TARIKH TASYRI’:
PADA MASA RASULULLAH SHALLAHU’ALAIHI WASSALAM
Jamalludin
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau Email: jamaljumadilqubro29@gmail.com
Aryafickry nugroho
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau Email: aryafickry.nugroho@gmail.com
Abstract
This paper wants to present the results of research on the Tasyri Date at the time of the
Prophet sallallaahu alaihi wasallam. This study uses historical approaches and content
analysis techniques on existins written data. So we get Basic tasyri’in the period of the
Apostle. There are three:
1. Al-Qur’an;
2. Sunnah
3. Ijtihad.
With regard to the Prophet’s ijtihad, Sallallahu alaihi wasallam. The scholars are
divided into three opinions:
1. Among the Asy’ariyah from the Ahli Sunnah and the majority of Mu’tazilah, they
firmly hold that the Prophet should not perform ijtihad.
2. The majority (Jumhur) of Ushul’s scholars said it was permissible for the Apostle to
perform ijtihad in any matter that had no text.
3. The Prophet didijthad in worldly matters such as tactics of war, etc., but
Not in legal matters’. Thus understand us about the Establishment of the law at the
time of the Prophet sallallaahu alaihi wasallam.
Abstrak
Makalah ini ingin menyajikan hasil penelitian tentang Tarikh Tasyri' Pada Masa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
sejarah dan teknik analisis isi terhadap data tertulis yang ada. sehingga kami dapatkan
Dasar tasyri’pada periode Rasul. Ada tiga:
1. Al-Qur’an;
2. Sunnah;
3. Ijtihad.
Berkaitan dengan ijtihad Nabi, Shallallahu alaihi wasallam. Para ulama terbagi kedalam
tiga pendapat:
1. KalanganAsy’ariyah dariAhli Sunnah dan mayoritas Mu’tazilah, mereka berpegang
teguh bahwa Nabi tidak boleh berijtihad.
2. Mayoritas (Jumhur) ulamaUshul mengatakan boleh bagi Rasul untuk berijtihad
dalam setiap urusan yang tidak ada nash-nya.
3.Nabi berijthad dalam masalah keduniaan seperti taktik perang dsb, tapi
tidak dalam masalah hukum syara’. dengan demikian pahamlah kita mengenai
Penetapan hukum pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
PENDAHULUAN
Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan hukum (al-insya wa al-
takwin), karena pada masa inilah mulai tumbuh dan terbentuknya hukum islam, yaitu
tepatnya ketika Nabi hijrah ke Madinah dan menetap disana selama 10 tahun. Sumber
asasinya adalah wahyu. Semua hukum dan keputusannya didasarkan oleh wahyu.
Masa ini sekalipun singkat, tetapi sangat menentukan untuk perkembangan hukum
dan keputusan hukum berikutnya. Sumber dan kekuasaan tasyri’ pada periode ini
dipegang oleh Rasulullah sendiri dan tidak seorangpun yang boleh menentukan
hukum suatu masalah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.1
Syariat islam pada masa Nabi ini terbagi dalam dua periode berikut.:
1. Periode Makkah, yaitu sebelum Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam hijrah ke
Madinah dan ayat-ayat Alquran dikenal dengan ayat-ayat Makkiyah.
Dalam ayat-ayat Makki sedikitpun tidak ada pembinaan hukum yang terperinci.
Namun sebagian besar berbicara seputar masalah akidah atau ketauhidan
(mengesakan Allah Subhanahu wata’ala) untuk meluruskan keyakinan umat di
masa jahiliyah, yaitu mengenalkan hal-hal ghaib seperti iman kepada Allah,
malaikat, hari akhir, adanya kehidupan setelah mati dan lain-lain. Selain itu juga
menceritakan kisah umat-umat masa lampau sebagai pelajaran bagi umat Nabi
Muhammad Shallahu ‘alaihi wassalam. Ayat-ayat makki juga menjelaskan tentang
akhlak dengan seruan meninggalkan perbuatan keji, pembunuhan, perilaku buruk
terhadap perempuan, menginjak hak azasi manusia dan kecurangan dalam
bermuamalah seperti mengurangi timbangan dan juga kegemaran memupuk harta
tanpa menghiraukan fakir miskin.
Rahasia mengapa di Mekkah belum banyak ayat hukum, karena di sana belum
terbentuk masyarakat Islam seperti halnya di Madinah setelah Rasulullah
Shallahu’alaihi wassalm hijrah. Dalam ayat makki pula menggunakan lafal “Yâ
ayyuhâ an-nâsu...” (Hai manusia...)
Dalam ayat-ayat Madany banyak terkait dengan hukum dan berbagai aspeknya.
Misalnya dalam hukum kemasyarakatan yang mencakup muamalah, ijtihad,
jinayah, mawaris, wasiat, talak, sumpah dan peradilan. Dalam ayat ini pula
menggunakan lafal “Yâ ayyuhâ alladzîna âmanû...” (Hai orang-orang yang
beriman...).
ﻁﻠﱠ ْﻘﺘ ُ ُﻤﻮﻫ ﱠُﻦ ِﻣﻦ ﻗَ ْﺒ ِﻞ ﺃَﻥ ﺗ َ َﻤﺴﱡﻮﻫ ﱠُﻦ ﻓَ َﻤﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ﱠﻦ ِﻣ ْﻦ ِﻋﺪﱠﺓٍ ﺗَﻌْﺘَﺪﱡﻭﻧَ َﻬﺎ ۖ ﻓَ َﻤﺘِ ّﻌُﻮﻫ ﱠُﻦ ِ ﻳَﺎ ﺃَﻳﱡ َﻬﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﻧَ َﻜ ْﺤﺘ ُ ُﻢ ْﺍﻟ ُﻤﺆْ ِﻣﻨَﺎ
َ ﺕ ﺛ ُ ﱠﻢ
ﻴﻼً َﻭ َﺳ ِ ّﺮ ُﺣﻮﻫ ﱠُﻦ َﺳ َﺮﺍ ًﺣﺎ َﺟ ِﻤ
1
Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013) hal 16.
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
Sumber Tasyri’
Dasar tasyri’ periode pertama ada tiga yaitu Alquran, sunnah dan ijtihad.
Alquran diturunkan sedikit demi sedikit kepada Nabi. Terkadang satu surah, beberapa
surah yang pendek atau beberapa ayat saja; sesuai kehendak Allah atau sesuai dengan
kasus yang tengah dihadapi beliau di tengah-tengah masyarakat. Alquran diturunkan
kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam secara berangsur-angsur untuk menartilkan
bacaan sekaligus menghujamkan makna serta hukum-hukumnya.
1. Al quran
Al quran adalah suatu kitab yang sudah dikenal, diturunkan kepada Muhammad
Shallahu ‘alaihi wassalam dengan berkelompok-kelompok sejak dari malam tanggal 17
Ramadhan tahun 41 kelahiran beliau. Beliau diberi wahyu ketika beliau sedang
bertahannuts di gua Hira’ 2
Mekkah tepatnya pada tahun 611 Masehi dan berakhir di Madinah pada tahun 633
Masehi. Dengan demikian rentang waktu turunnya Alquran adalah 22 tahun atau lebih
tepatnya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Adapun tentang ayat Alquran yang pertama kali
diturunkan adalah surah Al-‘Alaq ayat 1-5. Alquran turun pertama kali pada malam
tanggal 17 Ramadhan. Sementara itu, perbedaan pendapat pada ayat terakhir yang
diturunkan, pendapat yang dipilih oleh Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan fi
‘Ulum Alquran yang dinukilnya dari Ibnu Abbas adalah dalam surah Al-Baqarah ayat
281.
ْ ﺕ َﻭﻫُ ْﻡ َﻻ ﻳ
ُﻅﻠَ ُﻣﻭﻥ ْ َ� ۖ◌ ﺛ ُ ﱠﻡ ﺗ ُ َﻭﻓﱠ ٰﻰ ُﻛ ﱡﻝ ﻧَ ْﻔ ٍﺱ ﱠﻣﺎ َﻛ َﺳﺑ
ِ َﻭﺍﺗﱠﻘُﻭﺍ ﻳَ ْﻭ ًﻣﺎ ﺗ ُ ْﺭ َﺟﻌ ُﻭﻥَ ﻓِﻳ ِﻪ ِﺇﻟَﻰ ﱠ
2
Mohammad Zuhri, Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, (Semarang: Darul Ihya, ), hal 5.
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
◌َ
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan
yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya (dirugikan).
Setelah ayat ini diturunkan Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasslam masih hidup sembilan
malam. Kemudian beliau wafat pada hari senin tanggal 3 Rabiul awwal dan berakhirlah
turunnya wahyu. Ada pula yang mengatakan bahwa ayat terakhir turun adalah Al
Maidah ayat 3.
ً ْﻼﻡ ﺩِﻳﻧﺎ ِ ْﺍﻟﻳَ ْﻭ َﻡ ﺃ َ ْﻛ َﻣ ْﻠﺕُ ﻟَ ُﻛ ْﻡ ﺩِﻳﻧَ ُﻛ ْﻡ َﻭﺃَﺗْ َﻣ ْﻣﺕُ َﻋﻠَ ْﻳ ُﻛ ْﻡ ﻧِ ْﻌ َﻣﺗِﻲ َﻭ َﺭ
ِ ﺿﻳﺕُ ﻟَ ُﻛ ُﻡ
َ ﺍﻹﺳ
Artinya: Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Setiap turun wahyu Alquran, Nabi Muhammad memanggil para sahabat untuk
mendengarkan ayat-ayat tersebut. Nabi membacakan dan menyuruh mereka yang
pandai baca-tulis untuk mencatatnya. Menurut ahli sejarah terdapat 26 orang tetapi Al-
Halabi menukil sejarah karangan Al-Iraqi bahwa mereka (para penulis wahyu) ada 40
orang yang sebagian dari mereka selalu bersama Nabi dalam seluruh periode
pembinaan hukum dan sebagian lagi tidak. Para sahabat diperintah Rasulullah untuk
menulis wahyu Alquran yang diterimanya dari Allah Subhanahu wata’ala dan
meletakkan urutannya sesuai dengan perintah beliau (Tauqifi) berdasarkan petunjuk
dari Tuhan melalui Jibril. Setelah turun semua ayat dalam satu surah. Nabi memberi
nama surah tersebut sebagai tanda yang membedakan anatara satu surah dengan surah
yang lain.
wassalam dalam keadaan terpencar-pencar dan bahkan sampai beliau wafat, Alquran
belum juga terhimpun dalam satu mushaf seperti saat ini. Disamping itu, masing-
masing penulis juga menuliskan ayat-ayat Alquran untuk catatan pribadi dan
menghafalnya diluar kepala. Para sahabat juga ditugaskan untuk menulis ayat-ayat
Alquran dan menghafalnya. Adapun para sahabat yang hafal seluruh alquran
diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qil (maula abu Hudzaifah), Mu’adz
bin Jabal, Ubai bin Ka’b bin Tsabit, Abu Zaid dan Abu Darda.
2. Sunnah/ Hadis
Pada masa Nabi, perhatian para sahabat lebih dikonsentrasikan pada Alquran
dan bahkan beliau melarang menulis hadis. Berkenaan dengan pelarangan penulisan
hadis pada masa awal Islam, hadis hanya dihafal oleh para sahabat kemudian
disampaikan kepada sesamanya yang belum mendengar atau belum mengetahuinya.
Metode ini dilakukan karena tidak seluruh sahabat dapat hadir di majelis Nabi dan tidak
seluruhnya selalu menemani beliau. Hal ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan
oleh imam Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi.
3
Benda-benda sederhana itu semisal batu, tulang, kulit hewan dan pelepah kurma
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
3. Ijtihad
Jika wahyu tidak turun, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berijtihad untuk
menetapkan hukum suatu masalah, atau jawaban suatu pertanyaan atau memenuhi
fatwa hukum. Hasil ijtihad Rasulullah menjadi hukum dan menjadi undang-undang
yang wajib diikuti. Cara ijtihad yaitu dengan tidak turunnya ayat Al-Quran,
diserahkan/diwakilkan kepadanya. Maka beliau segera berijtihad berdasarkan undang-
undang Ilahi, kemaslahatan atau bermusyawarah dengan para sahabat.
4
Juaini Syukri, Catatan Pribadi Tarikh At-Tasyri’ Al-Islam, (Pandeglang: Yayasan Raudhatul Mubtadin, 2013)
hal 118
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
iii. Ijtihad itu apabila tidak ada nash, sedangkan selama Nabi masih
hidup, tidak mungkin nash itu berhenti.
iv. Seringkali Nabi ketika ditanya oleh sahabat tentang suatu kasus, Nabi
menyuruh sahabatnya untuk menunggu sampai jawaban wahyu turun.
Andaikan Nabi boleh berijtihad, untuk apa Nabi berlama-lama
menunggu wahyu.
ii. Nabi beberapa kali melakuknan ijtihad namun ijtihad nabi ini kurang
tepat higga ditegur oleh Allah. Contohnya dalam perstiwa tawanan
perang Badar, apakah tawanan itu akan dimintai tebusan kepada
keluarganya atau dibunuh saja, karena akan membahayakan umat islam
di waktu yang akan datang, nabi lebih cendrung untuk menahannya dan
ditukar saja, sesuai dengan pendapat Abu Bakar, sementara Umar
menganjurkan untuk dibunuh saja. Allah menurunkan ayat:
“Tidak pantas bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta
benda duniawiyah sedangkan Allah (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Anfal:67)
c. Pendapat yang mengambil jalan tengah yakni, dapat saja Nabi berijtihad
dalam masalah-masalah keduniaan seperti dalam menentukan taktik
peperangan, serta keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perselisihan
tapi tidak dalam masalah hukum syara’.
i. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa berpendapat bahwa apabila Nabi
dihadapkan pada suatu peristiwa hukum, beliau menunggin wahyu. Jika
ternyata memang tidak ada wahyu mengenai hal tersebut, maka Nabi
berijtihad.
ii. Golongan Asy’ariyah, Mu’tazilah dan Mutakalimin berpendapat
bahwa Nabi tidak diperkenankan untuk berijtihad dalam hal halal dan
haram.
iii. Ulama hadis dan ulama ushul berpendapat bahwa Nabi
diperkenankan untuk berijtihad mengenai hukum-hukum yang tidak ada
wahyunya.
iv. Fuqaha berpendapat bahwa Nabi diperkenankan untuk berijtihad
dalam hal perperangan dan syariat.
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
Meskipun ulama berbeda pendapat satu sama lain, tapi dapat dijelaskan disini
bahwa bukti sejarah menyatakan Rasul melakukan ijtihad dalam beberapa hal. Dalam
hal ini ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah mungkin saja terjadi baik itu dengan
mengambil hukum secara langsung atau pun dengan cara menqiyaskan kepada al-
Qur’an. Dari sini kemudian Rasulullah berkata, sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Ummu Salamah:5
“Aku memutuskan perkara di antara kamu dengan pendapatku sendiri dalam peristiwa
yang tidak diturunkan wahyu pada peristiwa itu”
b. Ulama yang diwakili oleh Hasan Ahmad Mar’i mengatakan sahabat sama
sekali tidak boleh berijtihad pada masa Rasulullah masih hidup. Alasannya,
sahabat yang dianggap mampu berhubungan langsung dengan Rasulullah
untuk mendapatkan keyakinan dengan adanya ketegasan Nash dari
Rasulullah. Dan selama ada yang yakin (mutlak), maka tidak boleh lari
kepada yang relatif.
d. Ulama yang diwakili Ibnu Subki mengatakan bahwa sahabat yang berjauhan
dengan Rasul dibolehkan secara mutlak untuk melakukan ijtihad tanpa
dibatasi dengan adanya penunjukan sebagai qadhi atau wali.7
5
Mukhtar Yahya dan faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan hokum islam , h 375
6
Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, (Bairut: Darul Fikr, tth) juz iv, h. 176.
7
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’, (Depok: Gramata Publishing, 2010) h 69
Jurnal ; Tarihk Tasyri’ Pada Masa Rasulullah
CATATAN
Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan hukum (al-insya wa al-takwin),
karena pada masa inilah mulai tumbuh dan terbentuknya hukum islam, yaitu tepatnya
ketika Nabi hijrah ke Madinah dan menetap disana selama 10 tahun. Sumber asasinya
adalah wahyu.
Sumber tasyri’ pada masa ini ada tiga yaitu Al-Quran, Hadis dan Ijtihad. Sebagian
ulama berpendapat bahwa ijtihad Rasul pada masa itu tidak mungkin dilakukan.
Mayoritas ulama berpendapat mungkin dan boleh melakukan ijtihad. Sedangkan yang
mengambil jalan tengah mengatakan ijtihad boleh pada urusan dunia saja. Menurut
jumhur ulama ijtihad sahabat dimasa nabi diperbolehkan.
[1] Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013)
hal 16.
[2] Mohammad Zuhri, Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, (Semarang: Darul Ihya,
), hal 5.
[3] Benda-benda sederhana itu semisal batu, tulang, kulit hewan dan pelepah kurma
[4] Juaini Syukri, Catatan Pribadi Tarikh At-Tasyri’ Al-Islam, (Pandeglang: Yayasan
Raudhatul Mubtadin, 2013)
h. 118
[5] Mukhtar Yahya dan faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan hokum islam , h 375
[6] Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, (Bairut: Darul Fikr, tth) juz iv, h. 176.
[7] Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’, (Depok: Gramata Publishing, 2010) h 69
DAFTAR PUSTAKA
1
Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam. Bairut: Darul Fikr, tth juz iv.
2
Khoir, Abdul Majid. 2013. Ikhtisar Tarikh Tasyri’. Jakarta: Imprint Bumi Aksara.
3
Sopyan, Yayan. 2010. Tarikh Tasyri’. Depok: Gramata Publishing.
4
Syukri, Juaini. 2013. Catatan Pribadi Tarikh At-Tasyri’ Al-Islam. Pandeglang: Yayasan
Raudhatul Mubtadin.
5
Yahya, Mukhtar dan Faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam.
6
Zuhri, Mohammad. Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, Semarang: Darul Ihya.