OLEH:
DEPARTEMEN STATISTIKA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. sebab atas rahmat, karunia serta kasih
sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Hukum Islam” ini dengan
sebaik mungkin. Sholawat serta salam tetap kita tuturkan kepada Nabi terakhir, penutup para
Nabi sekaligus satu-satunya uswatun khasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Dalam penulisan
makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang
berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian,
inilah usaha maksimal kami selaku penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para pembaca
dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para
pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
1.3 TUJUAN
1. Menjelaskan kedudukan Al-Qur’an sebagai pedoman kegiatan umat islam.
2. Menjelaskan hukum perdata islam
3. Menyebutkan pilar-pilar kehidupan manusia sesuai hukum islam
4. Menyebutkan peranan hukum islam sebagai pedoman umat islam
5. Menjelaskan fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Menyebutkan kontribusi hukum islam dalam perundang-undangan di Indonesia.
7. Mengetahui kapan dan dimana hukum islam di terapkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
• munaakahat
• wirasah
• al-ahkam as-sulthaniyah (khilafah),
• siayar i
• muamalat dalam arti khusus
• mukhassamat
• jinayat atau ukubat
Apabila bagian-bagian hukum lslam tersebut disusun menurut sistematika hukum barat
yang membedakan antara hukum publik dan hukum perdata, maka yang termasuk dalam hukum
perdata lslam adalah:
1. Munaakahat, yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan, perceraian serat akibat-akibatnya.
2. Wirasah, mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum kewarisan ini juga disebut fara'id.
3. Muamatat dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah kebendaan dan
hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual-beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, perserikatan dan sebagainya.
Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, jelas bahwa cakupan hukum lslam itu luas.
Bahkan luasnya hukum lslam tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan aspek-
aspek yang berkembang dalam masyarakat yang belum dirumuskan oleh para fukaha (para yuris
lslam) di masa lampau seperti hukum bedah mayat, hukum bayi tabung, keruarga berencana,
hukum bunga bank, euthanasia dan lain sebagainya.
1. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi
(dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan
maka ia akan berdosa.
2. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau
ditinggalkan mendapat pahala.
3. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak
berdosa.
4. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau
dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
5. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak
berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala.
Dengan terpenuhi dan terjaminnya lima hal dasar ini dalam kehidupan manusia, maka
tercapailah perdamaian dan ketentraman yang sempurna. Hal ini disebabkan bahwa dunia,
tempat manusia hidup, ditegakkan di atas pilar-pilar kehidupan yang lima itu. Oleh karena itu,
kemuliaan manusia tidak bisa dilepaskan dari pemeliharaan terhadap lima kebutuhan yang paling
dasar (hakiki) hidup manusia.
2.5 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
jSumber hukum tidak hanya dimiliki oleh suatu negara. Tetapi dalam kehidupan beragama,
khususnya dalam Islam, juga memiliki sumber hukum yang selama ini digunakan oleh seluruh
umat Muslim. Keberadaan sumber hukum Islam dipergunakan sebagai pedoman ataupun rujukan
bagi Muslim ketika menjalani kehidupannya di dunia ini. Dalam islam terdapat beberapa sumber
hukum, berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai sumber hukum islam.
A. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya
agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah
Allah dan menjauhi segala larangannya.
Al-Qur’an sebagai sumber aqidah, norma dan nilai, mengandung pokok-pokok ajaran
sebagai berikut:
• Pokok-pokok keyakinan atau iman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, rasul-rasul dan hari kiamat. Dari pokok-pokok yang terkandung dalam
Al-Qur’an ini lahirlah ilmu tauhid Theology Islam.
• Pokok-pokok peraturan hukum, yaitu garis besar aturan tentang hubungan
dengan Allah, antara manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
alam yang melahirkan syari’at, hukum dam ilmu fikhi.
• Pokok-pokok dan aturan tingkah laku atau nilai-nilai dalam etika tingkah laku.
• Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan eksistensi dan
kebesaran Tuhan sebagai pencipta. Petunjuk dasar ini merupakan isyarat-
isyarat ilmiah yang melahirkan ilmu pengetahuan.
• Kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu.
• Informasi tentang alam ghaib seperti adanya jin, kiamat, surga dan neraka.
B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam
yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-
hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam
haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hashr : 7)
Semua informasi yang menyangkut Rasulullah itu, baik ucapan, perbuatan maupun
ketetapannya dikelompokkan ke dalam beberapa bagian:
Bersifat al-hajah al-basyariyah (kebutuhan yang bersifat kemanusiaan) seperti
makan dan minum.
Mencerminkan tradisi pribadi dan masyarakat, seperti urusan pertanian dan
pengobatan.
Pengaturan urusan tertentu seperti bertempur dan berperang.
Bersifat Tasyri`, membentuk hukum. Ketentuan yang bersifat tasyri` meliputi tiga
hal, yaitu:
1) Pengejawantahan dari misi kerasulan, seperti penjabaran AL-Qur’an yang
meliputi lafadz mujmah (yang perlu perincian), pengkhususan pada lafadz'am
(umum), pengikat lafadz mutlak (yang bermakna lepas), dan penjelasan aspek
ibadah yang meliputi perkara-perkara yang halal dan haram, aqidah dan
akhlak. Jenis ini merupakan tasyri' yang universal.
2) Aturan yang berkaitan dengan lmamah (kepemimpinan) dan tadbir
(pengurusan) yang bersifat umum untuk kepentingan jamaah, seperti
pengutusan pasukan perang, penetapan arah penggunaan distribusi harta dan
baitul-mal, dan ganimah (rampasan perang), serta pembuatan akad
perdamaian. Ini termasuk tasyri' yang bersifat khusus.
3) Keputusan-keputusan rasul dalam kedudukan beliau sebagai hakim atas kasus
yang terjadi pada saat itu. Jenis inipun termasuk tasyri' yang tidak umum.
C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah
yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits, dengan
menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara
menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber
hukum yang ketiga.
Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama
muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada
Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah
yang memerlukan penetapan hukum?”, muadz menjawab, “Saya akan menetapkan
hukum dengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan
ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan
Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al-
Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya
sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda
setuju.
Kisah mengenai Muadz ini menjadikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan
hukum Islam setelah Al-Qur’an dan hadits. Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus
memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Mengetahui isi Al-Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan
hukum.
2. Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al-
Qur’an dan hadits.
3. Mengetahui soal-soal ijma.
4. Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad,
tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa
rahmat dan kelapangan bagi umat manusia.
Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’
adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa
dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’
diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan ulil amri
diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan
dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan
demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijma ialah
mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi
mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini.
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya
dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat
persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti
bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut
dalam Al-Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-
sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an
atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada
hukumnya dalam Al Qur’an. Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas
maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari
hukum tersebut.
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan
secara kongkret dalam Al-Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah
menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam
hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat
istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh
Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits.
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang
tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah
itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau
membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar
kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urusan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam
perkembangan hidupnya.
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai
mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk kemaslahatan hamba di dunia dan di
akhirat. Islam sebagai agama memiliki hukum yang fungsi utamanya terhadap kemaslahatan
umat. Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia dan kepatuhan
merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena a adalah bagian dari
kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan
dengan masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi
dalam hal proses pengharamannya. Contohnya adalah riba dan khamr tidak diharamkan
secara sekaligus tetapi secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol
sosial yang dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.
c. Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat
dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi ini terlihat
dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hukum atau
sanksi hukum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan,
hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan, gadhaf, hirabah, dan riddah),
dan ta'zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut.
Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa
yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang
membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat dinamakan dengan Zawajir.
d. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah
Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar
proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan
sejahtera.Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan
mendetail sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain,
yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para
ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap
memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi
ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hukum Islam tersebut
tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu, tetapi satu dengan
yang lain saling terkait.
a. Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepal ane
mdsd
b. At-tathawwur (berkembang),hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi
sosial
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum
nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum Islam layak menjadi rujukan
dalam pembentukan hukum nasional yaitu:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU
Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU
Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang undang lainnya
yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip
syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang semakin
memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan
memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas keagamaan
masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan
Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan.
Tapa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk
menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
Adapun beberapa umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum indonesia, yaitu :
3.1 KESIMPULAN
Hukum Islam yaitu “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunah
Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan
diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Di dalam hukum Islam, pada bagian hukum
perdata terdapat segi-segi publik dan untuk hukum publik terdapat segi-segi perdata. Adapun
hukum perdata dan hukum publik lslam yaitu: Munakahat, Wirasah, Muamalat, Jinayat, Al-
Ahkam As-Sulthaniyah, Syar dan Mukhassamat. Hukum islam terbagi menjadi lima yaitu:
Wajib, Haram, Sunah, Mubah dan Makruh. Tujuan dari hukum islam dapat dilihat dari segi
pembuat hukum (Allah SWT) dan segi pelaksanaan hukum (Manusia/Umat Islam). Namun,
tujuan utama yang mesti dipelihara yakni agama, jiwa, akal, keturunan, harta. Keberadaan
sumber hukum Islam dipergunakan sebagai pedoman ataupun rujukan bagi Muslim ketika
menjalani kehidupannya di dunia ini, sumber hukum islam yang dipakai hingga saat ini yaitu
AL-Qur`an, Hadist dan Ijtihad. Islam sebagai agama memiliki hukum yang fungsi utamanya
terhadap kemaslahatan umat. Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai fungsi ibadah,
fungsi amar ma’ruf nahi mungkar, fungsi zawajir dan fungsi tanzim wa islah al-ummah. Adapun
beberapa umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum indonesia, yaitu : lahirnya UUD
1945, lahirnya UU perwakinan, lahirnya peradilan agama dan pengelolaan zakat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9823453/
MAKALAH_AGAMA_FUNGSI_HUKUM_ISLAM_DALAM_KEHIDUPAN_MASAYARAK
AT
https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/download/31622/19159
https://www.dream.co.id/stories/tujuan-hukum-islam-petunjuk-untuk-kemaslahatan-dan-
kebahagiaan-umat-di-dunia-dan-akhirat-211215o.html
https://mh.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/02/Pengantar-Hukum-Islam.pdf
modul PAI
https://www.academia.edu/8860406/Hukum_Islam_dan_Kontribusi_Umat_Islam
https://zyamassyaf.wordpress.com/2015/01/15/47/
https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/JAM/article/view/370/362