Anda di halaman 1dari 13

Nama : Salsa Fakhrunisa Pasaribu

NIM : 1401621036

Mata Kuliah : Hukum Islam

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Achmad Husen, M.Pd.

1. Pandangan Hukum Berdasarkan Paham Ketuhanan YME dan Pandangan Hukum


berdasarkan Paham Kemasyarakatan.
Jawaban :
Hukum menurut paham Ketuhanan YME berasal dari kata ‫ م ك ح‬yakni mencegah atau
menolak yang mana dipandang sebagai sesuatu hal yang mencegah ketidakadilan,
mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan
lainnya. Hukum dalam paham ini juga dimaknakan sebagai hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan hukum menurut paham
kemasyarakatan dipandang sebagai hukum yang mengatur hubungan antar manusia yang
memuat muamalah, munakahat, dan ukubat/jinayat (Ali, 2006).
2. Pengertian hukum dalam Islam, Syariah, dan Fiqih
Jawaban :
a. Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam berasal dari kata hakama-yahkumu (bahasa Arab) yang berarti
memimpin, memerintah, menetapkan, atau memutuskan. Menurut konsepsi islam,
kerangka dasar hukum ditetapkan oleh Allah. Hukum (Arab : hukm, jamak : ahkam)
yang tujuannya untuk mengatur hubungan manusia dengan maanusia dan makhluk
ciptaan Allah disekitarnya.
b. Hukum dalam Syariah
Hukum menurut Syari'ah, juga dikenal sebagai hukum Islam atau hukum Syari'ah,
adalah sistem hukum yang berdasarkan pada ajaran dan prinsip-prinsip agama Islam.
Hukum Syari'ah mengatur berbagai aspek kehidupan individu dan masyarakat
Muslim, termasuk ibadah, moralitas, etika, hubungan sosial, ekonomi, politik, dan
hukum pidana.
c. Hukum dalam Fiqih
Hukum menurut fiqih merujuk pada konsep dan sistem hukum dalam Islam yang
dikembangkan oleh para cendekiawan dan ahli hukum Islam yang dikenal sebagai
fuqaha atau mujtahidin. Fiqih adalah cabang ilmu dalam Islam yang mengkaji dan
menginterpretasikan hukum Syari'ah untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam
kehidupan sehari-hari umat Muslim. Fiqih adalah hasil dari analisis, penelitian, dan
interpretasi terhadap sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Quran, Hadis,
Ijma' (konsensus ulama), dan Qiyas (analogi hukum). Perbedaan dari ketiganya ialah
bahwa hukum dalam islam dikatakan sebagai sekumpulan norma ataupun aturan yang
mengikat para pengikut/anggotanya, sedangkan syariah adalah wahyu Allah SWT dan
Sunnah Nabi SAW dengan cakupan yang luas meliputi akhlak dan akidah. Fiqh
adalah sebuah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat dan
terdapat dalam kitab fiqh, tentunya ilmu fiqh dapat berubah sesuai perkembangan
zaman dan waktu serta terdapat beberapa aliran.
3. Asas dan Prinsip Hukum Islam
Jawaban :
Asas hukum islam ialah dasar atau landasan yang memberikan kepastian bahwa hukum
Islam itu dapat dilaksankan oleh setiap individu yang mukallaf. Adapun asas hukum
islam yaitu;
a. Asas keadilan yaitu menyelenggarakan hukum sebaik-baiknya dengan memberikan
hukuman yang adil, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu, kewajiban
menggunakan hukum agama.
b. Asas kepastian hukum yaitu tidak ada suatu perbuatan pun dapat dihukum kecuali
atas
kekuatan peraturan-perundang-undangan yang ada dan berlaku pada waktu itu.
c. Asas kemanfaatan yaitu asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum
dimana dalam melaksanakan kedua asas tersebut seyogyanya dipertimbangkan asas
kemanfaatan baik bagi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat.

Prinsip dalam hukum Islam adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum
Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap
cabang-cabangnya (Fatarib, 2014). Adapun prinsip-prinsipnya sebagai berikut:
a. Prinsip tauhid adalah sebuah prinsip umum yang bahwasannya semua manusia
dibawah satu ketetapan yang sama yakni kalimat La’illaha illa Allah, setiap manusia
bahwasannya hamba Allah.
b. Prinsip keadilan artinya keseimbangan dan prinsip keadilan lahir dari kaidah yang
menyatakan bahwa hukum Islam dalam praktiknya sesuai dengan ruang dan waktu.
c. Prinsip amar makhruf nahi munkar adalaj hukum islam bertujuan untuk mencapai
kebaikan dan benar yang dikehendaki oleh ridho Allah SWT.
d. Prinsip kebebasan dimana Islam menghendaki agar ajaran islam tidak disiarkan
berdasarkan paksaan melaikan melalui penjelasan, demonstrasi, dan argumentasi.
Kebebasan disini mencakup kebebasan individu dan kebebasan komunal.
e. Prinsip persamaan, bagian penting dalam pembinaan dan pegembangan hukum Islam
dalam menggerakan dan mengontrol sosial, setiap manusia bahwasannya sama yang
membedakannya tingkat ketaqwaannya kepada Tuhan.
f. Prinsip at-ta’awun memiliki makna dari saling membantu sesama manusia yang
diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid terutama dalam peningkatan kebaikan dan
ketaqwaan.
g. Prinsip toleransi, toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak islam dan
umatnya (Aravik, 2018).
4. Sumber-Sumber Hukum Islam (Dalil-Dalil Hukum/Pokok-Pokok Dasar Hukum)
Jawaban :
Dalam kepustakaan hukum islam di Indonesia, sumber hukum islam, sumber hukum
Islam kadang-kadang disebut dengan dalil hukum islam atau pokok hukum islamatau
dasar hukum Islam. Menurut surat Al-Nisa ayat 59, setiap muslim wajib menaati
(mengikuti) kemauan atau kehendak Allah, kehendak Rasul dan Ulil Amri yakni orang
yang mempunyai kekuasaan atau “penguasa”. Kehendak Rasul kini tertulis dalam kitab-
kitab hadis dan kehendak penguasa sekarang termaktub dalam hasil karya orang yang
memenuhi syarat untuk berijtihad karena telah mempunya “kekuasaan” berupa ilmu
pengetahuan untuk mengalirkan ajaran hukum Islam dari sumber utamanya yakni Al-
qur’an dan Al-Sunnah. Dari penjelasan di atas sumber hukum Islam ada tiga, yakni (1)
Al-Qur’an, (2) al-Sunah, (3) akal fikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Akal fikiran ini dalam kepustakaan sering disebut dengan istilah al-ra’yu. Ketiga sumber
hukum Islam itu merupakan satu rangkaian kesatuan, dengan urutan seperti yang sudah
disebutkan dan tidak boleh dibalik. Sedangakn menurut Muhammad Idris Al-Syafi’i
dalam bukunya yang bernama Kitab Al-Risalah fi Usul al-Fiqh berpendaapt bahwa
sumber hukum Islam ada empat yakni (1) Al-Qur’an, (2) al-Sunnah, (3) al-ijma’ (4)al-
qiyas. Pendapat menurut Imam Syafi’i ini juga didasarkan pada surat al-Nisa:59 yang
berarti “Hai orang-orang yang beriman, taatlah pada Allah, dan orang-orang yang
memegang kekuasaan diantara kamu. Jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu,
maka kembalikanlah perbedaan pendapat itu kepada Allah dan Rasul”. dalam ayat
tersebut menunjuk pada Al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum Islam sedang kata-
kata “jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul”. menunjuk kepada al-qiyas sebagai sumber hukum Islam. Di Indonesia, kedua
sumber-sumber hukum Islam tersebut tertulis dalam kepustakaan hukum Islam.
Sebenarnya jika dikaji dnegan seksama antara kedua sistematika sumber hukum Islam
tersebut adalah sama. Baik yang menyebutkan sumber hukum islam tiga maupun empat
pada prinsipnya mereka mengambil sumber yang sama yaitu Al-qur’an surat Al-Nisa ayat
59 dan hadits Mu’adz bin Jabal. Mereka sama-sama berpendapat bahwa sumber utama
dan pertama adalah Al-Qur’an dan al-Sunnah. Sumber tambahan yang lain pada
hakekatnya juga sama, karena apa yang disebut oleh Syafi’I ijma’ dan qiyas
sesungguhnya merupakan jalan atau metode yang dipergunakan oleh akal pikiran
manusia (Rohidin, 2016).
5. Hukum Perkawinan & Hukum Waris Sebagai Hukum Positif dalam Sistem
Hukum Nasional
Jawaban :
Perkawinan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj.
Katana-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti kawin yang berarti
bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad. Menurut Fiqh, nikah adalah salah
satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan
keturunan, tetapi juga perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang
merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaany adalah
merupakan ibadah. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum
perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang
berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Dalil yang menjelaskan tentang
perintah dan petunjuk waris diatur dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176.
Disana diterangkan secara jelas oleh Allah Subhanahu Wata‟ala tentang pembagian waris
kepada ahli waris.
Ilmu waris merupakan ilmu yang diturunkan Allah Subhanahu Wata‟ala yang secara rinci
tertuang dalam Al-Quran sehingga tidak perlu banyak penafsiran lebih lanjut. Ini
menunjukkan bahwa ilmu faraid (ilmu hukum waris) menjadi ilmu yang sangat penting
karena dijelaskan secar rinci dalam Al-Quran, berbeda dengan ilmu lain yang hanya
dibahas secara umum dalam Al-Qur’an. Hukum Waris berasal dari bahasa arab al miirats
yang berarti “berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain”, atau dari suatu
kaum kepada kaum lain. Makna dari waris tersebut bukan hanya menyangkut barang
tetapi juga yang bukan barang misalnya ilmu. Hal ini sebagaimana terlihat salah satunya
dalam hadits yang berbunyi “Ulama adalah ahli waris para nabi”. Sementara menurut
istilah yang diterangkan oleh para ulama fiqih, al-miirats berarti berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik
yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik
legal secara syar'i. Hukum
waris di Indonesia mengacu pada hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum
waris perdata.
Hukum waris Islam adalah pengaturan peralihan harta dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli waris dan berapa bagian yang diperoleh. Perumusannya tidak
lepas dari nilai-nilai Islam dalam Alquran. Yang disebut sebagai waris atau ahli waris
adalah orang-orang yang berhak menerima warisan. Sementara muwaris atau pewaris
merupakan orang yang meninggal dunia dan harta benda peninggalannya diwariskan.
Warisan yang dibagikan kepada ahli waris dapat berupa harta bergerak seperti logam
mulia serta kendaraan dan harta tidak bergerak seperti tanah serta rumah. Harta tersebut
dapat dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi untuk biaya perawatan jenazah,
pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat (Yustisia, 2006).

6. Pengertian, Tujuan, Prinsip & Hukum Perkawinan dalam Islam


Jawaban :
Pengertian perkawinan dalam islam adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah SWT. adapun tujuan perkawinan
dalam islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau
sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan
ketentuan- ketentuan agama islam. Hukum perkawinan sebagian besar ulama adalah
mubah dalam artian boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan meskipun demikian dari
segi kondisi orang yang akan melakukan perkawinan, hukum perkawinan dapat berubah
menjadi wajib, sunah ,makruh. Lalu ada prinsip perkawinan dalam islam sebagai
berikut :

a. Prinsip kebebasan memilih pasangan. Hal ini merupakan hak dasar yang telah
diberikan oleh islam tidak hanya untuk laki-laki namun perempuan memiliki hak
yang sama.
b. Prinsip kesetaraan. Perkawinan merupakan sebuah akad antara dua orang
pasangan yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam posisi
yang setara. Karena hubungan antara suami dan isteri adalah hubungan horizontal
bukan hubungan vertikal, sehingga tidak terdapat kondisi yang mendominasi dan
didominasi. Semua pihak setara dan sederajat untuk saling bekerja sama dalam
sebuah ikatan cinta dan kasih sayang.
c. Prinsip Mu’asarah bi al-ma’raf. Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah SWT
terdapat di surat An-Nisa ayat 19.
d. Prinsip musyawarah. Sudah tertera di surat At-Talaq ayat 6. Suami dan istri
merupakan dua jenis kelamin yang berbeda, yang memiliki pemikiran dan
keinginan yang berbeda. Apabila hal tersebut tidak mampu dikelola dengan baik,
maka didalam rumah tangga akan senantiasa ada perselisihan diantara keduanya.
e. Prinsip saling menerima. Masing-masing pasangan saling menerima tidak hanya
dari segi kelebihan pasangannya, namun juga segala kekurangan pasangannya
dan juga menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya sendiri. Dengan
prinsip ini maka masing-masing pihak tidak ada yang merasa sempurna, sehingga
tidak memunculkan rasa gumede (sombong) atas pasangannya. Dan dengan
prinsip ini pula memunculkan kesadaran bahwa keduanya saling
menyempurnakan kekurangan pasangannya dengan kelebihan yang dimilikinya
(Jamaluddin, 2016).

7. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum perkawinan (memilih jodoh,


mahrom/muhrim, kemampuan, dan sekufu)

Jawaban :
a. Memilih Jodoh

Ada beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang


perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan dan demikian pula dorongan
seorang perempuan wakta memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Yang
pokok di antara nya adalah karena kecantikan seorang wanita atau kegagahan
seorang laki-laki atau kesuburan keduanya dalam mengharapkan anak keturunan,
karena kekayaannya, karena kebangsawanannya, dan karena keberagamaannya. Di
antara alasan yang banyak itu, maka yang paling utama dijadikan motivasi adalah
karena keberagaman nya.
b. Mahrom/Muhrim
Muhrim adalah adalah orang yang sedang mengerjakan ibadah ihram, baik haji
maupun umrah. Sedangkan asal kata mahram adalah haram, lawan kata halal.
Maksudnya adalah sesuatu yang terlarang dan tidak boleh dilakukan. – Kemampuan
Aspek kemampuan pada persiapan perkawinan harus diperhatikan, seperti kesiapan
pribadi, kesehatan emosional, kesiapan finansial, dan kesiapan waktu.
c. Sekufu
Maksud sekufu dalam suatu perkawinan yaitu sepadan atau sama antara seorang
suami dengan istrinya, baik dalam agamanya, kedudukannya, pendidikannya,
kekayaannya, status sosial dan sebagainya (Syarifuddin, 2006).
8. Hal – Hal yang Perlu Diperhatikan saat Berlangsungnya Perkawinan
Jawaban :
Syarat Perkawinan
Syarat yaitu sesuatu yang harus ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Dalam
perkawinan, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh keduabelah pihak yang
ingin menikah. Menurut (Rachman et al., 2020), syarat perkawinan yang harus dipeuhi
yaitu
a. Perkawinan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan larangan
dalam QS. al Baqarah ayat 22l yaitu larangan kawin beda agama.
b. Kedua calon mempelai itu haruslah Islam, akil baligh (dewasa dan
berakal), serta sehat jasmani-rohani.
c. Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon pengantin, tidak
dipaksakan. d) Keduanya bukan mahram

Sementara itu, pendapat mengenai syarat perkawinan juga dikemukakan oleh


(Cahyani, 2020), yaitu :

a. Tidak ditentukannya nama masing – masing mempelai


b. Keridhoan mempelai
c. Adanya wali nikah
d. Adanya saksi nikah

Rukun Perkawinan

Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan daram merakukan suatu pekerjaan. Jadi,
rukun berarti sebagai bagian yang pokok. Adapun rukun perkawinan yang harus
dipenuhi oleh kedua mempelai menurut jumhur ulama sebagaimana disebutkan oleh
(Abror, 2020) adalah sebagai berikut.

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan;


b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita
c. Adanya dua orang saksi
d. Sighat akad nikah
Sementara itu, menurut (Rachman et al., 2020), rukun perkawinan diantaranya
sebagai berikut

a. Adanya calon pengantin laki-raki dan calon perempuan


b. Harus ada wali nikah
c. Harus ada dua orang saksi beragama Islam, dewasa, dan adil
d. Adanya pemberian mahar (mas kawin)
e. Pernyataan ijab dan kabul.
9. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Jawaban :

HAK

No Hak Suami Hak Istri

1 Hak Suami untuk ditaati oleh istri Hak mendapatkan mahar dari suami
dalam seluruh perkara, kecuali
maksiat.

2 Tidak mengizinkan seseorang masuk Istri berhak atas nafkah makan dan
ke dalam rumah, kecuali dari minum, pakaian, hingga tempat
persetujuan suami tinggal dari suaminya

3 Hak mendapatkan pelayanan oleh istri Hak mendapatkan bimbingan dan


perlakuan baik dari suami

Kewajiban

No Kewajiban Suami Kewajiban Istri

1. Memberikan Maskawin Melengkapi Kekurangan Suami

2. Memberikan Nafkah Lahir Batin Taat Kepada Suami


3. Menggauli Istri Secara Mengikuti Tempat Tinggal Suami
Baik

4. Menjaga Istri Dari Perkara Memelihara Kehormatan Diri Dan Harta Saat Suami
Dosa Tak Ada

5. - Mengabdikan Diri Kepada Suami Dalam Mengurus


Anak-Anaknya

6 - Menutupi Aib Suami


.

10. Putusnya perkawinan dalam islam (iddah dan rujuk)

Jawaban :

Menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, putusnya perkawinan


dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut :

a. Putusnya perkawinan karena kematian. Putusnya perkawinan karena

perceraian Menurut A. Fuad Sa’id dalam (Abror, 2020) yang dimaksud


dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami istri karena
tidak ada kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti
mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan perdamaian dengan
melibatkan keluarga kedua belah pihak.
b. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan.
Sementara itu, menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tepatnya dalam Pasal
113, putusnya perkawinan disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
c. Putusnya perkawinan karena Talaq. Perceraian dalam Islam dikenal dengan
istilah talak (țalaq). Kata Țalaq diambil dari kata ițlaq yang berarti melepaskan
atau menanggalkan. Semakna dengan kata talak itu, adalah al-irsȃl atau tarku,
yang berarti melepaskan dan menanggalkan, yaitu melepaskan tali perkawinan
mengakhiri hubungan suami isteri; atau secara harfiah berarti membebaskan
seekor binatang. Talak dibagi kepada dua macam, sebagai berikut:
1) Talaq Raj’I ; Talaq yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri sebagai talak
satu atau dua, yang di ikrarkan di depan sidang Pengadilan, dan suami
diperbolehkan meruju’nya bila masih dalam masa iddah, tanpa diharuskan
nikah baru.
2) Talak Ba’in; secara etimologi, ba’in adalah nyata, jelas, pisah atau jatuh,
yaitu talak yang terjadi karena isteri belum digauli oleh suami, atau
karena adanya bilangan talak tertentu (tiga kali), dan atau karena adanya
penerimaan talak tebus (khulu’)
d. Putusnya perkawinan karena khulu’. Khulu’ adalah salah satu bentuk
perceraian dalam Islam yang berarti menghilangkan atau mengurungkan
akad nikah dengan kesediaan isteri membayar uang ‘iwaḑ atau uang
pengganti kepada suami dengan menggunakan pernyataan cerai atau
khulu’.
e. Perceraian Karena Sebab lain, yakni

1) Karena Fasakh. Fasakh menurut bahasa berarti memisahkan atau


memutuskan. Adapun pengertian fasakh menurut istilah adalah
memutuskan akan nikah karena ada sebab yang nyata dan jelas yang
menghalangi kelestarian hubungan suami isteri.
2) Karena Li’an. Li’an secara etimologi berarti laknat atau kutukan.
Sementara secara terminologi adalah sumpah yang diucapkan oleh
suami ketika menuduh isterinya berzina dengan empat kali sumpah
dan menyatakan bahwa dia adalah termasuk orang yang benar dalam
tuduhan, dan pada sumpah kelima disertai pernyataan bahwa ia
bersedia menerima laknat/kutukan Allah jika ia dusta dalam
tuduhannya. Bila suami melakukan li’an kepada isterinya, sedangkan
isterinya tidak menerima, maka isteri boleh melakukan sumpah li’an
juga terhadap suaminya.
3) Karena Syiqaq. Syiqaq artinya adalah perselisihan yang terus menerus
antara suami dan isteri. Bila ini terjadi maka diadakanlah dua utusan
sebagai pendamai antara pihak suami dan isteri setelah fase-fase
menasehati, memisahkan tempat tidur, dan memukul isteri sebagai
upaya mendidik menuju perdamaian rumah tangga yang tak kunjung
berhasil.

Setelah adanya perceraian, bagi perempuan akan timbul masa iddah, yakni
waktu tunggu atau menanti yang terjadi pada perempuan setelah perceraian
dengan tujuan mengetahui apakah sedang mengandung atau tidak. Disamping
itu, seorang mantan suami, dapat menikahkan kembali mantan istrinya jika
syarat- syarat yang tertulis sudah dipenuhi. Hal ini dinamakan ruju’ atau rujuk.
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah diceraikan kepada pernikahan awal.
Bagi laki-laki yang telah menjatuhkan talak tiga atau bain qubra kepada sang
istri, maka ia tidak boleh melakukan rujuk kepada mantan istrinya sebelum
perempuan tersebut menikah dan dicampuri oleh laki-laki lain, kemudian sudah
diceraikan, dan sudah habis masa iddahnya. Rujuk memiliki sejumlah hukum,
seperti wajib apabila suami menalak sang istri sebelum ada kesempurnaan pada
pembagian waktu terhadap istri, haram apabila rujuk dapat menyakiti istri,
makruh apabila perceraian dirasa lebih baik, jaiz (boleh), dan sunnah apabila
bertujuan untuk memperbaiki hubungan (Abror, 2020).

11. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Jawaban :

Pemerintah indonesia mengeluarkan peraturan yang berkenaan dengan


perkawinan, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 19474 tentang Perkawinan.
Peraturan ini ditetapkan tahun 1974 dan mulai berlaku sejak 2 Januari 1974. Hal-
hal yang diatur dalam peraturan ini, antara lain dasar perkawinan, syarat
perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, perjanjian
perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, hubungan orangtua dan anak,
perceraian, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Abror, K. (2020). Hukum Perkawinan dan Perceraian . Yogyakarta: Bening Pustaka.

Ali, Z. (2006). Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Aravik, A. I. (2018). Asas-Asas Hukum Islam : Teori dan Implementasinya dalam


Pengembangan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Thafa Media.

Cahyani, T. D. (2020). Hukum Perkawinan. Malang: UMM Press.

Fatarib, H. (2014). Prinsip dalam Hukum Islam. Prinsip Dasar Hukum Islam (Studi terhadap
Fleksibilitas dan Adabtabilitas Hukum Islam), 10.

Jamaluddin. (2016). Buku Ajar Hukum Perkawinan. Sulawesi: Unimal Press.

Rohidin. (2016). Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Book.

Syarifuddin. (2006). Hukum Perkawinanan Islam di Indonesia. Jakarta: Pernada Media.

Yustisia. (2006). Komplikasi Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Anda mungkin juga menyukai