Lebih dari itu, alasan di belakang
pembedaan tersebut adalah pertimbangan politik, banyak negara melihat hak
ekonomi, sosial dan budaya sebagai hak-hak yang lebih dulu ada dari hak sipil dan
politik. Sementara negara-negara lain (terutama negara-negara barat yang “kaya”)
berargumentasi sebaliknya, mereka mempertahankan pendapat bahwa hak sipil dan
politik itu lebih penting dan secara historis muncul terlebih dahulu.
Pada intinya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Poitik (KIHSP)
menggariskan dan menegaskan ketentuan hukum Pasal 3-21 dari DUHAM.
Kebanyakan dari hak dalam Kovenan tersebut dapat juga ditemukan dalam
Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia dan Konvensi Inter Amerika. Piagam
Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Rakyat mencakup hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tambahan. Semua hak dalam Kovenan merupakan hak untuk semua
orang. Namun memang ada beberapa batasan-batasan praktis. Misalnya anak yang
sangat muda, pada umumnya tidak dapat berpartisipasi dalam proses pemilihan
umum dan mereka mungkin mempunyai kebebasan yang terbatas dalam
mengungkapkan pendapat dan beragama, karena masih berada di bawah
pengendalian orangtua. Namun demikian, sebagaimana yang ditetapkan dalam
Konvensi PBB tentang Hak Anak,161 anak-anak memiliki hak yang sama dengan
orang dewasa.
Contoh hak-hak tersebut adalah :
a. Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri
Hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang istimewa karena
muncul di kedua Kovenan Kembar. Berakar dari dekolonisasi, pada awalnya
penentuan nasib sendiri dilihat sebagai mekanisme untuk negara agar dapat
mendapatkan kemerdekaannya dari kekuatan-kekuatan kolonial. Deklarasi
Sidang Umum PBB tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Rakyat-Rakyat
Terjajah164 adalah sumbangsih klasik kepada lingkup penentuan nasib sendiri
selama 50 tahun pertama lebih keberadaan PBB. Penghormatan terhadap
integritas teritorial merupakan prinsip kunci dalam Piagam PBB. Timor Timur
mungkin merupakan contoh terakhir pemisahan (secession) yang disebabkan
oleh penentuan nasib sendiri. Prinsip penentuan nasib sendiri adalah hak kolektif
atau kelompok yang paling keras dan paling diperdebatkan dengan keras dalam
hukum internasional modern. Berakhirnya dekolonisasi, koloni yang tersisa adalah
rakyat-rakyat yang sepakat untuk tetap menjadi koloni, misalnya Gibraltar dan
Falklands/Malvinas yang sampai sekarang masih merupakan koloni Inggris.
Dekolonisasi mungkin merupakan prestasi terbesar PBB. Namun
dibubarkannya Dewan Perwalian (Trusteeship Council) dan kesuksekan
dekolonisasi bukan berarti penentuan nasib sendiri tidak berlebihan. Sebaliknya
elemen-elemen alternatif dari penentuan nasib sendiri sekarang kurang
diperjuangkan. Intinya ada pemahaman yang semakin berkembang bahwa
penentuan nasib sendiri bukan harus berarti menyebabkan bubarnya suatu rezim
kekuasaan atau negara yang ada. Tidak banyak kesepakatan yang dicapai
tentang lingkup hak tersebut atau siapa yang harus menikmatinya. Walaupun
demikian, telah diterima pendapat bahwa hak ini berlaku terutama untuk rakyat
yang dijajah, yang sedang berusaha untuk membebaskan diri mereka dari
kekuasaan kolonial dan mendapatkan kemerdekaan.
b. Hak untuk Hidup
Sementara DUHAM menggabungkan hak untuk hidup dengan hak atas
keamanan perorangan dan kebebasan, hampir semua instrumen yang lain
membahas hak-hak tersebut secara terpisah. Dalam banyak hal, hak untuk hidup
adalah unik. Tentu saja negara tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban
sepenuhnya untuk memelihara dan melindungi hidup. Setiap orang akan
meningal. Terlebih lagi hak untuk hidup adalah prasyarat dasar bagi pelaksanaan
dan penerimaan hak dan kebebasan lainnya. Hak dan kebebasan lainnya
menambah kualitas kehidupan. Demikian pula hak untuk hidup saling bergantung
pada hak dan kebebasan lainnya. Tanpa hak atas makanan yang cukup atau air
bersih hak untuk hidup terancam. Namun hak untuk hidup tidak selalu dianggap
yang paling penting, sehingga tetap tidak ada hirarki dalam hak asasi manusia.
Hak untuk hidup sangatlah kontroversial apalagi bila harus memutuskan
kapan hidup itu dianggap telah dimulai. Hanya Konvensi Antar Amerika yang
dengan jelas menyatakan hak untuk hidup dimulai dari konsepsi. Dengan kata
lain, saat sel telur bersatu dengan sperma. Namun instrumen-instrumen lain
mengindikasikan secara tidak langsung penghormatan terhadap anak yang belum
lahir, terutama terlihat jelas dalam larangan untuk melaksanakan hukuman mati
terhadap perempuan hamil dan pembatasan kerja-kerja berbahaya untuk
perempuan hamil.
Hak untuk hidup tidak dapat bersifat absolut. Namun Komite Hak Asasi
Manusia merujuknya sebagai “Hak tertinggi yang tidak boleh diderogasi pada saat
keadaan darurat publik“. Tidak ada instrumen yang membolehkan derogasi
terhadap hak untuk hidup.
c. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Walaupun seringkali dianggap sebagai prasyarat dasar dari demokrasi,
elemen kebebasan menyampaikan pendapat mempunyai sejarah yang lebih
panjang. Berbagai teks dan praktik zaman dahulu kala sudah melibatkan elemen-
elemen penyebaran informasi dan pendapat. Pasal 19 DUHAM menyatakan
“Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan
pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa diganggu
gugat dan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi serta gagasan
melalui media apa pun dan tanpa memandang pembatasan.”
Hal ini juga direfleksikan oleh Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik dan juga semua instrumen regional dan internasional yang
muncul sesudahnya. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat mencakup hak
untuk mencari,menerima dan menyebarkan gagasan serta informasi. Kebebasan
ini merupakan suatu hak yang memiliki banyak sisi yang menunjukkan keluasan
dan cakupan hukum hak asasi manusia internasional kontemporer. Penyampaian
pendapat dilindungi dalam bentuk verbal maupun tertulis di berbagai medium
seperti seni, kertas (buku) dan internet. Kebebasan ini juga harus dapat dinikmati
“tanpa batas”. Tanpa dapat dihindari internet telah menjadi tantangan akhir bagi
kebebasan menyampaikan pendapat.
Tentu saja kebebasan menyampaikan pendapat bukanlah tidak berbatas.
Harus ada langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan agar kebebasan
menyampaikan pendapat tidak merugikan hak dan kebebasan orang lain. Jadi,
undang-undang yang mengatur pencemaran nama baik adalah sah, karena hal
tersebut melindungi hak dan reputasi orang lain.
d. Hak Beragama dan Berkeyakinan
Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menentukan:
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan
atas pilihannya sendiri, serta kebebasan baik secara sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain, di tempat umum maupun tertutup, untuk menjalankan
agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, penaatan, pengamalan
dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk
menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menetapkan agama atau kepercayaan
seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang
diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral
masyarakat atau hak-hak dan kebebasan dasar orang lain.
4. Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang
tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa
pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan
mereka sendiri.

C. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB)


Pasal 2 adalah ketentuan yang paling penting untuk memahami sifat hak
ekonomi, sosial dan budaya. Patut dicatat bahwa ”dipandang dari segi sistem politik
dan ekonomi, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(KIHESB) bersifat netral dan prinsip-prinsipnya tidak dapat secara memadai
digambarkan sebagai didasarkan semata-mata pada kebutuhan dan keinginan akan
sistem sosialis atau kapitalis, atau ekonomi campuran, terencana yang terpusat atau
bebas (laissez-faire) atau pendekatan tertentu.
hak-hak yang diakui di dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (KIHESB) dapat diwujudkan dalam konteks sistem ekonomi dan
politik yang beragam dan luas,seperti :
a. Pendidikan
Hak atas pendidikan tercantum dalam Pasal 13 Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB). Pendidikan mencakup
berbagai elemen baik hak ekonomi, sosial dan budaya dan juga hak sipil dan
poltitik. Hak atas pendidikan itu sendiri adalah hak asasi manusia dan merupakan
suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lain. PBB
mengadvokasikan 4 (empat) untuk pendidikan, sesuai kewajiban-kewajiban
hak asasi manusia internasionalnya, negara harus membuat pendidikan tersedia
(available), dapat diakses (accessible), dapat diterima (accebtable), dan dapat
diadaptasikan (adaptable).
b. Hak Pekerja
Sejumlah hak pekerja tercakup dalam Kovenan Internasional. Tentunya,
masih lebih banyak lagi hak-hak pekerja yang terdapat dalam konvensi-konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional. Pasal 6 memantapkan hak atas pekerjaan,
Pasal 7 hak atas kondisi kerja yang adil dan baik, Pasal 8 hak untuk membentuk
dan menjadi anggota serikat pekerja dan Pasal 9 hak atas jaminan sosial. Hak
atas pekerjaan mencakup sejumlah hak dan kewajiban yang berkaitan. Tidak
mungkin ada hak untuk bekerja yang mutlak, karena itu kewajiban-kewajiban
ditujukan pada pemastian tercapainya standar minimum. Ketentuan-ketentuan
yang lebih terperinci tentang hak-hak pekerja terdapat dalam konvensi-konvensi
perburuhan internasional yang diterima di bawah naungan Organisasi Perburuhan
Internasional.
Craven membagi hak atas pekerjaan ke dalam tiga elemen utama yaitu
akses ke pekerjaan, kebebasan dari kerja paksa dan keamanan dalam pekerjaan.
kerja paksa sebagai mencakup ”semua pekerjaan atau jasa yang diambil dari siapa
pun di bawah ancaman hukuman apa pun dan di mana orang tersebut tidak
menawarkan dirinya secara sukarela.”
c. Standar Kehidupan yang Layak
Pasal 11 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (KIHESB) menyatakan bahwa: ”Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini
mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak bagi dirinya dan
keluarganya, termasuk pangan, sandang, dan perumahan yang layak dan atas
perbaikan kondisi penghidupan yang bersifat terus-menerus. Negara-Negara
Pihak akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan
perwujudan hak ini, dengan mengakui, untuk maksud ini, sangat pentingnya arti
kerjasama Internasional yang didasarkan pad perbaikan sukarela ”. Standar
kehidupan yang layak dijamin untuk setiap individu dan keluarganya dan demikian
juga bagi perbaikan yang terus menerus dari kondisi kehidupan. Mengevaluasi
kelayakan adalah hal yang sulit, tidak akan ada satu standar kuantitas pangan,
sandang, atau perumahan yang merupakan standar yang layak untuk setiap
orang. Juga hak ini harus dilihat sehubungan dengan hak-hak lain. Apa yang
dianggap cukup di sebuah bagian negara mungkin dianggap tidak layak di bagian
yang lain. Kaum muslim misalnya tidak akan melihat daging babi sebagai
makanan yang layak, sementara bagi orang-orang yang berada di wilayah di
mana sagu dan singkong adalah makanan pokok akan melihat nasi sebagai tidak
layak. Beberapa isu kemudian muncul, khususnya pangan, air dan perumahan.

D. Instrumen HAM Nasioanal


Selain instrumen HAM yang ada di dalam kosntitusi yakni dalm Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta dalam Undang-undang No 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM masih ada beberapa Instrumen HAM nasional lainnya yang bebrapa
diantaranya merupakan hasil ratifikasi konvenan-konvenan Internasional. Dinataranya
sebagai berikut :
Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
Badan Pengawas: Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD)
Tanda-tangan:
Diratifikasi: 25-Jul-1999
Instrumen nasional: UU No. 29 Tahun 1999
Deklarasi/Reservasi: Reservasi Pasal 22

Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik


Badan Pengawas: Human Rights Committee (CCPR)
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: 23-May-2006
Instrumen nasional: UU No. 12 Tahun 2005
Deklarasi/Reservasi: Deklarasi Pasal 1.

Protokol Opsional Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik


Badan Pengawas: Human Rights Human Rights Committee (CCPR)
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: -
Deklarasi/Reservasi:
Protokol Opsional Kedua Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik,
Untuk Penghapusan Hukuman Mati
Badan Pengawas: Human Rights Human Rights Committee (CCPR)
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: -
Deklarasi/Reservasi:

Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


Badan Pengawas: Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR)
Tanda-tangan:
Diratifikasi: 23-May-2006
Instrumen nasional: UU No. 11 Tahun 2005
Deklarasi/Reservasi: Deklarasi Pasal 1.

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan


Badan Pengawas: Committee on the Elimination of Discrimination Against
Women (CEDAW)
Tanda-tangan: 29-Jul-1980
Diratifikasi: UU No. 7 tahun 1984
Deklarasi/Reservasi: Reservasi Pasal 29, ayat 1.

Protokol Opsional Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi


Terhadap Perempuan
Badan Pengawas: Committee on the Elimination of Discrimination Against
Women (CEDAW)
Tanda-tangan: 28-Feb-2000
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi:-

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain


yang Kejam,Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia
Badan Pengawas: Committee Against Torture (CAT)
Tanda-tangan: 23-Oct-1985
Diratifikasi: 27-Nov-1998
Instrumen nasional: UU No. 5 Tahun 1998
Deklarasi/Reservasi: Deklarasi Pasal 20, ayat 1, 2, dan 3. Reservasi Pasal 30,
ayat 1.

Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau


Penghukuman Lain yang Kejam,Tidak Manusiawi, dan Merendahkan
Martabat Manusia
Badan Pengawas: Optional Protocol to the Convention against Torture (OPCAT) –
Subcommittee on Prevention of Torture
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: -
Deklarasi/Reservasi:

Konvensi Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindak


Penghilangan Secara Paksa
Badan Pengawas:
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: -
Instrumen nasional:
Deklarasi/Reservasi:

Konvesi Hak Anak


Badan Pengawas: Committee on the Rights of the Child (CRC)
Tanda-tangan: 26-Jan-1990
Diratifikasi: 5-Sep-1990
Instrumen nasional: Keppres No. 36 Tahun 1990
Deklarasi/Reservasi: Reservasi Pasal 1, 14, 16, 17, 21, 22, dan 29

Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan Anak dalam


Konflik Bersenjata
Badan Pengawas: Committee on the Rights of the Child (CRC)
Tanda-tangan: 24-Sep-2001
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi: -

Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Perdagangan Anak,


Prostitusi Anak dan Pornografi Anak
Badan Pengawas: Committee on the Rights of the Child (CRC)
Tanda-tangan: – 24-Sep-2001
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi: -

Konvensi Internasional perlindungan untuk Buruh Migran dan Keluarganya


Badan Pengawas: Committee on Migrant Workers (CMW)
Tanda-tangan: 22-Sep-2004
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi: -

Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat


Badan Pengawas: Committee on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)
Tanda-tangan: 30-Mar-2007
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi: -

Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat


Badan Pengawas: Committee on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)
Tanda-tangan: -
Diratifikasi: -
Instrumen nasional: -
Deklarasi/Reservasi: -

Anda mungkin juga menyukai