Anda di halaman 1dari 14

ESSAY

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


MEMBUMIKAN SYARIAH ISLAM DI INDONESIA
“PELAKSANAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA”

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
Oleh: Hilal Hamdi (201011200743)
Dosen Pembimbing:Fathudin Ali S.Ag,M.M.
UNIVERSITAS PAMULANG
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………2
1.2 Identifikasi masalah………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………..4
2.1 Pengertian syariat islam ………………….………………………5
2.2 sistem hukum di Indonesia……………………………………….6
2.3 keadaan hukum islam di Indonesia saat ini……………………....7
2.4 cara hukum islam berlaku di Indonesia…………………………..8

BAB III KESIMPULAN……………………………………………..9


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum islam merupakan suatu hukum yang memiliki sifat statis dan
dinamis,statis berarti suatu hal yang tetap bersumberkan dari al quran dan
hadist dalam aspek kehidupan,dinamis mampu menjawab segala permasalahan
dan sesuai dengan perkembangan zaman,tempat dan keadaan,serta cocok
ditempatkan dalam macam bentuk struktur sosial kehidupan baik secara
individu maupun kolektif masyarakat
Di Indonesia pemahaman yang paling tepat digunakan menurut penulis
adalah paham ketuhanan karena sesuai dengan falsafah negara bahwa Indonesia
adalah negara berketuhanan Yang Maha Esa dan berdasarkan pasal 29 UUO
1945 ayat (1) bahwa negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa. Oalam membicarakan sistem hukum di Indonesia maka pada
sistem hukum di Indonesia berlaku sistem hukum yang majemuk karena ada
tiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia yaitu sistem hukum Adat, Islam
dan Barat (Kontinental). Bila kita melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah
beragama islam maka penulis mencoba mengkaji lebih mendalam mengenai
Hukum Islam dan pelaksanaannya oleh masyarakat dan penguasa di Indonesia.
Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya hukum Islam berjalan
sebagaimana mestinya, diterima dan dijalankan oleh masyarakatnya dengan
kesadaran penuh sehingga kondisi wilayah yang dikuasai oleh Islam merupakan
wilayah yang adil, tertib dan makmur. Kondisi demikian dapat menjadi sumber
inspirasi bagi penguasa dan masyarakat Indonesia dalam menegakkan hukum
yang adil dan diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Islam adalah ajaran Allah yang diturunkan melalui wahyu kepada nabi
Muhammad saw untuk disampaikan kepada ummat manusia, sebagai pedoman
hidup demi kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
1.2 Identifikasi Masalah
Jadi dari latar belakang diatas dapat disimpulkan indentifikasi masalahnya
adalah sebagai berikut.
Kondisi hukum islam di Indonesia saat ini
Apakah hukum islam terlaksana di negara Indonesia
Tiga sistem hukum yang berlaku di indonesia yaitu hukum adat,islam dan barat
(continental)
Kondisi untuk menjadikan masyarakat dan penguasa untuk menegakan hukum
yang adil dan diterima di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN

2.1 pengertian syariat islam


Syariat islam
Kata syariat yang sering kita dengar dalam keseharian baik ketika membaca
buku, mendengar rekaman ceramah para ustadz, menyimak pengajian, kultum,
ataupun khutbah adalah kata berbahasa arab yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syariat adalah hukum agama yang


menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt.,
hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan
hadis. Bentuk kata tidak bakunya: sarengat, sariat, sereat, syariah.

Sebagai sebuah khas agama, istilah syariat selalu identik dengan teologi
Islam. Seperti kalimat, Al-Quran adalah sumber pertama dari syariat Islam.
Meskipun sebenarnya istilah ini sudah ada sejak sebelum Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam diutus, namun di lingkungan masyarakat Indonesia istilah
syariat lebih populer identik dengan Islam.

Untuk mendapatkan definisi lebih jelas tentang makna syariat dalam Islam,
maka kita perlu merujuk kepada kamus literatur bahasa Arab.

Syariat berasal dari kata dasar sya-ra-‘a (ُ‫ ) َش َر َع – يَ ْشرع‬yang artinya memulai,


mengawali, memasuki, memahami. Atau diartikan juga dengan membuat
peraturan, undang-undang, syariat. Syar’un (‫ )شَرْ ع‬dan syir’atan (‫ ) ِشرْ عَة‬memiliki
arti yang sama: ajaran, undang-undang, hukum, piagam.

Sebagian ulama menggunakan istilah syariat secara lebih khusus yang hanya
mencakup makna sebagian saja dari hukum-hukum syar’i karena sebab dan
kebutuhan tertentu.

Ada ulama yang menggunakan istilah syariat untuk dihadapkan dengan


istilah akidah (al-Aqidah) sehingga dalam konteks tersebut definisi syariat
bergeser sedikit menjadi hukum-hukum fisik (al-Ahkam al-‘Amaliyah) dan
definisi akidah menjadi persoalan-persoalan keyakinan (al-I’tiqad) dan iman
(al-Iman).
2.2 Sistem hukum di Indonesia
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum.
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat,
dan hukum negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah
menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya.
Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk
sistem hukum.

Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan


hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hukum di
Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar
maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama
terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber
hukum Indonesia sebagaimana juga.

Seiring dengan panjangnya sejarah terbentunya bangsa ini, tentunya


perjalanan sistem hukum yang dianut indonesia juga ikut mengalami perubahan
seperti juga. hukum sendiri meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan
mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat
disebut juga kaedah hukum yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan. Setiap
orang harus mengikuti dan menaaati pertaturan dan terikat pada hukum agar
ketertiban di masyarakat dapat terwujud.
Sistem hukum bersifat mengikat dan menjadi dasar atau panduan untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan kaidahnya. Terdapat ciri-ciri dari
sistem hukum yang dianut oleh indonesia, ciri tersebut adalah :

*Terdapat perintah dan larangan.


*Terdapat sanksi tegas bagi yang melanggar.
*Perintah dan larangan harus ditaati untuk seluruh masyarakat.

Jika berbicara mengenai sistem hukum yang saat ini diterapkan di Indonesia
maka akan mengerucut pada sistem hukum pidana dan sistem hukum perdata.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi
menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku
tindak pidana, dan pidana (sanksi).

Sistem Hukum Pidana di Indonesia, untuk Sistem Hukum Pidana Materiil nya
diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Sedangkan Sistem
Hukum Pidana Formil yang mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana
materiil, telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara
pidana (KUHAP).

Sedangkan hukum perdata diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang


mengatur hak-hak dan kepentingan-kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat Indonesia yang dalam praktek hukumnya, karena Indonesia,
merupakan bekas negara jajahan Belanda serta mempunyai penganut agama
Islam mayoritas, juga mempunyai kultur dan budaya yang beragam, banyak
dipengaruhi oleh tradisi hukum Eropa-Kontinental atau Civil Law, yakni hukum
privat atau hukum perdata dan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran Islam
terutama bagi penganut agama Islam yakni Hukum Islam.

Dalam konstitusi sudah jelas dikatakan bahwa negara Indonesia adalah


negara hukum. Dari pernyataan ini dapat memancing pemikiran bahwa
Indonesia bukan negara keadilan ini. Mengapa bisa dikatakan demikian? Bisa
kita lihat realita di sekitar kita saat ini, salah satu contohnya adalah Bagaimana
dengan mudahnya seorang nenek yang mencuri 3 buah kakao dihukum seberat
orang yang korupsi jutaan rupiah?
Coba anda pikirkan seseorang yang hanya mencuri 3 buah kakao yang bila
dijual hanya beberapa ribu saja dan tidak merugikan banyak orang dengan
orang yang mencuri uang negara yang merugikan seluruh masyarakat terutama
masyarakat kecil, bisa bisanya mendapat hukuman yang sama? Kaum atas
memandang hukum itu hanya sebuah permainan semata dan masyarakat kecil
semakin sengsara dengan keberadaan hukum di indonesia saai ini.

Padahal dalam konstitusi mensyaratkan bahwa hukum merupakan sesuatu


yang berkeadilan dimana semua sama di hadapan hukum. Tidak ada pengaruh
jabatan, uang atau bahkan kekuasaaan. Tentunya sudah banyak sekali kasus
sejenis dan serupa yang kita lihat dan saksikan di televisi. Sangat miris tentunya
sebab sistem hukum di Indonesia saat ini terkesan runcing kebawah namun
tumpul keatas. Jika bertanya soal keadilan maka tentunya bukan seperti itu
keadilan yang diharapkan oleh segenap masyarakat Indonesia.
Sudah bukan hal yang tabu lagi jika sistem hukum negara kita bisa dibeli
dengan uang. Bahkan sebuah fakta mencengangkan menunjukkan hasil bahwa
begitu mudahnya para aparat penegak hukum untuk bisa disuap. Sehingga
kemudian dapat mempengaruhi proses hukum yang dijalani. Apalagi bagi
mereka yang memiliki kapasitas sebagai orang berkuasa arau berduit.
2.3 keaadaan hukum islam saat ini diindonesia
Dalam tinjauan sejarah, dinamika pemikiran hukum Islam di Nusantara telah
menunjukan satu fenomena cukup transformatif dan remedialis dan mewartakan
sebuah dinamika yang hidup dan cukup maju. Mendasar pada sifat contiunity
and change, geliat pemikiran ini telah mengalami, bukan hanya tambal sulam
ide, tetapi seperti bola, terus menggelinding dan melaju membentuk karakter-
karakternya yang unik di dalamnya. Upaya pemikiran hukum Islam ini telah
banyak dimulai jauh sebelum kawasan Nusantara ini terpecah menjadi banyak
negara, yang pada perkembangannya biasa disebut Asia Tenggara, dengan
Indonesia sebagai core sirkumtansinya. Menarik untuk memotret ulang narasi
sejarah perkembangan, yang kurang lebih paling awal, pemikiran hukum Islam
Nusantara dalam kerangka untuk mengetahui genesis dan paralelisme kajian
dan pemikiran hukum Islam kontemporer yang berkembang di Nusantara
umumnya dan atau Indonesia khususnya. Dengan latar belakang singkat ini,
tulisan berikut coba mengurai gambaran perkembangan pemikiran hukum Islam
Nusantara dengan mendiskusikan aspek-aspek bahasan pada persoalan Islam
pertama dan pengaruhnya terhadap pemikiran hukum Islam, berbagai tokoh dan
pemikiran hukum Islamnya, serta dinamika perkembangan politik hukum yang
pernah terjadi di Nusantara. Tentunya tulisan ini harus dianggap sebagai upaya
dasar dan awal, karena batasan pokok masalah dan pendekatan yang
digunakannya. Kajian ini akan menggunakan pendekatan sejarah.

Karakter Masyarakat Modern Karakter utama kehidupan masyarakat modern


adalah adanya trend besar untuk terllbat dalam proses globalisasi dan
rasionalisasi. Proses kedua hal Ini akan berpengaruh sangat besar dalam tata
kehidupan masyarakat modern. Estimasi pengaruh Itu adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya globalisasi akan mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya dan
moral secara cepat. Distorsi moralitas akan terjadi. Nilai lama akan digusur oleh
nilai yang baru. Bahkan lebih dari akulturasi akan tetapi clash of value
(benturan antar nilai). Clash itu akan berakibat dl antaranya:
(1). Terhanyutnya sebaglan umat Islam dalam derasnya arus globalisasi.
Yang timbul kemudian adalah sekulerisasi. Mereka mengadopsi nilai-nilai baru
secara taken for granted tanpa mempersoalkan mualan nilal moral yang
dikandungnya.
(2). Semakin tegamya sebagian umat Islam dalam keislamannya, dengan kata
lain militansi Islam akan lahir. Ini merupakan sunnnatillah, aksi-reaksi,
kebatilan akan selalu berhadapan dengan kebenaran. Dalam konteks inilah dl
tengah maraknya mode pakaian yang mempertontonkan aurat, di
kampuskampus tertentu marak dengan pemakaian jilbab, bahkan cadar. (Agus
Triyanta, 1997). Ini menunjukkan bahwa globalisasi akan menghadirkan sebuah
militansi baru dalam bentuk fundamentalisme baru dalam beragama.
b. Rasionalisasi akan berimplikasi pada hal-ha! berikut:
(1). Desakralisasi kehidupan, artinya orang akan meninggalkan yang sakral tapi
tidak rasional, dan akan mengambil yang rasional walaupun menentang
sakralitas. Trend Ini akan menjadi ladang kondusif bagi tumbuhnya
materialisme dan positifisme, hanya berpikir profit dan nonprofit. Dalam 134
Jumal Hukum Islam Al-Mawarid Edisi 8 kondisi seperti ini, orang akan
mengamalkan ajaran agamanya bukan karena sakralitas tetapi antara lain karena
memang ajaran agama itu mengandung profit dan manfaat tertentu baginya.
(2). Demokratisasi, pendapat kelompok atau individu lebih dihargai. Oleh
karena itu pemerintah tidak akan bisa membatasi keinginan umat Islam yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia untuk menentukan sesuatu demi
kemaslahatan bangsa termasuk mereka sendiri.
Memasalahkan budaya hukum Islam, maka kita dihadapkan pada dua
kemungkinan yaitu:
1. mengenai hukum positif Islam, sehingga terbatas memasalahkan hukum yang
berlaku bagi mereka yang beragama Islam, atau
2. mengenai nilai-nilai hukum Islam, yang akan dapat berlaku bagi seluruh
warga negara bahkan mungkin seluruh penduduk termasuk yang bukan warga
negara.

Secara umum, perkembangan legislasi hukum Islam di Indonesia dewasa ini,


telah sampai pada tingkat yang cukup memuaskan. Sejumlah dimensi ajaran
yang selama ini belum tuntas diperjuangkan, mulai menampakkan tanda-tanda
akan diterima. Memang, terdapat ajaran hukum Islam yang mempunyai kendala
untuk dilegalkan, dengan alasan substansinya tidak sesuai dan bertabrakan
dengan peraturan-peraturan di atasnya. Untuk hal demikian, upaya legalisasi
berbagai elemen hukum ini bisa jadi mustahil akan berhasil. Karena bersifat
umum, eksistensi peraturan yang lebih dahulu ada ini biasanya diperuntukkan
untuk semua golongan, dan bersifat universal. Jika dipaksakan untuk diganti,
kemungkinan besar akan menimbulkan gejolak sosial, yang cost-nya sangat
mahal. Dengan demikian, pemilahan dan penentuan skala prioritas materi
hukum Islam yang dicitakan legalisasinya menjadi langkah awal yang harus
ditempuh. Bukankah melegalkan status peraturan atau ketentuan hukum yang
secara sosiologis telah hidup dalam masyarakat terasa lebih mudah
dibandingkan dengan memaksakan hukum idial yang terdapat dalam kitab-kitab
hukum? Begitu juga tentunya dengan legalisasi hukum Islam. Yang perlu
dicermati dari berbagai upaya lex positiva atau ius constitutum hukum Islam di
atas adalah, bagaimana ia tidak dipolitisasi sebagai legitimasi atas segala
kehendak pemerintah (penguasa), apalagi sebagai aksesoris politik untuk
pelestarian suatu rezim. Sebab kalau hal ini sampai terjadi, hukum ini akan
kehilangan vitalitasnya sebagai sistem nilai moral dan etika, yang terus
berkembang hidup di masyarakat. Dari titik ini, wajar kiranya jika sementara
umat Islam ada kalangan yang menaruh curiga terhadap proses kanunisasi
hukum Islam. Mendasar pada kajian dan hasil temuan Atho‟ Mudzhar tentang
karakteristik fatwa Majlis Ulama Indonesia,67 maka kecurigaan demikian
pantas, bahkan niscaya. Gambaran akan hukum Islam (fatwa?) yang diobral
sesuai permintaan, sangat memprihatinkan dan kontradiktif dengan nurani dan
falsafah hukum itu sendiri. Dalam konteks resmi, ia dihadirkan dengan paket
nama “konstitusi hukum Islam” yang esensinya kering, telah diperas. Labelisasi
hukum Islam untuk menjustifikasi berbagai kemauan negara (penguasa) ini,
seringkali secara terselubung menafikan dimensi kemaslahatan umum. Terlebih
jika umat Islam berada di bawah bayangbayang rezim otoriter. Terlepas dari
perlu tidaknya proses legalisasi hukum Islam melalui institusi negara, kehadiran
pemikiran-pemikiran hukum Islam individual menjadi urgen dan signifikan.
Keberadaanya sangat memperkaya dan bisa dijadikan alternatif lain dari
pemikiran hukum Islam yang akan dipraktekkan. Yang terpenting bahwa, ia
dapat diambil sebagai wacana penyeimbang (counter dicourse) atas upaya
legislasi negara. Segala bentuk penyelewengan dan kesalahan dari proses
kodifikasi hukum (Islam atau lainnya), segera dapat dikoreksi, atau setidaknya
dieliminir. Bahkan, seiring bergulirnya gerakan civil society dan demokratisasi,
hadirnya pemikiran hukum Islam alternatif, dapat dimaknai sebagai fiqih
pemberdayaan dalam rangka pengembangan masyarakat yang berbudaya
(civilized) dengan membangun penguatan dan independensi yang cukup tinggi
masyarakat, sehingga tidak tergantung terhadap melodi kebijakan negara dan
membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis. Hal ini memungkinkan
terjadi karena, watak eksklusif pemikiran hukum Islam yang mengarah pada
satu gerakan deidiologi fiqih, sebagaimana terlihat dalam catatan sejarah,
terbukti telah mampu menempatkan wilayah hukum Islam di luar mainstream
proses pembakuan pengintegrasian hukum Islam ke dalam struktur negara
2.4 cara hukum islam berlaku di Indonesia

Ummat Islam di Indonesia adalah bagian mutlak cJari rakyat Indonesia,


bahkan mereka mencerminkan bagian terbesar dari bangsa Indonesia yang
populasinya sudah mendekati 190 juta jiwa. Hak sejarah mereka di tanah air ini
sudah sepuluh abad hadir melalui pedagang dan kemudian disebarkan oleh para
ulama dan terus berkembang serta ajarannya memasyarakat hingga terpatri
dalam kebudayaan rakyat Indonesia. Penjajahan asing oleh dunia Barat yang
berlangsung selama tiga setengah abad, sekalipun disertai usaha keras
mencairkan nilai-nilai Islam yang telah mengkristal dalam norma-norma
kehidupan rakyat tidak mampu mencabut akar-akar budaya Islam yang telah
tertanam dalam kepribadian bangsa Indonesia. Hukum Islam teIah diterima dan
berkembang dalam masyarakat Indonesia sebelum kedatangan penjajah asmg,
diupayakan sedikit demi sedikit dipangkas hingga akhirnya yang tertinggal
-selain hukum ibadah- adalah sebagian hukum keluarga (nikah, talak, rujuk, dan
sebagainya) dengan Pengadilan Agama sebagai pelaksananya. Walaupun
demikian, hukum Islam tetap berfungsi mempertahankan dan memelihara
semangat anti penjajah dan kezaliman dalam sanubari umat Islarn/rakyat
Indonesia, melalui mata rantai perlawanan Indonesia sampai direbutnya
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bila mempelajari sejarah hulcum Hindia Belanda mengenai kedudukan


hulcum Islam, maka terbagi dalam dua periode yaitu. Periode penerimaan
hulcum Islam sepenuhnya (receptio in complexu). Hulcum Islam diperlakukan
secara penuh terhadap orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam.
Belanda - sejak berdirinya VOCtetap mengalcui apa yang telah berlaku sejak
berdirinya kerajaankerajaan Islam di Nusantara, seperti hukum kekeluargaan
Islam, hulcum perkawinan, dan hukum waris.Periode penerimaan hulcum Islam
oleh hukum adat (theorie receptie). Hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki
atau diterima oleh hukum adat, berdasarkan pendapat Snouck Hurgronje yang
dituangkan dalam Undang-undang Dasar Hindia Belanda. Pendapat ini
ditentang keras oleh Hazairin dan menganggap teori tersebut adalah teori Iblis
karena mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintah
Allah dan sunnah Rasulnya. Menurut Hazairin norma dasar yang tercantum
dalam pasal 29 ayat (I) tersebut tafsirannya adaIah sebagai berikut:
I. Dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh berlalcu atau diberlakukan
hukum yang bertentangan dengan norma-norma (hukum) agama dan norma
kesusilaan bangsa Indonesia.
2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan dalam makna menyediakan
fasilitas yang berasal dari agama yang dipeluk bangsa Indonesia, dapat
terlaksana sepanjang pelaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat
kekuasaan atau penyelenggara negara . Misalnya syariat dari agama Islam, tidak
hanya memuat hukumhukum sholat, zakat, puasa, tetapi juga mengandung
hukum dunia baik perdata maupun publik yang memerlukan kekuasaan negara
untuk menjalankannya secara sempurna. Maksudnya adalah pada hukum harta
kekayaan, hulcum wakaf, penyelenggaraan ibadah haji, peIanggaran-
pelanggaran hulcum perkawinan dan kewarisan, pelanggaran-pelanggaran
pidana Islam seperti zina, yang memerlukan kekuasaan kehakiman atau
(peradilan agama) untuk menjalankannya, yang hanya dapat diadakan oleh
negara dalam rangka pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat yang
berasal dari agama Islam untuk kepentingan ummat Islam yang menjadi warga
negara Republik Indonesia.
3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk
melaksanakannya karena dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama
yang bersangkutan menjadi kewajiban pribadi pemeluk agama itu sendiri
menjalankannya menurut agamanya masing-masmg. Misalnya hukum-hukum
yang berkenaan dengan ibadah.
Alternatif pertama dapat kita lihat pada masa sekarang sebagai kelanjutan
politik hukum pada masa kolonial, baik melalui Aturan Peralihan Pasal II UUD
1945 maupun yang kemudian dituangkan ke dalam peraturan Perundang-
undangan baru. Ciri khas orientasi ini adalah masih diakuinya pembedaan
hukum dalam hukum perdata Barat, hukum Islam, dan hukum Adat. Bidang
yang terutama dijangkau adalah hukum perdata. Lembaga yang dipergunakan
adalah lembaga peradilan agama. Yang dimaksud dengan "hukum positif Islam"
hanyalah yang menjadi hukum materiil atau hukum substantif Peradilan Agama,
yang berlaku di Pengadilan Agma Islam. Hal ini terlihat dari munculnya UU
No. I tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975
tentang Pelaksanaan clari UU No. 1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 28
tahun 1985 tentang Wakaf, UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-
undang No . 32 tahun 1999 tentang Zakat dan Undangundang No. 40 tahun
1999 tentang Haji. Alternatif kedua ialah hukum positif Islam yang bersumber
dari nilai-nilai agama Islam. Kita tarik asas-asas hukum Islam, kemudian
menuangkannya sebanyak mungkin ke dalam hukum nasional. Dengan cara
demikian maka pembudayaan hukum [slam tidak saja teljadi di bidang hukum
perdata, khususnya hukum keluarga, tetapi juga di bidang lain, seperti hukum
pidana, hukum tata negara, clan hukum administrasi negara. Dengan orientasi
ini maka hukum Islam akan benar-benar menjadi sumber hukum nasional di
samping Pancasila, tanpa menimbulkan

 beberapa hukum Islam sudah mulai diterapkan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat
pada sistem perekonomian yang berbasiskan Islam, seperti diterapkannya bank
berbasis syari'ah, koperasi syari'ah dan lainnya.

"Saat ini orang sudah mulai sadar sistem perekonomian kapitalis dan sistem
perekonomian sosialis yang menguasai dunia memiliki kekurangan. Disitulah
saatnya orang ingin melihat sistem perekonomian Islam, bisa atau tidak
menggantikan dua sistem perekonomian tersebut," beber dia.Selain hukum
perekonomian, juga sudah diterapkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan. Undang-undang ini diakuinya sebagai undang-undang
yang bersifat umum untuk semua pemeluk agama, namun bagi umat Islam
praktiknya bagi umat Islam lebih diperinci sesuai dengan kebutuhan Konfilasi
Hukum Islam (KHI) atau sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal
demi pasal.

Dikatakan, masyarakat memiliki pandangan tersendiri mengenai hukum


perkawinan ini. Ada yang berpendapat perkawinan itu sah katika syarat dan
rukunnya terpenuhi, tapi ada juga yang berpandangan hal itu belum memadai,
harus dilakukan pembaharuan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Pembaharuan ini sudah mulai tampak pada pernikahan dan perceraian yang
mesti dilakukan di depan pengadilan, agar dapat dicatat negara demi
perlindungan umat. "Hukum Islam ini dipatuhi secara keseluruhan atau tidak,
tergantung kepada pemahaman, kesadaran dan kebutuhan umat Islam terhadap
aturan yang ada dalam agamanya," katanya.

Menyinggung tentang hukum pidana Islam, kata dia, belum bisa diterapkan,
karena saat ini masih diberlakukan hukum yang mengandung nilai-nilai hukum
dari barat. Banyak pihak, kata dia, yang berkepentingan atas diterapkannya
aturan yang nilai-nilainya diadopsi dari barat.
Baik dari kalangan nasionalis maupun dari agama lain, sehingga KUHP dan
KUHAP yang baru, belum ditetapkan seperti yang diharapkan.
BAB III
KESIMPULAN
1.Pelaksanaan hukum Islam pada masa awal tegaknya Islam di jazirah Arab
berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang te lah ditentukan oleh
al-Quran dan Hadits Rasul. Bila tidak terdapat ketentuannya dalam kedua
sumber di atas maka para sahabat berijtihad dengan menggunakan akal
pikirannya berdasarkan al-Quran dan Hadits dalam memutuskan suatu
perkara. Fungsi hukum Islam saat itu bagi umat Islam tidak dapat dipisahkan
dari karakteristik hukum Islam.
2 . Sistem hukum Islam di Indonesia kedudukkannya sama dan sederajat
dengan sistem hukum lainnya yang hidup di Indonesia , yaitu hukum ad at
dan hukum barar. Selain itu juga menjadi sumber pembentukan hukum
nasional yang akan datang.
3. Hukum Islam sebagai hukum yang hidup tetap akan ada sebagai
kelengkapan dari hukum nasional. Penerapan dan penegakan hukum Islam di
Indonesia dapat dituangkan ke dalam hukum nasional baik melalui hukum
positif Islam maupun melalui nilai-nilai hukum Islam yang berlaku bagi
seluruh warga negara. Keduanya dipengaruhi oleh political will yang akan
membentuk politik hukum perundang-undangan.
Secara umum, perkembangan legislasi hukum Islam di Indonesia dari waktu
ke waktu, menampakkan sisi keberanjakan dan pematangan. Walaupun
prokontra persoalan lex positiva atau ius constitutum hukum Islam ini terus
saja hadir. Ada pandangan bahwa preoses politik hukum ini beresiko akan
dipolitisasi sebagai legitimasi atas segala kehendak pemerintah (penguasa),
apalagi sebagai aksesoris politik untuk pelestarian suatu rezim. Sebab kalau
hal ini sampai terjadi, hukum ini akan kehilangan vitalitasnya sebagai sistem
nilai moral dan etika, yang terus berkembang hidup di masyarakat. Dari titik
ini, wajar kiranya jika sementara umat Islam ada kalangan yang menaruh
curiga terhadap proses kanunisasi hukum Islam sebab dalam konteks resmi,
hukum ini hanya dihadirkan dengan paket nama “konstitusi hukum Islam”
yang esensinya kering, telah diperas. Labelisasi hukum Islam untuk
menjustifikasi berbagai kemauan negara (penguasa) ini, seringkali secara
terselubung menafikan dimensi kemaslahatan umum. Terlebih jika umat
Islam berada di bawah bayang-bayang rezim otoriter. Karena itu, kehadiran
pemikiran-pemikiran hukum Islam individual menjadi urgen dan signifikan.
Keberadaanya sangat memperkaya dan bisa dijadikan alternatif lain dari
pemikiran hukum Islam yang akan dipraktekkan.

Anda mungkin juga menyukai