Abstrak
Dewasa ini bersama dengan perkembangan kemajuan zaman
pengembangan sumberdaya manusia sangat pesat baik laki-laki maupun
perempuan. Dalam hamper disemua bidang laki-laki maupun perempuan
memiliki kesempatan yang sama didalam hak untuk mengembangkan diri,
sehingga kedua jenis makhluk ini bisa mencapai keunggulan diberbagai
bidang yang di pilih. Diantara yang muncul akibat perkembangan yang
posistif ini adalah tema tentang kepemimpinan perempuan dalam pandangan
agama Islam. Dalam wacana politik Islam apa hukum kepemimpinan
perempuan.
Kepemimpinan perempuan menurut pandangan yang masyhur
dikalangan ulama adalah tidak boleh berdasarkan argumen ayat Al Qur’an
Surat An Nisa’ ayat 34 dan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh oleh
Bukhori dan Muslim melalui Abu Bakroh. Meskipun ada pandangan yang
membolehkan tapi hanya sebatas kepemimpinan sektoral bukan
kepemimpinan tertinggi, kecuali Imam Ibn Jarir membolehkan secara
muthlaq.
Kepemimpinan dalam Islam adalah murupakan syariat tetapi ia
menempati posisi sarana untuk mencapai tujuan kemaslahatan umat.
Kepemimpinan menjadi penting ketika ia mampu mewujudkan tujuan dan ia
tidak bermakna apa-apa jika tidak bisa merealisasikan cita-cita kemaslahatan
umat, baik kemaslahatan bersifat diiny maupun kemaslahatan yang bersifat
badani. Disini tentang siapa yang berhak memimpin tergantung kepada
kapasitas dan kemampuan tanpa melihat jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan, meskipun secara tabiat kepemimpinan dalam skala makro lebih
cocok di ambil oleh jenis kelamin laki-laki. Pandangan demikian bisa
dihasilkan dari sudut pandangan ijtihad berdasarkan mashlahat seperti
tertuang dalam kitab Qawaidul ahkam fi mashalihil anam karya ‘Izzuddin
ibn abd As-Salam.
Kata Kunci: Kepemimpinan Perempuan, maqashid, mashlahah
A. Pendahuluan
1
Makalah disusun sebagai bahan diskusi pada Mata Kuliah Metodologi Tafsir Ahkam,
Program Ilmu Al Qur’an dan Tafsir Institut PTIQ Jakarta, Sabtu 28 April 2018, Dosen
Pengampu DR. Muqsit Ghazali, MA.
2
2
Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Al ‘Izz Ibn Abd As-Salam, (Damaskus: Darul Qalam,1992)
Hal. 39
3
dikenal dengan sebutan Ibnu ‘Asakir merupakan guru imam izzuddin dalam
bidang hadits dan fiqih madzhab syafi’i, seorang ulama’ yang dikenal wira’i
dan zuhud. Beliau juga dikenal sebagai ulama’ yang sangat berani dalam
memberikan fatwa dan tak perduli meskipun keputusannya itu bertentangan
dengan keputusan yang dikeluarkan oleh raja, jika memang menurut beliau
keputusan itu salah dan melanggar agama.. Beliau menolak dijadikan sebagai
hakim ketika diminta oleh raja, dan mengatakan kepada sang raja; “Cari saja
orang lain”.
Ketiga ulama’ inilah guru-guru yang berpengaruh besar pada akhlak
dan pola pemikiran beliau kelak. Selain ketiga ulama’ tersebut, Imam
izzuddin juga belajar kepada beberapa ulama’ lainnya, diantaranya ;
4. Syaikh Al-Qosim bin ‘Asakir
Beliau adalah Al-Hafidh Baha’uddin Abu Muhammad Al-Qosim bin
Al-hafidh Al-Kabir Abul Qosim boin Asakir.
5. Syaikh Abdullathif bin Syaikhus Syiuyukh
Beliau adalah Abul Hasan Dhiya’uddin Abdullathif bin Isma’il bin
Syaikhus Suyukh Abu Sa’d Al-Baghdadi. Beliau merupakan guru imam
izzuddin fdalam bidang hadits.
6. Syaikh Al-Khusyu’i
Beliau adalah Abu Thohir Barokat bin Ibrohim bin Thohir Al-
Khusyu’i. Beliau merupakan guru imam izzuddin fdalam bidang hadits.
7. Syaikh Hanbal Ar-Rushofi
Beliau adalah Abu ‘Ali Hambal bin Abdulloh bin Al-Faroj bin
Sa’adah. Beliau merupakan guru imam izzuddin fdalam bidang hadits.
8. Syaikh Umar bin Thobarzad
Beliau adalah Abu Hafsh Umar bin Muhammad bin Yahya, yang
lebih dikenal dengan Ibnu Thobarzad Ad-Darqozi.
Karir Intelektual Imam Izzuddin
Setelah imam izzuddin belajar kepada guru-guru tersebut, beliau
mulai kehidupan intelektual beliau dengan mengajar, berfatwa dan menjadi
khothib. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci kegiatan-kegiatan beliau
tersebut.
Pertama; Mengajar
Selama beliau tinggal di Damaskus, beliau mengajar dibeberapa
madrasah, diantaranya :
1. Madrasah Al-‘Aziziyah
Imam Izzuddin ditetapkan sebagai staf pengajar dimadrasah ini, yang juga
merupakan tempat mengajar guru beliau, Imam Al-Amidi, beliau sudah
mulai mengajar ditempat ini saat guru beliau itu juga masih mengajar disana.
2. Zawiyah Al-Ghozaliyah
Zawiyah Al-Ghozaliyah adalah sebiah tempat kecil yang berada disalah satu
sudut masjid jami’ al-umawi (zawiyah artinya pojokan). Tempat ini
6
Pada saat sang sultan sakit parah dan merasa bahwa ajlnya sudah
dekat, sultan memanggil imam izzuddin untuk meminta maaf atas segala
kesalahan yang telah diperbuat kepada san imam dan meminta beliau untuk
memberikan nasehat. Memenuhi permintaan sultan, imam izzuddin
memberikan nasehat untuk membatalkan pengiriman bala tentara yang telah
disiapkan untuk memerangi saudara sultan Al-Asyraf yaitu sultan Al-Kamil
yang berkuasa di Mesir, dan mengalihkan tentara tersebut untuk memerangi
tentara Tartar yang menjadi musuh bersama, kala itu tentara Tartar sudah
mulai mulai menguasai bagian timur Negara-negara islam. Sultan Asyraf
mematuhi nasehat dan saran dari imam Izzuddin lalu mengirimkan pasukan
untuk memerai tentara tartar.
Selain itu imam izzuddin memberikan nasehat kepada sultan agar
menindak tegas para pegawainya yang berzina, suka mabuk-mabukan,
meminta pungutan liar dari kaum muslimin dan bersikap dholim pada warga,
beliau meminta sultan untuk memberantas semua itu. Beliau juga bercerita
pada sultan bahwa sebagian dari hal-hal tersebut telah mampu beliau
hilangkan dengan usahanya.
Setelah mendengar semua nasehat dari sang imam, sultan Asyraf
berkata; “Semoga Allah membalas atas jasa anda pada agama dan atas semua
nasehat yang telah anda beikat, dan semoga Allah mengumpulkan aku
dengan anda kelak disurga”, lalu sang sultan memberikan uang 1000 dinan
mesir namun beliau menolaknya seraya berkata ; “Pertemuan kita ini adalah
murni karena Allah, karena itu aku tak akan mengotorinya dengan urusan
dunia”.
Setelah meninggalnya Sultan Asyraf, kepemimpinan beralih kepada
wakilnya yaitu Sultan Ismail. Maka Sultan Isma’il yang pada akhirnya
menjalankan nasehat dari Imam Izzuddin untuk menindak pegawai-pegawai
pemerintah yang suka melakukan kemungkaran.
Ketegasan imam izzuddin dalam memberikan fatwa juga
ditampakkan pada masa pemerintahan Sultan Isma’il, beliau menentang
kebijakan Sultan isma’il yang bersekongkol dengan tentara salib dan
meminta bantuan mereka untuk berperang melawan Sultan Najmuddin
Ayyub bin Kamil yang berkuasa di Mesir, tentu saja bantuan dari tentara
salib itu tidak diberikan dengan cuma-cuma, Sultan Isma’il menyerahkan
beberapa benterng yang sebelumnya dikuasai kaum muslimin kepada tentara
salib.
Selain itu tentara salib diperkenankan masuk ke Damaskus untuk
membeli alat-alat perang yang akan digunakan untuk berperang menyerang
mesir. Para pembuat persenjataan perang dan penjualnya datang kepada
Imam Izzuddin untuk menanyakan hukum membuat dan menjual alat-alat
perang kepada tentara salib yang bersekongkol dengan Sultan Isma’il. Maka
Imam Izzuddin memberikan fatwa bahwa hal tersebut dilarang, beliau
9
Kondisi politik
Kondisi politik dimasa Izzuddin adalah kondisi politk yang sulit
paska keberhasilah Shalhuddin Al Ayyubi yang fenomenal. Dimana
kepemimpinan khilafah Islamiyah dibawah kekuasaan Bnai Abbasiah yang
dalam kondisi sudah melemah.
Juga pemerintahan Syam dan Mesir yang sudah beralih kepada anak
keturunan Shalahuddin dimana timbul diantarra mereka persaingan
kekuasaan secara internal dan eksternal selalu ancaman musuh dari pasukan
Mongol dan tentara Salib terus mengintai menjalankan agenda politiknya
untuk menguasai kembali Baitul Maqdis.
Imam Al-Izzu ditanya apa ia tidak takut saat mengeritik sultan di majelis
yang penuh dengan orang-orang yang culas. Beliau menjawab,”Anakku, aku
menghadirkan ketakutan pada Allah, serta merta sultan bagaikan kucing di
hadapanku.” Sultan akhirnya menutup kedai yang dimaksud dan sejak saat
itu ia berkomitmen tidak akan membiarkan setiap kemunkaran yang ada.
yang masih dalam batas kemampuan seorang hamba, dan tidak termasuk
yang diuar kemampuan dan potensi hamba tersebut. 3
Urgensi maqashid
Selanjutnya Syeikh Izzudin menyebutkan urgensi tema ini, bahwa
Syariat semuanya merupakan arahan (nashaih), apakah berbentuk penolakan
berbagai kerusakan atau berbentuk arahan untuk mendapatkan berbagai
kebaikan (mashlahat). Jika anda mendengan redaksi “wahai orang-orang
yang beriman”, maka perhatikan apa arahan yang akan keluar setelah
panggilan tersebut. Engkau pasti akan mendapati kebaikan yang
diperintahkan atau warning akan kerusakan yang mesti dijauhi, atau bisa
perpaduan antara perintah dan larangan. Sesungguhnya Allah telah
mejelaskan dalam Al Qur’an berbagai kebaikan untuk dilaksanakan dan
berbagai kerusakan agar jauhi.4
Definisi maqashid
Kitab ini merupakan kitab ilmu Maqashid Syar’iiyah dan Syekh
Izzuddin merupakan ulama pertama yang menulisnya sebagaimana Imam
Suyuti sampaikan. Ilmu Maqashid syar’iyyah adalah ilmu yang
menunjukkan berbagai kebaikan yang dijaga oleh berbagai bab syariah, ia
adalah ilmu untuk mengetahui hikmah atau tujuan ditetapkannya ataruan-
aturan dari syariat agama, juga ilmu yang menjaga berbagai ukuran dalam
syariat secara keseluruhan.
Objek kajian
Objek kajian kitab ini adalah sistem hukum yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW berdasarkan sudut pandang maslahat dan mafsadat.
3
DR. Nazih Kamal Hamad & DR. Utsman Jumah Dhamiriyah, Muqaddimah tahqid Kitab
Qawaid Al Ahkam Fi Mashalihail Anam lil Izz Ibn Abd As-Salam (Damaskus- Darul
Qalam, 2000) hal. 35
4
DR. Nazih Kamal Hamad & DR. Utsman Jumah Dhamiriyah, Muqaddimah tahqid Kitab
Qawaid Al Ahkam Fi Mashalihail Anam lil Izz Ibn Abd As-Salam (Damaskus- Darul
Qalam, 2000) hal. 36
13
dihasilkan oleh hukum. Bahwa tidak hukum yang disyariatkan kecuali ada
padanya kemaslahatan hikmah, hal ini ditangkap oleh para ulama secara
berbeda-beda sesuai dengan tingkat perhatian dan kemampuan ulama dalam
mengungkapnya. Dan Syekh Izzudiin Ibn Abd as-Slalam adalah dianta
ulama tekemuka yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang ini.
Keistimewaan kitab
Pertama, kitab ini ditulis dengan bahasa yang mudah, dengan nuansa
spiritual yang kuat, sehinga sangat sedikit ungkapan-ungkapan yang sulit
dipahami terlihat betapa sedikitnya yang memberikan syarah, penjelasan
terhadap isis kitab ini.
Kedua, ada spirit pembaharuan dari seorang da’i dan pemikir
sekaligus.
Ketiga, kitab yang aktual, dimana berbagai isu yang terjadi dan
menjadi kepentingan orang banyak dibahas secara jelas seperti keadilan
dalam kepemimpinan, kepemimpinan oleh orang yang lebih baik, bagaimana
jika syarat kepemimpinan ideal tidak terpenuhi.
Keempat, buku ini merupakan teori umu dalam masalah fiqih.
Kelima, jauh dari fanaitme mazhab, dalam kitab ini tidak ditemukan
serangan terhadap pendapat mazhab lain. Akan tetapi dalam pembahasan
kitab ini usaha yang keras oleh beliau untuk memerangi taqlid, seperti dalam
pembahasan siapa yang berhak untuk ditaati.
األول :استقراء األحكام الشرعية التي عرفت عللها بطريق مسالك العلة ،دون نص
صريح عليها.
.3استقراء األحكام الشرعية التي عرفت عللها بطريق مسالك العلة ،دون نص صريح
عليها.
.4االهتداء بالصحابة في فهمهم ألحكام الكتاب والسنة.
أما آليات تحصيل المقاصد الشرعية وطرق إثباتها فهي :العقل والفطرة والتجربة ،يقول
العز عن دور العقل" :ومعظم مصالح الدنيا ومفاسدها معروف بالعقل ،وذلك في معظم
الشرائع؛ إذ ال يخفى على عاقل قبل ورود الشرع ،أن تحصيل المصالح المحضة،
ودرء المفاسد المحضة عن نفس اإلنسان وعن غيره محمود حسن ،وأن تقديم أرجح
المصالح فأرجحها محمود حسن ،واتفق الحكماء على ذلك .
ثم يقول في موضع آخر" :وأما مصالح الدارين وأسبابها ومفاسدها فال تعرف إال
بالشرع ،فإن خفي منها شيء طلب من أدلة الشرع ،وهي :الكتاب والسنة واإلجماع
والقياس المعتبر واالستدالل الصحيح .وأما مصالح الدنيا وأسبابها ومفاسدها فمعروفة
بالضرورات والتجارب والعادات والظنون المعتبرات ،فإن خفي شيء منها طلب من
أدلته.
ومن أراد أن يعرف المتناسبات والمصالح والمفاسد :راجحهما ومرجوحهما فليعرض
ذلك على عقله بتقدير أن الشرع لم يرد به ،ثم يبني عليه األحكام ،فال يكاد حكم منها
يخرج عن ذلك إال ما تعبد هللا به عباده ،ولم يقفهم على مصلحته أو مفسدته ،وبذلك
يعرف حسن األفعال وقبحها ،مع أن هللا ،عز وجل ،ال يجب عليه جلب مصالح الحسن،
وال درء مفاسد القبيح ،كما ال يجب عليه خلق وال رزق وال تكليف وال إثابة وال عقوبة،
وإنما يجلب مصالح الحسن ،ويدرأ مفاسد القبيح طوال منه على عباده وتفضال ،إذ ال
حجر ألحد عليه ـ
"ومن تتبع مقاصد الشرع في جلب المصالح ودرء المفاسد حصل له من
مجموع ذلك اعتقاد أو عرفان بأن هذه المصلحة ال يجوز إهمالها ،وأن هذه
المفسدة ال يجوز قربانها ،وإن لم يكن فيها إجماع وال نص وال قياس خاص،
فإن فهم نفس الشرع يوجب ذلك” ـ
Macam-macam maslahat:
16
5
Izzudin Ibn Abdis Salam, Qawa`id al-Ahkam Limashalih al-Anam, (Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.) Jilid 1 hal. 171
17
Kepemimpinan perempuan
Didalam fiqih politik dalam Islam pembahasan tentang syarat bahwa
seorang pemimpin adalah harus seorang lelaki, bahkan mayoritas ulama
hampir bersepakat tentang syarat ini terutama dalam kepemimpinan puncak.
Berdasarkan beberapa argument diantaranya bahwa seorang nabi tidak
pernah diutus dari kalangan perempuan, dimana posisi kenabian merupakan
posisi tertinggi dalam kepemimpinan umat Islam, juga setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW tidak diangkat seorang perempuanpun dalam menduduki
posisi sebagai khalifah.
Dan diantara argumen dari Hadits Nabi SAW yang dijadikan sebagai
dalil tentang syarat seorang pemimpin adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Bakroh yang sangat masyhur dalam bab ini, “bahwa tidak akan
6
Izzudin Ibn Abd As-Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 1 hal.105
7
Izzudin Ibn Abd As-Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 1 hal.107
8
Izzudin Ibn Abd As-Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 1 hal.107
18
9
HR. Bukhori
10
Zhafir al Qasimi, Nizhamul Hukmi fis Syari’ah wat Tarikh, (Dar An Nafais), Jilid 1
hal.341
11
Izzudin Ibn Abd As-Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 1 hal.107
12
HR. Bukhri dan Muslim
13
Izzudin Ibn Abd As-Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, jilid 1 hal.168
19
peperangan, yang mana hal ini tidak bisa dilakukan oleh seorang perempuan
secara baik sebagaimana oleh seorang lelaki.
Penutup
Kepemimpinan perempuan menurut pandangan yang masyhur
dikalangan ulama adalah tidak boleh berdasarkan argumen ayat Al Qur’an
Surat An Nisa’ ayat 34 dan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh oleh
Bukhori dan Muslim melalui Abu Bakroh. Meskipun ada pandangan yang
membolehkan tapi hanya sebatas kepemimpinan sektoral bukan
kepemimpinan tertinggi, kecuali Imam Ibn Jarir membolehkan secara
muthlaq.
Kepemimpinan dalam Islam adalah murupakan syariat tetapi ia
menempati posisi sarana untuk mencapai tujuan kemaslahatan umat.
Kepemimpinan menjadi penting ketika ia mampu mewujudkan tujuan dan ia
tidak bermakna apa-apa jika tidak bisa merealisasikan cita-cita kemaslahatan
umat, baik kemaslahatan bersifat diiny maupun kemaslahatan yang bersifat
badani. Disini tentang siapa yang berhak memimpin tergantung kepada
kapasitas dan kemampuan tanpa melihat jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan, meskipun secara tabiat kepemimpinan dalam skala makro lebih
cocok di ambil oleh jenis kelamin laki-laki. Pandangan demikian bisa
dihasilkan dari sudut pandangan ijtihad berdasarkan mashlahat seperti
tertuang dalam kitab Qawaidul ahkam fi mashalihil anam karya ‘Izzuddin
ibn abd As-Salam.
Daftar Putaka
- Abdullah bin Sa`id, Idlah al-Qowa`id al-Fiqhiyyah, Surabaya: Maktabah
al-Hidayah, t.t.
- Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh, t.t.p: Darul Fikri al-Araby, 1958.
al-Fasy, ‘Allal. Maqashid Asy-Syariah Al-Islamiyyah Wa Makarimuha, Cet.
5,
t.t.p: Darul Garb Al-Islamy, 1993.
- Hisân, Hâmid Husain, Nazariyyat al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islâmiy,
Beirut:
Dâr al-Nahdah al-Arabiyyah, 1971.
- al-Jauziyah, Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil Alamin. Beirut:
Darul Jail, 1973.
- Musa, Yusuf Muhammad, Tarikh al-Fiqh al-Islamy, Mesir: Dar al-Kitab
al-Araby, t.t.
- an-Nadawi, Ahmad Ali, Al-Qawa`id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar al-
Qolam, t.t.
- as-Subuky, Thabaqat asy-Syafi`iyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabiyah, t.t.
- as-Suyuthi, Al-Asybah wa an-Nadzair, Beirut: dar al-Fikr, t.t.
20