Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“HUKUM DALAM ISLAM”

Disusun Oleh: Kelompok 5


Dosen pengampu: Drs. Rusyja Rustam, M.Ag

Anggota :
1. Muhammad Akmal Rafif 2310913009

2. Muhammad Haekal 2310913011

3. Denni Ramadhan 2310917001

4. Mahmub Ali Sya’bani 2310941012

5. Luthfi Al Aziz 2310943002

MATA KULIAH AGAMA


UNIVERSITAS ANDALAS

SEMESTER GANJIL 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayangnya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Ruang Lingkup Islam,
Klasifikasi Agama Islam, Salah Paham terhadap Agama Islam, dan Hubungan Manusia
dengan Agama Islam. Ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah
kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Drs.Rusyja
Rustam,M.Ag selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Dalam penulisan makalah
ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan
dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah
usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para
pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang
membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................3
Bab 1 : Pendahuluan...........................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................4

B. Rumusan Masalah..............................................................................4

C. Tujuan..................................................................................................4

Bab 2 : Pembahasan...........................................................................................5
A. Ruang lingkup dan tujuan hukum islam...........................................5

B. Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum islam...............................7

Bab 3 : Penutup.................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................13

B. Saran....................................................................................................13

Daftar Pustaka..................................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang hukum islam di indonesia ,hukum islam di indonesia berkembang
di masyarakat menjadi sisitem hukum di indonesia atau nasional. Meskipun di indonesia ada
hukum adat ,akan tetapi hukum islam tidak bertentangan dengan hukum adat, Hukum adalah
produk yang lahir dari dinamika kehidupan manusia. Di mana ada ma syarakat di sana ada
hukum. Akan tetapi, masyarakat berkembang terus menerus mulai dari masyarakat purbakala
sampai dengan masyarakat maju dan modern. Oleh sebab itu, hukum harus selalu mengiringi
dan mengikuti irama perkembangan masyarakat modern. Dalam masyarakat yang maju dan
modern, hukum harus maju dan modern pula.
Istilah hukum Islam sendiri terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Arab
yakni kata hukum dan kata Islam. Kata hukum berarti ketentuan dan ketetapan. Sedangkan
kata Islam terdapat dalam Al-Qur‟an, yakni kata benda yang berasal dari kata kerja “salima”
selanjutnya menjadi Islam yang berarti kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, atau
penyerahan (diri) dan kepatuhan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam
secara etimologis adalah segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai sesuatu hal di
mana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh Agama Islam. Dari segi istilah, hukum
menurut ajaran Islam antara lain dikemukakan oleh Abdurraf, hukum adalah peraturan-
peraturan yang terdiri dari ketentuan-ketentuan, suruhan dan larangan, yang menimbulkan
kewajiban dan atau hak. Pada kesempatan ini, kami akan mencoba untuk menjelaskan tentang
ruang lingkup hukum Islam, prinsip-prinsip hukum Islam, dan tujuan
Hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Hukum Islam ?
B. Perkembangan Hukum Islam ?
C. Faktor Pendukung Perkembangan Hukum Islam ?
D. Implementasi Perkembangan Hukum Islam ?

C.Tujuan Pembahasan
A. Memahami Pengertian Hukum Islam ?
B. Memahami Perkembangan Hukum Islam ?
C. Memahami Faktor Pendukung Perkembangan Hukum Islam ?
D. Memamhami Implementasi Perkembangan Hukum Islam ?
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Hukum Islam


Ruang lingkup hukum Islam diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar, yaitu:
1) hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah
2) hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan. Hal ini akan diuraikan sebagai
berikut.

1. Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu
iman, shalat, zakat, puasa, dan haji.
2. Hukum kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya yang memuat: muamalah, munakahat, dan ukubat.
a. Muamalah mengatur tentang harta benda (hak, obligasi, kontrak, seperti jual beli,
sewa menyewa, pembelian, pinjaman, titipan, pengalihan utang, syarikat dagang, dan
lain-lain).
b. Munakahat, yaitu hukum yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian serta
akibatnya seperti iddah, nasab, nafkah, hak curatele, waris, dan lain-lain. Hukum
dimaksud biasa disebut hukum keluarga dalam bahasa Arab disebut Al-Ahwal
AlSyakhsiyah. Cakupan hukum dimaksud biasa disebut hukum perdata.
c. Ukubat atau Jinayat, yaitu hukum yang mengatur tentang pidana seperti mencuri,
berzina, mabuk, menuduh berzina, pembunuhan serta akibat-akibatnya. Selain bagianbagian
tersebut, ada bagian lain yaitu:
1) mukhasamat,
2) siyar,
3) ahkam as-sulthaniyah.

Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut:


Mukhasamat, yaitu hukum yang mengatur tentang peradilan: pengaduan dan
pembuktian, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara perdata dan hukum
acara pidana.
1) Siyar, yaitu hukum yang mengatur mengenai urusan jihad dan/atau perang, harta
rampasan perang, perdamaian, perhubungan dengan Agama lain, dan negara lain.
2) Ahkam As-Sulthaniyah, yaitu hukum yang membicarakan persoalan hubungan
dengan kepala negara, kementerian, gubernur, tentara, dan pajak.

Kalau bagian-bagian hukum Islam itu disusun menurut sistematika hukum eks Barat
yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik seperti yang diuraikan pada
pembagian hukum menurut daya kerjanya, maka susunan hukum muamalah dalam arti luas
adalah sebagai berikut:
Hukum perdata (Islam) adalah
(1) munakahat (mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian,
serta akibat-akibatnya);
(2) wirasah (mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta
peninggalan, serta pembagian warisan). Hukum waris ini sering disebut hukum faraid;
(3) muamalah dalam arti khusus mengatur masalah kebendaan, hak-hak atas benda, tata
hubungan manusia dengan soal jual beli, sewa menyewa, perserikatan, dan sebagainya.

Hukum publik (Islam) adalah


(1) jinayat (memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam hukuman pidana);
(2) alahkam as-sulthaniyah (membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala
negara, pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya);
(3) siyar (mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk Agama, dan
negara lain);
(4) mukhamasat (mengatur soal peradilan, kehakiman, dan tata hukum acara).

Pada umumnya hukum Islam dibagi atas dua macam oleh para fuqaha:
1. Yang bersifat perintah, larangan, atau pilihan. Golongan ini bernama Hukum Takliefy
yang terbagi atas lima yaitu wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram.
2. Yang bersifat menunjukkan keadaan-keadaan tertentu yang dikualifikasi sebagai sebab
atau syarat atau halangan bagi berlakunya hukum. Golongan ini bernama Hukum Wadhi’i.
Adapun hukum Wadhi’i terdapat tiga macam:
1. Terdapat sebab, sebab adalah sesuatu yang tampak jelas dan tertentu menjadi
tanda/pangkal adanya hukum, terdiri dari:
a. Sebab yang bukan hasil perbuatan manusia, misalnya peristiwa meninggalnya
seseorang yang mengakibatkan harta peninggalnya beralih kepada ahli warisnya.
b. Sebab yang lahir dari perbuatan manusia, misalnya karena adanya akad nikah menjadi
sebab adanya hubungan seks antara seorang pria dengan seorang wanita.

2. Tentang syarat, syarat adalah sesuatu yang padanya bergantung adanya sesuatu hukum
yang berlaku, terdiri dari:
a. Syarat yang menyempurnakan sebab, misalnya jatuh tempo pembayaran zakat
menjadi syarat untuk mengeluarkan zakat atas harta benda yang sudah mencapai
jumlah tertentu untuk dikenakan zakat.
b. Syarat yang menyempurnakan sebab, misalnya berwudhu dan menghadap kiblat
adalah menyempurnakan hakikat shalat.
c. Halangan (maani), maani adalah sesuatu yang karena adanya menghalangi berlakunya
ketentuan hukum, terdiri dari:
1) Maani yang mempengaruhi sebab, misalnya ahli waris membunuh pewaris
sehingga terhalang untuk menerima warisan.
2) Maani yang mempengaruhi akibat, misalnya ayah yang membunuh anaknya
sendiri seharusnya dikenakan hukuman qisas, tetapi karena statusnya sebagai
bapak menghalangi dijatuhkannya hukuman qisas.

Tujuan Hukum Islam


Setiap peraturan mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya. Kalau kita
meninjau tata aturan pada hukum positif maka tujuan pembuatannya tidak lain adalah
ketentraman masyarakat, yaitu mengatur sebaik-baiknya dalam menentukan batas-batas hak
dan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain.
Tujuantujuan yang bernilai tinggi dan abadi tidak menjadi perhatian aturan-aturan pada
hukum positif kecuali hukum Islam yang sudah menjadi hukum positif. Secara umum tujuan
penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan, kemaslahatan
dan kebahagiaan manusia seluruhnya baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Abu Zahra,
terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam, yaitu pensucian jiwa,
penegakan keadilan, da perwujudan kemaslahatan. 9 Tujuan dari hukum Islam tidak terbatas
dari segi material semata, tetapi jauh ke depan memperhatikan segala segi, material,
immaterial, individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya. Hal ini dapat dilihat
pada segi ibadah dan muamalah, di samping itu untuk membersihkan jiwa dan taqarrub
(mendekat) dengan Tuhannya, juga untuk kepentingan jasmani, serta kebaikan individu
masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya, dunia dan akhirat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, hukum Islam menentukan aturan yaitu menolak bahaya harus didahulukan daripada
mengambil manfaat, kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan khusus,
kesulitan akan dapat membawa kepada adanya kemudahan, keadaan darurat dapat
memperbolehkan hal yang dilarang, tidak ada bahaya yang membahayakan, dan Islam tidak
mengenal prinsip tujuan membenarkan cara. Sedangkan menurut Mohammad Daud Ali,
tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu segi pembuat hukum Islam yakni Allah
dan Rasul-Nya, dan dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu:

1. Segi pembuat hukum Islam, tujuan hukum Islam adalah:


a. Memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer (kebutuhan yang harus
dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya agar kemaslahatan hidup manusia terwujud
yang terdiri dari Agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta), sekunder (kebutuhan yang
dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan primer seperti kemerdekaan dan persamaan),
dan tersier (kebutuhan selain kebutuhan primer dan sekunder seperti sandang, pangan,
dan papan);
b. Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari;
c. Agar ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan
kemampuannya untuk memahami ushul fiqih (dasar pembentukan dan pemahaman
hukum Islam sebagai metodeloginya).
2. Segi manusia menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam, tujuan hukum Islam adalah
untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera dengan cara mengambil yang
bermanfaat, mencegah dan menolak yang mudharat bagi kehidupan. Dalam hal
kewarisan, tujuan sistem kewarisan Islam yang sesuai dengan tujuan hukum Islam adalah
agar terhindar dari kesalahan dalam pembagian warisan yang dapat mengakibatkan
pertikaian karena harta warisan dan terciptanya pembagian warisan yang adil serta
diridhai Allah.

B.AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA ISLAM


Sumber hukum Islam, artinya sesuatu yang menjadi pokok dari ajaran islam. Sumber
hukum Islam bersifat dinamis, benar, dan mutlak, serta tidak pernah mengalami kemandegan,
kefanaan, atau kehancuran. Jadi sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan)
hukum Islam. Sumber juga kadang-kadang disebut dengan istilah dalil hukum Islam atau
pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam. Sedangkan kata asal itu sendiri berarti semula
atau keadaan yang pertama sekali. Dalil berarti dasar atau keterangan yang dijadikan dasar
bukti atas kebenarannya. Adapun yang menjadi hukum Islam, yaitu Al Quran, hadis, dan
ijtihad.
Berbicara masalah sumber hukum dalam Islam, ternyata Allah sendiri telah
menentukan sumber hukum (dan ajaran) Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim, yakni
sebagaimana firman Allah pada surah An Nisa ayat 59 sebagai berikut:

Oleh karena itu, adalah wajar kalau Al Qur`an yang diturunkan Allah swt untuk
memperbaiki kehidupan ummat manusia dengan berisi perintah dan larangan-larangan.
Sumber utama dari ajaran Islam atau hukum Islam adalah Al Qur`an dan Sunnah Nabi.
Kehujjahan Al-qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Para ulama’ sepakat menjadikan Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi
syari’at islam karena dilator belakangi oleh beberapa alasan,diantaranya:
1.Kebenaran Al-qur’an
Abdul wahab khallaf mengatakan bahwa ”kehujjahan Al-qur’an itu terletak pada
kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasny”. Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS.Al-Baqarah : 2, yang artinya: “Kitab (Al Quran)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.
2.Kemukjizatan Al-qur’an
Mukjizat memiliki arti sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia
membuatnya karena hal itu adalah diluar kesanggupan manusia. Mukjizat
merupakan suatu kelebihan yang Allah SWT berikan kepada para nabi dan rasul untuk
menguatkan kenabian dan kerosulan mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama yang
mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah
SWT. Seluruh nabi dan rosul memiliki mukjizat, termasuk diantara mereka adalah
rosulullah Muhammad SAW yang salah satu mukjizatnya adalah kitab suci Al-qur’an.
Kedudukan Al Qur`an sebagai Sumber Hukum Islam
Berbicara tentang sumber hukum Islam, pada ulama sepakat bahwa Al-Qur`an
menempati urutan yang pertama dan utama, setelah Al Qur`an adalah Al-Hadis yang
kemudian disusul dengan ijma` dan qiyas. Saidus Syahar menyebutkan bahwa sumber-
sumber syari`at dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu sumber utama dan deduction atau
kesimpulan. Sumber utama adalah wahyu, yang dapat dibagi kepada wahyu langsung (Al
Qur`an) dan wahyu tidak langsung (sunnah). Sedangkan deduction atau kesimpulan yang
ditarik dari wahyu juga terbagi kepada:
1. Qiyas (analogi), yakni penarikan kesimpulan seseorang mujtahid.
2. Ijma` (persamaan pendapat dari beberapa mujtahid)
3. Dan lain-lain.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, para ulama sepakat bahwa Al Qur`an adalah
sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Pada umumnya isi kandungan Al Qur`an
bersifat kully, umum atau global dalam mengemukakan satu persoalan. Itulah sebabnya Al
Qur`an memerlukan interpritasi sebagai upaya untuk mencari ayat yang sifatnya kully, umum
atau global tersebut. Untuk merinci kandungan Al Qur`an diperlukan hadis Nabi saw, sebab
tanpa adanya hadis Nabi tersebut, banyak ayat Al Qur`an yang sulit dipahami secara jelas.
Karena itulah hadis-hadis berfungsi untuk memberikan penjelasan atau menafsirkan (hadis
tafsir) terhadap ayat-ayat yang bersifat global tersebut. Karena hadis-hadis Nabi saw juga
jumlahnya terbatas, maka dianjurkan kepada para ulama yang mempunyai kemampuan
ijtihad untuk menafsirkan Al Qur`an, agar kandungan Al Qur`an dapat dipahami secara utuh.
Kecuali hal-hal yang bersifat kully, umum atau global, Al Qur`an sebagai sumber
pokok ajaran Islam juga menjelaskan secara rinci atau mendetail terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan aqidah, kewarisan, caramenyatakan li`an antara suami istri, beberapa
macam hukum jarimah hudud dan wanita-wanita yang dilarang dikawin.

Penjelasan Al-Qur’an terhadap Hukum dan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum


Secara garis besar, hukum-hukum yang dikandung Al-qur’an dalam tiga bidang yaitu
aqidah, akhlak dan hukum-hukum amaliyah. Aqidah mengkaji masalah-masalah yang
berkaitan dengan keimanan. Seperti iman kepada Allah, hari akhir dan lain. Masalah ini
dibahas secara khusus dalam ilmu tauhid atau aqo’id, atau ilmu kalam atau teologi. Akhlak
membahas tentang cara-cara membersihkan dari kotoran-kotoran dosa dan menghiasinya
dengan kemuliaan, secara khusus masalah ini dibahas dalam ilmu akhlak dan tasawuf.
Amaliyah membahas tentang perbuatan orang mukalaf, dan dibahas dalam ilmu fiqh.Secara
garis besar, hukum-hukum amaliyah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah dan muamalah.
Hukum-hukum ibadah didalam Al-qur’an dijelaskan lebih rinci daripada hukum muamalah.
Ayat-ayat Al-qur’an yang menjelaskan masalah ibadah berjumlah 140 ayat. Adapun hukum-
hukum muamalah dibagi kedalam beberapa bidang sebagai berikut:
1.Masalah-masalah yang berkaitan dengan keluarga atau ahwal syakhsyiyyah, seperti
pernikahan, perceraian, nasab, perwalian dan lain-lain. Jumlah ayat yang mengatur ayat
ini berjumlah 70 ayat.
2.Masalah-masalah yang berkaitan dengan muamalah maliyah, seperti jual beli, sewa
menyewa, gadai dan akad-akad lain. Jumlah ayat yang mengatur masalah ini berjumlah 70
ayat.
3.Masalah-masalah yang berkaitan dengan peradilan, persaksian dan sumpah atau yang biasa
disebut dengan hukum cara (murafa’at). Jumlah ayat yang mengatur masalah ini
berjumlah 13 ayat.
4.Masalah-masalah yang berkaitan dengan tindak pidana dan sanksi tindak pidana (al-
jaro’im wa al-‘uqubat), atau yang biasa dikenal dengan hukum pidana. Ayat yang
mengatur masalah ini berjumlah 30 ayat.
5.Masalah-masalah yang berkaitan dengan tata pemerintahan, seperti hubungan pemerintah
dengan rakyatnya, hak dan kewajiban pemerintah dan rakyat dan lain-lain.Ayat yang
mengatur masalah ini berjumlah 10 ayat.
6.Masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antara negara islam dan non islam,
perang dan damai dan lain-lain. Ayat yang mengatur masalah ini berjumlah 25 ayat.
7.Masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, seperti sunber devisa negara,
penggunaan APBN dan lain-lain. Ayat yang mengatur masalah ini berjumlah 10 ayat.

Selanjutnya, cara yang digunakan Al-qur’an dalam menjelaskan Hukum, Al-Qur’an


menempuh dua cara, yaitu:
1.Penjelasan secara global (mujmal).
Penjelasan secara global mengambil dua bentuk, yaitu:
a.Dengan menyebutkan kaidah dan prinsip-prinsip umum, seperti prinsip musyawarah
(QS.Al-Syura :38, Al Imron: 159), prinsip keadilan (Al-Nahl: 90, Al-Nisa’: 58) dan lain
sebagainya.
b.Dengan menyebutkan ketentuan hukum secara global, seperti perintah zakat (Al-
Taubah:103), hukuman qishas (Al-baqarah:178 dan 179). Ayat-ayat diatas menyebutkan
ketentuan hukum secara garis besar, sedang penjelasan lebih rinci diberikan oleh hadist.
Hal ini mengandung hikmah agar ayat-ayat tersebut mampu menampung dan menjangkau
kasus-kasus baru yang berkembang menyertai kemajuan yang dicapai umat manusia.
Seandainya semua kasus telah diatur secara rinci didalam Al-qur’an, niscaya manusia akan
terjebak dalam kesempitan, tiap kali terjadi perkembangan ilmu dan teknologi.

2.Penjelasan secara rinci (tafsil).


Hanya sedikit diantara ayat-ayat Al-qur’an yang menjelaskan hukum secara rinci,
seperti pembagian harta waris, kadar hukuman had, tatacara dan bilangan talak, cara li’an,
wanita-wanita yang haram dinikahi dan lain-lain.
Sedangkan cara Penunjukan Al-qur’an kepada Hukum, dalam hal penunjukannya
kepada makna, ayat-ayat Al-qur’an terbagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat qoth’i dan ayat-ayat
zhonni.
Ayat-ayat qoth’i adalah ayat-ayat yang penunjukannya kepada makna bersifat tegas
dan tidak mengandung kemungkinan arti lain selain arti yang disebutkan secara eksplisit
oleh ayat. Kandungan ayat-ayat qoth’i bersifat universal dan berlaku abadi dan anti terhadap
perubahan. Contoh ayat-ayat qoth’i dalam Al-qur’an adalah ayat mawaris dan ayat yang
menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi.
Sedangkan ayat-ayat zhonni adalah ayat-ayat yang penunjukannya kepada makna
tidak tegas dan mengandung kemungkinan arti lebih dari satu. Kandungan ayat-ayat zhonni
bersifat temporal, berwatak lokal dan tidak anti terhadap perubahan. Contoh ayat-ayat zhonni
adalah ayat 228 surat al-Baqarah tentang iddah wanita perempuan yang dicerai suaminya.
Berikut ini pandangan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum menurut Mahzab, sebagai berikut:
1.Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur bahwa Al-qur’an merupakan sumber
hukum pertama islam. Namun ia berbeda mengenai Al-qur’an itu, apakah mencakup makna
dan lafazh atau maknanya saja. Di antara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu
Hanifah bahwa Al-qur’an hanya maknanya saja, misalnya ia mengatakan boleh shalat dalam
bahasa parsi walaupun tidak dalam keadaan madharat, tapi ini bagi orang pemula dan tidak
untuk seterusnya. Padahal menurut Imam Syafi’I sekalipun orang itu bodoh tidak dibolehkan
membaca Al-qur’an dengan menggunakan bahasa selain arab.
2.Pandangan Imam Malik
Menurut Imam Malik, hakikat Al-qur’an adalah kalam Allah yang lafadz dan
maknanya berasal dari Allah SWT. Sebagai sumber hukum islam,dan Dia berpendapat
bahwa Al-qur’an itu bukan makhluk, karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Suatu yang
termasuk sifat Allah, tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat kafir zindiq
terhadap orang yang menyatakan Al-qur’an itu makhluk. Imam Malik juga sangat menentang
orang-orang yang menafsirkan Al-qur’an secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau
berkata: “seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang
menafsirkan Al-qur’an (dengan daya nalar murni) maka akan kupenggal leher orang itu”.
Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti ulama’ salaf (sahabat dan tabi’in)
yang membatasi pembahasan Al-qur’an sesempit mungkin agar tidak terjadi kebohongan
atau tafsir serampangan terhadap Al-qur’an, maka tidak heran kalau kitabnya Al-Muwaththa
dan Al-Mudawwanah, sarat dengan pendapat sahabat dan tabi’in. dan Imam Malik pun
mengikuti jejak mereka dalam cara menggunakan ra’yu.
3.Pandangan imam syafi’i
Menurut Imam Syafi’i sebagaimana pendapat ulama yang lain, Imam Syafi’i
menetapkan bahwa sumber hukum islam yang paling pokok adalah Al-qur’an. Bahkan
beliau berpendapat, “tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali
petunjuk terdapat didalam Al-qur’an.” (asy-syafi’i,1309:20) oleh karena itu Imam Syafi’i
senantiasamencantumkan nash-nash Al-qur’an setiap kali mengeluarkan pendapatnya. Sesuai
metode yang digunakan, yakni deduktif. Namun, asy-syafi’i menganggap bahwa Al-qur’an
tidak bisa dilepaskan dari sunnah. Karena kaitannya sangat erat sekali. Kalau para ulama
lain menganggap bahwa sumber hukum islam pertama Al-qur’an dan kedua as-sunnah, maka
Imam Syafi’i berpandangan bahwa Al-qur’an dan sunnah berada pada satu martabat
(keduanya wahyu ilahi yang berasal dari Allah) firman Allah (surat an-najm : 4), yang
artinya:“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya)”.Sebenarnya, Imam Syafi’i pada beberapa tulisannya yang lain tidak
menganggap bahwa Al-qur’an dan sunnah berada dalam satu martabat (karena dianggap
sama-sama wahyu, yang berasal dari Allah), namun kedudukan sunnah tetap setelah Al-
qur’an. Al-qur’an seluruhnya berbahasa arab. Tapi Asy-syafi’i menganggap bahwa diantara
keduanya terdapat perbedaan cara memperolehnya Dan menurutnya sunnah
merupakanpenjelas bagi keterangan yang bersifat umum yang berada didalam Al-qur’an.
4.Pandangan Imam Ibnu Hambal
Pandangan Imam Ahmad, sama dengan Imam Syafi’i dalam memposisikan Al-qur’an sebagai
sumber utama hukum islam dan selanjutnya diikuti oleh sunnah. Al-qur’an merupakan
sumber dan tiangnya agama islam, yang didalamnya terdapat berbagai kaidah yang tidak
akan berubah dengan perubahan zaman dan tempat. Al-qur’an juga mengandung hukum-
hukum global dan penjelasan mengenai akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk
tetap berdirinya agama islam.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan,
kemaslahatan dan kebahagiaan manusia seluruhnya baik di dunia maupun diakhirat. Menurut
Abu Zahra, terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam,yaitu pensucian
jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan kemaslahatan. Tujuan dari hukum Islam tidak
terbatas dari segi material semata, tetapi jauh ke depan memperhatikan segala segi, material,
immaterial, individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.
Hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah dan hukum yang berkaitan dengan
persoalan kemasyarakatan. Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, yaitu iman, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan Hukum
kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang
memuat muamalah, munakahat, dan ukubat.
Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber juga
kadang-kadang disebut dengan istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar
hukum Islam. Sedangkan kata asal itu sendiri berarti semula atau keadaan yang pertama
sekali. Dalil berarti dasar atau keterangan yang dijadikan dasar bukti atas kebenarannya.
Adapun yang menjadi hukum Islam, yaitu Al Quran, hadis, dan ijtihad. Secara garis besar,
hukum-hukum yang dikandung Al-qur’an dalam tiga bidang yaitu aqidah, akhlak dan
hukum-hukum amaliyah. Aqidah mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan
keimanan. Akhlak membahas tentang cara-cara membersihkan dari kotoran-kotoran dosa dan
menghiasinya dengan kemuliaan, secara khusus masalah ini dibahas dalam ilmu akhlak
dan tasawuf. Amaliyah membahas tentang perbuatan orang mukalaf, dan dibahas dalam
ilmu fiqh. Al-qur’an juga mengandung hukum-hukum global dan penjelasan mengenai
akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama islam.

B. SARAN
Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami sebagai penulis meminta maaf apabila terdapat
kesalahan dalam makalah baik dari segi pemilihan maupun tanda baca. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi pembaca dan penulis. Kami membuka kritik ataupun saran dari makalah
ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.iimsurakarta.ac.id/index.php/mu/article/download/50/50/52
https://journal.formosapublisher.org/index.php/mudima/article/view/186/155

https://docs.google.com/file/d/0B5DxaF_9ujxbbmE5cVpQbThob1E/edit?resourcekey=0-
_Diy3t16mN52mKER7xULTA

https://ejurnal.stih-painan.ac.id/index.php/jihk/article/view/76/48

Mohammad Daud Ali, 2007, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, PT. Rajagrafindo, Jakarta.

Zainuddin Ali, 2006, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai