DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4 (EMPAT)
ANGGOTA KELOMPOK:
Wilnando Mariza (1811011005)
Hasbi (1811011011)
Ajuanda Puteri (1811012033)
Elmarisa (1811013043)
DOSEN PENGAMPU:
Drs. Rusyja Rustam, M.Ag
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia
itu sendiri seperti hukum adat, hukum pidana dan sebagainya.
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama islam. Hukum Islam merupakan hukum-hukum Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW baik yang berupa perkataan, perbuatan atau
pengakuan yang terkandung di dalam al-Qur‟an maupun di dalam sunnah Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia. Di dalam agama Islam
seluruh aktivitas manusia diatur berdasarkan syari‟at Allah SWT yang terkandung
di dalam Kitab suci Al-Qur‟an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur‟an, “barangsiapa tidak memutuskan
dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Q.S.
al-Ma‟idah/5:44). Ayat tersebut mendorong manusia, terutama orang-orang yang
beriman agar menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber hukum dalam memutuskan
suatu perkara, sehingga siapa pun yang tidak menjadikannya sebagai sumber
hukum untuk memutuskan perkara, maka manusia dianggap tidak beriman.
Hukum-hukum Allah Swt. yang tercantum di dalam Al-Qur‟an sesungguhnya
dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan hidup manusia itu sendiri.
Allah Swt. sebagai Pencipta manusia dan alam semesta Maha Mengetahui
terhadap apa yang diperlukan agar manusia hidup damai, aman, dan sentosa.
Konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia
lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia
lain dalam bermasyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam
sekitarnya.
Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar yang
utama dalam pengambilan hukum Islam. Hal tersebut menjadi pokok ajaran Islam
sehingga segala sesuatu haruslah bersumber atau berpatokan kepadanya. Hal
2
tersebut menjadi pangkal dan tempat kembalinya segala sesuatu. Ia juga menjadi
pusat tempat mengalirnya sesuatu. Oleh karena itu, sebagai sumber yang baik dan
sempurna, hendaklah ia memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis
maksudnya adalah al-Qur‟an dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada
siapa saja. Benar artinya al-Qur‟an mengandung kebenaran yang dibuktikan
dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Qur‟an tidak
diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Adapun yang menjadi
sumber hukum Islam, yaitu al-Qur‟an, hadis, dan ijtihad.
3
BAB II
RUMUSAN MASALAH
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum publik; demikian juga sebaliknya.
Ruang lingkup hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah dan
muamalah.
Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan
muamalat dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan hubungan antara
manusia dengan sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa
bidang, di antaranya: (a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu‟âmalat dalam arti
khusus, (d) jinâyat atau uqûbat, (e) al-ahkâm as-shulthâniyyah (khilafah), (f) siyâr,
dan (g) mukhâsamat.
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata hukum
Indonesia, maka akan tergambarkan bidang ruang lingkup muamalat dalam arti
luas sebagai berikut:
1. Hukum Perdata, Hukum perdata Islam meliputi:
a. Munâkahât, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan dan perceraian serta segala akibat hukumnya;
b. Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris,
harta peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum warisan Islam
ini disebut juga hokum farâidh;
c. Mu‟âmalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan
dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual
beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, kontrak, dan
sebagainya.
2. Hukum Publik, Hukum publik Islam meliputi:
a. Jinâyah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-
perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarîmah
hudûd (pidana berat) maupun dalam jarîmah ta‟zîr (pidana ringan).
Yang dimaksud dengan jarîmah adalah tindak pidana. Jarîmah
hudûd adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan
batas hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah (hudûd jamaknya
hadd, artinya batas). Jarîmah ta‟zîr adalah perbuatan tindak pidana
yang bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa
6
sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta‟zîr artinya ajaran atau
pelajaran);
b. Al-Ahkâm as-Shulthâniyyah, membicarakan permasalahan yang
berhubungan dengan kepala negara/ pemerintahan, hak pemerintah
pusat dan daerah, tentang pajak, dan sebagainya;
c. Siyâr, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama lain dan Negara lain;
d. Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum
acara.
7
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur‟an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An-Nisa‟ 4: Ayat 59)
1. Sumber Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah sumber utama hukum Islam karena ia adalah mukjizat
dan sumber kebenaran, sifatnya universal, tidak sektarian, kekal dan di jamin
terpelihara, Allah menjamin kemurnian Al-Qur‟an. Allah Subhanahu Wa Ta‟ala
berfirman:
3. Sumber Ijma'
Ijmak atau Ijma‟ (bahasa Arab: ) adalah kesepakatan para ulama
dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur‟an dan
Hadis dalam suatu perkara yang terjadi.
4. Sumber Qiyas
Secara etimologi, qiyas berarti mengira-ngirakan atau menyamakan.
Meng-qiyas-kan, berarti mengira-ngirakan atau menyamakan sesuatu terhadap
sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis, menurut ulama ushul fiqh,
qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu
yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.Dalam redaksi
yang lain, qiyas adalah menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak
memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum, sebab
adanya persamaan dalam illat hukumnya.
Qiyas berarti mempertemukan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya
dengan hal lain yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat hukum.
Dengan demikian, qiyas merupakan penerapan hukum analogis terhadap hukum
sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang
sama pula.
11
D. Hifdz an-Nasl (memelihara keturunan)
Islam dalam mewujudkan perlindungan terhadap keturunan manusia
disyariatkan perkawinan agar mempunyai keturunan yang saleh dan jelas nasab
(silsilah orangtuanya). Dalam menjaga keturunan ini, Islam melarang perbuatan
zina dan menuduh orang lain berbuat zina tanpa bukti baik lakilaki maupun
perempuan. Perbuatan zina dianggap sebagai perbuatan keji karena dapat merusak
keturunan seseorang. Bahkan terdapat sanksi yang sangat berat berupa dera
kepada pelaku zina agar tidak mencoba untuk mendekati zina karena sudah jelas
terdapat larangannya dalam al-Quran.
(Rohidin, 2016).
E. Hifdz Al-„Aql (memelihara akal)
Ialah terjaminnya akal fikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang
yang bersangkutan tak berguna di tengah masyarakat, menjadi sumber kejahatan,
atau bahkan menjadi sampah masyarakat. Upaya pencegahan yang bersifat
prefentif yang dilakukan syariat Islam sesungguhnya ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan akal pikiran dan menjaganya dari berbagai hal yang
membahayakannya. Diharamkannya meminum arak dan segala sesuatu yang
memabukkan/menghilangkan daya ingatan adalah dimaksudkan untuk menjamin
keselamatan akal. (Zahrah, 2003).
12
berpuasa dalam perjalankan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada hari
lain begitu pula untuk orang yang sedang sakit. Kebolehan meng-qasar shalat
adalah juga dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat ini.
Didalam lapangan muamalat, ialah diperbolehkannya banyak bentuk
transaksi yang dibutuhkan manusia, seperti akad muzara‟ah, salam, murabahab,
dan mudharabah. Dilapangan ‟uqubah (sanksi hukum), islam mensyariatkan
hukuman diyat (denda) bagi pembunuhan tidak disengaja. Perlu ditegaskan bahwa
termasuk dalam katagori hajjiyat adalah memelihara kebebasan individu dan
kebebasan beragama. sebab manusia membutuhkan kedua kebebasan ini. Akan
tetapi terkadang manusia menghadapi kesulitan. Termasuk hajjiyah dalam
keturunan, ialah diharamkan berpelukan. Sedang hajjiyat dalam hal harta, seperti
diharamkan ghasab dan merampas, keduanya tidak menyebabkan lenyapnya harta,
karena masih mungkin untuk diambil kembali, sebab keduanya dilakukan secara
terang-terangan. Sedangkan hajjiyat yang berkaitan dengan akal seperti
diharamkannya meminum khamar walau hanya sedikit. (Zahrah, 2003).
14
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar tidak
diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap (Syarifudin, 2011).
3. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang
disertai dengan ancaman hukum atau sanksi hukum.Qishash, Diyat, ditetapkan
untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu
(pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan ta‟zir untuk tindak pidana
selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hukum mencerminkan
fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat
dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum
Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir (Syarifudin, 2011).
4. Fungsi Tanzhim wa Islah al-Ummah
Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur
sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah
masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum
Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat
dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah
muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya (Syarifudin, 2011).
15
BAB IV
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17