Anda di halaman 1dari 19

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM:

DEFINISI, KONSEP, MACAM-MACAM, HUBUNGAN, ASAS DAN HIKMAH HUKUM


PIDANA ISLAM
Ryan Abdul Muhit, Mia Widina dan Vira Maulinda Rahayu
E-mail ryan.nuhit@gmail.com, widianamia59@gmail.com, viramaura28@gmail.com.
(Dosen Pengampu: Jefik Zulfikar Hafizd, M.H)
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon

Abstract

Islam is a teaching that regulates in various lives with very neat and beautiful rules. In Islam itself,
it puts all human activities as a way of devotion to Allah. And human rights as an embodiment of
respect for humans as valuable and dignified creatures. All religions teach respect as humans
without discrimination (Egalitarian) and discrimination. The method used in this paper is a
qualitative method, the author intends to understand what should be discussed in this paper which
is certainly related to Islamic law and human rights. From the results of this writing that the core of
this writing is the difference in views between human rights and Islamic law, indicating that the
position of the right within oneself is important to be maintained when there is a crash between
the rights of the person who is harmed and the person who harms the rights of others and the
concept of the relationship of human rights and Islamic law is the same has a position that humans
have a high position.
Keywords: human rights, Islamic law, and Respect.

Abstrak

Islam merupakan suatu ajaran yang mengatur dalam berbagai kehidupan dengan peraturan yang
sangat rapi dan indah. Dalam Islam sendiri meletakan seluruh kegiatan manusia sebagai jalan
pengabdian keapada Allah. Dan HAM sebagai perwujudan akan penghargaan kepada manusia
sebagai makhluk berharga dan bermartabat. Semua agama mengajarkan akan penghargaan
sebagai manusia tanpa ada pembedaan (Egaliter) dan diskriminasi. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode kualitatif, yaitu penulis bermaksud untuk memahami apa yang
seharusnya dibahas dalam penulisan ini yang tentu kaitannya dengan Hukum islam dan HAM. Dari
hasil penulisan ini bahwa inti dari penulisan ini adalah perbedaan pandangan antara HAM dan
Hukum Islam menandakan bahwa kedudukan hak dalam diri itu penting untuk dipertahankan
ketika terjadi crash antara hak diri yang dirugikan dan orang yang merugikan hak orang lain serta
konsep hubungan HAM dan Hukum Islam sama memiliki kedudukan bahwa manusia itu memiliki
kedudukan yang tinggi.
Kata Kunci: HAM, Hukum Islam, dan Penghargaan.

1
LATAR BELAKANG MASALAH
Islam merupakan suatu ajaran yang mengatur dalam berbagai kehidupan dengan
peraturan yang sangat rapi dan indah. Dalam Islam sendiri meletakan seluruh kegiatan
manusia sebagai jalan pengabdian keapada Allah. Sesuatu hal bagian dari Islam yang
mengatur berbagai kehidupan diantaranya adalah Hukum Islam. Hukum Islam merupakan
kumpulan aturan-aturan atau norma yang berlandaskan dari Islam yang memiliki tujuan
supaya dalam kehidupan beragama dapat terarah di Jalan-Nya dan sesuai apa yang
diperintahkan Allah.
Salah satu isu yang dihadapi Hukum Islam dewasa ini adalah berkaitan dengan
HAM (Hak Asasi Manusia) atau dalam bahasa Inggris adalah Human Right. Dalam Piagam
PBB yang berkaitan tentang HAM bahwa setiap manusia memiliki hak dan kebebasan bagi
seluruh manusia tanpa membedakan agama, ras, jenis kelamin, warna kulit, suku bangsa,
bahasa, maupun yang hal yang berbau keyakinan-keyakinan lainnya.
HAM sebagai perwujudan akan penghargaan kepada manusia sebagai makhluk
berharga dan bermartabat. Semua agama mengajarkan akan penghargaan sebagai
manusia tanpa ada pembedaan (Egaliter) dan diskriminasi. Tuntutan moral tersebut sangat
diperlukan, terutama pada suatu kelompok yang lemah sebagai perwujudan perlindungan.
Konklusi dari konsep HAM yaitu penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa
terkecuali dan tanpa adanya pembedaan dan diskriminasi berdasarkan apapun dan alasan
apapun itu. Ajaran Islam pun memiliki pandangan seperti itu bahwa dalam memandang
manusia tidak ada unsur pembeda seperti ras, suku bangsa, bahasa, dan warna kulit,
semuanya sama di hadapan sang maha kuasa. Sehingga dalam kaitan ini Hukum Islam
sebagai sumber hablu mina al-nas, baik itu sifatnya intern atau ekstern. Oleh karena itu,
Islam akan memberikan jawaban tentang kaitannya antara Hak Asasi Manusia dengan
Hukum Islam.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan menjadi suatu
permasalahan terkait dengan Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu pertama,
apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)? Kedua, bagaimana konsep HAM dan Karomatul
Insan dalam Islam? Ketiga, apa saja macam-macam dari Hak Asasi Manusia? keempat,
bagaimana hubungan antara Hukum Islam: hak Allah dan hak Manusia? kelima, bagaimana
konsep kebebasan beragama dalam Islam dan Hukuman mati bagi murtad? Keenam,
bagaimana hubungan antara Hak Asasi Manusia dan hukum-hukum jinayat (hudud) dalam
Islam? dan ketujuh, apa asas dan hikmah dibalik hukum pidana Islam?
LITERATUR REVIEW
Penulisan mengenai “HAM dan Hukum Islam” bukanlah sesuatu hal yang baru.
Berikut beberapa karya terkait permasalahan yang dikaji dalam bahasan tersebut adalah,
pertama Mashood A. Barderin dalama bukunya berjudul “Hukum Internasional Hak Asasi
Manusia & Hukum Islam” dalam bukunya banyak membahas tentang hak dimana hak itu
adalah suatu kewenangan atau kuasa untuk melakukan kaehendak, dan hubungan dalam
Hukum Islam hak itu sama-sama dimiliki setiap individu sehingga harus menghormati hak-
hak orang lain. Kedua menurut Fokky Fuad Wasitaatmadja dalam bukunya “Filsafat Hukum
Rasionalisme dan Spiritualisme” menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang bebas,
sehingga dalam pembahasan selanjutnya sangat berkaitan dengan HAM dan Hukum Islam
karena di sana membahas akan kebebasan namun dibatasi juga dengan kebebasan orang
lain. Dan keempat, Rudolf Bernhard dan John A Jolowics, dalam buku berjudul
“International Enforcement of Human Right”dalam bukunya itu membahas suatu kata yang
sangat menarik untuk penulis di mana menurutnya hak itu dapat dilanggar tetapi tidak
dapat dihapus.
2
Dari semua keempat penulis buku dengan judul buku berbeda sangat bervariasi dan
memuat suatu masalah yang belum konkret sehingga kalau dihubungkan antara pendapat
barat, umum, dan Hukum Islam menjadi suatu perpaduan yang menarik. Di sini lah letak
antara perbedaan dan tujuan penulisan tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis metode penelitian dalam penulisan ini yaitu menggunakan jenis penulisan
kepustakaan (library search), dengan meninjau beberapa eferensi sebagai data sumbernya
adalah buku-buku yang membahas tentang Hukum Islam dan HAM. Pada penulsan ini
penulis bertujuan untuk mengetahui Hukum Islam dan HAM, yang spesifiknya tertulis di
bagian pembahasan dan diskusi.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif, yaitu penulis
bermaksud untuk memahami apa yang seharusnya dibahas dalam penulisan ini yang tentu
kaitannya dengan Hukum islam dan HAM. Serta tidak lupa dengan rujukan-rujukan yang
ada untuk membantu proses penulisan tersebut.
KONSEP DASAR HUKUM ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA
Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah suatu aturan yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan As-
sunnah. Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia untuk
menuju kepada Allah Ta’ala. Dalam kaitannya dengan Hukum islam tidak ditemukan sama
sekali di dalam al-Qur’an mengenai Hukum Islam, tetapi syaria’ah, fiqh, Hukum Allah dan
yang seakar dengannya, ya walaupun berbeda tetapi arah sama-sama mengacu kepada
definisi Hukum Islam sendiri yang kita ketahui sekarang.1 Dan ternyata Islam bukanlah
hanya sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada
Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah swt untuk mengatur
hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan
tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits.2
Hukum Islam menurut filsafat syariah dapat menggunakan dua pendekatan, yakni
pendekatan kefilsafatan dan pendekatan empiris historis ilmu syariah itu sendiri. Secara
empiris historis, dijumpai tiga pilar utama ilmu syariah sebagai ilmu murni dan satu pilar
ilmu syariah sebagai ilmu terapan. Tiga pilar utama itu adalah filsafat ilmu syariah,
metodelogi ilmu syariah, dan ilmu syariah atau ilmu fiqh. Satu pilar lainnya ialah ilmu
syariah terapan yaitu al-siyasah asl-syar’iyyah. Filsafat ilmu syariah meliputi, teoritis, dan
praktis. Hal itu semua melahirkan ilmu Ushul al-Fiqh. Ilmu tersebut sehingga melahirkan
berbagai cabang yang keudian disebut fiqh ibadah, fiqh mu’amlah, fiqh mawaris, fiqh
jinayah, dan seterusnya.3
Sehingga dalam definisi di atas dapat disimpulkan juga bahwa Hukum Islam adalah
nama bagi segala ketentuan Allah dan utusan-Nya yang mengandung larangan, pilihan,atau
menyatakan syarat, sebab, dan halangan untuk suatu perbuatan hukum. Hukum Islam
mempunyai sifat universal, yang mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya,
manusia dengan masyarakat di mana ia hidup dan manusia dengan alam lingkungannya, di
segala waktu dan segala tempat, mencakup segala aspek kehidupan manusia dan
permasalahan.

1
Mardani, Hukum Islam: Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2013), 9.
2
Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017),
22.
3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 3.
3
Prinsip Hukum Islam
Sesuai dengan sunnah bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil
alamin), maka Hukum Islam dapat diterapkan oleh semua masa, semua bangsa karena
Hukum Islam sendiri jangkauannya sangat luas dan fleksibel untuk segala zaman dan
tempat. Hal tersebut karena mengingat sifat dari Hukum Islam sendiri yaitu universal
(global).4 Dalam Hukum Islam terdiri atas dua model yaitu:
1. Hukum Islam memberikan prinsip umum disamping aturan yang sangat kompleks
dan detail yang diberikan oleh sunah sebagai tafsir dari al-Qur’an, dengan
membuka selebar-lebarnya buat kemajuan peradaban manusia.
2. Hukum Islam yang mengandung peraturan-peraturan yang terperinci dalam hal-hal
yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masa. Hukum yang terperinci, jelas,
langsung dan dapat diterapkan pada kejadian atau kasus tertentu.
Sumber Hukum Islam
Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-aturan
untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali membuat
pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah diperlukan
sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Sumber hukum Islam yang pertama adalah al-Quran. Al-Qur’an Al-Quran
memuat kandungan-kandungan yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah Islam,
ketentuan, hikmah dan sebagainya.
2. Al-Hadits
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist. Di dalam Al-Hadist
terkandung aturan-aturan yang merinci segala aturan yang masih global dalam al-
Quran.
3. Ijma
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman Rasulullah
atas sebuah perkara dalam agama.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah al-Quran, al-Hadits dan Ijma’ adalah
Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam al-
Quran ataupun Hadits dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan
sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.5
Hak Asasi Manusia
Dalam optik historikal, HAM bermula dari dunia barat (Eropa) melalui pemikiran
filosuf Inggris pada abad ke-17 bernama John Locke. Ia meyatakan adanya hak kodrati yang
melekat pada diri manusia, yaitu hak atas dasar hidup, kebebasan, dan milik.6
Istilah HAM dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai istilah hak-hak dasar manusia
atau hak dan kewajiban manusia. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan
Human Right, dan dalam bahasa Praancis droit de I’homme atau grondrechten dalam
bahasa Belanda.

4
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dalam Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017. 24.
5
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dalam Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017. 25-26.
6
Widiayada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: ANDI, 2017), 5.
4
Hak adalah kepentigan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan “hak asasi” adalah
kepentingan mendasar dan bersifat sangat mutlak harus dilindungi oleh hukum. 7
Menurut Sudikno Mertokususmo, setiap hak mengandung unsur di dalamnya, yaitu:
1. Subjek hukum
2. Objek hukum
3. Hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban, dan
4. Perlindungan hukum8
Jadi pada intinya Hak Asasi Manusia itu adalah suatu yang dimiliki manusia sejak
kita lahir sebagai subjek hukum dan sesuatu yang menjadi haknya itu. Ia mempunyai
kebebasan berwenang yang dapat dijamin oleh hukum untuk melakukannya. Oleh karena
itu HAM sendiri itu merupakan kebebasan dan kewenangan mutlak untuk melakukan
perbuatannya.
Macam-macam HAM
Hak asasi manusia juga terdapat macam-macamnya yang berkaitan dengan HAM
sendiri yaitu:
1. Hak asasi pribadi / personal right
a. Hak kebebasan untuk bergerak, berpergian dan berpindah-pindah tempat.
b. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
c. Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
d. Hak kebebasan memilih, memeluk dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing.
2. Hak asasi politik / political right
a. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.
b. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintah.
c. Hak membuat partai politik dan organisasi lainnya.
d. Hak untuk membuat atau usulan petisi.
3. Hak asasi hukum / legal equality right
a. Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintah.
b. Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS.
c. Hak mendapat perlayanan dan perlindungan hukum.
4. Hak asasi ekonomi / property right
a. Hak kebebasan melakukan jual beli.
b. Hak untuk mengadakan perjanjian kontrak.
c. Hak kebebasan dalam menyelenggarakan sewa menyewa, utang piutang.
d. Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
e. Hak memiliki dan pekerjaan yang layak.
5. Hak asasi peradilan / procedural right
a. Hak mendapatkan pembelaan hukum di pengadilan.
b. Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan
dan penyelidikan.
6. Hak asasi sosial budaya / social culture right
a. Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
b. Hak mendapatkan pengajaran.
c. Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai bakat dan minat.

7
Widiayada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: ANDI, 2017), 56.
8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1986), 40.
5
Hak asasi manusia cakupannya luas hampir sebagian dari hidup manusia
didominasi oleh hak / kewenangan dalam bertindak. Namun dari itu semua manusia
juga memiliki kewajiban-kewajiban sebagai manusia yang harus dilakukan. Kewajiban
seseorang menitikberatkan kepada suatu beban/ adanya suatu perintah, perintah di
sini yaitu baik pemerintah maupun hal yang berhubungan dengan vertikal relationship
yaitu hubungan dengan Tuhan. Hal demikian hakikat manusia memang yaitu untuk
diperintah.
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pengertian Hak Asasi Manusia
Dalam optik historikal, HAM bermula dari dunia barat (Eropa) melalui pemikiran
filosuf Inggris pada abad ke-17 bernama John Locke. Ia meyatakan adanya hak kodrati yang
melekat pada diri manusia, yaitu hak atas dasar hidup, kebebasan, dan milik. 9
Tetapi ada yang menyatakan bahwa pelopor wacana hak asasi manusia adalah
konsep kodrati yang dikembangkan pada abad perpecahan, yang kemudia memengaruhi
wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep HAM modern muncul pada
paru kedua abad kedua puluh, terutama setelah dirumuskan Pernyataan Umum tentang
Hak-hak Asasi Manusia (PUHAM). Di Paris 1948.
Hak asasi manusi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata hak
dengan benar, milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, derajat atau
martabat manusia. Sementara hak asasi didefinisikan sebagai hak dasar atau hak pokok,
misalnya: hak hidup, hak unuk mendapatkan perlindungan. Secara akar kebahasaan, hak
asasi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Arab yaitu “hak dan asas”. 10
Meskipun penggunaan resmi dalam istilah bahasa Arab hak asasi disebut dengan :al-huquq
al-insaniyyah” (hak-hak kemanusiaan) dan hal itu juga sepadan dengan kosakata Inggris
“human right”, dan bukan seperti struktur bahasa Indonesia “hak asasi”.
Dari sisi terminologis tidak ada definisi baku tentang hak asasi manusia. Beberapa
definisi yang dapat dikemukakan sebagai pengertian pokok-pokoknya adalah sebuah
tuntutan yang dapat diajukan oleh sesorang kepada orang lain sampai tuntutan tersebut
dipenuhi. HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai
manusia. Hak tersebut dapat dilanggar tetapi tidak dapat dihapus. Sementara sebagian ahli
berpendapat bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat dengan
keberadaan kita sebagai manusia. Hak-hak ini memungkinkan kita mengembangkan diri
dan memenuhi kebutuhan manusia. Hak-hak ini juga merupakan hak yang melindungi
kehidupan (to protect human right),11 kebutuhan fisik serta psikologis. Ada juga definisi
ilmiah bahwa tanpa hak-hak yang melekat pada diri kita ini manusia tida dapat hidup
sebagai manusia.12
Menurut Hukum Positif Indonesia, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM), pasal 1 No. 1 HAM, seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijungjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pengertian di atas dapat kita ketahui bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu
hak yang melekat pada diri kita masing-masing sejak lahir atas anugerah-Nya kepada setiap

9
Widiayada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: ANDI, 2017), 5.
10
Departemen P & K, Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 1998) cet 1, 292.
11
Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (n.p, n.p, 2004), 264.
12
Rudolf Bernhard dan John A Jolowics, International Enforcement of Human Right (Berlin: Spinger Verlag,
t.th). 179.
6
manusia, sehingga manusia memiliki kewenangan dalam bertindak demi kehormatan dan
martabat manusia.
Konsep HAM dan Karomatul Insan dalam Islam
Rumusan dasar Islam tentang hak-hak asasi manusia dimunculkan oleh para ahli,
sarjana, pemuka agama, atau intelektual Muslim ke dalam bentuk riil piagam yang di
ratipikasi secara kelembagaan. Upaya ini dimulai sejak pertemuan Abu Dhabi pada tahun
1977. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan suatu rumusan yang disebut dengan “Deklarasi
Islam Universal Tentang Hak Asasi Manusia” (Islamic Universal Declaration of Human
Rights, IUDHR). Deklarasi ini cukup lengkap dan benar-benar sejalan dengan dokumen hak
asasi manusia PBB seperti Universal Declaration of Human Rights, konvensi tentang hak
sipil dan politik, dan sebagainya.
IUDHR, terdiri dari 22 pasal: (1) hak untuk hidup, (2) hak atas kebebasan, (3) hak
atas persamaan, (4) hak atas keadilan, (5) hak atas pengadilan yang adil, (6) hak atas
perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, (7) hak atas perlindungan terhadap
penyiksaan, (8) hak atas perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik, (9) hak atas
suara, (10) hak minoritas, (11) hak atas kewajiban untuk ambil bagian dalam pelaksanaan
dan pengaturan urusan-urusan umum, (12) hak atas kebebasan, kepercayaan, menyatakan
gagasan, dan berbicara, (13) hak atas kebebasan berserikat, (14) hak atas kebebasan
beragama, (15) tata ekonomi dan pengembangannya, (16) hak atas perlindungan terhadap
pendidikan, (17) status dan martabat pekerjaan, (18) hak atas keamanan sosial, (19) hak
untuk berkeluarga dan hal-hal yang berkaitan, (20) hak wanita yang telah menikah, (21)
hak atas kebebasan bergerak dan berkedudukan, (22) serta hak memperoleh pendidikan
selengkapnya.
Ada tiga pandangan dari kelompok agama termasuk umat Islam terhadap HAM
yang dideklarasikan itu, yaitu: Pertama, mereka yang menerima tanpa reserve dengan
alasan bahwa HAM itu sudah sejalan dengan ajaran Islam. Kedua, mereka yang menilai
bahwa konsep HAM tersebut bertolak belakang dengan ajaran Islam. Ketiga, posisi
kelompok moderat yang mengambil sikap hati-hati, yakni menerima dengan beberapa
perubahan dan modifikasi seperlunya.
Islam memandang rumusan-rumusan HAM yang terdapat dalam UDHR, ada
permasalahan yang prinsipil yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti pasal 16
mengenai perkawinan antar umat yang berbeda agama dan pasal 18 tentang hak
kebebasan keluar masuk agama. Dalam pandangan Islam, perkawinan seorang muslim
dengan non muslim terlarang (haram), sedangkan kebebasan keluar masuk agama adalah
suatu kemurtadan. Atas dasar ini, maka negara-negara yang tergabung dalam Organisasi
Konferensi Islam sedunia (OKI) membuat suatu rumusan tentang HAM berdasarkan Al-
Qur’an dan Sunnah yang dideklarasikan di Kairo, Mesir tanggal 5 Agustus 1990. Rumusan
ini terdiri dari 25 pasal, kemudian disebut dengan Cairo Declaration on Human Rights in
Islam (CDHRI). Deklarasi Kairo ini tidaklah membentuk rumusan HAM yang baru sama
sekali tetapi mengoreksi pasal-pasal yang dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran
Islam, sedangkan pada pasal yang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam diberi
landasan Al-Qur’an dan Sunnah.13

13
Daniel Alfaruqi, “Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam”, Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i, Vol. 4, No.
1 (2017): 62-63.
7
Macam-macam Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia juga terdapat macam-macamnya yang berkaitan dengan HAM
sendiri yaitu:
1. Hak untuk hidup
Hak untuk hidup ini masuk kedalam generasi pertama yaitu dipelopori oleh
Deklarasi Hak-Hak di Amerika Serikat dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan
Warga Negara di Prancis pada abad ke-18.
Hak atas hidup tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) menetapkan kesucian
kehidupan manusia dan menjatuhkan kewajiban positif pada Negara untuk
melindungi kehidupan dan kewajiban negatif untuk tidak merampas kehidupan
secara sewenang-wenang.
Kehidupan adalah moral paling berharga manusia yang darinya semua
kemungkinan lain bersumber. Maka itu, kesepakatan bahwa mengenai fakta hak
hidup adalah hak asasi manusia yang paling tinggi dan mendasar. Tanpa hak ini,
semua hak asasi manusia lain menjadi tidak bermakna.
Baik ketentuan pokok baik penafsiran umum pasal 6 (1) bersesuaian dengan
Islam. Ada banyak ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad yang mengakui
kesucian kehidupan manusia, memerintahkan perlindungannya dan melarang
perampasannya. Ketentuan-ketentuan syariat tentang kesucian kehidupan
manusia semakin mendasar dan tegas sehingga tidak mungkin diingkari.14
Berdasarkan khutbah yang kerap dikutip pada ibadah haji perpisahan pun,
Nabi diriwayatkan bersabda, antara lain, bahwa “ Sungguh nyawa dan harta
benda kalian adalah suci bagi sesama hingga kalian menemui Tuhan kalian oada
hari kebangkitan kelak.”15
Sehingga bisa kita ketahui hak untuk hidup ini baik itu pandangan HAM hasil
deklarasi konvensional ataupun Hukum Islam berhubungan sekali akan mulianya
suatu nyawa yang melekat pada tubuh manusia (hidup), artinya nyawa itu
sesuatu yang sangat penting dan mulia yang tidak bisa digantikan.
2. Hak Asasi Ekonomi
Hak asasi ekonomi ini sebagai hak-hak generasi kedua yang artinya karena
hak ini dikatakan muncul pada abad ke-19 sebagai tanggapan terhadap
kemiskinan dan eksploitasi yang dipicu oleh Revolusi Industri. Contohnya adalah
hak atas kesehatan, hak atas pangan, dan hak atas perumahan.
Kaitan antara hak asasi ekonomi ini intinya lebih kepada bagaimana manusia
dalam memenuhi kebutuhan nya untuk memenuhi kehidupannya atas hak
hidupnya. Sehingga hak dalam berekonomi baik itu menyangkut jual beli, utang
piutang, perjanjian kontrak, dan lainnya pada intinya lebih kepada suatu
pekerjaan karena bentuk hak-hak tadi bagian dari cakupan kegiatan berekonomi
yaitu pekerjaan. Manusia melakukan kegiatan berekonomi/pekerjaan
merupakan sebagai sumber pendapatan yang terhormat biasanya akan terjamin
kesejahteraan material individu dan seimbang bagi kepribadiannya.
Pasal 6 (1) menunjukan bahwa pengakuan atas hak pekerjaan mencakup
kebebasan memilih pekerjaan oleh setiap orang. Hal ini menggugurkan kerja
paksa atau kerja wajib bagi siapa saja (hak masing-masing).

14
Mashood A. Barderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam, (Jakarta: Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, 2010), 68.
15
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, Lihat al-Jaziri, A.R., Kitab al-Fiqh Ala al-Madzhib al-Arba’ah
(1997), Vol. 5, 218.
8
Hak pekerjaan dan kehormatan pekerjaan sepenuhnya diakui oleh Hukum
Islam. Hal tersebut terbukti dari banyak ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi
Muhammad yang memuji nilai pekerjaan. Misalnya, al-Qur’an menyebutkan
bahwa Allah telah mengatur siang dan malam hari untuk mencari nafkah (melalui
kerja) bagi manusia,16 dan juga menjadikan perdagangan sebagai suatu yang sah
secara hukum.17 Dalam suatu Hadits beliau pun bersabda bahwa “tidak ada mata
pencaharian yang lebih baik dari pada dengan menggunakan tangannya
sendiri”.18
Jadi jelas lah bahwa Islam merendahkan sesuatu yang bentuknya meminta-
minta dan kebergantungan kepada orang lain. Oleh karena itu negara wajib
menurut Hukum Islam menghargai hak setiap orang atas pekerjaannya, bahkan
harus menyongkong mereka untuk melakukannya.
Hak di atas mencakup hak kebebasan melakukan jual beli, hak untuk
mengadakan perjanjian kontrak, hak kebebasan dalam menyelenggarakan sewa
menyewa, utang piutang, hak kebebasan untuk memiliki sesuatu, hak memiliki
dan pekerjaan yang layak.
3. Hak Kebebasan Beragama
Hak kebebebasan19 beragama artinya setiap manusia/orang memiliki
kewenangan atau kuasa atas dirinya untuk memilih agamanya yang hendak ia
pilih/anut. Hak kebebasan beragama ini merupakan tergolong kepada hak
generasi pertama yaitu salah satu hak yang dipelopori oleh Deklarasi Hak-hak di
Amerika Serikat dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan warga negara di Prancis
pada abad ke-18.
Hak kebebasan beragama di sini mengacu kepada kata kebebasan di mana
kebebasan ini manusia merupakan makhluk yang bebas yang mempunyai tugas
dan tanggung jawab, dan karena ia juga memiliki hak dan kebebasan. Dasarnya
adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa
pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya
kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial terwujud tidak tanpa
adanya tanggungjawab itu sendiri. Senada dengan ini, dinyatakan pula bahwa
sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang kebebasan
terhadap sesama manusia.
kebebasan yang dimaksud merupakan elemen penting dari ajaran Islam.
Kehadiran Islam memberikan kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-siaan
dan tekanan. Namun demikian, pemberian kebebasan bukan berarti manusia
dapat menggunakan kebebasan tersebut secara mutlak, melainkan juga harus
memperhatian hak orang lain yang juga harus dihormati.
Kebebasan beragama dalam HAM dengan Islam sendiri adalah sesuai
konsep yang mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu,
salah satunya yang menyangkut kebebasan beragama yaitu hifdzu al din
(penghormatan atas kebebasan beragama). Hal tersebut sesuai dengan apa yang
terlihat dalam perintah Nabi SAW yang memerintahkan untuk memlihara hak-

16
QS An-Naba’: 11.
17
QS al-Baqarah: 275.
18
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, liat, umpamanya, Karim, F., Al-Hadis, An English Translation and Commentary
of Mishkat-ul-Masabih With Arabic Text (edisi ke 3, 1994), Vol.1, 403, Hadis No. 109.
19
Mashood A. Barderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam, 195.
9
hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda
agama.20
4. Hak Atas Pendidikan
Hak atas pendidikan artinya setiap orang berhak atas pendidikannya. Hak
atas pendidikan merupakan hak tergolong kepada generasi pertama walaupun
tidak ada kata hak atas pendidikan tetapi dari hak ekonomi sosial dan budaya
memberikan lebih kompleks secara khusus yaitu hak atas pendidikan. Hak atas
pendidikan sama dipelopori oleh Deklarasi hak-hak di Amerika Serikat dan
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan warga negara di Prancis pada abad ke-18.
Pendidikan merupakan kunci pembebasan mental yang membantu
seseorang bukan saja dalam mengembangkan keprbadiannya semata tetapi juga
dalam menjadikannya berguna bagi masyarakatnya. Maka hak pendidikan secara
menyeluruh dimaktuban dalam pasal 13 dan 14.21
Selain sebagai hak itu sendiri, pendidikan juga merupakan sarana pokok bagi
pelaksanaan dan penikmatan mnyeluruh hak asasi manusia.
Hak atas pendidikan, sebagaimana semua hak asasi manusia, menekankan
tiga macam atau tiga tingkat kewajiban pada negara yaitu wajib menghormati,
meindungi, dan memenuhi.
Cita-cita dan aspirasi yang berhubungan dengan hak atas pendidikan
menurut ICESR ini sangat selaras dengan cita-cita Islam tentang pendidikan.
Pendidikan benar-benar penting dan wajib menurut Hukum Islam.
Kebutuhan pendidikan hak asasi manusia berdasarkan Hukum Islam juga
ditegaskan oleh pepatah: “orang bakal menentang konsep-konsep yang dia tak
ketahui”. Kemiskinan pendidikan hak asasi manusia dapat menciptakan
kesalahpahaman tentang tujuan hak-hak manusia. Pendidikan hak asasi manusia
tentunya akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman yang memadai tentang
perwujudan hak-hak yang dianugerahkan pada setiap manusia sebagai insan
manusia.22
5. Hak Persamaan di Depan Hukum
Hak persamaan di depan hukum merupakan hak-hak sipil menjamin akan
persamaan di depan hukum (equality before the law). Semua orang berhak atas
perlindungan dari hukum serta dihindarkan dengan adanya diskriminasi.23
Hak persamaan di depan hukum muncul setelah dipelopori oleh Deklarasi
hak-hak di Amerika Serikat dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan warga negara di
Prancis pada abad sekitar ke-18 an, hak tersebut masuk dalam kategori generasi
pertama, karena pada dasarnya generasi pertama berurusan dengan kebebasan
dan kehidupan politik.
Kaitannya dengan hak persamaan didepan hukum yang mana tercantum
dalam suatu UU yang mengaturnya, bahwa dalam Islam sendiri pun sejak
sebelum hak tersebut berdiri sudah ada dan sudah diterapkan pada masa itu.
Dalam Islam bahwasannya terdapat suatu hak bagi setiap insan individu sama
didepan hukum entah itu dari ras, suku bangsa, bahasa, warna kulit, beda

20
Ali Ridho, Kebebasan Beragama dalam Islam,
https://www.academia.edu/6078406/Kebebasan_Beragama_dalam_Islam. Diakses pada tanggal 8 Maret 2020.
21
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2016/12/1/943/penelitian-hak-atas-pendidikan.html.
Diakses pada tanggal 8 Maret 2020.
22
Mashood A. Barderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam, 218-220.
23
A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006), 46.
10
agama,jenis kelamin. Tetapi tetap sama didepan hukum/tidak pandang bulu.
Allah sangatlah adil agar setiap manusia harus diperlakukan yang sama didepan
hukum. Sama di depan hukum dalam Islam maksudnya adalah setiap orang
dengan kondisi apapun jikalau salah tentu akan mendapatkan sanksi, namun
Allah sendiri menerapkan sanksi kepada setiap orang yang salah didasari dengan
rasa cinta, karena Allah hadir dengan rahman dan rahim.
Dengan begitu relasi antara hak persamaan di depan hukum dalam Islam
tidaklah bermakna menyakiti, tetapi melindungi dan mengayomi hamba-hamba-
Nya.24
Hukum Islam: antara Hak Allah dan Hak Manusia
Hukum bersifat membebankan, maksudnya di sini adalah setiap orang yang sudah
mukalaf / orang yang sudah dibebankan, jika melanggar maka dikenai sanksi dan jika
dipatuhi dalam Hukum Islam maka mendapat pahala, hal tersebut sebagai perwujudan atas
patuhnya terhadap Allah. Dalam tataran Hukum juga tentu mempunya hak dan
kewajibannya, hak hukum sebagai peroleh atas dipatuhinya oleh manusia berupa
perlindungan dan kewajiban hukum sebagai hak atas apa yang diperoleh manusia dari
hukum. Sehingga kaitannya dengan Hukum Islam ini yang mengacu hubungan antara sang
khaliq dan hamba-Nya maka Hak Allah (huququllah) dan hak manusia (huququ adamiy)
tentu kita harus mengetahuinya.
Hak Allah (huququllah) dan Hak manusia (huququl adamiy) merupakan dua istilah
yang tidak lagi asing dalam pembahasan fiqh dan hukum. Hak Allah (huququllah) adalah
hak atas hamba-hamba-Nya dan hak manusia (huququl adamiy) adalah hak yang dimiliki
manusai terhadap sesamanya. Seluruh hukum yang bersifat wajib atau haram itu
menyangkut hak Allah swt. Sedangkan hukum yang menyangkut orang lain, baik berupa
harta atau selainnya itu masuk pada kategori hak manusia. Dalam masyarakat, penggunaan
kedua istilah tersebut memiliki arti yang lebih dalam haququllah adalah hukum yang
menyangkut ibadah yang dilakukan hamba dengan niat untuk mendekatkan diri pada Allah
swt, ini tidak ada kaitannya dengan selain Allah. Sedangkan haququl adamiy adalah hak
setiap manusia sebagai jaminan bagi kepentingan pribadi masing-masing.
Sebagian riwayat menjelaskan bahwa hak manusia lebih penting dibanding hak
Allah. Sebab setiap hak manusia itu mengandung hak Allah, tidak sebaliknya. Bila seseorang
melanggar hak Allah swt maka tanggungjawabnya hanya pada-Nya. Namun bila dia
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, maka dia harus bertangungjawab pada
orang yang bersangkutan dan Allah swt. Menurut para Imam Ahlulbait, tidak ada ibadah
yang lebih utama dibanding memberikan hak orang mukmin.
Dalam agama Islam, perihal "haququl adamiy tidak terbatas pada urusan harta saja,
namun juga menyangkut nyawa dan harga diri orang lain. Perbuatan seperti menakut-
nakuti atau membuat sakit hati orang lain itu termasuk melanggar hak manusia.
Terdapat standar tertentu untuk membedakan antara hak Allah dan hak manusia.
Salah satu standar terpenting adalah, hak Allah itu mencakup kepentingan umum,
sedangkan hak manusia mencakup kepentingan pribadi. Hak Allah yang dilanggar tidak
dapat ditebus dengan meminta kerelaan dari manusia. Tetapi hak manusia yang dilanggar
dapat ditebus dengan meminta kerelaan hak manusia lainnya untuk memaafkan maka
tidak mesti mendapatkan sanksi/hukuman.25

24
Fokky Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum Rasionalisme dan Spiritualisme, (Jakarta: Prenada Media Group,
2019), 46.
25
Abd. Muqit, Potret Kompetensi Dasar Santri (Malang: Polinema Press, 2018), 305.
11
Konsep Kebebebasan Beragama dalam Islam dan Hukuman Mati bagi Murtad
Kebebasan merupakan lawan dari kata pembebanan. Manusia diciptakan oleh
Tuhan dalam keadaan bebas dan merdeka, lalu bagaimana konsep Beragama dalam Islam?
Manusia memang tidak bebas untuk masuk ke dunia kerana tidak dapat memilih
siapa ia dilahirkan, dimana ia akan lahir, dan kapan ia lahir. Namun setelah lahir di dunia
manusia sesungguhnya merupakan makhluk bebas. Kebebasan tersebut mencaup masa
depan yang nantinya menentukan dirinya dan mewujudkan kehidupanya sebagai manusia.
Manusia dikatakan makhluk bebas bukan berarti segala tindakan yang diinginkan
bebas. Kebebasan di sini adalah bebas akan suatu tindakan manusiawi. Tindakan manusia
adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh manusia seperti jalan, menolong, bergerak dan
lain-lain.
Konsep kebebasan tentu banyak pandangan-pandangannya seperti salah satu
menurut Freud dalam teori bawah alam sadar mengatakan bahwa manusia berasal dari
dorongan bawah alam sadar yang tidak dikuasi kehendak kita dan manusia suatu makhluk
yang bebas tidak dapat dibuktikan secara matematis, tetapi pengalaman diri sendiri. Tetapi
menurut Hujibers manusia bersifat bebas itu karena mempunyai akal budi atas kehendak
sendiri, sehingga sesuatu akan bergerak sesuai apa yang menurutnya bernilai baginya.26
Kaitannya dengan kebebasan beragama dalam Islam sendiri bahwa Islam sangat
menghormati kebebasan dalam beragama dan keyakinan. Hal itu pun sesuai dengan makna
kebebasan yang luas atau universal yaitu Dalam makna bebas, arti dari pasal 18 deklarasi
HAM tersebut adalah “setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan
beragama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau kepercayaannya,
dan kebebasan, baik sendiri atau di masyarakat dengan orang lain dan di depan umum atau
swasta, untuk mewujudkan agamanya atau kepercayaannya dalam mengajar, berlatih,
beribadah dan taat.” Dengan kata lain, orang yang mau memeluk dan mengamalkan jenis
agama apa saja harus dihormati dan diberi kebebasan.27 Dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah
ayat 256 juga, bahwa Allah mengajarkan umat Islam untuk menjungjung tinggi prinsip
kebebasan beragama. Ayat dalam al-Qur’an tersebut sudah jelas bahwa larangan
pemaksaan dalam memeluk suatu agama, terutama Islam. Ayat tersebut berbunyi:
“Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat....”28
Uraian di atas membirakan kontribusi yang kuat atas maksud dari makna kebebasan
universal ataupun menurut Islam yang khususnya masalah kebebasan beragama. Maka
jelaslah kebebasan beragama dari Islam sendiri tidak dipermasalahkan karena hakikat dari
kata freedom atau kebebasan adalah merdeka bukan budak yang dibawah tekanan
paksaan, tidak lupa juga bahwa Islam adalah agama yang menekankan suatu perdamaian,
paksaan atas tekanan melakukan tindakan tidak akan menciptakan suatu perdamaian. Jadi
jelas bahwa yang diinginkan Allah terhadap umatnya adalah menciptakan suasana penuh
dengan kedamaian di bumi-Nya.29
Setelah konteks kebebasan beragama, terdapat perdebatan di kalangan ulama dan
intelektual Muslim di Indonesia tentang seorang Muslim yang berpindah ke agama lain
(murtad). Menurut fiqh klasik, orang yang murtad dihukum mati sesuai dengan hadist:

26
Mashood A. Barderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam, 116-118.
27
Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani, 2015), 125.
28
QS. Al-Baqarah: 256.
29
Ahmad Zainul Hamdi dan Muktafi , Wacana dan praktik Pluralisme Keagamaan di
Indonesia, (Jakarta: Daulat Press, 2017), 7.
12
“Barangsiapa yang berpindah agama, bunuhlah dia”. Di kalangan intelektual Muslim
Indonesia, terdapat dua pendapat tentang persoalan riddah (pindah agama) ini. Azhary,
misalnya, setuju dengan hukuman ini karena Islam benar-benar memberi kebebasan
kepada semua orang untuk memilih Islam atau agama lain, tetapi jika dia telah memilih
Islam, dia harus tetap menjadi Muslim selamanya, karena hal itu membuktikan bahwa dia
tidak mempermainkan Tuhan. Sebaliknya, Ma’arif tidak setuju penilaian demikian dengan
alasan bahwa hanya Allah SWT yang dapat menghukum orang murtad tersebut. Hubungan
antar manusia didasarkan pada prinsip saling menghormati, bukan saling meniadakan. Jadi,
hak seseorang untuk berpindah agama selama perpindahan ini didasarkan pada kebebasan
berkehendak.
Dalam perspektif teori hukum Islam (ushul al-fiqh), pendapat Ma’arif tentang
reinterpretasi hadist ini dibenarkan, karena hadist ini tidak menunjukkan teks absolut (nash
qath’i). Disamping itu, rantai periwayatan (isnad) hadist ‘amali (praktik Nabi) ini sangat
lemah (dha’f). Bahkan Al-Qur’an pun tidak menghukum orang murtad di dunia ini dengan
hukuman mati. Pengadilan terhadap orang murtad adalah nanti di hari kiamat, sehingga ia
merupakan perbuatan maksiat (dosa besar) yang tidak bisa diampuni, dan bukan tindak
pidana (jarimah). Hal tersebut sesuai dengan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 217 yaitu:
.. Barangsiapa diantara kamu murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akherat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.
Menurut Mahmud Syaltut, hukuman hudud tidak bisa ditetapkan dengan hadist
ahad, sementara kekafiran itu sendiri juga tidak menjadi penyebab diperbolehkan
memerangi non-Muslim, melainkan sikap mereka memerangi orang-orang Muslim yang
dapat memperbolehkan memerangi mereka.
Alasan lain untuk menafsirkan kembali hadist diatas yaitu karena setting sejarah
ketika Nabi mengatakannya berbeda dengan kondisi saat ini. Hubungan dasar diantara
berbagai kelompok ketika itu didominasi oleh konflik dan perang. Jika seseorang keluar dari
sebuah kelompok, maka ia akan bergabung dengan kelompok lain yang pada umumnya
menjadi musuh kelompok pertama, dan dia akan menjadi informan tentang rahasia
kelompok yang pertama. Jadi, tindakannya dianggap subversif. Sebaliknya, jika hubungan
diantara berbagai kelompok (negara) adalah perdamaian, maka tidak ada alasan yang kuat
untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang murtad.
Analisis historis ini juga dikemukakan oleh Fazlur Rahman dengan baik, bahwa
peristiwa memerangi orang-orang murtad (fitnah riddah) oleh Khalifah Abu Bakar itu bukan
karena mereka keluar dari Islam, melainkan karena mereka melakukan pembangkangan
terhadap pemerintahan Abu Bakar beberapa saat setelah wafatnya Nabi.30
HAM dan Hukum-hukum Jinayat dalam Islam
Jauh sebelum bumi belahan barat menggambar-gambarkan isu HAM (Hak Asasi
Manusia), al-Qur’an sudah memiliki konsep yang sangat matang mengenai HAM. Hanya
saja dalam perspektif al-Qur’an jarang terangkat ke permukaan.
Allah memberikan hak pada setiap insan sejak dari lahir di dunia, bahkam ketika ia
masih dalam kandungan ibunta telah memiliki hak untuk dilindungi. Oleh karena itu Hukum
Islam mengatur HAM agar tidak dilanggar oleh manusia lain (menghormati hak orang lain).

30
Masykuri Abdillah, Islam dan Demokrasi: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi
1966-1993 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 140-141.
13
Hukum Islam sendiri memberlakukan suatu hukuman bagi orang yang memang
melanggar aturan syariat seperti hukum rajam bagi pezinah, potong tangan bagi pencuri,
qishas bagi orang yang menghilangkan nyawa orang lain, dan lain-lain.
1. Hukum rajam bagi pezinah
Manusia adalah makhluk insan mempunyai suatu kewenangan dalam
bertindak, hak ibaratnya bayangan diri yang tidak bisa dilepas sekalipun itu
dibatasi. Rajam adalah suatu hukuman bagi pezina dengan cara memberikan
efek yang sangat jera bagi para pendengar apalagi yang melihat hal itu karena
hukuman tersebut memiliki cara yang sangat khas yaitu mengubur sampai
terlihat hanya kepala saja setelah itu dilempari batu sampai meninggal.
Hakikatnya HAM itu bersifat universal dimana saja dan kapan pun merea
berada.31
Dalam pandangan HAM bahwa hukuman rajam tersebut sangatlah kejam
karena tidak manusiawi terlebih merendahkan martabat manusia. Pandangan
HAM juga memiliki alasannya bahwa hukuman tersebut melanggar pasal hak
hidup yang merupakan hak asasi dan dalam negara Indonesia pun dalam UUD
1945 hak untuk hidup juga diakui dalam pasal 28A.
Sampai sekarang hukuman tersebut yang menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang masih menjadi perdebatan.32
Hukum Islam sendiri dalam sejarah telah mencatat bahwa terjadi perbedaan
ketika menerapkan sanksi dalam kasus yang sama, Teori graduasi diberlakukan
dengan prinsip adanya tahapan-tahapan dalam menerapkan hukum dengan
melihat kondisi individu dan struktur masyarakat. Awal sanksi zina adalah
cercaan dan hinaan (QS. An-Nisa ayat 16), selanjutnya kurungan dalam serumah
(QS. An-Nisa ayat 15), tahap selanjutnya hukuman dera (QS. An-Nur ayat 2).
Sementara hukum rajam yang sumbernya hadist Nabi diperdebatkan
keautentikannya. Terlebih jika hukum rajam dikaitkan dengan QS. An-Nisa ayat
25 dan S. Al-Ahzab ayat 30. Dengan demikian, para fuqaha disamping
menerapkan teori graduasi juga merasionalisasikan prinsip nasakh.
Sementara Anwar Haryono menyatakan bahwa hukum rajam pertama kali
diterapkan dalam sejarah Islam terhadap orang Yahudi dengan mendasarkan
pada kitab mereka, Taurat. Kejadian itu kemudian menjadi rujukan hukum,
artinya siapa saja yang berzina maka dirajam.
Pendapat Hasbi ash-Shiddieqy yang menyatakan bahwa hukum rajam ada
dan dipraktikkan dalam Islam, akan tetapi terjadi sebelum diturunkannya QS.
An-Nur ayat 2. Dengan demikian, hukum yang muhkam sampai sekarang adalah
hukum dera bagi pezina. Alangkah bijaksananya jika dikatakan bahwa hukum
hadd itu tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah sempurna perbuatan dosa
seseorang, yakni terpenuhinya syarat, rukun, dan tanpa adanya unsur subhat.
Pada konteks kekinian, penerapan sanksi bagi pezina harus
mempertimbangkan realitas masyarakat. Ketika berbicara hukum rajam yang
dijelaskan dalam Sunnah, sementara dalam Al-Qur’an tidak dikenal. Hal ini
menunjukkan bahwa hukum rajam bukan hukum yang hidup dalam sistem
negara Islam manapun, kecuali Saudi Arabia.

31
Ian Brownlie, Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia, (Jakarta: UI Press, 1993), 77.
32
Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam Menyikapi Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Barat,
(Jakarta: Selembah Diniyah, 2003), 183.
14
Menurut pandangan saya sendiri dengan kaitannya HAM yang sudah ada
sejak lahir yang mana hak tersebut merupakan bagian dari harga diri dan tidak
terlepas dari tubuh,maka perbuatan zina tersebut seolah tidak menghargai hak
untuk menjaga tubuhnya. Walaupun hak itu bisa dikatakan kewenangan dalam
bertindak dalam arti bebas tetapi bebas di sini bukan berarti bebas melakukan
apa yang ia kehendaki karena di dalam kita terdapat hak tetapi di luar juga
terdapat hak-hak orang lain yang harus dihormati.
2. Potong Tangan bagi Pencuri
Hak Asasi Manusia dalam Islam menyatakan pidana potong tangan bagi
pencuri dalam syari’at Islam pada hakikatnya bertujuan untuk melindungi hak
manusia dari tindak pidana pencurian oleh manusia lain, maka eksistensi
hukumannya bukanlah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (hak pencuri),
sebab dalam pelaksanaan pidana tersebut tidak serta dilakukan, dengan kata
lain pidana potong tangan tidak langsung dilaksanakan tanpa memerhatikan
kadar pencurian, baik frekuensi maupun kuantitas dan kualitas barang yang
dicurinya.
Secara sepintas, pidana potong tangan dapat di duga sebagai pelanggaran
HAM, sebab itu berupa penganiayaan dengan cara menghilangkan bagian tubuh
seseorang yang telah diberikan Allah kepadanya, ganjaran pidana potong
tangan seolah berlaku “sebab akibat”.
Namun menurut Achmad Abu Bakar, pidana potong tangan bagi pencui di
masa sekarang bahwa penjara sudah berarti memotong tangan pelaku
pencurian. Penjara berarti memotong kemampuan dan kekuasaannya.
Nabi Muhammad melarang kekejaman dan penyiksaan. Beliau bersabda,
“tidak seorang pun boleh dijatuhi hukuman dengan api”, dari beliau bersabda
sudah jelas bahwa tidak boleh menghukum dengan cara kekerasan dan
penganiayaan.
Hukuman tersebut mungkin terdengar sangat berat tetapi hukuman itu
berlaku bagi pencuri yang telah memenuhi kriteria nya.
3. Qishas bagi Orang yang Menghilangkan Nyawa
Teks-teks Al-Qur’an yang berbicara tentang hukuman qishos secara khusus,
dan hukuman pidana yang lain, memperlihatkan kepada kita bahwa Tuhan
menawarkan dua cara untuk menghentikan tindak kejahatan tersebut. Pertama,
dengan cara membalas secara setimpal, dan kedua, menganjurkan pemaafan
dan menggantinya dengan hukuman lain. Menyebutkan hukuman lain dengan
cara yang kedua ini tampaknya ingin ditekankan Tuhan. Karena Tuhan dengan
jelas mengatakan bahwa “Hal itu merupakan keringanan dan rahmat dari Tuhan
mu”. Jelas sekali bahwa pemaafan dari keluarga korban (tidak melakukan
qishos) seraya menggantinya dengan cara yang lain (dalam hal ini ganti rugi)
merupakan sebuah rahmat dari Tuhan.
Pembunuhan, baik sengaja atau tidak sengaja berakibat kerugian bagi
keluarga terbunuh dari dua sisi. Pertama, biasanya mereka kehilangan orang
yang mencari nafkah bagi keluarga, dan kedua, hatinya sangat sedih kehilangan
orang yang dicintainya. Karena itu, Islam menetapkan adanya qishos sebagai
balasan akibat perbuatannya merugikan orang lain dan hukuman diyat (denda)
untuk meringankan beban nafkah keluarga dan meringankan sedikit kesedihan
mereka.
Dalam hukum pidana Islam, yang termasuk dalam jarimah qishos diyat ini
adalah: (1) pembunuhan dengan sengaja, (2) pembunuhan semi sengaja, (3)
15
menyebabkan matinya orang karena kealpaan atau kesalahan, (4) penganiayaan
dengan sengaja, dan (5) menyebabkan orang luka karena kealpaan atau
kesalahan.
Sanksi bagi pembunuhan sengaja adalah hukuman pokok, hukuman
pengganti, dan hukuman tambahan. Hukuman pokok pembunuhan sengaja
adalah qishos. Hukuman ini diberlakukan jika ada unsur rencana dan tipu daya
dan tidak ada maaf dari pihak keluarga korban. Bila keluarga korban memaafkan
maka hukuman penggantinya adalah diyat. Jika sanksi qishos atau diyat
dimaafkan maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Hukuman tambahan bagi
jarimah ini adalah terhalangnya hak atas warisan dan wasiat.33
Dalil hukum dalam hal ini menyatakan bahwa mata dibalas dengan mata,
telinga dibalas dengan telinga, hidung dibalas dengan hidung dan seterusnya.
Maksud dari syari’at qishos diyat adalah untuk kemaslahatan hidup manusia
yang menyangkut kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Ketentuan qishos
memiliki relevansi kuat dalam upaya melindungi manusia, sehingga para pelaku
kriminal timbul kejeraan, lantaran harus menanggung beban akal menimpa
dirinya jika ia melakukannya.34
Penjelasan di atas bahwa menerapkan asas keadilan di mana bahwa mata
dibalas dengan mata, telinga dibalas dengan telinga, hidung dibalas dengan
hidung dan seterusnya. Dalam HAM tentu itu sangat melanggar hak untuk hidup
tetapi hak sesorang dibatasi hak orang lain juga sehingga supaya hak-hak itu
terlindungi maka terciptalah sanksi. Hukuman atau sanksi tentu diperuntukan
bagi orang yang menghilangkan hak orang lain baik itu keseluruhan maupun
separuh.
Asas Hukum Pidana Islam
Asas mempunyai beberapa pengertian, salah satu diantaranya adalah kebenaran
yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Selain itu juga menjadi alas keterangan
atau landasan. Asas hukum berarti kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan
berpikir dan alasan dalam mengemukaan suatu argumentasi, terutama dalam penegakan
dan pelaksanaan hukum. Asas hukum islam berasal dari Alqur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad saw, baik bersifat rinci maupun yang bersifat umum.35 Asas-asas hukum
pidana islam adalah asas�asashukum yang mendasari pelaksanaan hukum pidana islam
diantaranya :
1. Asas Legalitas
Asas legalitas adalah tiada delik tiada hukuman sebelum ada ketentuan
terlebih dahulu. Asas ini merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan
individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan
jelas. Asas ini melindungi dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenangan-
wenangan hakim, menjamin keamanan indivdu dengan informasi yang boleh
dan yang dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang
perbuatan-perbuatan illegal hukumnya. Jadi berdasarkan asas ini, Asas legalitas
adalah suatu asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada

33
Muhammad Safrullah Khan, Islam dan Human Rights, dalam Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana
Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 73.
34
Maufur, Norhaidi Hasan, dan Syaifudin Zuhri, Modul Pelatihan Fiqh dan HAM (Yogyakarta: LKiS, 2014), 85-
93.
35
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika, 2004), 29.
16
hukuman sebelum ada nash (ketentuan) yang melarang perbuatan tersebut dan
mengancamnya dengan hukuman.
2. Asas Tidak Berlaku Surut Dalam Hukum Pidana Islam
Asas tidak berlaku surut merupakan kelanjutan dari asas legalitas dalam
hukum pidana Islam. Dalam asas ini, mengandung arti bahwa setiap aturan
pidana yang dibuat terkemudian tidak dapat menjerat perbuatan pidana yang
dilakukan sebelum aturan itu dibuat.36
3. Asas Praduga Tak Bersalah
Suatu konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari asas legalitas adalah asas
praduga tidak bersalah ( principle of lawfulness ). Menurut asas ini, semua
perbuatan dianggap boleh kecuali dinyatakan sebaliknya oleh suatau nash
hukum31.Jadi asas praduga tak bersalah yaitu asas yang mendasari bahwa
seseorang yang dituduh melakukan suatau kejahatan harus dianggap tidak
bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan
degan tegas kesalahan tersebut.37
4. Asas Kesalahan
Seseorang yang dikenai pidana dalam hukum islam adalah orang yang telah
terbukti melalui pembuktian, telah melakukan suatau tindakan yang dilarang
syar’i. Terpidana adalah orang yang benar-benar memiliki kesalahan, dan
kesalahan itu bukan sekedar praduga , tetapi harus dibuktikan sehingga tidak
ada lagi keraguan. Keraguan hakim terhadap kasus yang dihadapinya dapat
berakibat pada keputusannya. Para sarjana muslim sepakat bahwa hakim tidak
boleh menjatuhkan hukuman had dan qisas ada keraguan, tetapi mereka
berdeda dalam kejahatan ta’zir. Pandangan mayoritas adalah asas ini tidak
meliputi kejahatan-kejahatan ta’zir.38
5. Asas Kesamaan di Hadapan Hukum
Prinsip kesamaan telah dikenal sejak 14 abad silam, jauh sebelum bangsa
barat mengadopsi menjadi asas “ equality before the law “. Hukum modern
baru mengenal asas ini pada akhir abad ke 18, itu pun dalam bentuk yang
kurang lengap. Bukti dari ketidak lengkapan asas persamaan di hadapan hukum
yang dianut oleh system hukum modern adalah adanya keistimewaan terhadap
orang-orang tertentu. Sistem hukum modern dan hukum pidana islam sangat
berbeda, hal ini dibuktikan dengan sabda Rasulullah SAW “Seandainya Fatimah
binti Muhammad mencuri, ikatan kekeluarganya tidak dapat menyelamatkan
dari hukuman had “.
Hikmah dari Hukum Pidana Islam
Pemidanaan atau hukuman merupakan salah satu perangkat dalam hukum pidana
sebagai bentuk balasan bagi pelaku tindak kriminal, karena ia merupakan representasi dari
perlawanan masyarakat terhadap para kriminil dan terhadap tindak kejahatan yang
dilakukannya. Oleh karena itu ketika kita sepakati bahwa para kriminal dan tindak
kejahatan yang dilakukannya merupakan objek dari pertanggung jawaban pidana (al-
masuliyah al-jina’iyah) maka ketika seseorang terbukti melakukan tindakan pidana, ini
mengharuskan dijatuhkannya hukuman bagi pelaku ini. Itu karena tindakan pidana yang
berupa pelanggaran terhadap kaidah-kaidah dan norma-norma di masyarakat dan yang
telah mengakibatkan adanya keresahan di masyarakat, mengharuskan tunduknya pelaku

36
Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah, (Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004), 50.
37
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), 10.
38
Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: PT Ghalia Indonesia,2009), 9.
17
kejahatan terhadap hukuman. Karena merupakan sesuatu yang tidak dapat kita terima
apabila pelaku kejahatan berkeliaran di tengah-tengah masyarakat sembari menebar
kerusakan tanpa adanya halangan. Ini di satu sisi, sedangkan disisi lain agar kaidah-kaidah
hukum sebagai pedoman hidup masyarakat dapat ditegakkan dan dihormati masyarakat
maka harus ada hukuman bagi yang melanggar kaidah-kaidah hukum ini.39
Dalam pandangan HAM sendiri tentu baik itu hukum mana pun baik itu hukum
positif, hukum Islam dan hukum lainnya, yaitu guna untuk menciptakan kedamaian dan
menurut pandangan filsafat hukum pun tujuan dari akhir sebuah hukum adalah keadilan.
Sehingga hak-hak orang dengan adanya hukum terjamin akan seuah perlindungan, karena
walupun hak yang merupakan kebebasn dalam berwenang dari dalam tetapi mempunyai
batasan yaitu menghormati hak-hak orang lain, jadi arti kebebasan bukan berarti bebas
dalam berkehendak sesuai keinginannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan penulisan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa point,
pertama, HAM sendiri itu merupakan kebebasan dan kewenangan mutlak untuk
melakukan perbuatannya. Kedua, konsep hubungan HAM dan Hukum Islam sama memiliki
kedudukan bahwa manusia itu memiliki kedudukan yang tinggi. Ketiga, hak diri sendiri
dibatasi bukan arti dari hak seseorang dirampas tetapi menghormati hak-hak orang lain.
Keempat, beberapa hukum mempunyai keterkecualian, dan hukum tersebut berlaku bagi
seseorang jika memenuhi syarat dan rukunnya. Kelima, perbedaan pandangan antara HAM
dan Hukum Islam menandakan bahwa kedudukan hak dalam diri itu penting untuk
dipertahankan ketika terjadi crash antara hak diri yang dirugikan dan orang yang
merugikan hak orang lain. Keenam, suatu Hukum pasti berhubungan dengan Hak Asasi
Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
A Barderin, Mashood. Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam. Jakarta:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2010.
A Garner, Bryan. Black’s Law Dictionary. n.p, n.p, 2004.
Abdillah, Masykuri. Islam dan Demokrasi: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap
Konsep Demokrasi 1966-1993. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Al Faruq, Asadulloh. Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Bogor: PT Ghalia Indonesia,
2009.
Alfaruqi, Daniel. “Korelasi Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam”, Jurnal Sosial dan Budaya
Syar’i, Vol. 4, No. 1 ,2017.
Brownlie, Ian. Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia. Jakarta: UI Press,
1993.
Departemen P & K, Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka,
1998.
Gunakaya, Widiayada. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: ANDI, 2017.
Husaini, Adian. Liberalisasi Islam di Indonesia. Jakarta: Gema Insani, 2015.
Iryani, Eva. Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dalam Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.2 Tahun 2017.
Kosasih, Ahmad. HAM dalam Perspektif Islam Menyikapi Persamaan dan Perbedaan antara
Islam dan Barat. Jakarta: Selembah Diniyah, 2003.
M. Zen, A. Patra dan Daniel Hutagalung. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006.

39
Assadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta : Ghalia Indonesia 2009 ), 11.
18
Mardani, Hukum Islam: Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2013.
Mertokusumo,Sudikno. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1986.
Mubarok, Jaih dan Enceng Arif Faizal. Kaidah Fiqh Jinayah. Bandung, Pustaka Bani Quraisy,
2004.
Muqit, Abd. Potret Kompetensi Dasar Santri. Malang: Polinema Press, 2018.
Muslich,Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta, Sinar Grafika,
2004.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta : Gema Insani Press, 2003.

Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2017.
Wasitaatmadja, Fokky Fuad. Filsafat Hukum Rasionalisme dan Spiritualisme. Jakarta:
Prenada Media Group, 2019.

19

Anda mungkin juga menyukai