Anda di halaman 1dari 16

Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam

pembelajaran islam integratif)

Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi,


berfikir kritis dalam pembelajaran islam integratif)

M. Fatiha *
aProgram Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya
Mojokerto
*Koresponden penulis: fatihmasrur@yahoo.com

Abstract
As it is known that there are seven aspects related to pedagogical an educator, first,
knowledge about the characteristics of learners, second, mastering learning theory
and principles of learning that educates, third, developing a curriculum, fourth,
learning activities that educate, fifth, development potential learners, sixth,
communication with students, and the seventh, assessment and evaluation of learning
outcomes. The use of methods amtsal help an educator in explaining the subject matter
and bringing them closer to understanding and mastery of teaching materials. The
problems of abstract packaged such that it becomes a concrete, tangible, and easily
understood. Thus, the method amtsal assist in creating interesting communication
between educators and learners. On the other hand, a method amtsal also assist
educators in honing and developing the students' academic potential, and from here
also the learning activities to be interesting, challenging and educational.
Keywords: Pedagogical, Amtsal Koran, Islam integrative learning

Pendahuluan uslub amtsal mampu menyingkapkan makna-


makna ayat dan mendekatkan pemahaman
Keberadaan amtsal dalam al-Qur’an
menjadi lebih kongkrit. Secara lebih jelas, al-
adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Ini
Asbahani menyatakan bahwa amtsal sangat
ditegaskan sendiri oleh al-Qur’an dan hadits. 1
berperan dalam memperjelas makna-makna
Kajian amtsal al-Qur’an termasuk salah satu
yang rumit dan samar, mengangkat tabir-tabir
menu utama disiplin ulum al-Qur’an, sehingga
dari kenyataan-kenyataan, menampilkan hal-
tidak sedikit ulama yang menulis satu kajian
hal yang ilutif dalam gambaran yang nyata,
tersendiri tentang amtsal al-Qur’an. Imam
yang meragukan dalam tampilan yang
Shafii menyatakan bahwa amtsal al-Qur’an
meyakinkan, dan menghadirkan hal-hal yang
merupakan salah satu bidang ulum al-Qur’an
tak terlihat dalam wujud yang bisa disaksikan.
yang wajib diketahui oleh seorang mujtahid,
bahkan al-Mawardi memandang amtsal al- Pada sisi lain, masih menurut al-
Qur’an sebagai disiplin paling agung dalam Ashbihani, amtsal juga diyakini dan terbukti
kajian ulum al-Qur’an2. mampu membungkam argumentasi lawan
yang sengit dan menundukkan musuh yang
Sebagai bagian dari uslub al-Qur’an,
liar dan ambisius, karena pengaruh amtsal
amtsal mampu menghadirkan peran strategis
dalam hati jauh lebih membekas daripada
baik dalam menggamblangkan makna ayat
ungkapan biasa tanpa dibahasakan dalam
maupun efektifitas resepsinya terhadap mitra
amtsal. Dari sini bisa dipahami bahwa Allah
bicara atau pembaca. Zamakhshari menilai,
banyak menggunakan uslub amtsal dalam
seluruh kitab-Nya. Uslub amtsal juga berfungsi
1Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, untuk mengingatkan (tadhkir), menasehati
Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011, Cet. II, 247.
(wa’dz), mendorong (hats), melarang (zajr),
2Al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Damaskus: mengambil pelajaran (i’tibar), menetapkan
Dar Ibn Katsir 1992, Cet. II, Juz II, 1041.
(taqrir), mendektakan maksud pembicaraan

1
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

kepada akal, dan menggambarkan makna yang sakit, dan meredakan emosi.” 4
dalam gambaran yang bisa diindera, karena
Menengok peran dan fungsi amtsal al-
amtsal menggambarkan makna-makna yang
Qur’an di atas, tampak jelas linieritas dan
abstrak dalam gambaran sosok atau benda
keterkaitan amtsal al-Qur’an dengan tujuan
yang kongkrit sehingga lebih mudah dicerna
pendidikan dan aspek-aspek pedagogisnya.
dan melekat dalam akal karena dukungan alat-
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki
alat indera3. seorang pendidik adalah kompetensi
Tentang fungsi uslub amtsal, menarik pedagogik ,5 yaitu kemampuan seorang
dikutip uraian Abu Hilal al-‘Askari sebagai pendidik dalam mengelola pembelajaran
berikut : terhadap peserta didiknya. Setidaknya ada tujuh
aspek yang berkaitan dengan kompetensi
“Perumpamaan yang datang sesudah
pedagogik seorang pendidik, yaitu pertama,
uraian tentang hal-hal abstrak (al-ma’ani)
menguasai karakteristik peserta didik, kedua,
atau hal-hal abstrak tersebut dikemukakan
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
secara ringkas dalam bentuk tampilan
pembelajaran yang mendidik, ketiga,
matsal dan dipindahkan dari bentuk-
mengembangkan kurikulum, keempat, kegiatan
bentuk asalnya kepada bentuk matsal,
pembelajaran yang mendidik, kelima,
niscaya bentuk matsal (perumpamaan) itu
pengembangan potensi peserta didik, keenam,
akan mengubah tampilan makna-makna
komunikasi dengan peserta didik, dan ketujuh,
yang abstrak itu menjadi agung dan indah,
penilaian dan evaluasi hasil belajar6.
tajam, berkelas, bertenaga, dan
melipatgandakan kekuatannya dalam Masing-masing aspek di atas memiliki
menggerakkan jiwa pendengar dan sub item atau rincian-rincian yang kesemuanya
mengambil hatinya. Jika matsal itu berupa harus dimiliki oleh seorang guru atau pendidik
kecaman, maka sentuhannya lebih sehingga ia berhak dinyatakan sebagai pendidik
menyakitkan, bisanya lebih menyengat, yang memiliki kompetensi pedagogik. Artikel
pukulannya lebih keras, dan batasannya ini tentu tidak dimaksudkan untuk mengurai
lebih tajam. Jika berupa hujjah, maka seluruh aspek-aspek tersebut dalam kajian
argumentasinya lebih terang, kekuatannya amtsal al-Qur’an. Tulisan ini hanya berupaya
lebih memaksa, dan uraiannya lebih untuk menelisik sebagian aspek-aspek
gamblang. Jika berupa kebanggaan, maka pedagogis yang terkandung dalam amtsal al-
tujuannya lebih prospektif, kemuliaannya Qur’an.
lebih agung, dan lisannya lebih sengit. Jika
berupa permintaan maaf, maka lebih
mudah diterima, lebih menawan hati,
lebih menghilangkan dendam kesumat,
lebih menenggelamkan amarah, lebih
mendorong berbaikan kembali, dan lebih 4Ja’far al-Sabhani, al-Amtsal fi al-Qur’an al-Karim,
memacu timbulnya komitmen baru. Jika Qum: Muassasah Imam al-Sadiq 1420, 13.
berupa nasihat, maka lebih 5 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
menyembuhkan hati, lebih mendorong 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat
berpikir, lebih meresap dalam kesadaran, (1), Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru
adalah kompetensi pedagogik, kompetensi
lebih efektif dalam mencegah, lebih
professional, kompetensi sosial, dan kompetensi
menyinarkan kegelapan atau kebodohan, kepribadian.
lebih menerangi tujuan, menyembuhkan 6 Kementerian Pendidikan Nasional. Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru), Jakarta:
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
3 Ibid, 1041-1042. Tenaga Kependidikan 2010

2
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

Pembahasan dipahami seperti asal makna bahasanya


(kesamaan, keserupaan), tidak pula seperti yang
Secara bahasa, matsal (jamaknya amtsal)
disebutkan dalam karya-karya kebahasaan,
setidaknya memiliki tiga arti, yaitu serupa (al-
karena amtsal al-Qur’an bukanlah ungkapan-
shibh) atau sama (al-nadhir), model atau contoh
ungkapan yang dipakai untuk menyerupakan
untuk diikuti, dan sifat atau keadaan7. Matsal
sesuatu yang diceritakan dengan hal-hal yang
biasanya diidentikkan dengan perumpamaan,
menjadi sumber perumpamaannya. Demikian
yang dalam tataran budaya didefinisikan
pula, amtsal al-Qur’an juga tidak tepat bila
sebagai ungkapan popular yang digunakan
dimaknai sebagai perkataan yang disampaikan
untuk menyerupakan keadaan kedua dengan
dalam suatu peristiwa karena adanya
keadaan pertama, sehingga matsal menjadi
kesesuaian yang menuntut penyampaian
semacam nama atau symbol untuk
perkataan tersebut, yang seiring berjalannya
menyerupakan dengan keadaan pertama . 8
waktu perkataan tersebut secara popular
Abu Hilal al-‘Askari berpendapat bahwa digunakan untuk peristiwa-peristiwa yang
setiap kata-kata bijak yang populer dinamakan serupa lainnya10.
matsal. Menurut Ja’far al-Sabhani, matsal adalah
Amtsal al-Qur’an tidaklah diadopsi atau
bagian dari kata-kata bijak (hikmah).
berasal dari peristiwa tertentu, atau kejadian
Menurutnya, kata-kata bijak terbagi dua,
fiktif, yang terjadi secara berulang-ulang lalu
pertama, kata-kata bijak yang popular dan
dijadikan perumpaaan (matsal) dengan
tersiar luas di masyarakat, inilah yang disebut
mengaitkannya dengan peristiwa atau kejadian
matsal. Kedua, kata-kata bijak yang bernilai
serupa yang menjadi sumbernya. Amtsal dalam
tinggi tetapi tidak popular di masyarakat.
al-Qur’an dikemukakan oleh Allah secara mula-
Sedangkan para pakar sastra kontemporer
mula tanpa didahului oleh peristiwa serupa
mendefinisikan matsal sebagai ungkapan yang
sebelumnya yang menjadi sumber
digunakan secara popular untuk maksud
perumpamaannya. Ia adalah ungkapan baru
menyerupakan keadaan yang diceritakan
yang mula-mula digunakan oleh Allah sehingga
dengan keadaan yang dimaksud9.
menjadi bentuk ungkapan yang berbeda baik
Pengertian amtsal al-Qur’an berbeda dari dari sisi penyampaiannya, rangkaiannya,
pengertian amtsal yang dikemukakan di atas. maupun isyaratnya. Dari sini amtsal al-Qur’an
Manna’ Qattan secara tegas menyatakan bahwa, berbeda dari perumpamaan dalam istilah yang
pengertian amtsal al-Qur’an tidaklah tepat bila dipahami oleh para ahli bahasa dan masyarakat
umum, sebab ia adalah sebuah ungkapan baru
7 Yazid Hamzawi, al-Madlulat al-Tarbawiyah li al- yang telah dinamakan oleh al-Qur’an sebagai
Amtsal al-Qur’aniyah, al-Jazair: Jami’ah al-Jazair matsal sebelum para ahli bahasa mengenal teori-
Kulliah al-‘Ulum al-Insaniyyah wa al-Ijtima’iyyah teori tentang perumpaaan (matsal). Pada sisi
2005, 22.
lain, amtsal dalam al-Qur’an tidak
8 Misalnya ungkapan peribahasa Mawa’idu Urqub
mengharuskan popularitas dan ketersiaran
(janji-janji Si Urqub) yang dijadikan nama atau
symbol bagi janji-janji palsu. Ungkapan ini muncul ungkapan tersebut di kalangan penuturnya,
karena dahulu ada seseorang bernama Urqub yang karena Allah telah menamakannya amtsal pada
selalu ingkar bila berjanji. Setelah kejadian itu, bila saat ungkapan tersebut diturunkan dan sebelum
ada orang yang selalu mengingkari janjinya
Nabi saw. menerimanya dan membacakannya
dinamakan Mawa’idu Urqub. Jadi apa yang
diungkapkan dalam peristiwa kedua diserupakan kepada manusia11.
dengan apa yang diungkapkan dalam peristiwa
pertama. Lihat, Siti Mahwiyah, Unsur-unsur Budaya
Menurut Baidan, dalam segi pola
dalam Amtsal ‘Arabiyah, Arabiyat Jurnal Pendidikan
Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol. I, No.2, 10Ibid., Bandingkan dengan Manna’ al-Qattan,
Desember 2014. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an,
9 Yazid Hamzawi, al-Madlulat al-Tarbawiyah…, 22-23. 11 Ja’far al-Sabhani, al-Amthal fi al-Qur’an, 16-18.

3
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

susunan kalimat (uslub)nya, bisa jadi tidak ada melukiskan apa yang terjadi ketika api telah
perbedaan antara matsal yang dipraktekkan menyala dan peristiwa yang terjadi sesudahnya.
dalam bahasa Arab dengan apa yang
Dari sini, kata Quraish, matsal al-Qur’an
dituangkan dalam al-Qur’an, tetapi dari segi
bukan sekedar mempersamakan, tetapi ia
dalalahnya tentu sangat berbeda. Al-Qur’an
adalah perumpamaan yang menakjubkan yang
adalah wahyu Tuhan yang mutlak benar dan
digunakan al-Qur’an bukan untuk tujuan agar
berlaku secara universal sepanjang zaman,
ia menjadi peribahasa, tetapi untuk memperjelas
sedangkan perkataan manusia kebenarannya
sesuatu yang abstrak dengan menampilkan
bersifat nisbi dan tidak berlaku secara universal
gabungan sekian banyak hal-hal kongkret yang
dan abadi. Kecuali itu al-Qur’an tidak hanya
dapat dijangkau panca indera. Oleh karena itu,
menggambarkan hal-hal yang konkret, tetapi
matsal bukanlah persamaan antara dua hal yang
juga menjelaskan sesuatu yang sangat abstrak,
disebutnya. Ia hanyalah perumpamaan yang
seperti persoalan-persoalan eskatologis. Dengan
tekanannya lebih banyak kepada keadaan atau
demikian, jika al-Qur’an menggambarkan
sifat yang menakjubkan yang dilukiskan oleh
kondisi yang tidak mungkin dijangkau indera
kalimat matsal itu, dan mengandung banyak
manusia sekarang dan tak mungkin terlintas
makna, bukan hanya satu makna, sehingga
dalam benak, maka contoh atau perumpamaan
membutuhkan perenungan yang mendalam
al-Qur’an terhadap hal-hal yang sangat abstrak
untuk memahaminya13.
serupa itu hanya sekedar untuk mendekatkan
pemahaman, tidak menggambarkan hakikat Menarik untuk diamati pandangan dua
yang sebenarnya. Di samping itu, kalua dalam pakar tafsir Indonesia di atas. Baidan
bahasa Arab yang dicontohkan adalah peristiwa berpendapat bahwa matsal al-Qur’an dari sisi
atau kondisi yang sudah lalu, maka dalam pola susunan kalimatnya ada yang memiliki
amtsal al-Qur’an tidak jarang kita menjumpai kesamaan pala dengan matsal yang dipraktikkan
ayat-ayat yang menginformasikan peristiwa dalam bahasa manusia, yakni singkat, padat dan
mendatang yang akan dialami oleh umat akurat. Ini bisa dilihat antara lain, kata Baidan,
manusia. Berdasarkan uraian ini, kata Baidan, dari ayat-ayat yang bernada (beruslub)
maka pengertian amtsal al-Qur’an tidak peribahasa, seperti ayat “Siapa saja yang berbuat
mungkin sama dengan definisi yang berlaku di buruk niscaya dibalasi dengan keburukan pula” 14,
kalangan masyarakat manusia12. yang mana di kalangan masyarakat kita juga
populer ungkapan “Siapa yang menggali
Dalam pandangan Quraish Shihab,
lubang dialah yang akan menimbunnya” yang
tidaklah sepenuhnya benar mengartikan matsal
menunjukkan bahwa al-Qur’an juga membawa
sebagai peribahasa, karena peribahasa biasanya
susunan redaksi yang mirip dengan yang
singkat dan populer, sedangkan matsal al-
berlaku di kalangan umat, meskipun al-Qur’an
Qur’an tidak selalu demikian, bahkan ia selalu
tidak pantas disebut sebagai pepatah atau
panjang sehingga tidak sekedar
peribahasa. Ini agaknya dimaksudkan agar
“mempersamakan” satu hal dengan satu hal
terasa secara mendalam di benak pembaca
yang lain, tetapi mempersamakannya dengan
bahwa al-Qur’an sangat indah dan serasi serta
beberapa hal yang saling kait berkait. Ketika
cocok dengan situasi dan kondisi mereka15.
menjelaskan surat al-Baqarah 17-18, Quraish
menjelaskan bahwa ayat ini “mempersamakan”
seorang munafik bukan sekedar seperti seorang
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. I, 114.
yang menyalakan api, tetapi sampai apinya
menyala, itu pun masih dilanjutkan dengan
14 QS. al-Nisa’: 123. Contoh ayat-ayat serupa
silahkan periksa, Manna’ Qattan, Mabahith…, 286-
287.
12Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, 15Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
250. 252-253.

4
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

Sementara, Quraish berpandangan bagian amtsal al-Qur’an. Ini antara lain tampak
bahwa matsal al-Qur’an selalu panjang sehingga dari statemen Baidan bahwa definisi amtsal al-
tidak sekedar “mempersamakan” satu hal Qur’an yang lebih mendekati kriteria-kriteria
dengan satu hal yang lain, tetapi yang dikemukakannya ialah definisi yang
mempersamakannya dengan beberapa hal yang dikemukakan oleh Manna’ al-Qattan19, yakni
saling kait berkait, dan lebih ditekankan kepada amtsal al-Qur’an adalah mengungkapkan suatu
keadaan atau sifat yang menakjubkan yang makna dalam bentuk kalimat indah, singkat,
dilukiskan oleh kalimat matsal itu, dan padat, dan akurat serta terasa meresap dalam
mengandung banyak makna, bukan hanya satu jiwa, baik dalam bentuk tashbih maupun
makna saja. ungkapan bebas20.

Perbedaan pandangan ini bisa


dipertemukan dengan melihat pembagian
Faidah Amtsal al-Qur’an serta Aspek-aspek
matsal dalam al-Qur’an yang dikemukakan oleh
Pedagogis yang Dikandungnya
para ulama. Sebagian ulama seperti al-Zarkashi
misalnya membagi amtsal al-Qur’an menjadi al-Qur’an adalah kitab hidayah sebagai
dua, yaitu al-Amtsal al-Musharrahah dan al- petunjuk dan panduan hidup manusia untuk
Amtsal al-Kaminah16. Sedangkan sebagian lain meraih meraih keselamatan dunia dan akhirat21.
seperti Manna’ al-Qattan memasukkan satu Kitab ini berisi berita masa lalu dan masa
bagian lagi, yakni al-Amtsal al-Mursalah17. datang, tuntunan, janji dan ancaman, dan lain-
Pandangan Quraish di atas bisa jadi lain yang tidak semuanya bersifat inderawi,
dimaksudkan hanya menunjuk kepada al- kongkret, terjangkau oleh nalar manusia dan
Amtsal al-Musharrah semata, yakni matsal yang berdimensi duniawi, tetapi juga persoalan-
didalamnya disebutkan secara eksplisit lafadz persoalan eskatologis di luar batas jangkauan
matsal. Secara teori, pandangan Quraish indera dan nalar manusia. Uraian-uraian al-
menemukan pondasinya pada statemen al-Tibi, Qur’an tentang surga, neraka, hari akhirat,
yang menyatakan bahwa lafadz matsal tidak pahala dan dosa adalah hal-hal abstrak yang
digunakan dalam al-Qur’an kecuali untuk tidak mudah dipahami manusia tanpa
menunjukkan kepada suatu keadaan atau sifat penggambaran dan perumpamaan dalam
yang memiliki nilai ketakjuban atau bentuk konkrit yang dijangkau oleh indera
keheranan18. manusia.

Sedangkan pandangan Baidan bersifat Dalam konteks ini, uslub matsal


lebih umum dan menyeluruh meliputi ketiga (perumpamaan) dalam al-Qur’an menemukan
ruang urgensinya, untuk mengukuhkan
fungsinya sebagai kitab hidayah bagi manusia.
16Al-Zarkashi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, Vol. I,
Juz I, 315. Dengan uslub ini, petunjuk, perintah, larangan,
janji, ancaman, dan berita-berita yang
17 al-Amtsal al-Musharrahah ialah matsal yang
didalamnya secara ekspisit disebut lafadz matsal. disampaikan al-Qur’an lebih mudah dipahami,
Misalnya surat al-Baqarah ayat 17-20. Al-Amtsal al- diresapi, dan diterima oleh segenap
Kaminah adalah matsal yang tersirat yang pembacanya. Berikut ini diuraikan faidah-faidah
didalamnya tidak dipakai lafadz matsal secara
amtsal al-Qur’an dan aspek-aspek pedagogis
eksplisit tetapi artinya menunjukkan kepada arti
perumpamaan. Contohnya surat al-Furqan ayat 67. yang dikandungnya.
Sedangkan al-Amtsal al-Mursalah ialah kalimat-
kalimat yang bebas tanpa menggunakan lafadz
tashbih, misalnya surat al-Najm ayat 58. Manna’ al-
Qattan, Mabahith…, 284-287. Bandingkan dengan, 19 Nashruddin Baidan, Wacana Baru…., 250-251.
Abdul Jalal H.A., Surabaya: Dunia Ilmu 2000, Cet. II,
314-320. 20 Manna’ al-Qattan, Mabahith…, 283.
18 Al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Vol. II, 774. 21 QS. al-Baqarah: 185.

5
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

Pertama, mendekatkan makna kepada mitra deikian itu adalah kesesatan yang jauh24.”
bicara.
Allah membuat perumpamaan amal-amal
Ayat-ayat al-Qur’an tidak ditujukan mereka seperti abu yang ditiup sangat keras
kepada kaum terpelajar saja, tetapi kepada oleh angin pada hari yang berangin sangat
berbagai kalangan dengan tingkat pemahaman kencang sehingga menerbangkan segala
yang beragam. Di antara mereka ada kelompok sesuatu, apalagi abu, ke segala penjuru.
ummiy yang tidak dapat menjangkau hal-hal Kebaikan dan jasa-jasa orang kafir seberapa pun
abstrak kecuali sesudah digambarkan dalam banyaknya akan sia-sia, musnah dan tidak
bentuk simbol-simbol yang konkrit terlebih membuahkan pahala di akhirat.
dahulu, untuk sampai kepada pemahaman yang
Menurut Quraish, dalam kehidupan
baik terhadap persoalan-persoalan yang abstrak.
dunia, ada hal-hal yang awet dan bertahan
Pemakaian metode tashbih dan tamtsil oleh al-
lama, ada juga yang cepat rusak dan musnah.
Qur’an dimaksudkan antara lain untuk
Ada bangunan kokoh yang berdiri ribuan
mendekatkan makna-makna dan menjelaskan
tahun, ada juga yang hancur berantakan karena
pemikiran-pemikiran yang abstrak dengan
goncangan yang tidak terlalu keras. Ada bahan
gambaran yang kongkrit22.
pakaian yang warnanya tetap cemerlang selama
Menurut al-Suyuti, metode amtsal bertahun-tahun, dan ada pula yang luntur sekali
menampilkan perkara yang abstrak dalam cuci. Masing-masing sesuai dengan kualitas dan
bentuk gambaran kongkrit yang seolah-olah standar yang menjadikannya bertahan lama.
dapat disentuh oleh manusia sehingga mudah Demikian pula dengan amal-amal manusia, jika
diterima akal, sebab makna-makna yang bersifat kualitasnya tidak sempurna atau tidak
abstrak tidak mudah diserap oleh akal kecuali memenuhi standar yang ditetapkan bagi
sesudah digambarkan dalam bentuk yang langgengnya amal, maka ia akan hancur
kongkrit sehingga dapat mendekatkan kepada berantakan bagaikan debu beterbangan. Bahan
pemahaman. Dengan mengutip al-Asfahani, al- pengawet amal, kualitas dan standar bagi
Suyuti menambahkan, kekuatan amtsal langgengnya suatu amal hingga hari akhirat
(perumpamaan) dan nadzair (persamaan) adalah keimanan kepada Allah dan keikhlasan
terlihat pada kemampuannya dalam beramal untuk-Nya. Inilah yang tidak dimiliki
menyingkap kesamaran-kesamaran dari hal-hal oleh orang-orang kafir25.
yang rumit, mengangkat tabir yang menutupi
Dalam surat al-Nur ayat 39 juga
hakikat-hakikat, memperlihatkan ilusi dalam
dinyatakan:
gambaran yang nyata, mengubah keraguan
menjadi yakin, dan mendeskripsikan yang “Dan orang-orang yang kafir, amal-amal
ghaib seolah-olah nyata23. mereka laksana fatamorgana di tanah yang
datar yang disangka oleh orang-orang yang
Faidah amtsal dalam kaitan ini tampak sangat dahaga bahwa ia adalah air, tetapi bila
ketika al-Qur’an menjelaskan kesia-sian amal dia telah mendatanginya dia tidak
orang-orang kafir, Allah berfirman: mendapatinya sesuatu apapun dan
“Keadaan orang-orang yang kafir kepada didapatinya Allah di sisinya lalu Dia
Tuhan mereka adalah bahwa amal-amal menyempurnakan untuknya perhitungannya
mereka seperti abu yang ditiup dengan keras dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-
oleh angin pada suatu hari yang berangin Nya.”
kencang. Mereka tidak kuasa sedikit pun dari Dalam ayat ini Allah menggambarkan
apa yang telah mereka usahakan. Yang
24 Surat Ibrahim: 18
22 Said Ismail Ali, al-ushul al-islamiyah lit tarbiyah, 57 25M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. VII, 40-
23 Al-Suyuti, al-Itqan, Juz II, 255. 41.

6
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

amal-amal orang kafir laksana fatamorgana di menggunakan uslub matsal untuk mendekatkan
padang pasir yang tampak dari jauh seperti air, makna kepada pembaca dalam dua jenis
ketika didatangi ia menjauh dan tidak didapati pengetahuan. Pertama, pengetahuan inderawi,
air sedikitpun. Orang yang berjalan menuju dan ini yang paling banyak dalam amtsal al-
fatamorgana tidak akan sampai kepadanya, Qur’an, yaitu setiap mushabbah bihi yang bisa
karena setiap kali sampai ke tempat yang dijangkau oleh panca indera, meliputi benda
diduganya air itu berada, dia melihat lagi air itu padat, manusia, hewan, dan lain-lain. Kedua,
di tempat lain, sehingga ia tidak pernah sampai pengetahuan yang bersifat abstrak (maknawi)
ke tempat air yang ditujunya. Inilah gambaran dan ini jumlahnya sangat sedikit, yakni setiap
sia-sianya amalan orang kafir. Tidak ada balasan mushabbah bihi yang tidak bisa dijangkau
sedikit pun dari Allah di akhirat. Tabataba’i, indera, tetapi dijangkau secara maknawi oleh
seperti dikutip Quraish Shihab, menjelaskan akal dan indera dalam, seperti pengetahuan
bahwa amal-amal orang-orang kafir itu laksana yang bersifat pemikiran murni, hati dan
fatamorgana, sedangkan mereka laksana orang perasaan27.
kehausan yang berjalan sangat jauh menuju ke
Dalam teori pengetahuan dinyatakan,
tempat air. Mereka mengharap dan menduga
pengetahuan itu tersusun atas tiga hal; pertama,
bahwa amal-amal mereka dapat mengantarkan
adanya sistem gagasan dalam pikiran. Kedua,
kepada keselamatan dan kebahagiaan, tetapi
kesesuaian gagasan tersebut dengan benda-
yang mereka peroleh hanyalah keletihan dan
benda yang sebenarnya ada, dan ketiga,
kehausan, karena harapan dan dugaan mereka
keyakinan tentang persesuaian di antara
hanyalah ilusi dan sia-sia belaka26.
keduanya. Jika salah satu dari tiga unsur ini
Pada dasarnya pahala (balasan amal) itu hilang, maka pengetahuan tidak akan terjadi28.
bersifat abstrak, tidak terjangkau oleh indera Kembali kepada persoalan pahala di atas,
manusia, tetapi dengan metode amtsal, sifat bahwa sebenarnya dalam benak kita telah
abstrak dari pahala itu digambarkan dengan muncul gagasan tentang pahala (balasan amal),
abu yang ditiup keras oleh angin yang kencang tetapi wujud kongkritnya belum terjangkau oleh
sehingga beterbangan tidak berbekas, sebagai alat-alat indera, sehingga tidak mudah diserap
gambaran atas kesia-sian amal-amal orang kafir dan dipahami oleh akal. Peran strategis amtsal
di akhirat. Harapan dan angan-angan mereka adalah menyajikan gambaran kongkrit yang
untuk mendapat pahala digambarkan seperti bisa dijangkau oleh indera tentang pahala
orang yang mengejar fatamorgana yang tampak (balasan amal), sehingga menghasilkan
seperti air di tengah padang pasir. Ia berjalan pengetahuan yang mudah dipahami oleh akal.
dan berlari karena menduga dan mengharap air
Dalam kegiatan pengajaran, bahasa
di sana. Semakin dikejar semakin menjauh, dan
perumpamaan atau pemberian contoh kongkret
sekali-kali tidak akan pernah dijumpainya selain
sangat dibutuhkan untuk memperjelas materi
kehausan dan keletihan.
ajar, terutama bagi anak-anak atau siswa tingkat
Berdasarkan perumpamaan (matsal) di dasar yang belum memiliki banyak
atas, tampak jelas bahwa kesia-siaan amal orang perbendaharaan pengetahuan. Seorang
kafir yang mulanya bersifat abstrak menjadi pendidik harus menyadari hal ini, sehingga ia
nyata. Al-Qur’an menyajikannya dalam berusaha untuk terampil dan kreatif
gambaran yang kongkret dan bisa dipegang dan memberikan contoh-contoh kongkrit yang bisa
dilihat mata, sehingga mudah dipahami oleh dipahami oleh peserta didik. Ibnu Khaldun
mitra bicara. Di sinilah letak keindahan dan
keistimewaan uslub matsal. Dalam kaitan ini, 27Abdurrahman Habnakah, al-Amtsal al-Qur’aniyah,
Abdurrahman Habnakah menyatakan, Allah 28.
28Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan, Pengantar
26 Ibid., Vol. IX, 360-362. Logika Tradisional, Bandung: Putra A Bardin, 2001, 3.

7
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

menyatakan, prinsip pokok dalam pengajaran kenikmatan dunia maupun kenikmatan akhirat,
adalah pemberian contoh-contoh yang kongkrit, bila ia selalu tunduk dan patuh kepada Allah
lalu beralih dari hal-hal kongkrit kepada dalam hidupnya. Uslub ini digunakan oleh al-
perkara-perkara yang abstrak. Pelajar pemula Qur’an untuk memacu agar manusia senantiasa
biasanya lemah dan sukar memahami pelajaran, patuh menjalankan perintah Allah dan dan
maka bahasa perumpamaan dan pemberian menjauhi larangan-Nya, supaya mendapatkan
contoh-contoh yang kongkrit akan membantu surga dan ridha-Nya. Sedangkan tarhib adalah
mereka menerima dan memahaminya. mengintimidasi jiwa yang beriman dengan apa-
apa yang tidak disukainya dan mengancamnya
dengan siksa duniawi dan ukhrawi bila
Kedua, mendorong beribadah (Targib) dan melanggar perintah Allah dan mengerjakan
menjauhkan maksiat (tarhib) larangan-Nya. Ini dimaksudkan agar manusia
Metode targhib adalah pendidikan menjauhi maksiat supaya terhindar dari siksa-
dengan menyampaikan berita gembira, janji, Nya29.
dan iming-iming kepada peserta didik, baik M. Qutb menyebut uslub ini sebagai
melalui lisan maupun tulisan, agar mereka khauf dan raja’, yakni dua garis dalam jiwa
terdorong untuk berprestasi baik. Sedangkan yang saling berhadapan, berdampingan dan
metode tarhib adalah pendidikan dengan berpasangan. Sejak lahir manusia telah
menyampaikan berita buruk dan ancaman dilengkapi dengan rasa takut dan harap, dan
kepada peserta didik, baik melalui lisan keduanya exist secara berdampingan dalam
maupun tulisan, agar mereka takut atau jiwa manusia. Pergumulan khauf dan raja’
waspada dari kegagalan atau prestasi buruk. secara nyata akan membentuk paradigma hidup
Penggunaan metode ini didasarkan pada seseorang; membentuk tujuan hidup, perilaku,
asumsi bahwa tingkat kesadaran peserta didik perasaan dan pikiran-pikiran manusia sesuai
itu berbeda-beda. Ada peserta didik yang kadar, warna, dan pergumulan di antara
menyadari tugas dan kewajibannya, ada yang keduanya. Dari kedua tali inilah Islam
sadar setelah diberikan nasihat dan arahan, dan memegang kendali jiwa manusia. Seluruh
ada pula yang harus diberikan ancaman terlebih tuntunan al-Qur’an baik perintah maupun
dahulu baru ia akan sadar. larangan dinarasikan melalui kerangka ini.
Pada sisi lain, secara psikis, manusia Kadang bersifat targhib, terkadang berupa tarhib,
bertabiat menyukai kebahagiaan dan atau dua-keduanya secara bersamaan, dan ini
kenikmatan, dan membenci kesengsaraan dan dilakukan oleh al-Qur’an secara berulang-ulang
penderitaan. Bahkan binatang pun memiliki agar terpatri kokoh dalam jiwa, sehingga
kesamaan dengan manusia dalam hal-hal membentuk kekuatan untuk mengarahkan jiwa
tersebut di atas. Hanya saja Allah memberikan manusia kepada kebaikan dan menjauhi
keutamaan kepada manusia dengan keburukan30.
kemampuannya untuk belajar, mengambil Targib dan tarhib adalah uslub yang
pelajaran, berpikir tentang kehidupannya di mendorong manusia untuk menggiatkan
masa lalu dan berkarya untuk masa depan, beribadah dan meninggalkan maksiat. Jiwa
membedakan dan memilih antara perkara yang manusia memiliki tabiat mendahulukan apa
berguna dan berbahaya, baik dalam kehidupan yang disukai dan menjauhi apa yang dibenci.
di dunia maupun di akhirat. Metode targhib dan Ketika jiwa manusia telah menyukai sesuatu,
tarhib diyakini mampu membidik
kecenderungan dan tabiat manusia tersebut. Ahmad Abdul ‘Aziz al-Hulaiby, Thaqafah Tifl al-
29

Muslim Mafhumuha wa Usus Bina’iha, 333-336.


Menurut Ahmad Abdul ‘Aziz al-Hulaiby,
Targib adalah menjanjikan kepada jiwa yang 30M. Qutb, Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah, Juz II,
127-128.
beriman apa-apa yang disukainya, baik berupa

8
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

maka akan tumbuh motivasi dalam dirinya atas enam dan di bawah delapan, tetapi angka
untuk melaksanakannya. Sebaliknya bila itu serupa dengan istilah seribu satu yang tidak
jiwanya merasa takut akan sesuatu, maka ia berarti angka di bawah 1002 dan di atas 1000.
akan menjauhinya31. Bahkan pelipatgandaan itu tidak hanya tujuh
ratus kali, tetapi lebih dari itu, karena Allah
Surat al-Baqarah ayat 261 menyatakan:
melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki-
“Perumpamaan orang-orang yang Nya33.
menafkahkan harta mereka di jalan Allah
Sedangkan amtsal yang mengandung
adalah serupa dengan butir benih yang
tarhib antara lain pada surat Luqman: 19
menumbuhkan tujuh butir, pada setiap
butir serratus biji. Allah melipatgandakan “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah dan lunakkanlah suaramu.
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Sesungguhnya seburuk-buruk suara
Mengetahui.” adalah suara himar.”

Pada ayat ini Allah membuat Ayat ini mengandung dorongan untuk
perumpamaan tentang besarnya pahala sedekah tidak mengeraskan suara tinggi ketika sedang
di jalan Allah dengan satu butir biji yang berbicara tanpa ada manfaat dan atau alasan
ditanam di tanah yang subur lalu tertimpa yang dibenarkan, dan memenuhi adab-adab
hujan sehingga tumbuh menjadi tanaman yang berbicara yang baik. Ayat ini mencela perbuatan
kuat lagi indah yang memiliki tujuh cabang. tersebut, dan memperumpamakan suara yang
Setiap cabang memiliki satu bulir, dan setiap keras dan tinggi saat berbicara seperti suara
bulirnya berisi seratus biji. Perumpamaan ini himar, karena suara yang paling buruk adalah
mengandung dorongan dan rangsangan untuk suara himar. Konon orang-orang jahiliyah
bersedekah dan berbuat kebajikan. Menurut berbangga-banggaan dengan suara keras. Orang
Ibnu Kathir, seperti dikutip Sayyid Tantawi, yang suaranya paling keras dihormati dan
perumpamaan ini lebih mengena dalam jiwa dimuliakan, sedangkan yang suaranya rendah,
daripada menyebut langsung angka tujuh ratus, pelan, dihinakan34. Pada sisi lain, himar atau
karena mengandung isyarat bahwa Allah keledai adalah binatang yang sering menjadi
menumbuhkan amal-amal kebajikan untuk simbol kedunguan. Di dunia Arab, binatang ini
pemiliknya seperti Dia menumbuhkan tanaman adalah binatang yang paling rendah di mata
bagi orang yang menaburkan benihnya di tanah mereka. Untuk itulah al-Qur’an pun ketika
yang subur32. menyebut himar untuk perumpamaan sesuatu,
itu berarti sesuatu tersebut adalah merupakan
Statemen Ibnu Kathir di atas sangat logis
hal yang sangat rendah dan hina.
dan tidak berlebihan. Banyak tanaman di sekitar
kita yang dahulunya berasal dari satu biji yang Dalam situasi normal, umumnya orang-
ditanam di tanah. Setelah tumbuh subur dan orang terpelajar berbicara dengan suara sedang,
berbuah, tanaman itu memberikan untuk tidak mengangkat suara tinggi dan keras. Ini
pemiliknya puluhan, ratusan atau bahkan karena bersuara sedang menampakkan adab
ribuan buah. Demikian itulah gambaran yang baik, percaya diri, dan lebih
kongkret dan riil pahala sedekah yang bisa memungkinkan untuk berbicara lurus dan
ditarik dari perumpamaan di atas. Dari analogi terkendali. Sementara sebagian orang awwam
ini pula barangkali Quraish Shihab berbicara dengan suara keras dan tinggi
berpendapat, bahwa angka tujuh dalam ayat di meskipun tidak ada situasi yang menuntutnya.
atas tidak harus dipahami dalam arti angka di
33 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. I, 567.
31 ‘Ajil al-Nashmi, Ma’alim al-Tarbiyah, 206.
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz
34

32 Sayyid Tantawi, al-Tafsir al-Wasit, Vol. I, 603. XXI, 87.

9
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

Cara bersuara demikian ini selain kurang Kelima, guru memberikan gambaran
memenuhi adab juga menunjukkan kapasitas kebahagiaan di akhirat bagi orang dermawan.
seseorang. Keenam, guru memberikan gambaran
kesengsaraan di akhirat bagi orang kikir.
Dalam kegiatan pengajaran, pendidik
Ketujuh, guru meminta salah seorang peserta
bisa mempraktekkan metode targhib dan tarhib
didik untuk mengungkapkan pesan dan
dengan tema-tema tertentu sesuai materi ajar,
sikapnya terhadap tema pokok dari materi
misalnya tentang keutamaan sifat dermawan
pembelajaran yang baru disajikan.
dan celaan atas sifat kikir. Langkah-langkah
yang diambil sebagai berikut: pertama, guru Metode targhib dan tarhib dimulai dengan
memandu peserta didik mengeksplorasi mengungkapkan informasi dan data empirik
ganjaran-ganjaran alamiah bagi orang-orang sesuai tema, misalnya tentang keutamaan sifat
yang bersifat dermawan dengan mengangkat dermawan dan celaan sifat kikir. Ini
kenyataan-kenyataan yang bisa diamati dan dimaksudkan agar peserta didik dapat
dirasakan oleh peserta didik dalam kehidupan mengidentifikasi ciri-ciri kedua kelompok
di masyarakat, misalnya orang dermawan tersebut, dan pendidik dituntut mampu
memiliki dan disenangi banyak teman, mengarahkan peserta didik menemukan bahwa
menperoleh pertolongan orang lain saat ia orang dermawan hidupnya bahagia, harmonis
membutuhkan bantuan, menjadi teladan sosial dan bermakna, dan orang kikir hidupnya tercela
bagi lingkungan pergaulannya, membawa aura dan tidak bermakna. Setelah peserta didik
positif bagi orang-orang sekitar, didoakan mampu mengidentifikasi kedua kelompok ini,
banyak orang, dan lain-lain. Kedua, guru pendidik membacakan dan menjelaskan ayat-
memandu peserta didik mengeksplorasi ayat al-Qur’an dan hadits sesuai tema yang
ganjaran-ganjaran alamiah bagi orang-orang dibahas, dan meyakinkan peserta didik bahwa
yang kikir juga dengan mengangkat kenyataan- tuntunan-tuntunan agama yang terkandung
kenyataan yang bisa diamati dan dirasakan oleh dalam dalil-dalil tersebut membimbing manusia
peserta didik dalam kehidupan di masyarakat, kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia
misalnya orang kikir tidak memiliki banyak dan akhirat. Untuk mendukung dan
teman, kurang disenangi masyarakat, dicemooh memantapkan temuan dan hasil diskusi,
orang, bahkan seringkali dijumpai orang kikir pendidik menguraikan ganjaran-ganjaran
mengalami kematian yang buruk di akhir akhirat yang diperoleh kedua kelompok
kehidupannya. manusia tersebut.

Tahap pertama dan kedua ini semakin Metode ini akan memberikan dampak
efektif bila didukung dengan hasil survey dan instruksional secara langsung pada kejiwaan
penelitian. Untuk keperluan ini pendidik bisa peserta didik, sehingga memungkinkan
memberikan penugasan sederhana kepada terjadinya perubahan pola pikir dan tingkah
peserta didik untuk melakukan pengamatan laku. Di samping dampak instruksional, metode
tentang hal-hal riil yang terjadi di lingkungan ini juga mempunyai dampak penyerta, seperti
mereka sesuai dengan materi atau tema yang meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan
diangkat. Selanjutnya langkah Ketiga adalah rasa optimis, menumbuhkan rasa kehati-hatian
guru membacakan, menerjemahkan, dan dalam perbuatan, menanamkan rasa takut
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits- kepada Allah, menimbulkan rasa takut terhadap
hadits yang mengandung targhib dan tarhib, akibat yang buruk bila melakukan kesenangan
misalnya tentang keutamaan sifat dermawan yang tidak dibenarkan agama, menimbulkan
dan ancaman dan kecaman sifat kikir. Keempat, perasaan Rabbāniyyaħ yakni khauf, khusyū’,
guru memotivasi dan memandu peserta didik hub dan rajā’, menimbulkan keseimbangan
untuk mendiskusikan ayat-ayat al-Qur’ān dan antara kesan dan perasaan, dan mengundang
hadits yang mengandung targīb tarhīb tersebut. peserta didik untuk merealisasikan kebenaran

10
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

dalam sikap, baik secara langsung maupun Kajian-kajian klasik dan modern menunjukkan
tidak langsung35. bahwa istifham adalah bagian dari metode
dialogis yang banyak dipakai oleh al-Qur’an.
Ketiga, memuaskan mitra bicara dan
Bentuknya yang paling nyata adalah Allah
mendorong mereka untuk berpikir
mengemukakan suatu pertanyaan lalu
Termasuk tujuan amtsal al-Qur’an adalah menjawabnya. Istifham dimaksudkan untuk
menajamkan akal dan mendorong manusia menarik perhatian mitra bicara. Istifham
berpikir dan merenung36. Ini antara lain dicapai merupakan suatu ujaran yang bisa
melalui pemaparan amtsal dengan membangkitkan perasaan dan emosi seseorang,
menggunakan kalimat bertanya (istifham), seperti perasaan khawatir dan berharap, senang
mengingat (tadhakkur), merenungkan (taammul), dan takut, agar berperilaku terpuji40.
dan qiyas. Berikut ini akan diuraikan masing-
Metode tanya jawab dalam al-Qur’an
masing cara tersebut.
serupa dengan metode dialog yang digunakan
1. Pemakaian bentuk kalimat istifham dalam lembaga-lembaga pendidikan modern
Dalam disiplin ilmu balaghah, bentuk bahkan lebih unggul. Materi dialog di lembaga-
kalimat istifham biasanya digunakan untuk lembaga pendidikan modern umumnya terbatas
menggugah kesadaran pendengar untuk pada hal-hal yang bersifat kebiasaan ilmiah
kembali kepada dirinya sendiri, sehingga ia semata, sedangkan materi tanya jawab dalam al-
merasa malu, menahan diri, dan jawaban pun Qur’an atau hadits menantang akal pikiran
menjadi jelas. Istifham antara lain berfungsi manusia dengan persoalaan-persoalan baru atau
untuk membungkam lawan bicara, menolak persoalan-persoalan yang belum terkuak
suatu gagasan, meniadakan, mencela, menilai (ghamidhah) lalu menguraikannya dan
aneh, takjub, mengingkari, dan lain-lain37. mengarahkan mereka untuk mengambil yang
baik dan meninggalkan yang buruk41.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa
banyak amtsal al-Qur’an berbentuk istifham Dalam surat al-Nahl ayat 75 dinyatakan:
inkari yang berfungsi untuk celaan dan “Allah membuat satu perumpamaan;
larangan38. Istifham qur’ani mampu seorang hamba yang dimiliki yang tidak
membangkitkan perhatian seseorang kepada dapat mampu terhadap sesuatu pun dan
ilmu, kebenaran, kefahaman, dan membuka seorang yang Kami beri dari Kami rezeki
akal agar mampu menerima dan meresapi yang baik, lalu dia menafkahkan sebagian
pesan-pesan dan kebenaran-kebenaran ilmiah39. darinya secara rahasia dan secara terang-
terangan, apakah mereka sama? Segala
35Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qur'ani dalam puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan
Pembelajaran Agama di Sekolah. Tasikmalaya: Pondok mereka tidak mengetahui.”
Pesantren Suryalaya 2005, 180-183.
Dalam ayat ini Allah membuat
36 Lihat misalnya QS al-Zumar: 27, al-Hashr: 21, dan
lain-lain. perumpamaan dua orang, pertama, seorang
budak yang dimiliki dan tidak mempunyai
37 M. Abu Zahrah, al-Qur’an al-Mukjizat al-Kubra,
212-213. Terkadang lafazh-lafazh istifham itu keluar kewenangan untuk mengatur sesuatu
dari makna asal (pertanyaan/menuntut tashowwur sedikitpun, dan kedua, seorang merdeka, kaya
atau tashdiq) kepada makna lain yang dapat raya, mulia, sangat dermawan, dan bebas
difahami dari konteks kalimat. Misalnya taswiyyah
(menyamakan), Nafi (meniadakan), inkar menetapkan kehendaknya. Perbedaan di antara
(mengingkari), amar (memerintah), nahy (melarang), kedua orang ini tampak sangat jelas. Orang
tashwiq (memberi rangsangan), ta’dzim
(mengagungkan), dan tahqir (merendahkan). 40 Abdurraahman al-Nahlawi, Usul al-Tarbiyah al-
38 Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Juz XIV, 63. Islamiyah wa Asalibuha, 214.
39 M. Abu Zahrah, al-Qur’an al-Mukjizat al-Kubra, 232. 41 M. Abu Zahrah, al-Qur’an al-Mukjizat al-Kubra, 214.

11
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

yang pertama adalah perumpamaan bagi


berhala-berhala sesembahan orang-orang
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa
mushrik yang tidak memiliki kemampuan apa-
sifat atau keadaan yang menakjubkan bagi
apa, bahkan tidak kuasa atas dirinya sendiri.
manusia dari penciptaan Isa yang lahir tanpa
Sedangkan yang kedua adalah perumpaaan
ayah adalah semisal dengan keajaiban
bagi Allah Yang Maha Segalanya. Dengan
penciptaan Adam. Adam justru lahir tanpa ayah
perumpamaan tersebut, melalui kalimat istifham
dan ibu, sehingga lebih aneh dan menakjubkan
Allah mengajak mereka berpikir dan merenung
daripada Isa. Isa sama dengan Adam. Unsur
bahwa menyembah Allah Yang Maha Segalanya
kejadian Adam pun dari tanah dan hembusan
itu tidaklah sama dengan menyembah berhala
ruh Ilahi, maka jika pada diri Adam tidak ada
yang tidak memiliki kemampuan dan kuasa
unsur ketuhanan, maka demikian pula pada diri
sedikitpun.
Isa. Anak-anak cucu Adam juga tercipta dari
2. Metode qiyas unsur dan dan ruh Ilahi. Jika dalam diri Adam
ada unsur ketuhanan, maka seharusnya ada
Menurut Ibnu Taimiyah, seluruh amtsal
pula unsur ketuhanan dalam diri anak-anak
dalam al-Qur’an dibangun atas dasar qiyas,
cucunya45.
yakni membandingkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain, atau mengukur sesuatu atas yang Menurut Sayyid Tantawi, ayat ini
lain. Jumlahnya lebih dari 40 tempat dalam al- membungkam logika orang-orang yang
Qur’an, dan seluruhnya membutuhkan meyakini Isa sebagai tuhan dan atau anak tuhan
pemikiran dan perenungan untuk memahami karena kelahirannya tanpa ayah46. Bangunan
qiyas tamtsili yang dimaksudkan untuk logika mereka runtuh oleh ayat ini yang
merangkai makna-makna dalam akal42. Ibnu menegaskan bahwa Isa sama dengan Adam dari
Utsaimin menyatakan bahwa seluruh amtsal sisi penciptaannya, bahkan penciptaan Adam
dalam al-Qur’an adalah dalil atas ketetapan lebih menakjubkan dari Isa. Pemakaian metode
qiyas43. Ibn al-Qayyim, seperti dikutip al-Jurju’, qiyas dalam perupamaan ini mendorong
juga berpendapat sama. Menurutnya, seluruh mereka untuk berpikir dan meninjau kembali
perumpamaan (amtsal) dalam segala variasinya dasar keyakinan mereka yang salah.
itu adalah bentuk-bentuk qiyas aqli, yang
dengannya Allah memberi petunjuk manusia
bahwa hukum atas sesuatu juga menjadi hukum 3. Perintah untuk mengingat (tadhakkur) dan
atas perkara serupa lainnya44. merenung (taammul)

Metode qiyas dalam amtsal al-Qur’an Salah satu potensi dan kerja pokok akal
antara lain dijumpai dalam surat Ali ‘Imran ayat adalah mengingat (tadhakkur). Al-Qur’an
59 sebagai berikut: memberikan apresiasi tinggi terhadap aktivitas
tersebut. Kata dasar dhakara dan derivasinya
“Sesungguhnya mitsal ‘Isa di sisi Allah
dipakai tidak kurang dari 275 kali dalam al-
adalah semisal Adam. Allah
Qur’an. Al-Qur’an juga mencela kecenderungan
menciptakannya dari tanah, kemudian
manusia untuk lupa atau lalai meskipun sifat
berfirman kepadanya: “Jadilah, maka
tersebut diakui sebagai tabiat manusia, namun
terjadilah ia.”
al-Qur’an secara gamblang menegaskan dan
menekankan bahwa manusia memiliki potensi
dan kemampuan untuk tadhakkur47.
42 Majmu’ Fatawa, Juz XV, 56-60.
43 Shalih bin ‘Utsaimin, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Juz
1, 64. 45 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. II, 108.
44 Abdullah al-Jurju’, al-Amtsal al-Qur’aniyah al- 46 Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit, Juz II, 126.
Qiyasiyah al-Madhrubah li al-Iman bi Allah, Juz I, 98. 47 Abdurrahman Shalih, Dirasat fi al-Fikr al-Tarbawi

12
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

Manusia diperintahkan mengingat diingat oleh seseorang. Bahkan tidak jarang


pencipta-Nya, nikmat-nikmat-Nya, tugas dan seseorang lupa terhadap hal-hal abstrak yang
tujuan hidupnya, sebagaimana juga dituntut diperumpamakan, sementara ia masih
untuk mengingat kebinasaan dan kehancuran mengingat bentuk perumpamaannya.
umat-umat sebelumnya sebab melupakan Kesimpulannya, lanjut al-Ghomidi,
pencipta-Nya. Makna ‘mengingat’ (tadhakkur), perumpamaan adalah sebuah gambar di
dalam perspektif al-Qur’an, tidak sekedar upaya hadapan seseorang, dan gambar ini biasanya
atau proses mengembalikan pengetahuan- tertanam kuat dalam akalnya dan selalu hadir
pengetahuan lama semata, tetapi sebuah dalam ingatannya, inilah salah satu fungsi
pemahaman yang mengantarkan seseorang penting amtsal dalam dunia pendidikan49.
untuk lebih patuh dan mendekatkan diri kepada
Perumpaaan dalam tujuan ini dijumpai
Tuhan. Amtsal al-Qur’an itu seperti stasiun-
antara lain dala surat Hud ayat 24 :
stasiun yang dilalui oleh al-Qur’an yang
mengingatkan setiap orang yang lupa atau “Perumpamaan kedua golongan seperti
pura-pura lupa, dan manusia yang tak kebal orang buta dan orang tuli dengan orang
sifat lalai dan lupa itu dituntut untuk selalu yang dapat melihat dan orang yang dapat
mengingat bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mendengar. Apakah kedua golongan itu
menghisab semua perbuatannya. Amtsal al- sama sifatnya? Maka tidakkah kamu
Qur’an adalah salah satu media pendidikan mengingat?”
yang menguatkan ingatan mitra bicaranya, Ayat ini menjelaskan tentang perbedaan
karena ia dapat mengukuhkan pengetahuan orang antara kafir dan orang mukmin. Orang
dan pemikiran dalam akal. Ketika seseorang kafir diperumpamakan dengan orang yang buta
lupa akan sesuatu persoalan yang semestinya mata kepala dan mata hatinya sehingga tidak
harus diingat, maka perumpamaan (matsal) dapat melihat kebenaran, dan orang tuli yang
yang sebelumnya telah dibuat untuk persoalan tidak dapat mendengar dan memahami nasehat
tersebut akan mendokumentasikannya sebagai dan tuntunan-tuntunan agama. Sedangkan orang
sebuah personifikasi dalam ingatannya dan mukmin diperumpamakan dengan orang yang
mengembalikan memori tentang persoalan dapat melihat kebenaran dan orang yang mau
tersebut kepada akalnya48. mendengar dan mampu memahami tuntunan-
Al-Ghomidi dalam kajiannya tentang tuntunan agama serta menjalankannya50.
amtsal al-Qur’an menambahkan, bahwa salah Sedikit berbeda dengan Quraish, Tantawi
satu faidah amtsal adalah mengukuhkan menjelaskan bahwa sifat dan keadaan orang itu
pengetahuan dan memelihara ingatan, sebab seperti orang yang buta mata dan tuli telinga
hal-hal yang bersifat abstrak tidak selalu terpatri fisiknya, sebab meskipun mereka bisa melihat
dalam hati dan terukir dalam akal, tetapi dan mendengar, mereka tidak bisa mengambil
pengetahuan yang dihadirkan dengan jalan manfaat darinya sehingga mereka seperti orang
amtsal tentu lebih melekat dalam akal. Ini yang tidak memiliki kedua fungsi alat indera
disebabkan oleh penggambaran (tamtsil) adalah tersebut. Sementara orang mukmin disamakan
penyerupaan (tasybih). Artinya di sana ada dengan orang yang memiliki mata dan telinga
bentuk atau gambar yang lain, dan biasanya yang sehat karena mampu mengambil manfaat
perumpamaan atau gambar lebih melekat besar darinya; melihat bukti-bukti kekuasaan
dalam ingatan. Oleh karena itu, perumpamaan dan keesaan Allah dan mendengar tuntunan-
yang bersifat inderawi (kongkrit) terhadap hal- tuntunan agama-Nya. Tujuan perumpamaan di
hal yang tidak inderawi (abstrak) akan selalu
49Said bin Nashir al-Ghomidi, al-Amtsal Fawaid wa
al-Islami, 71. Syawahid, 7.
48 Ibid., 71-72. 50 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. VI, 227.

13
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

atas, lanjut Tantawi, adalah mendorong dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada
manusia merenung dan berpikir serta keduanya): "Masuklah ke dalam
mengingatkan akan kesesatan dan kebodohan Jahannam bersama orang-orang yang
orang-orang kafir sehingga mereka menginsafi masuk (jahannam)".
diri lalu memeluk agama Islam, dan
Dan Allah membuat isteri Fir'aun
memantapkan hati orang-orang mukmin
perumpamaan bagi orang-orang yang
tentang kebenaran yang mereka yakini sehingga
beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku,
keimanan mereka semakin bertambah51.
bangunkanlah untukku sebuah rumah di
Keempat, Memunculkan Model Teladan sisi-Mu dalam Firdaus, dan
selamatkanlah aku dari Fir'aun dan
Matsal secara bahasa bisa juga diartikan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku
sesuatu yang dijadikan anutan, contoh, model,
dari kaum yang zhalim.
dan ukuran untuk diikuti. Maksudnya contoh-
contoh atau model-model yang disajikan di Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang
hadapan mitra bicara untuk dijadikan sebagai memelihara kehormatannya, maka Kami
ukuran, pertimbangan dan acuan. Model yang tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari
baik harus diikuti, sedang yang buruk dijauhi. ruh (ciptaan) Kami, dan Dia
Dalam al-Qur’an Allah menceritakan orang- membenarkan kalimat Rabbnya dan
orang baik dan orang-orang jahat dan Kitab-KitabNya, dan Dia adalah termasuk
menyebutkan karakteristik-karakteristik orang-orang yang taat”.
mereka. Orang-orang baik adalah teladan atau
Rangkaian ayat di atas menampilkan
contoh yang baik, sedangkan orang-orang jahat
perumpamaan berupa model atau contoh
adalah contoh atau teladan yang jelek, untuk
wanita, yakni isteri Nabi Nuh dan Nabi Lut
mengarahkan dan menuntun mitra bicara
sebagai contoh wanita kafir, dan isteri Firaun
mensuritauladani orang-orang shalih dan
(Asiyah) dan Maryam binti ‘Imran sebagai
menjauhkan diri dari orang-orang thalih (jahat)
contoh wanita mukmin. Dua wanita pertama
52. Fungsi amtsal sebagai model atau acuan ini
kafir meskipun hidup berdampingan dengan
bertebaran dalam kisah-kisah dalam al-Qur’an,
nabi, karena enggan beriman dan melakukan
bahkan Ibn Taimiyah menyatakan bahwa setiap
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran dan
kisah dalam al-Qur’an adalah amtsal, yang
tuntunan agama. Isteri Nabi Nuh suka
mengandung muatan dan pesan yang bisa
menyebarkan rahasia-rahasia suaminya dan
dijadikan model atau acuan hidup53.
mengatakan kepada kaumnya bahwa Nabi Nuh
Ini misalnya terlihat pada surat at-Tahrim seorang gila. Sedangkan isteri Nabi Lut selalu
ayat 10-12 : memberitahukan kepada kaumnya perihal
tamu-tamu suaminya itu. Kedekatan dan
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri
kedudukan dua wanita tersebut sebagai isteri
Luth sebagai perumpamaan bagi orang-
nabi tidak menghalangi jatuhnya siksa neraka
orang kafir. keduanya berada di bawah
atas mereka. Dua wanita berikutnya beriman
pengawasan dua orang hamba yang saleh
meskipun hidup di tengah keluarga dan
di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua
masyarakat kafir. Asiyah tidak terpengaruh oleh
isteri itu berkhianat kepada suaminya
kedudukan tinggi dan gemerlap harta kekayaan
(masing-masing), maka suaminya itu
dunia Fir’aun untuk mencari kebenaran,
tiada dapat membantu mereka sedikitpun
menolak kebatilan, dan mengingkari segala
51 Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit, Vol. VII, 187. pengakuan dusta dan tindak kesewenang-
wenangan suaminya. Sedangkan Maryam
52 ‘Abdurrahman al-Sa’di, Taysir al-Karim al-Rahman
fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, Juz VII, 63-64 adalah seorang wanita yang sangat menjaga
kehormatannya, membenarkan dan patuh
53 Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Juz I, 58.

14
Aspek-aspek Pedagogis dalam Amtsal al-Qur’an (kajian metodologis, motivasi, berfikir kritis dalam
pembelajaran islam integratif)

kepada tuntunan-tuntunan Tuhan. Penutup

Dalam pandangan Tantawi, rangkaian Penggunaan metode amtsal membantu


ayat-ayat di atas mengandung tiga buah seorang pendidik dalam menjelaskan materi
perupamaan. Satu perumpamaan untuk orang pelajaran dan mendekatkan mereka kepada
kafir, dan dua perumpamaan untuk orang pemahaman dan penguasaan materi ajar.
mukmin. Isteri Nabi Nuh dan Nabi Lut Persoalan-persoalan yang abstrak dikemas
merupakan perumpamaan untuk orang kafir, sedemikian rupa sehingga menjadi konkrit,
dan bahwa orang kafir akan disiksa sebab nyata, dan mudah dipahami. Dengan demikian,
kekufurannya meskipun memiliki hubungan metode amtsal membantu dalam menciptakan
kedekatan dan kekerabatan dengan nabi dan komunikasi yang menarik antara pendidik dan
orang-orang mukmin. Sedangkan dua peserta didik. Pada sisi lain, metode amtsal juga
perumpamaan berikutnya adalah untuk orang- membantu pendidik dalam mengasah dan
orang mukmin, dan bahwa kedekatan dan mengembangkan potensi akademik peserta
kekerabatan orang mukmin dengan orang kafir didik, dan dari sini pula maka kegiatan
tidak membahayakan mereka sepanjang mereka pembelajaran menjadi menarik, menantang dan
menjauhi kekufuran dan perbuatan buruk mendidik.
mereka54.

Az-Zamakhshari, seperti dikutip Tantawi,


Daftar Pustaka
menyatakan bahwa Allah membuat
perumpamaan tentang keadaan orang-orang Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
kafir, dari segi keniscayaan siksa atas kekufuran Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011
dan permusuhan mereka terhadap orang-orang
mukmin dan bahwa kedekatan dan kekerabatan Al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an,
mereka dengan orang-orang mukmin tidak Damaskus: Dar Ibn Katsir 1992
memberi manfaat kepada mereka, dengan
keadaan isteri Nabi Nuh dan Nabi Lut. Kedua Ja’far al-Sabhani, al-Amtsal fi al-Qur’an al-Karim,
wanita ini bersikap munafik dan berkhianat Qum: Muassasah Imam al-Sadiq 1420 H.
kepada kedua orang Nabi yang sekaligus juga
suami mereka. Allah memberi perumpamaan Kementerian Pendidikan Nasional. Pedoman
tentang keadaan orang-orang mukmin, dari segi Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK
pertalian mereka dengan orang kafir tidak Guru), Jakarta: Direktorat Jenderal
membahayakan mereka dan tidak mengurangi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
pahala dan kedekatan mereka di sisi Allah, Kependidikan 2010
dengan keadaan isteri Fir’aun dan Maryam.
Yazid Hamzawi, al-Madlulat al-Tarbawiyah li
Asiyah, meskipun isteri dari musuh Allah,
al-Amtsal al-Qur’aniyah, al-Jazair: Jami’ah al-
disebabkan oleh keimanannya mampu
Jazair Kulliah al-‘Ulum al-Insaniyyah wa al-
mengangkat derajat dirinya di sisi Allah.
Ijtima’iyyah 2005
Sedangkan Maryam, meski hidup di tengah
masyarakat yang ingkar, disebabkan oleh
Siti Mahwiyah, Unsur-unsur Budaya dalam
imannya pula mampu memperoleh berbagai
Amtsal ‘Arabiyah, Arabiyat Jurnal
kemuliaan dari Allah55.
Pendidikan Bahasa Arab dan
Kebahasaaraban, Vol. I, No.2, Desember
2014.

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan


54 Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit, Juz XIV, 485.
Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta :
55 Ibid.
Lentera Hati 2002

15
TA’DIBIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016

Al-Zarkashi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit, dalam


dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48. Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Abdul Jalal H.A., Ulumul Qur’an, Surabaya: Abdurrahman Shalih, Dirasat fi al-Fikr al-
Dunia Ilmu 2000 Tarbawi al-Islami, dalam Maktabah
Syamilah edisi 3,48.
Manna’ al-Qattan, Mabahith fi Ulumil Qur’an,
dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48. Said bin Nashir al-Ghomidi, al-Amtsal Fawaid
wa Syawahid
Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan, Pengantar
Logika Tradisional, Bandung: Putra A Abdurrahman al-Sa’di, Taysir al-Karim al-
Bardin, 2001 Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, dalam
Maktabah Syamilah edisi 3,48.
Ahmad Abdul ‘Aziz al-Hulaiby, Thaqafah Tifl
al-Muslim Mafhumuha wa Usus Bina’iha,
dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48.

M. Qutb, Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyah,


dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Ajil al-Nashmi, Ma’alim al-Tarbiyah, dalam


Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Sayyid Tantawi, al-Tafsir al-Wasit, dalam


Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,


dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qur'ani


dalam Pembelajaran Agama di Sekolah.
Tasikmalaya: Pondok Pesantren Suryalaya
2005

M. Abu Zahrah, al-Qur’an al-Mukjizat al-Kubra,


dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, dalam


Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Abdurraahman al-Nahlawi, Usul al-Tarbiyah al-


Islamiyah wa Asalibuha, dalam Maktabah
Syamilah edisi 3,48.

Shalih bin ‘Utsaimin, Tafsir al-Qur’an al-Karim,


dalam Maktabah Syamilah edisi 3,48.

Abdullah al-Jurju’, al-Amtsal al-Qur’aniyah al-


Qiyasiyah al-Madhrubah li al-Iman bi Allah

16

Anda mungkin juga menyukai