Anda di halaman 1dari 15

1.

Konsep Hukum Islam

2.1.1. Pengertian Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Ushul Fikih

a. Hukum Islam
Hukum Islam berasal dari dua kata yaitu „hukum‟ dan „Islam‟.Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
„hukum‟ diartikan dengan: 1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat; 2) undang-
undang, peraturan,dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.Secara sederhana hukum dapat
kita pahami sebagai sekumpulan peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam bermasyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa hal yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat atau peraturan atau norma yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa.

b. Syariah
Secara bahasa kata „syariah‟ berasal dari bahasa Arab “al-syari‟ah”

(‫ )الش ري‬yang memiliki arti „jalan ke sumber air‟ atau jalan yang harus diikuti
yaitu jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan (alFairuzabadiy, 1995: 659). Syariah diartikan jalan air
karena bagi siapa saja yang mengikuti syariah maka akan mengalir dan bersih jiwanya layaknya air. Allah
menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia
menjadikan syariah sebagai sebab dari kehidupan jiwa manusia (Amir Syarifuddin, 1997, I:1).
Secara terminologis syariah didefinisikan oleh beberapa pendapat. Wahbah al-Zuhaili (1985, I: 18)
mendefinisikan “syariah sebagai setiap hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya baik
melalui alQuran maupun Sunnah, baik yang terkait dengan masalah akidah yang secara khusus menjadi
kajian ilmu kalam, maupun masalah amaliah yang menjadi kajian ilmu fikih. Menurut al-Tahanwy syariah
adalah hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya yang dibawa Nabi, baik
yang berkaitan dengan cara perbuatan yang dinamakan dengan hukum-hukum cabang dan amaliyah
yang dikodifikasikan dalam ilmu fikih, ataupun yang berkaitan dengan kepercayaan yang dinamakan
dengan hukum-hukum pokok dan i‟tiqadiyah yang dikodifikasikan dalam ilmu kalam (M. Yusuf Musa,
1988: 131).”

c. Fikih
Secara bahasa kata „fikih‟ berasal dari bahasa Arab: alfiqh/‫الفقه‬, yang berarti pemahaman atau
pengetahuan tentang sesuatu (alFairuzabadiy, 1995: 1126).
Adapun secara terminologis fikih memiliki definisi sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara‟ yang
bersifat amaliyah yang digali dari dalildalil terperinci (Khallaf, 1978: 11; Abu Zahrah, 1958: 6; al-Zuhaili,
1985, I: 16; alJarjani, 1988: 168; dan Manna‟ al-Qaththan, 2001: 183). fikih adalah sebuah pemahaman
dan penjelasan yang sangat rinci dari apa yang sudah ditetapkan oleh syariah.
d. Ushul Fikih
Istilah ushul fikih merupakan gabungan (kata majemuk) dari kata „ushul‟ dan kata „fikih‟. Secara
bahasa, fikih berarti paham, dan secara terminologis fikih berarti ilmu tentang hukum-hukum syara‟
yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci dari al-Quran dan Sunnah. Sedang kata
„ushul‟ berasal dari bahasa Arab al-ushul yaitu isim jama‟ (plural) dari kata dasar (mufrad) „alashl yang
artinya pokok, sumber, asal, dasar, pangkal, dan lain sebagainya (Munawwir, 1997: 23).

Definisi ushul fikih menurut istilah syara‟ adalah pengetahuan tentang kaidah dan penjabarannya yang
dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum syariat Islam mengenai perbuatan manusia.

2.1.2 Ruang Lingkup Hukum Islam


Ruang lingkup hukum islam mencakup 2 masalah pokok, yaitu:
1. ibadah, sebagai ruang lingkup hukum Islam yang pertama
2. muamalah, sebagai ruang lingkup hukum Islam yang kedua

a. Ibadah

Secara bahasa kata „ibadah‟ berasal dari bahasa Arab yakni al-„ibadah, yang berarti menyembah atau
mengabdi (Munawwir, 1997: 886).
Ibadah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia kepada Allah. Karena ibadah
merupakan perintah Allah dan sekaligus hak-Nya, maka ibadah yang dilakukan oleh manusia harus
mengikuti aturan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Dalam masalah ibadah berlaku ketentuan,
tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-ketentuan
ibadah yang ada dinamakan bid‟ah dan berakibat batalnya ibadah yang dilakukan.

b. Muamalah
Secara bahasa kata muamalah berasal dari bahasa Arab “almu‟amalah” yang berpangkal pada kata
dasar „amila-ya‟malu-„amalan yang berarti membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak (Munawwir,
1997: 972). Sedangkan secara terminologis muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang
dimana mengatur tentang hubungan manusia antara yang satu dengan lainnya baik secara individu
maupun berkelompok.
menurut Abdul Wahhab Khallaf ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamalah, meliputi :
1.hukum-hukum masalah personal/keluarga
2. hukum-hukum perdata
3. hukum-hukum pidana
4. hukum-hukum acara peradilan
5. al-ahkam al-dusturiyyah (hukum-hukum perundang-undangan

6. hukum-hukum kenegaraan

7. hukum-hukum ekonomi dan harta


Karakteristik Hukum Islam
Hukum Islam memiliki beberapa karakteristik yang dapatmembedakannya dari berbagai sistem hukum
yang ada di dunia.Karaktersitik hukum Islam ini ada yang merupakan produk dari watak hukum Islam itu
sendiri, dan ada yang disebabkan oleh evolusinya dalam mencapai tujuan yang diridoi Allah. Yang
dimana karkteristik tersebut yaitu:

1. Asal mula hukum Islam berbeda dengan asal mula hukum umum.
Perbedaan yang paling mendasar dari hukum Islam dengan hukum Barat adalah bahwa konsep hukum
Islam merupakan apa yang dijabarkan dari wahyu Allah. Yang dimana hukum Islam bersumber pada
wahyu Allah.
Sumber tersebut kemudian dijabarkan menjadi wahyu Allah (alQuran).Hukum yang diciptakan manusia
sangatlah berbeda dengan hukum yang datang dari Allah.
Para ahli fikih terikat dengan al-Quran dan Sunnah selama ditemukan nash-nash di dalamnya. Ketika
pada kedua sumber ini tidak ditemukan dasardasar tersebut, maka para ahli fikih akan melakukan ijtihad
untuk menemukan dasar-dasar yang belum ditemukan dalam al-Quran dan Sunnah. Para ahli hukum
umum terus menerus mengkaji undang-undang dan menafsirkan teksteksnya pasal demi pasal, dengan
asumsi bahwa undang-undang itu memuat segala sesuatu yang menyangkut isinya. Oleh karena itu
ketika para ahli hukum sepakat mengatakan bahwa teks hukum memuat semua kaidah hukum tanpa
ada yang terlewat, tidak ada pilihan lagi bagi seorang ahli hukum kecuali membahas dan menafsirkan
teks-teks itu pasal demi pasal

2. Balasan hukum Islam didapatkan di dunia dan akhirat.

Hal yang terdapat undang-undang hanyalah berisikan tentang sanksisanksi duniawi yang mampu ditakar
melalui berapa lama seseorang akan menjalani sanksi tersebut.Tidak ada ketentuan dalam undang-
undang tersebut yang akan memberikan sanksi diakhirat kelak. Hukum Islam menjanjikan pahala ketika
kita mematuhi segala aturan yang telah dibuat oleh Allah dan akan mendapatkan siksa di dunia dan
akhirat ketika menjalankan larangannya. Sanksi di akhirat tentunya jauh lebih berat dari sanksi di dunia

c. Hukum Islam dapat berkembang sesuai dengan lingkungan, waktu, dan tempat.
Hukum menghendaki adanya perkembangan untuk dapat bertahan di tengah-tengah perbedaan waktu
dan tempat. Jika tidak demikian, hukum tersebut akan mati dan tidak dapat bertahan. Hukum Islam
mempunyai sifat dinamis yang membuatnya tetap bertahan dan berkembang seiring perkembangan
zaman (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 172). Karena kaidah hukum Islam tidak terbatas
pemberlakuannya pada kaum dan masa tertentu. Kaidah-kaidah hukum Islam merupakan kaidah umum
yang berlaku untuk setiap masa, tempat, dan golongan. Telah terbukti dalam sejarah hukum Islam telah
berlaku dari awal diturunkannya ke bumi hingga saat ini. Di saat terjadi berbagai perubahan hukum
Islam tetap eksis dan berlaku untuk semua zaman dan tempat.

d. Hukum Islam bersifat ta‟aqquli dan ta‟abbudi


Karakteristik ini terkait dengan dua bidang kajian hukum Islam, yaitu ibadah dan muamalah. Dalam
bidang ibadah terkandung nilai-nilai ta‟abbudi, atau ghairu ma‟qulat al-ma‟na (irrasional), yakni
ketentuan ibadah itu harus sesuai dengan apa yang telah disyariatkan, meskipun akal tidak mampu
menjangkaunya. Ijtihad tidak dapat dilaksanakan dalam persoalan ibadah.
Sebagai contoh, bagian-bagian yang harus dikenai air ketika seorangberwudlu adalah seperti yang sudah
ditentukan oleh al-Quran, yakni muka, dua tangan sampai siku-siku, sebagian kepala, dan dua kaki
sampai mata kaki. Bagian-bagian itu tidak bisa dilakukan ijtihad dengan menambah atau mengurangi
bagian tubuh yang akan terkena air, meskipun terkadang tidak bisa ditemukan alasan rasionalnya.
Sedangkan dalam bidang muamalah terkandung nilai-nilai ta‟aqquli atau ma‟qulat al-ma‟na (rasional),
yakni ketentuan muamalah itu dapat diterima dan dijangkau oleh akal. Pada bidang muamalah ini dapat
diterapkan ijtihad (Fathurrahman Djamil, 1997: 51).

Dalam hal ini Muhammad Yusuf Musa (1988: 180-190) mengemukakan tiga prinsip dasar hukum
Islam,yaitu:

1.tidak mempersulit dan memberatkan

Prinsip ini banyak ditemukan dalam al-Quran, seperti dalam Q.S. alMaidah (5): 6; Q.S. al-Hajj (22): 78;
Q.S. al-Fath (48): 17; Q.S. al-Baqarah (2): 185; dan Q.S. al-Nisa‟ (4): 28. Dari ayat-ayat ini terlihat Allah
mengetahui tingkat kesehatan dan kesakitan, kekuatan dan kelemahan manusia, serta mengangkat
kesulitan dari seluruh manusia pada umumnya dan dari orang orang yang sakit dan terkena musibah
pada khususnya. Banyak bukti yang menunjukkan pengangkatan kesulitan tersebut, ada yang di bidang
ibadah dan ada yang di bidang muamalah. Dalam bidang ibadah dapat dilihat pembebanan al-Quran
sehingga mudah dilaksanakan tanpa ada kesulitan dan kepayahan. Misalnya, ketentuan boleh menjama‟
dan mengqashar shalat ketika seseorang sedang bepergian, boleh tidak berpuasa ketika sakit dan
bepergian, dan diwajibkan zakat dan haji dengan persyaratan tertentu.

2.memperhatikan kesejahteraan manusia secara keseluruhan

Tujuan hukum Islam yang pokok adalah mewujudkan kesejahteraan yang hakiki bagi seluruh manusia,
tanpa ada perbedaan antara ras dan bangsa, bahkan agama. Dalam hal ini al-Syathibi mengatakan:
Dengan penelitian induktif kita mengetahui bahwa Allah bermaksud mewujudkan kesejahteraan hamba-
hamba-Nya. Hukum-hukum muamalah dibuat sejalan dengan maksud itu. Satu transaksi suatu saat
dilarang karena tidak ada manfaatnya dan di saat yang lain dibolehkan karena mengandung manfaat.
Seperti satu dirham tidak boleh dijual dengan satu dirham, tetapi boleh diutang. Begitu pula tidak boleh
menjual buah basah dengan buah yang sudah kering (seperti korma –umpamanya), karena hanya
merupakan penipuan dan riba yang tidak ada gunanya, tetapi jual beli ini dibolehkan jika ada
manfaatnya yang nyata.
3.mewujudkan keadilan secara menyeluruh.

Islam memandang semua manusia sama. Tidak ada perbedaan di antara manusia di hadapan hukum.
Perbedaan derajat, pangkat, harta, etnis, bahasa, bahkan agama tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak
berbuat tidak adil. AlQuran surat al-Maidah (5): 8 menegaskan larangan berbuat zalim (tidak adil)
terhadap suatu kaum karena didorong oleh kebencian. Masih banyak lagi ayat al-Quran yang
memerintahkan keadilan diiringi dengan pemberian pahala dan melarang berbuat zalim yang diiringi
dengan pemberian hukuman, dan ketentuan seperti ini juga banyak ditemukan dalam Sunnah.
4. Ditetapkan secara bertahap.
Seperti diketahui, al-Quran turun kepada Nabi Muhammad saw. Secara berangsur-angsur, ayat demi
ayat, surat demi surat, sesuai dengan peristiwa, situasi, kondisi yang terjadi. Dengan cara ini hukum yang
dibawanya lebih disenangi oleh jiwa penganutnya dan lebih mendorongnya untuk menaati aturan-
aturannya.
Hikmah yang pokok dari penetapan hukum secara bertahap ini adalah untuk memudahkan umat Islam
dalam mengamalkan setiap hukum yang ditetapkan. Sebagai contoh adalah pemberlakuan hukum
haram bagi menuman keras. Dalam hal ini hukum Islam (al-Quran) dengan jelas memberikan tahapan-
tahapan dalam penetapan hukumnya, dimulai dari aturan yang sederhana sampai pada penetapan
keharamannya.

Peradilan agama

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2)
bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara,
dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk
menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-
orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi
syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Fungsi

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan AgamaSumber mempunyai fungsi, antara lain
sebagai berikut:

1.Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006).

2.Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat
struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan,
maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal 53
ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

3.Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya
agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta
pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

4.Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi
pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun
2006).

5.Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan
administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/
VIII/2006).

Fungsi Lainnya:

Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait,
seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang
seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan, sepanjang
diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan
Informasi di Pengadilan.

Dasar hukum peradilan agama dalam Undang Undang Dasar 1945 adalah diatur oleh Pasal 24 yang pada
ayat (1) menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Undang Undang Nomor 50
Tahun 2009, yang dalam Pasal 2 menegaskan bahwa peradilan agama merupakan salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata
tertentu yang diatur dalam undang undang. Selanjutnya dalam 2 Pasal 2 ayat (1) menerangkan bahwa
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh pengadilan agama dan
pengadilan tinggi agama.

Pengertian peradilan dan pengadilan, menurut Hartono, 1977, hal. 95 :

Peradilan adalah tugas atau fungsi menegakkan hukum dan keadilan yang dibebankan kepada
pengadilan.

Pengadilan adalah organisasi atau badan yang menjalankan tugas dan fungsi peradilan tersebut.

Peradilan Agama juga adalah salah satu diantara 3 Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan
Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara perdata tertentu dan mengenai golongan
rakyat tertentu. Dalam struktur 0rganisasi Peradilan Agama, ada Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama yang secara langsung bersentuhan dengan penyelesaian perkara di tingkat pertama dan
banding sebagai manifestasi dari fungsi kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.

Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara- antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Abdul Ghani Abdullah

Menurut Abdul Ghani Abdullah dalam bukunya yang diterbitkan di Gema Insani Press mengungkapkan
bahwa hukum islam sebagai hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Ia pun juga
menyebutkan bahwa konsepsi hukum islam sebagai dasar dan kerangka hukum yang ditetapkan oleh
Allah.

Sumber hukum Islam

1. Al-Qur’an

Sumber hukum islam yang paling dasar adalah Al Qur’an. Sebagai kitab suci umat muslim, tentu saja Al
Qur’an sebagai tiang dan penegak. DImana Al Qur’an pesan langsung Dari Allah SWT yang diturunkan
lewat Malaikat Jibril. Kemudian Jibril menyampaikan langsung kepada Nabi Muhammad.

Muatan Al Qur’an berisi tentang anjuran, ketentuan, larangan, perintah, hikmah dan masih banyak lagi.
Bahkan, di dalam Al Quran juga disampaikan bagaimana masyarakat yang berakhlak, dan bagaimana
seharusnya manusia yang berakhlak.

2. Hadits

Hadits sabagai sumber islam yang tidak kalah penting. Kenapa hadis digunakan untuk hukum islam?
Karena Hadis merupakan pesan, nasihat, perilaku atau perkatan Rasulullah SAW. segala sabda,
perbuatan, persetujuan dan ketetapan dari Rasulullah SAW, akan dijadikan sebagai ketetapan hukum
islam.

Hadits mengandung aturan-aturan yang terperinci dan segala aturan secara umum. Muatan hadits
masih penjelasan dari Al-Qur’an. Perluasan atau makna di dalam masyarakat umum, hadits yang
mengalami perluasan makna lebih akrab disebut dengan sunnah.

3. Ijma’
Mungkin ada yang asing dengan sumber hukum islam yang ketiga, iaitu ijma’. Ijma’ dibentuk
berdasarkan pada kesepakatan seluruh ulama mujtahid. Ulama yang di maksud di sini adalah ulama
setelah sepeninggalan Rasulullah SAW.

Kesepakatan dari para ulama, Ijma’ tetap dapat dipertanggungjawabkan di masa sahabat, tabiin dan
tabi’ut tabiin. Kesepakatan para ulama ini dibuat karena penyebaran Islam sudah semakin meluas
tersebar kesegala penjuru.

4. Qiyas

Qiyas sepertinya tidak banyak orang yang tahu. Sekalipun ada yang tahu, masih ada perbedaan
keyakinan, bahwa qiyas ini tidak termasuk dalam sumber hukum islam. Meskipun demikian, para ulama
sudah sepakat Qiyas sebagai sumber hukum islam.

Qiyas adalah sumber hukum yang menjadi penengah apabila ada suatu permasalahan. Apabila
ditemukan permasalahan yang tidak ditemukan solusi di Al-Quran, Hadits, Ijma’ maka dapat ditemukan
dalam qiyas.

Qiyas adalah menjelaskan sesuatu yang tidak disebutkan dalam tiga hal tadi (Al-quran, hadits dan Ijma’)
dengan cara membandingkan atau menganalogikan menggunakan nalar dan logika.

Keempat sumber hukum islam di atas menunjukkan bahwa hukum islam tidak sekedar hukum biasa.
Karena dasarnya mengacu pada 4 hal yang sangat fundamental.

Bahkan, ada beberapa pendapat lain, selain mengacu pada empat sumber hukum di atas, masih ada lagi
sumber hukum islam, yaitu ada :

Istihsan,

Istishab,

Saddudz-dzari’ah atau tindakan preventif,

urf atau adat

dan Qaul sahabat Nabi SAW.


3. Mewujudkan Kemaslahatan di dunia dan di akhirat

Ternyata tidak sekedar bermanfaat untuk urusan dunia dan masalah perbedaan saja. Hukum islam juga
bertujuan dalam mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di akhirat.

Ada lima unsur pokok terciptanya kemaslahatan di dunia dan akhirat, yaitu : agama, jiwa, akal, keturuan
dan harta.

Kelima unsur tersebut jika di bahas secara terfokus dan mendalam akan banyak sekali uraiannya.
Umumnya ini akan kamu pelajari jika mengambil jurusan agama atau belajar secara mandiri.

Itulah tiga tujuan hukum islam. Sebenarnya masih ada banyak lagi tujuan yang tidak tertulis. Atau
mungkin kamu menemukan tujuan lain yang kamu rasakan selama mempelajari hukum islam? Boleh loh
di tulis di komentar dibawah.

Pembagian Hukum-Hukum Islam

Jika dilihat dari pembagian hukum islam, memiliki beberapa bagian. Ada yang hukumnya wajib, ada yang
hukumnya sunnah, haram, makruh dan mubah. Berikut ulasannya.

1. Wajib

Saya yakin, banyak yang menyadari betul kata wajib satu ini. Dikatakan wajib apabila mengerjakan
perbuatan akan mendapatkan pahala. Apabila meninggalkan kewajiban, akan mendapatkan siksa atau
dosa. Kecuali bagi orang yang tidak mengetahui ilmu/aturan.

2. Sunnah

Dikatakan sunnah apabila seseorang yang mengerjakan perintah akan mendapatkan pahala. Jika tidak
mengerjakannya pun tidak dosa atau tidak disiksa. Hanya saja, banyak orang yang menyarankan untuk
mengerjakan sunnah, karena sayang jika ada kesempatan mengumpulkan amal, tidak dimanfaatkan.
3. Haram

Dalam kehidupan sehari-hari, umat muslim memiliki banyak aturan yang menyangkut tentang ke-halal-
lan dan mana yang haram. Dikatakan haram apabila hal-hal yang dilarang tetap dilanggar, akan dicatat
sebagai dosa. Jika meninggalkan hal-hal yang haram, maka akan dicatat mendapatkan pahala.

4. Makruh

Dikatakan makruh apabila aturan yang dimakruhkan di tinggalkan, maka jauh lebih baik. sedangkan jika
yang dimakruhkan tetap dilakukan, maka kurang elok atau kurang baik. Baik itu kurang baik untuk diri
sendiri atau orang lain. Misalnya, merokok, bagi diri sendiri tidak baik untuk kesehatan. Bagi orang pun
juga kurang baik.

5. Mubah

Dikatakan mubah hal-hal yang dibolehkan dalam agama dibolehkan di kerjakan atau yang seharusnya di
tinggalkan tidak di kerjakan.

Pengelolaan lembaga

Zakat Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Zakat
Zakat menurut hukum Islam mempunyai banyak definisi atau pengertian yang akan memudahkan
pembaca atau penulis untuk melakukan penelitian. Zakat juga merupakan bagian dari kegiatan dari
masyarakat untuk saling membantu antar sesama. Dalam Islam disebut dengan istilah Fiqh mu‟amalah
yaitu ketentuan (hukum islam) yang mengatur hubungan antar orang perorangan.Menurut Yusuf
Qardawi secara bahasa zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh,
bersih dan baik.Sesuatu itu zakat, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang
itu baik.
Wahbah Al-Zuhayly mendefinisikan zakat menurut syara‟ adalah sebagai
hak yang wajib
sebagai (dikeluarkan dari)
“penunaian” hakharta. yang
Sedangkan wajib
menurut terminologi
yang para fuqoha zakat
terdapat harta.adalah
Zakat juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan yang diwajibkan
oleh Allah untuk memberikan kepada orang-oranag fakir.

Syarat Dan Rukun Zakat

a. Syarat Zakat
Adapun syarat wajib dan syarat sah zakat diantaranya adalah:

1) Syarat Wajib Zakat :

a) Merdeka Zakat tidak wajib atas hamba sahaya karena hamba

sahaya tidak memiliki hak milik. Tuannya lah yang memiliki apa

yang ada ditangan hambanya.

b) Islam Menurut ijma‟, zakat tidak wajib atas orang kafir (Non

Muslim) karena zakat merupakan ibadah yang suci sedangkan

orang kafir (Non Muslim) bukanlah orang yang suci menurt

Wahbah Zuhaliy.

c) Baligh dan berakal Zakat tidak wajib diambil dari harta anak kecil

dan orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan

orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti shalat dan puasa.

d) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati,

disyaratkan produktif, yakni berkembang sebab salah satu makna

zakat adalah berkembang dan produktifitas tidak dihasilkan kecuali

dari barang-barang yang produktif.

e) Harta yang wajib dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengnnya, maksudnya ialah nisab yang
ditentukan oleh syara‟sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar berikut yang mewajibkannya
zakat.
f) Harta yang dizakati adalah milik penuh. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud harta yang
wajib dizakati ialah harta yang dimiliki secara utuh dan berada di tangan sendiri yang benar-benar
dimiliki atau harta milik yang hak pengeluarannya berada di tangan seseorang, atau harta yang dimiliki
secara asli.
g) Kepemilikan harta telah mencapai setahun atau telah sampai pada jangka waktu yang mewajibkan
seseorang mengeluarka zakat misalnya yaitu pada masa panen.
h) Harta tersebut bukan merupakan harta hasil hutang. Mazhab Hambali berpendapat bahwa utang
mencegah kewajiban zakat untuk harta-harta yang tak terlihat (maksudnya emas, perak, uang, dan
barang-barang dagangan).
i) Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.
j) Menurut mazhab Hanafi harta yang wajib dizakati terlepas dari utang dan kebutuhan pokok sebab
orang yang sibuk mencari harta untuk kedua hal ini sama dengan orang yang tidak memiliki harta.
2) Syarat Sah Zakat :
a) Niat

Para fuqaha sepakat bahwa niat merupakan syarat pelaksanaan zakat. Pendapat ini berdasarkan sabda
Nabi saw berikut; “Pada dasarnya, amalan-amalan itu dikerjakan dengan niat”. Pelaksanaan zakat
termasuk salah satu amalan. Ia merupakan ibadah seperti halnya salat. Oleh karena itu, ia memerlukan
adanya niat untuk membedakan antara ibadah yang fardu nafilah.

b) Tamlik
Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada penerimanya) Tamlik menjadi syarat sahnya
pelaksanaan zakat yakni harta zakat diberikan kepada mustahiqq. Dengan demikian, seseorang tidak
boleh memberikan makan (kepada mustahiqq), kecuali dengan jalan Tamlik36

b. Rukun Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan melepaskan kepemilikan
tehadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkannya kepadanya atau harta
tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.
Jadi sederhanya rukun zakat sebagai berikut :
1) Niat
Niat zakat fitrah baik zakat maal diniatkan karena Allah SWT bukan karena riya‟ dan Niat harus disertai
ketika ingin membayar zakat.
2) Adanya Muzakki (orang yang memberi zakat)
Muzaki adalah orang yang dikenai kewajiban membayar zakat atas kepemilikan harta yang telah
mencapai nishab dan haul. Kriteria muzaki menurut hadist adalah beragama Islam, merdeka, harta
dimiliki secara sempurna, mencapai nishab, dan telah haul.
3) Adanya Mustahik (orang yang menerima zakat)Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima
zakat, dan seorang penerima zakat harus niatkan karena Allah SWT walau nantinya hanya mendapat
imbalan sedikit dari hasil zakat. Kriteria mustahik tercantum dalam QS at-Taubah (9): 60.

4) Ada harta yang di Zakati

Rukun wajib zakat adalah harus ada harta atau sesuatu yang ingin di zakati, dan sesuai dengan
nishabnya yang disepakati.

Dasar Hukum Zakat

Dasar hukum zakat tentunya banyak sekali ditemukan di dalam Al-Quran dan Hadits-Hadits yang
menjadi dasar hukum dalam menentukan hokum zakat. Kata zakat dalam bentuk Ma‟rifah (definisi)
disebut tiga puluh kali di dalam Al-Qur‟an, diantaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam satu ayat
bersama Shalat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan Shalat tetapi tidak
dalam satu ayat.39
Adapun ayat-ayat yang menjelaskan zakat diantaranya sebagai berikut :
ْ
َ ‫ص ِّو َعيَ ْي ۖ ْهٌَُِِّإ‬
1 : ‫صيَىَٰتَ َل‬ َ ٌِ‫ ) ُخ ٍِِْْرٍَْأىََٰىِ ْه‬Surat AtTaubah ayat 103
َ ُ‫ص َدقَتًتُطَهِّ ُسهٌُ َوت‬
َ ‫ص ِّميهٌِبِهَب َو‬
ۗ
‫ظَ َ ِن ىَّهٌُْ َوٱَّللَُّ ِظَي ع َعيِ ٌي‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS AtTaubah :103)
Tafsir QS At-Taubah 103 :Dalam Surah At-Taubah ayat 103 dalam kitab tafsir Al-Muyassar dengan
tafsirnya yang bermakna, Ambilah (wahai nabi), dari sebagian harta benda orang-orang yang telah
bertaubat yang mencampuradukan antara amal shalih dan perbuatan buruk lain, sedekah (zakat) yang
membersihkan mereka dari kotoran dosa-dosa dan mengangkat mereka dari golongan orang-orang
munafik menuju derajat orang-orang yang ikhlas, dan berdoalah kepada Allah bagi mereka untuk
mengampuni dosa-dosa mereka, dan mintakanlah ampunan bagi mereka dari dosa-dosa itu.
Sesungguhnya doamu dan permintaan ampunanmu akan menjadi rahmat dan ketenangan bagi mereka.
Dan Allah maha mendengar tiap-tiap doa dan ucapan, maha mengetahui keadaan-keadaan hamba-
hamba dan nitaniat mereka. Dan Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang yang berbuat
sesuai dengan perbuatanny

Jenis – Jenis Zakat


Zakat termasuk kategori ibadah (seperti, shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur berasarkan Al-Qur‟an
dan Sunnah. Sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan manusia. Secara umum zakat terbagi menjadi dua macam :

a. Zakat Fitrah
Zakat ini diwajibkan sesuai dengan bulan ramadhan sebelum sholat id sebanyak satu sha setara 4 mud
atau empat kali cakupan kedua telapak tangan dari makanan pokok beras, gandum, kurma, dan
makanan pokok yang ada di daerah masing-masing tempat. Dari bahan makanan untuk membersihkan
puasa dan mencukupi kebutuhan orang-orang msikin di hari raya idul fitri. Menurut ahli fiqih, fitrah
adalah tabiat yang suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut hasil penelitian para ahli, satu
Sha‟ sama dengan kira-kira 3 Liter atau 2,4 Kg beras (dibulatkan menjadi 2,5Kg).45

b. Zakat Maal ( harta baik usaha maupun bumi)


Zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seorang atau lembaga dengan syarat-syarat
dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan.49 Istilah zakat mal diambil dari kata berbahasa Arab
“maal” yang artinya harta. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat mal wajib dikeluarkan oleh
mereka yang hartanya sudah memenuhi nisab selama 1 tahun.
c. Zakat Harta Persekutuan
Harta persekutuan (khalithain) dalam bab zakat, ialah dua harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yakni
milik dua orang, yang digabung menjadi satu dengan tujuan kerja sama atau lainnya. Maksudnya ialah
persekutuan antara dua orang yang wajib berzakat, masing-masing memiliki senisab atau lebih, yang
dimiliki setahun penuh, berasal dari waris atau membeli
atau lainnya.Perlu diperhatikan, bahwa kedua harta gabungan jenis ini bercampur secara merata,
Maksudnya milik masing-masing mempunyai bagian tidak bisa dibedakan satu sama lain, tetapi masing-
masing mempunyai bagian tidak tertentu dari harta milik bersama itu menurut presentasinya
masingmasing. Contoh apabila ada dua orang bersaudara mewarisi dari ayah mereka 20 ekor sapi, atau
keduanya memberli bersama sapi sebanyak itu. Setengah dari tiap-tiap ekor. Begitu pula, kalau yang
diwarisi atau dibeli itu berupa tanah atau barang.

Konflik hukum Islam

Sedangkan menurut istilah, konflik hukum Islam bermakna berlainan pendapat antara dua atau
beberapa orang terhadap suatu masalah atau peristiwa tertentu, baik berlainan itu dalam arti “tidak
sama” atau dalam arti “bertentangan”.4 Istilah konflik dalam studi ini digunakan dalam pengertian
“perbedaan pandangan dan
pemahaman terhadap hukum Islam hasil ijtihad para fuqaha. Perbedaan pandangan dan pemahaman
tersebut disebabkan karena perbedaan metodologiyang digunakan mereka dalam memahami dan
menetapkan hukum terhadap satu masalah atau kejadian. Perbedaan tentang hukum wudhu seorang
laki-laki yang menyentuh perempuan dan hukum membaca surat al-Fatihah bagi ma’mun dalam sholat
misalnya merupakan salah satu contoh yang dapat melahirkan konflik pemahaman dan penafsiran.

Berkaitan dengan konflik yang disebutkan terakhir, secara akumulatif ditemukan di dalam Al-Qur’an
sebanyak tujuh dalil-dalil nash yang berimflikasi konflik pemahaman dan penafsiran dengan berbagai
bentuk derivatifnya, yaitu pada surat 23: 81, 30: 22, 2: 164, 45: 4, 3: 190, 10: 6 dan surat 4: 81.
Sedangkan akar katanya, baik menggunakan fiil Madli, maupun fiil Mudhari, juga menggunakan isim fail
dan maf’ul, serta menggunakan bentuk singular atau plural ditemukakan pula sebanyak lebih dari 20
kali.Ini berarti bahwa Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam mengklaim adanya konflik terhadap nash-
nash hukum terutama nash hukum yang bersifat furu’iyyah.

Dari beberapa penjelasan yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulanbahwa konflik sebagai
hasil ijtihad merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu sikap yang harus
diambil adalah bersikap terbuka (inklusif) dalam menyikapi setiap persoalan dan perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam bukan sebaliknya, bersikap fanatik. Dan bagi seorang muslim yang terpelajar sikap
yang perlu dibangun dan ditumbuhkan adalah tetap melakukan pengkajian Islam dan mengetahui
dengan pasti asal-muasal dan akar persoalan yang diperdebatkan untuk kemudian mengambil yang
dianggapnya lebih benar tetapi tidak menafikan adanya kemungkinan yang lain lebih benar. Dengan cara
seperti ini, kita termasuk ikut mrmbantu mengatasi persoalan umat dengan cara-cara yang bijak dan
toleran.
Bahwa konflik merupakan perbedaan pendapat di antara ahli hukum Islam yang bersifat furu’iyah
(cabang), bukan pada hukum Islam yang bersifat ushuliyah(pokok). Perbedaan pemahaman dalam
menetapkan satu masalah atau kejadian, karena disamping adanya unsur-unsur spekulatif, baik external
maupun internal pada dalil-dali syara’, baik yang disepakati maupun yang tidak, serta perbedaan
metodologi yang digunakan, hal ini menjadi sebab adanya perbedaan tersebut, dan perbedaan
pendapat itu merupakan sebuah keniscayaan dan sekaligus sebagai khazanah hukum Islam itu
sendiri.Bahwa pendekatan yang digunakan dalam menyelsaikan setiap konflik hukum Islam hasil ijtihad
adalah pendekatan reformatif dan toleran terhadap setiap

Terdapat dua problematika yang berpengaruh besar terhadap penerapanHukum Islam di Indonesia.
Pertama: Sebab masuknya hukum Barat dan sebab bersinggungan dengan Hukum Adat. Kedua: Sebab
pengaruh politik dan kultur masyarakat.
Dalam tinjauan Sosiologis, Hukum Islam sulit diterapkan secara sempurna,sebab Hukum Islam berada
pada wilayah agama sekaligus di wilayah Negara.
Problem sosial tersebut menyebabkan tarik menarik antara prinsip-prinsip agama dengan prinsip-prinsip
Negara.

Anda mungkin juga menyukai