Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

QHAZAF DAN ZINA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ahkam

Disusun oleh kelompok 6 :

Lilis Atia / 11910120536

Musri Yuliana / 11910122681

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022/1443
Kata pengantar

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt.


Yang telah memberikan nikmat kepada kami. Sehingga kami mampu
menyelesaikan “Qhazaf dan Zina” sesuai dengan waktu yang kami
rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu
syarat penilaian mata kuliah Tafsir Ahkam, yang meliputi tugas nilai
terstruktur.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka,


yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi dari referensi inti. Kemudian,
kami menggunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang
kami susun dapat memberikan informasi yang mudah dipahami.
Penyampaian perbandingan materi dan referensi yang satu dengan yang
lain akan menyatu dalam satu makalah. Sehingga tidak ada perombakan
total dari buku aslinya. Saya sebagai penyusun pastinya tidak pernah
lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, penyusun menerima dengan
senang hati saran serta kritik mengenai makalah kepada pembaca.

Atas saran dan kritiknya, kami ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 28 Maret 2022

Kelompok 6
A. Pendahuluan
Setiap muslim seharusnya memelihara kehormatan dan keluhuran
saudaranya sesama muslim. Bukannya menelanjangi ataupun membuka
rahasia yang akan mencemarkan muslim lain. Maka kalau ada seorang
muslim yang menuduh seorang muslim berzina, namun tidak dapat
membuktikannya dengan mengemukakan empat orang saksi yang (juga)
telah melihat kejahatan itu tengah dilakukan pada saat dan tempat yang
sama, maka si penuduh akan dihukum cambuk delapan puluh kali.
Dianggap seorang fasik dan kesaksiannya tidak akan diterima lagi kapan
pun mengajukan persaksian. Sebagaimana disebutkan dalam QS. An-
Nuur ayat 4 yang artinya :

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik


(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nuur: 4)

Islam adalah agama samawi dengan sistem hidup yang selaras


dengan perintah Allah SWT dalam wahyu-Nya dan sejalan pula dengan
tuntutan Rasulullah SAW dalam sunah. Setiap muslim diwajibkan untuk
menempuh pola kehidupan yang integral Islamis, sinkron dengan
ketentuan alquran dan sunah tersebut. Untuk itu, semua muslim wajib
mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan perilakunya,
sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan dengan
perbuatan yang disalahkan. Syariat Islam diturunkan untuk melindungi
harkat dan martabat manusia. Setiap perilaku yang merendahkan harkat
dan martabat manusia, baik secara pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat tentu dilarang oleh Allah SWT. Dalam hukum Islam
dijumpai istilah jinayah, yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’
karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal
(intelegent).

Adapun perbuatan yang dapat menurunkan harkat dan martabat


manusia serta menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal
adalah jarimah (perbuatan dosa, perbuatan salah atau kejahatan).
Menurut istilah para fukaha, yang dinamakan jarimah adalah segala
larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan
hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.

Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar


sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan
(wath’i) zina kepada orang lain yang karenanya mewajibkan hukuman
had bagi tertuduh (makdzuf).1

Sejalan dengan beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina,


hukum Islam juga mengancamkan hukuman yang tak kalah beratnya
bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina kepada orang lain.
Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika tuduhannya mengandung
kebohongan. Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan
kebenarannya, maka jarimah qadzaf itu tidak ada lagi dan di jatuhkan
kepada orang yang menuduh. Artinya, bila si penuduh tak dapat
membuktikan tuduhannya karena lemahnya pembuktian atau
kesaksiannya, hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh.

Suatu prinsip dalam fiqih Jinayah bahwa barang siapa menuduh


orang lain dengan sesuatu yang haram, maka wajib atasnya

1
http://kumpulanmakalah123.blogspot.com/2014/03/qadzaf-menuduh-zina.html
membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tak dapat membuktikan tuduhan
itu, maka ia wajib dikenai hukuman.

Zina (bentuk tidak baku: zinah) adalah


perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat pernikahan atau perkawinan.2 Secara umum, zina bukan hanya di
saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tetapi segala aktivitas-
aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia termasuk
dikategorikan zina.

B. Teks ayat terjemah


1. Q.s. An-Nur ayat 2 dan 3

‫اَل َّزانِيَةُ َوال َّزانِ ْي فَاجْ لِ ُدوْ ا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َّواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما‬
‫َرْأفَةٌ فِ ْي ِد ْي ِن هّٰللا ِ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۚ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما‬
َ‫طَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬

Artinya : “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-


masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
(hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian;
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman.” (Q.s. An-Nur :2)

‫ك َعلَى‬ ٌ ۚ ‫ان اَوْ ُم ْش ِر‬


َ ِ‫ك َوحُرِّ َ•م ٰذل‬ ٍ ‫اَل َّزانِ ْي اَل يَ ْن ِك ُح اِاَّل زَانِيَةً اَوْ ُم ْش ِر َكةً ۖ َّوال َّزانِيَةُ اَل يَ ْن ِك ُحهَٓا اِاَّل َز‬
َ‫ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Zina
Artinya : “Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan
pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina
perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau
dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi
orang-orang mukmin.” (Q.s. An-Nur : 3)

C. Analisis
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman."

Ayat diatas menuturkan tentang hukuman bagi pelaku zina serta


tata caranya, tata cara melaksanakan hukuman bagi pelaku zina ialah di
dera sampai 100 x, terdapat pada An-Nur : 2 “pezina perempuan dan
pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali”.
Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, tidak perlu merasa iba dan
kasihan, jika kita benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir,
sebab, konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah dari pada
perkenan manusia. Terdapat pada An-Nur : 2 “dan janganlah rasa belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
(hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian;”,
kemudian syarat melaksanakan hukuman bagi penzina “hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang
yang beriman” dalam Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya
dihadiri oleh sekelompok umat islam, agar hukuman itu menjadi
pelajaran yang membuat orang lain selain mereka berdua jera.

Kemudian dalam zina, hukuman bagi pelaku zina didalam surat


An-nur ayat 2&3, tidak hanya didera 100 x, tetapi mereka yang
melakukan zina, tidak boleh menikah selain dengan pasangan yang
berzina, hal ini sudah dijelaskan “Pezina laki-laki tidak boleh menikah
kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan
pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki
atau dengan laki-laki musyrik”. Mereka tidak boleh menikah dengan
orang yang beriman sebelum mereka bertaubat, maka boleh menikah
atau dinikahi oleh laki-laki atau perempuan baik-baik. “dan yang
demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin” Ayat ini merupakan
dalil yang jelas tentang keharaman menikahi wanita pezina hingga dia
bertaubat.
Begitu juga ayat ini menjelaskan keharaman menikahkan lelaki pezina
hingga ia bertaubat.

D. Asbabun Nuzul
Seorang lelaki bernama murtdaz al ghonawi yg ditugaskan
membawa tawanan dari mekkah ke madinah, dia membawa anaq seorang
penjajah sex , dan anaq mengajak murtadz untuk melakukan hubungan
(zina) , sesampai dimadinah , murtadz bertanya pada rosulullah maka
turunlah surat an nur ayat 2.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Mazid biasa


mengangkut barang dagangnya dari al-Anbar ke Mekah untuk dijual di
sana. Ia bertemu kembali dengan kawannya, seorang wanita bernama
‘Anaq (wanita pezina). Mazid meminta izin kepada Nabi saw, untuk
mengawininya. Akan tetapi beliau tidak menjawabnya, sehingga
turunlah ayat ini (QS: 24 an-Nur: 3). Rasulullah saw, bersabda: “Hai
Mazid! Seorang pezina tidak akan mengawini kecuali pezina pula. Oleh
karena itu janganlah engkau menikah dengannya.”[Diriwayatkan oleh
Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan al-Hakim dari Hadits ‘Amr bin
Syu’aib, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya]

Dalam riwayat lain, dikemukakan ketika Allah mengharamkan


zina di sekitar mereka banyak wanita pezina yang cantik-cantik.
Berkatalah orang-orang pada saat itu: “Janganlah dibiarkan mereka
pergi, dan biarkanlah mereka kawin.” Maka turunlah ayat ini (QS: 24 an-
Nur: 3) yang menegaskan bahwa wanita pezina hanyalah dikawini oleh
laki-laki pezina atau laki-laki musyrik. [Diriwayatkan oleh Sa’id bin
Manshur yang bersumber dari Mujahid].

E. Munasabah Ayat
Hubungan dengan ayat sebelumnya sama sama memberikan
peringatan dan perintah dan tidak boleh diabaikan dalam menerapkan
hukum islam. sudah dijelaskan dalam surat An-nur ayat 1 “(Inilah) suatu
surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-
hukum)nya, dan Kami turunkan di dalamnya tanda-tanda (kebesaran
Allah) yang jelas, agar kamu ingat. Surah ini dibuka dengan penegasan
bahwa ketentuan hukum Allah wajib dilaksanakan” tentang peraturan
dan perintah yang wajib di jalankan dimasyarakat islam, dan apabila dia
melangarnya maka ada hukum-hukum yang berlaku, dan tata cara
melaksanakan hukum itu.
F. Istimbat Hukum
Perbuatan zina sebagai perbuatan haram yang terlarang, ia
memerlukan pembuktian yang kongkrit dalam proses penetapan hukum.
Para ulama sepakat bahwa zina ditetapkan berdasarkan pengakuan dan
saksi-saki. Mengenai pengakuan zina berdasarkan dari Sunnah
Rasulullah yaitu Nabi Muhammad Saw. pernah memerintahkan Unais
untuk menanyai isteri seorang laki-laki, apabila ia telah mengaku berzina
maka rajamlah. Juga Rasulullah Saw. pernah merajam Ma’is berdasarkan
bukti pengakuanya telah berzina. Para ulama berbeda pendapat tentang
kuantitas pengakuan zina. Imam al-Baghawi berpendapat bahwa satu
kali kuantitas pengakuan zina sudah cukup untuk menetapkan hukuman
sedangkan Imam Ibnu Qudamah berpendapat kuantitas pengakuan zina
harus diucapkan sebanyak empat kali baik dalam satu tempat atau
berbeda tempat.

Pendapat Imam al-Baghawi dan Ibnu Qudamah tentang kuantitas


pengakuan zina, istinbath hukum Imam al-Baghawi dan Ibnu Qudamah
tentang kuantitas pengakuan zina dan perbedaan istinbath hukum Imam
al-Baghawi dan Ibnu Qudamah tentang kuantitas pengakuan zina. Hasil
dari penelitian ini yang pertama, Imam al-Baghawi berpendapat satu kali
kuantitas pengakuan zina sudah cukup untuk ditetapkan hukuman itu
lebih kuat dari pada pendapat yang dikemukakan Imam Ibnu Qudamah,
bahwa kuantitas pengakuan zina harus di ucapkan sebanyak empat kali
baik dalam satu tempat atau berbeda tempat, karena kuantitas pengakuan
zina yang diucapkan dengan sekali saja mengikat kepadanya dan harus
ditetapkan hukuman. Kedua, istinbath hukum Imam al-Baghawi yang
berlandasan dengan hadits Unais tentang kuantitas pengakuan zina cukup
dengan satu kali adalah sebagai syarat untuk menetapkan hukuman.
Dalam hadits Unais pelaksanaan hukuman had cukup dengan satu kali
pengakuan karena tidak ada suatu keraguan yang dapat menggugurkan
hukuman had. Sedangkan istinbath hukum Imam Ibnu Qudamah yang
berlandasan hadits Ma’is tentang kuantitas pengakuan zina harus di
ucapkan sebanyak empat kali baik dalam satu tempat atau berbeda
tempat adalah untuk kemantapan (tatsabbut), karena dalam hadits Ma’is
masih ada suatu keraguan tentang kesehatan akalnya, sehingga hukuman
had tercegah penerapanya jika masih ada keraguan atau syubhat. Ketiga,
Perbedaan istinbath hukum antara Imam al-Baghawi dan Ibnu Qudamah
tentang kuantitas pengakuan zina adalah pemahaman Sunnah Rasulullah
yang berkaitan dengan isi keumuman hadits dan kekhususan hadits.
Imam al-Baghawi melihat hadits Unais dari isi keumuman
hadits,sedangkan Imam Ibnu Qudamah melihat hadits Ma’is dari isi
kekhususan hadits.

G. Penutup
Perbuatan zina sebagai perbuatan haram yang terlarang, ia
memerlukan pembuktian yang kongkrit dalam proses penetapan hukum.
Para ulama sepakat bahwa zina ditetapkan berdasarkan pengakuan dan
saksi-saksi. hukuman bagi pelaku zina serta tata caranya, tata cara
melaksanakan hukuman bagi pelaku zina ialah di dera sampai 100 x.
Kemudian dalam zina, hukuman bagi pelaku zina didalam surat An-nur
ayat 2 & 3, tidak hanya didera 100 x, tetapi mereka yang melakukan
zina, tidak boleh menikah selain dengan pasangan yang berzina
Daftar pustaka

Sumber online : http://kumpulanmakalah123.blogspot.com/2014/03/qadzaf-


menuduh-zina.html di akses 29 maret 2022

Sumber online : https://id.wikipedia.org/wiki/Zina diakses 29 maret 2022

Anda mungkin juga menyukai