PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia berpenduduk mayoritas beragama Islam. Kewajiban
umat beragama Islam adalah menjalankan syariat Islam berdasarkan al-Qur’an
dan as-Sunnah. Berdasarkan fakta sejarah, hukum Islam telah mengakar dan
mempunyai peran yang penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Perkembangan hukum Islam di Indonesia dalam perjalanannya tidaklah selalu
mulus, selalu diwarnai dengan kepentingan politik. Setelah kemerdekaan, negara
Indonesia perlu melakukan pembenahan, yang salah satunya adalah pembenahan
di bidang hukum. Perlu dibentuk suatu sistem hukum dengan satu tujuan, yaitu
melahirkan sistem hukum nasional yang berdasar kepada Pancasila dan UUD
1945. Sistem hukum nasional yang dibangun haruslah berwawasan kebangsaan
dan berlaku bagi seluruh warga negara, tanpa memandang agama yang dianutnya.
Hukum Islam haruslah mempunyai kedudukan dalam sistem hukum
nasional, mengingat hukum tersebut merupakan hukum yang telah diakui
masyarakat Indonesia sejak lama. Oleh karena itu, dalam pembinaan hukum
nasional haruslah memperhatikan hukum-hukum yang ada dalam agama (Islam)
sebagaimana yang telah diakui masyarakat. Hukum Islam adalah keseluruhan
aturan hukum yang bersumber pada al-Qur’an, dan untuk kurun masa tertentu
lebih dipersonifikasikan oleh Nabi Muhammad saw., baik berupa tingkah laku,
ucapan, tindakan ataupun suatu keadaan tertentu (sunnah Rasul). Kaidah-kaidah
yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. ini kemudian lebih dikonkretkan dan
diselaraskan dengan kebutuhan jaman, melalui ijtihad atau penemuan hukum oleh
para mujtahid dan pakar di bidangnya masing-masing, baik secara perorangan
maupun kolektif.
Studi hukum di Indonesia mengalami pasang surut sesuai dengan fluktuasi
keberlakuan politik hukum yang dijalankan negara, perkembangan sosial
kemasyarakatan dan interaksi masyarakat dengan keputusan politik negara. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai produk hukum pidana di
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi
identifikasi masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah proses pengakomodasian hukum Islam ke dalam hukum
pidana nasional ?
2. Bagaimana hukum pidana Islam dapat terakomodir dalam hukum pidana
nasional ?
3. Bagaimana peranan hukum pidana Islam dalam hukum pidana nasional ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, (Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 209
2
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung
Agung, 1994), h. 29
3
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, h. 235
4
4
Mardani, Jurnal Hukum No. 2 Vol 16 April 2009: Kedudukan Hukum Islam dalam
Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 268
5
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, h. 236
5
6
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, h. 239-240
7
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, h. 250
8
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, h. 259
6
9
Marzuki, Prospek Pemberlakuan Hukum Pidana Islam di Indonesia.
https://marzukiwafi.wordpress.com/2011/02/08/prospek-pemberlakuan-hukum-pidana-islam-di-
indonesia/ (17 April 2017)
7
hukum negara dan kaidah agama sekaligus. Dengan demikian, syariat Islam bukan
hanya didakwahkan tetapi juga dilaksanakan (self-enforcement) melalui
penegakan hukum preventif, guna mengisi kelemahan norma hukum pidana
positif10.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini masih
merupakan warisan dari pemerintahan Hindia Belanda. Sejak awal abad XIX,
Hindia Belanda memberlakukan kodifikasi hukum pidana yang pada mulanya
masih pluralistis, yakni Undang-Undang Hukum Pidana untuk orang-orang Eropa
dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk orang-orang pribumi serta yang
dipersamakan (inlanders). Mulai tahun 1918 diberlakukan satu Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana untuk seluruh golongan yang ada (unifikasi hukum
pidana) hingga sekarang di Indonesia. Hukum pidana itu lalu diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
KUHP dinyatakan berlaku melalui dasar konstitusional pasal 2 dan 4 Aturan
Peralihan UUD 1945 dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1946. KUHP
dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia dalam UU No. 73 tahun
1958.
Hukum pidana Islam menurut asas legalitas dikategorikan sebagai hukum
tidak tertulis masih diakui secara konstitusional sebagai hukum di Indonesia, dan
masih terus berlaku menurut pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945. Namun
demikian, ketentuan dasar ini belum ditindaklanjuti dengan instrumen hukum
untuk masuk ke dalam wujud instrumen asas legalitas. Seperti halnya KUHP,
posisi hukum pidana Islam belum terdapat kepastian untuk menjawab pertanyaan
teoritis11.
Ketiadaan hukum pidana Islam secara tertulis di Indonesia menjadi
penyebab belum dapat terpenuhinya hukum pidana Islam secara legal. Karena
itulah hukum pidana Islam harus benar-benar disiapkan secara tertulis
10
Muhammad Amin Suma, dkk., Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan
Tantangan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 17
11
Muhammad Amin Suma, dkk., Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan
Tantangan, h. 24
8
12
Marzuki, Prospek Pemberlakuan Hukum Pidana Islam di Indonesia,
https://marzukiwafi.wordpress.com/2011/02/08/prospek-pemberlakuan-hukum-pidana-islam-di-
indonesia/
9
13
Muhammad Amin Suma, dkk., Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan
Tantangan, h. 259
10
14
Faisal, Jurnal Ahkam: Menimbang Wacana Formalisasi Hukum Pidana Islam di
Indonesia vol. XII No. 1, Januari 2011, h. 48
11
RUU tersebut akan menjelma menjadi undang-undang yang berlaku dan mengikat
setelah disahkan.
Lamanya perjalanan perumusan RUU KUHP ini (sejak tahun 1966 hingga
2004) pada satu sisi menimbulkan kejenuhan bahkan mungkin menjengkelkan,
tetapi pada saat yang bersamaan memberikan kesempatan yang lebih luas dan
komprehensif bagi perbaikan RUU KUHP itu sendiri. Alasannya, pada rentang
waktu beberapa tahun terakhir ini telah hadir sejumlah peraturan perundang-
undangan baru sehingga perlu mendapatkan perhatian dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yang baru, serta adanya perhatian serius dari berbagai
pihak di tengah-tengah masyarakat terhadap perkembangan RUU KUHP itu
sendiri. Termasuk di dalamnya masyarakat agamis yang menghendaki agar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana baru dapat menyerap nilai-nilai hukum agama,
sebagai konsekuensi logis dari sebuah bangsa yang mengaku diri religius15.
Aspirasi demikian tentu saja sejalan dengan Pancasila dan benar-benar
konstitusional, sebab Pancasila terutama sila pertamanya Ketuhanan Yang maha
Esa, memberikan landasan atau asas yang sangat kokoh bagi setiap pembangunan
peradaban dan kebudayaan yang ingin ditegakkan di Indonesia. Landasan atau
asas teologis ini semakin memperoleh bentuk kongkrit dalam pasal 29 Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan :
1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Dalam pandangan umat Islam, hal ini termasuk ke dalam pengertian ibadah
(literal maupun terminologis) yaitu mematuhi dan menghormati hukum yang telah
ditetapkan oleh ad-din (agama). Sama dengan sistem hukum konvensional, sistem
hukum Islam juga mengenal hukum pidana (al-ahkam al-jina'iyah), disamping
hukum perdata (al-ahkam al-madaniyyah). Dalam banyak hal terdapat persamaan
dan saling melengkapi antara keduanya (hukum konvensional dan hukum Islam).
Disinilah arti penting penyertaan hukum pidana Islam di samping sistem hukum
M. Amin Suma, Makalah “Telaah Kritis dan Sumbangan Konstruktif Terhadap RUU
15
sangat penting serta sentral. Dikatakan kuat mengingat hukum Islam memiliki
jangkauan yang sangat luas. Disebut penting karena hukum Islam mendapatkan
jaminan dan perlindungan konstitusi. Serta dibuat sentral karena hukum Islam
memiliki jangkauan ke seluruh aspek hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia
dan bahkan setiap insan kapan dan dimanapun. Hukum Islam disebut berperan
strategis mengingat khazanah intelektual hukum Islam telah terbukukan dalam
jumlah yang tiada terkira.
Proses akomodasi hukum Islam melalui pembentukan peraturan
perundang-undangan sebenarnya selama ini telah berjalan dengan baik, misalkan
dalam bidang hukum keperdataan seperti Undang-Undang Republik Indonesia
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah
No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1974 tentang
Perkawinan yang menandai hukum keluarga Islam. Hukum keluarga Islam juga
tampak dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang secara eksplisit mengakui eksistensi
Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan negara. Dalam undang-
undang ini dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha
Negara dan Pengadilan Agama.
Hukum Islam semakin menunjukkan kemajuan di akhir tahun 1980-an
sampai tahun 2000-an, terutama dengan adanya Undang-Undang No. 9 tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Kemudian kemajuan hukum Islam dalam bidang
muamalah menjadi semakin kokoh ketika diundangkan Undang-Undang No. 50
Tahun 2009 jo Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 9 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang intinya
memberikan wewenang lebih luas lagi kepada peradilan agama. Kemudian sejak
bergulirnya era reformasi, cukup banyak peraturan perundang-undangan yang
mengakomodir nilai-nilai hukum Islam.
Kondisi Islam pada masa era reformasi juga menunjukkan tanda-tanda
positif. Peraturan yang memuat nilai-nilai hukum Islam yang telah ditetapkan
dalam bentuk undang-undang, diantaranya adalah UU No. 23 tahun 2011 Tentang
14
Pengelolaan Zakat, UU No. 34 tahun 2009 tentang ibadah haji, UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara dan lain sebagainya.
Proses pengakomodasian hukum keperdataan Islam disini adalah untuk
memberi inspirasi kepada terbentuknya hukum positif Islam dalam ranah hukum
pidana. Hukum merupakan produk politik sehingga politik hukum dalam rangka
proses akomodasi hukum pidana Islam ke dalam hukum pidana nasional ditempuh
melalui kontestasi politik di lembaga legislatif (DPR RI). Seperti hukum perdata
Islam yang ada saat ini merupakan hasil penggodokan dari lembaga legislatif yang
sama, sehingga proses ini sepatutnya menjadi rujukan dan masukan yang berharga
bagi proses akomodasi hukum pidana Islam ke depannya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sejarah proses pengakomodasian hukum Islam ke dalam hukum pidana
nasional di Indonesia terus berjalan sejak jaman kesultanan, jaman kolonial
Belanda, jaman kemerdekaan, jaman Orde Lama sampai dengan jaman
Reformasi saat ini. Namun eksistensinya hingga kini terus diperjuangkan,
bahkan di Aceh penerapan hukum pidana Islam memasuki era baru dengan
diterapkannya hukuman cambuk.
2. Pembaharuan sistem hukum pidana nasional melalui pembahasan RUU
KUHP sekarang ini sebagai upaya untuk mengakomodasi aspirasi sebagian
besar umat beragama di Indonesia. Berbagai delik tentang agama ataupun
yang berkaitan dengan agama mulai dirumuskan dalam RUU tersebut,
misalnya tentang penghinaan agama, merintangi ibadah atau upacara
keagamaan, perusakan bangunan ibadah, penghinaan terhadap Tuhan,
penodaan terhadap agama atau kepercayaan dan lain sebagainya. Rumusan
semacam ini tidak mungkin didapati dalam hukum pidana yang diberlakukan
di negara-negara sekular, sebab urusan agama bukan urusan negara dan
menjadi hak individu masing-masing warga negara. Selain beberapa pasal
yang terkait dengan delik agama, dalam rancangan tersebut juga dimasukkan
pasal-pasal baru yang berkaitan dengan delik kesusilaan, seperti berbagai
bentuk persetubuhan di luar pernikahan yang sah atau yang melanggar
ketentuan agama. Tentu saja masih banyak pasal-pasal lain yang terkait
dengan materi Hukum Pidana Islam dalam RUU KUHP tersebut, sehingga
pada akhirnya nanti apabila telah disahkan Hukum Pidana Islam dapat
terakomodir dalam hukum pidana nasional.
3. Pengakomodasian hukum pidana Islam ke dalam hukum pidana nasional akan
saling melengkapi sekaligus menjadi jawaban atas problem kriminalitas yang
hingga kini tidak pernah usai.
16
B. Saran
Dalam rangka dilakukannya upaya pembangunan hukum nasional
alangkah baiknya memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam hukum Islam
karena hukum Islam ini telah mengakar lama dalam masyarakat Indonesia. Hal ini
dapat dilakukan dengan kajian terhadap hukum Islam secara mendalam dengan
memperhatikan wawasan kebangsaan. Lembaga Legislasi dalam pembentukan
hukum nasional juga harus selalu berkoordinasi dengan lembaga-lembaga
pengkaji hukum Islam yang ada di Indonesia.