Anda di halaman 1dari 11

Makalah

“QADZAF MENURUT EMPAT MAZHAB”

DOSEN PENGAMPU

“ YUSNAIDI KAMARUZZAMAN, Lc., MA”

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

SAFRIA PURNAMA ( 200104019 )

TEESYA SALSABILA ( 200104057 )

NURUL FAZILA ( 200104069 )

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM AR-RANIRY

BANDA ACEH 2022/2023


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Qadzaf merupakan perbuatan tuduhan zina terhadap seseorang yang tidak terbukti secara
pengadilan sehingga diberikan sanksi didalamnya. Qadzaf secara Kinayah (sindiran) yakni
tuduhan zina dalam bentuk sindiran terhadap orang lain dengan bahasa yang berbentuk majaz
atau diksi yang mengindikasikan tuduhan atau ungkapan yang menyatakan seseorang adalah
seseorang peziana dan adanya niat untuk menyebarkan fitnah. Ketentuan dalam jarimah Qadzaf
yang di beri sanksi had yakni di dera sebanyak 80 kali terhadap pelaku tuduhan zina, dan adapun
qadzaf secara kinayah merupakan jarimah yang memiliki orientasi dan hukum dan sanksi yang
berbeda, dan dalam hal ini ulama fiqih berbeda-beda pendapat didalamnya baik hukuman, dan
pembuktian yang diberikan kepada pelaku jarimah qadzaf bil kinayah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan sedikit uraian dan cerita yang telah saya sampaikan dalam latar belakang diatas,
saya akan memaparkan masalah yang terjadi dalam makalah “QADZAF”, dengan ini kami akan
merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari Qadzaf ?


2. Apa saja syarat-syarat pelaksanaan qadzaf?
3. Bagaimana qadzaf yang mengharuskan pelaksaan had?
4. Bagaimana Lafadz-lafadz Qadzaf ?
5. Bagaimana jika tidak diterimanya kesaksian pelaku qadzaf ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian merupakan suatu hasil yang ingin dicapai atau ditemukan oleh peneliti
sendiri, tujuan penelitian adalah untuk merumuskan kalimat yang menunjukkan adanya suatu
hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka
tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui apa itu qadzaf.
2. Mengetahui syarat-syarat Qadzaf.
3. Mengetahui pelaksanaan hadd untuk qadzaf.
4. Mengetahui lafadz-lafadz qadzaf.
5. Mengetahui bagaimana jika tidak diterimanya kesaksian pelaku qadzaf.
BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI QADZAF

Makna Qadzaf adalah sikap seseorang yang melayangkan tuduhan berzina kepada orang
lain secara terang-terangan. Contohnya_ia berkata: "engkau adalah pelaku zina." Atau juga
melayangkan tuduhan berzina kepada orang lain tanpa terang- terangan, seperti menisbatkan
nasab orang lain kepada selain ayahnya. Sesiapa yang melakukannya, maka hukuman yang
dijatuhkan kepadanya adalah dicambuk sebanyak delapan puluh kali cambukan selama tidak
menyertakan empat orang saksi yang menyaksikan bahwa mereka telah melihat yang dituduh
melakukan zina dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Menurut al-shafani qadzaf
secara etimologi adalah lemparan dari jauh, pengertian ini menunjukkan bahwa lemparan atau
tuduhan yang di lontarkan oleh qadzif ( pelaku qadzaf) di lakukan oleh jarak jauh .

Di sisi lain, ulama mazhab Maliki menegaskan bahwa kehormatan ataupun kesucian
seseorang harus dijaga. Menuduh orang lain melakukan zina sangat bersinggungan dengan
kehormatan dan kesucian seseorang. Kendatipun si penuduh menggunakan lafaz ta’ridh.
Menurut mazhab Maliki seseorang yang menggunakan lafaz ta’ridh tetap diberlakukan hukuman
dera delapan puluh kali. Berdasarkan argumentasi-argumentasi beserta dalil yang telah
dikemukakan oleh ulama mazhab Maliki, maka dapat dipahami bahwa ulama mazhab Maliki
berpendapat wajib menjalankan hukuman (had) bagi orang yang menuduh seseorang melakukan
perbuatan zina, baik ia berniat maupun tidak berniat. Alasannya adalah perbuatan shahabat Umar
bin Khatab, Umar bin Khatab melaksanakan hukuman (had) dera delapan puluh kali bagi si
penuduh zina.

DEFINISI QADZAF MENURUT SYARIAT

Secara bahasa makna kata qadzaf adalah melontar. Sementara maknanya menurut istilah
ahli fiqh adalah penisbatan orang yang menjaga kehormatannya atau yang telah menikah, kepada
perbuatan zina, secara terang-terangan atau tersirat. Adapun alasan tuduhan seorang muslim
kepada muslim lainnya yang muhshan (telah menikah dan menjaga dirinya) telah melakukan
zina sebagai qadzaf, adalah kerana mereka yang mengungkapkan tuduhan keji tersebut
melontarkannya sebagaimana ia melontarkan batu dalam keadaan marah hingga tidak
mengetahui siapa yang menjadi korban lemparannya di jalan. Baik korban lemparannya adalah
perempuan yang telah menikah atau mushan, ayahnya, ibunya, saudara perempuannya, saudara
lelakinya, anak-anaknya, keluarganya, kerabatnya. Jika mereka adalah korban Iontaran qadzaf
maka mereka telah merasakan pahitnya qadzaf. Sementara pelakunya masih dapat tertawa tidak
mengetahui seberapa besar kepedihan yang ditanggung mereka.

Allah Subhanahu wa Taala sendiri telah menjelaskan perempuan-perempuan yang


terpujid yang sesuai dengan keadaan masalah ini. mereka dinamakan dengan Mushanat yaitu
yang menjaga kehormatan dirinya seakan-akan mereka memiliki pelindung yang kuat.
Sementara makna Ghafilat adalah perempuan-perempuan yang kosong fikirannya untuk berfikir
mengenai hal-hal yang mungkar, terlebih lagi untuk melakukannya. Kata lhsnan (Mushan) itu
sendiri berlaku untuk orang yang telah menikah dan yang menjaga kehormatan dirinya meskipun
belum menikah. Maknanya ini diambil dari perkataan Maryam yang ada di dalam al-Quran:

"Perempuan yang menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya)."

jadi kata tersebut berasal dari menjaga kemaluan. jika seorang perempuan telah menikah,
maka ia menjaga kemaluannya kecuali untuk suaminya saja. Sementara yang belum menikah,
menjaganya dari setiap orang. Dikalangan mazhab Maliki juga tidak ada kesepakatan mengenai
hal ini, karena Imam Malik sendiri mempunyai dua pendapat. Suatu ketika pendapatnya sama
dengan pendapat Imam Syafi’I, yaitu hak manusia lebih kuat daripada Allah, sehingga ada
pengaruh maaf. Akan tetapi, pendapat yang masyur dari Imam Malik adalah bahwa hak manusia
lebih kuat daripada hak Allah sebelum adanya pengaduan dari orang yang dituduh. Akan tetapi,
setelah adanya pengaduan maka hak Allah lebih kuat daripada hak manusia, sehingga tidak ada
pengaruh maaf. Alasan Imam Malik adalah hak masyarakat belum begitu terlihat kecuali setelah
adanya pengaduan. Apabila tidak ada pengaduan maka tidak ada hak lain kecuali hak manusia
(individu). Tapi, setelah adanya pengaduan maka barulah terdapat hak masyarakat dan pada saat
itulah hak masyarkat lebih besar daripada hak manusia.

HIKMAH KEABSAHAN QADZAF

Hikmah keabsahan Qadzaf adalah bahwa Allah Subhanahu wa Taala ketika menjelaskan
di awal surah al-Nur tentang tindakan zina yang menyisakan tindakan keji, buruknya akibat yang
ditimbulkannya yang tidak ditemukan di tindakan kejahatan lainnya, tentunya Qadzaf benar-
benar dapat membuat masalah buruk pada kehormatan diri, menghancurkan keutuhan kemuliaan
dan melecehkan ragam tujuan syariat Islam. Di antara Maqashid (tujuan) syariat Islam adalah
melindungi kehormatan. Lebih detilnya lagi adalah menjaga kemuliaan dirinya. dengan
demikian, di antara hikmah disyariatkannya Qadzaf adalah sebagai teguran bagi diri yang kaku
yang telah didorong oleh amarah dan rasa benci hingga meruntuhkan kemuliaan orang lain.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan
dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu
yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar." (Surah al-Nur: 15)

Jadi Allah Subhanahu wa Taala memberlakukan hukum-hukum hadd Qadzaf yang dapat
menekan tindakan Qadzaf dan yang menjaga kehormatan diri serta kemuliaan hingga diri
terhindar untuk melakukan tindakan buruk tersebut. Selain itu, keberadaan hadd Qadzaf juga
dapat mendidik kaum muslimin secara umum agar selalu berprasangka baik terhadap orang lain,
tidak gegabah dalam berprasangka buruk terhadap orang lain, menyerukan untuk bersikap
menjaga lisan, menjaga etika dan tidak ikut serta dalam melontarkan tuduhan yang tidak benar
tanpa adanya pengetahuan agar manusia tidak melakukan tipu muslihat dengan tuduhan dusta
sebagai usaha untuk merendahkan orang lain.

Jadi di dalam masalah hadd Qadzaf, hukum-hukumnya, jenis-jenisnya, keterangan


tentang hukumannya, penjelasan mengenai bahaya yang ditimbulkannya di masyarakat seakan-
akan Allah Subhanahu wa Taala telah menurunkan dua puluh ayat di surat al-Nur.

Dan di ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Taala juga telah menyebutkan hukuman pelaku
Qadzaf yang telah merusakkan kehormatan diri korbannya di mana ia tidak dapat memberikan
keterangan tentang tudingannya. yaitu:

 Dicambuk sebanyak lapan puluh kali

 Ditolak kesaksiannya selama hidupnya

 Menjadi orang fasik dan pelaku dosa besar.

 Termasuk orang-orang yang berdusta di mata Allah subhanahu wa taala

 Keberadaannya yang dilaknat di dunia dan akhirat

 Ia mendapat seksa yang pedih di sisi Allah subhanahu wa taala yang telah dipersiapkan di
akhirat kelak khirat kelak

 Allah subhanahu wa Taala telah menyediakan balasan yang setimpal atas perbuatan mereka.

Adapun dalilnya dari al-Quran adalah:


ٰۤ ُ ۚ
‫ك ُه ُم ا ْل ٰفسِ قُ ْو َن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ت ُث َّم َل ْم َيْأ ُت ْوا ِباَرْ َب َع ِة ُش َهد َۤا َء َفاجْ لِ ُد ْو ُه ْم َث ٰم ِني َْن َج ْل َد ًة وَّ اَل َت ْق َبلُ ْوا لَ ُه ْم َش َها َد ًة اَ َب ًدا َوا‬
ِ ‫ص ٰن‬
َ ْ‫َوالَّ ِذي َْن َيرْ م ُْو َن ْالمُح‬

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik'baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-Iamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik." (Surah al-Nur: 4).
APAKAH YANG MEMBOLEHKAN QADZAF

Para ulama berkata: Qadzaf terbagi kepada qadzaf yang dilarang yang mubah dan yang
wajib. jika tidak ada anak yang ingin dinafikan nasabnya, maka qadzaf tidak waiib, meskipun
seseorang melihat si perempuan (ibunya) telah berzina atau memang diakuinya langsung dan si
lelaki percaya atau mendengar orang yang dipercayainya atau tidak mendengar namun telah
tersebar luas di kalangan orang banyak bahwa si polan telah berzina dengan si polanah. Selain
itu, suami si perempuan tersebut telah menyaksikan si lelaki asing yang keluar dari rumah
isterinya atau melihat isterinya bersama dengan lelaki tersebut di satu rumah. Dalam keadaan ini,
diharuskan bagi yang bersangkutan untuk melontarkan qadzaf kerana kepastian tudingan, dan
diharuskan bagi si suami untuk mempertahankan.

Istrinya serta menutupi aibnya jika ia bertaubat. Adapun jika seseorang mendengar berita
tersebut dari orang yang tidak dipercayai, atau menjadi berita yang masyhur di kalangan orang
banyak namun yang bersangkutan (seorang suami) tidak melihat isterinya berdua-duaan dengan
lelaki lain atau sebaliknya, maka tidak halal baginya untuk melontarkan qadzaf kepada isterinya.
Akan tetapi wajib baginya untuk mengawasi isterinya atau perempuan tersebut hingga benar-
benar ia mengetahui tentang kebenaran berita itu sendiri. tujuannya adalah agar ia tidak menjadi
dayus (suami yang tidak mahu tahu) yang mengakui keabsahan zina pada isterinya.

Adapun jika kemungkinan anak yang dilahirkan dari si lelaki seperti si perempuan yang
disetebuhinya melahirkan lebih dari enam bulan dari waktu hubungan intim, dan di bawah empat
tahun, maka hal ini tetap dipertimbangkan atau dipelajari. jika si lelaki tidak melakukan istibraa
terhadap si perempuan dengan masa haidnya, atau melakukannya namun si perempuan
melahirkan anak kurang dari enam bulan dari waktu pelaksanaan istibraa, maka tidak halal
baginya untuk melakukan qadzaf dan penafian nasab. Ya meskipun si lelaki menuduh si
perempuan telah melakukan zina. Rasulullah Sallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"siapapun wanita yang memasukkan lelaki yang bukan dari golongannya, ia tidak berharga
sedikitpun di sisi Allah dan tidak akan memasukkannya dalam syurga- Nya. Dan siapapun lelaki
yang tidak mengaku anaknya padahal ia tahu bahawa itu anaknya' Allah akan menutup rahmat
darinya dan mempermalukannya di hadapan pemimpin orang-orang terdahulu danyang akan
datang."

SYARAT SYARAT PELAKSANAAN HADD QADZAF


Para imam telah sepakat bahwa orang yang merdeka, akhir baligh, berakal dan muslim
serta tidak dipaksa jika telah melakukan qadzaf terhadap lelaki muslim lainnya yang akhir
baligh, berakal, muslim dan menjaga kehormatan diri, dan belum pernah dikenakan hadd zina di
masa sebelumnya, atau juga jika yang bersangkutan melontarkan Qadzaf kepada perempuan
yang akhir baligh, berakal, muslimah, dan menjaga kehormatan diri, maka si mangsa tidak
dikenakan hadd zina. Sikap seseorang yang melontarkan qadzaf secara terang-terangan atau
dengan kata sindiran (kiasan , sementara korban Qadzaf menuntut pelaksanaan Qadzaf atas
pelakunya, maka hadd Qadzaf harus dilaksanakan dengan 80 kali cambuk jika ia tidak mampu
memberikan bukti untuk menetapkan yang dikatakannya dengan empat saksi yang adil'.

Jika seseorang melakukan zina sekali di masa mudanya, kemudian ia bertaubat dan
keadaannya membaik. Lalu di masa tuanya ia iuga benar-benar saleh' maka pelaku Qadzafnya
tidak dikenakan had. Begitu iuga jika yang terzina adalah orang kafir atau hamta, dan kemudian
masuk islam atau dimerdekakan di mana keadaannya membaik, lalu seorang melontarkan
qadzaf kepadanya, maka ia tidak di kenakan had. Hal ini berbeda jika seandaikan yang
bersangkutan melakukan zina di masa kecilnya atau di masa gilanya, kemudian akhir baligh atau,
sedar dari gilanya, lalu ada yang melontarkan qadzaf kepadanya, maka si pelaku Qadzaf tetap
dikenakan had. Hal itu disebabkan kerana perbuatan anak kecil dan orang gila tidak termasuk
perbuatan zina. Jika seseorang melontarkan qadzaf terhadap lelaki yang lemah syahwat atau
yang terpotong zakarnya, atau juga melontarkan qadzaf terhadap perempuan yang Ratqaa ( Yang
tersumbat vaginanya hingga tidak dapat disetubuhi) atau yang masi kecil yang tidak mampu
berhubungan intim' maka si pelaku Qadzaf tidak dikenakan had'.

QADZAF YANG MENGHARUSKAN PELAKSANAAN HAD

Para imam sepakat bahawa qadzaf yang wajib dilaksanakan hadd dengannya adalah sikap
seseorang yang melontarkan qadzaf kepada seseorang dengan zina atau homoseks atau
menafikan seorang anak dari nasabnya jika ibunya adalah perempuan merdeka yang muslim,
dengan perkataan yang terang-terangan. Hal itu disebabkan karena qadzaf dengan zina
mengandung aib atau cela yang membuat diri begitu rendah atau hina, menodai kehormatan,
membuat aurat dan menunjukkan kepada tidak ada rasa cemburu yang memang merupakan salah
satu sifat hewan yang paling hina.

Jika korban Qadzaf adalah seorang perempuan, maka hal itu dapat menimbulkan aib
terhadap kaum dan keluarganya yang dapat membawa kepada pertumpahan darah. Artinya,
jarang sekali aib tersebut dicuci kecuali dengan penumpahan darah. Namun jika korban Qadzaf
tersebut adalah seorang lelaki, maka hal itu menunjukkan bahwa kehormatan dalam
pandangannya tidak memiliki kemuliaan, dan rasa cemburu tidak memiliki kekuatan atas dirinya.
jadi baginya, jika hal tersebut benar-benar menimpanya maka ia menganggapnya sebagai perkara
biasa sahaja yang tidak harus dihadapi dengan perhatian besar dan amarah bergejolak.
Para ahli fiqh telah sepakat bahwasanya yang dimaksudkan dengan melontarkan qadzaf
di dalam ayat adalah melontarkan qadzaf dengan perbuatan zina, bukan dengan tindakan
kejahatan lainnya. hal inI disebabkan karena dengan alasan adanya sejumlah indikasi keadaan.
Di antaranya adalah datangnya ayat tersebut setelah ayat tentang zina. Indikasi lainnya adalah
pengungkapin dengan kata Muhshanat yang maksudnya adalah perempuan yang menjaga
kehormatan dirinya. jadi hal itu menunjukkan kepada sikap yang melontarkan-qadzaf karena
memang bertentangan dengan kehormatan diri. Indikasi lainnya adalah firman Allah Subhanahu
wa Taala:

"Kemudian tidak memberikan empat saksi ”

Maksudnya adalah memberikan empat orang saksi atas kebenaran lontaran qadzaf yang
dilakukan. Sebagaimana yang diketahui bahwasanya jumlah empat saksi tersebut tidak
disyaratkan kecuali dalam masalah zina saja. Indikasi lainyanya adalah adanya ijmaa bahwa
cambukan tidak wajib dilaksanakan dalam hal lontaran qadzaf pada selain zina.

LAFADZ LAFADZ QADZAF

Adapun lafaz-lafaz Qadzaf terbagi kepada tiga bagian, iaitu lafaz yang terang terangan,
kiasan dan sindiran. Para ahli fiqh sepakat bahwasanya hadd qadzaf dilaksanakan jika qadzaf
dilakukan dengan lafaz yang terang-terangan. Contohnya seperti ungkapan "wahai perempuan
penzina," "engkau telah berzina," atau "lelaki itu telah berzina denganmu di bahagian qubul atau
dubur." Andai sahaja seseorang berkata: "lelaki itu telah berzina denganmu di bahagian badan,"
maka dalam hal ini terdapat dua pendapat. Yang pertama adalah termasuk lafaz kiasan seperti
ungkapan "ia telah berzina dengan tanganmu." Hal itu disebabkan kerana hakikat zina terletak
pada alat kelamin dan seluruh anggota badan lainnya tiada lain sebagai unsur pembantu saja.
Pendapat kedua mengatakan bahawa ungkapan tersebut sebagai lafaz qadzaf yang terang-
terangan. Hal itu disebabkan kerana perbuatan dilakukan oleh sejumlah inggot, badan, sementara
kemaluan adalah bahagian dari alat atau sarana dalam melakukan perbuatan zina.

TIDAK DITERIMANYA KESAKSIAN PELAKU QADZAF

Para imam sepakat bahwa pelaku qadzaf tidak diterima kesaksiannya setelah pelaksanaan hadd
atas dirinya. hal itu disebabkan karena Allah Subhanahu wa Taala telah memberlakukan setelah
tindakan qadzaf terhadap orang yang muhshan baik lelaki atau perempuan, tiga perkara. yaitu
cambukan sebanyak delapan puluh kali, menolak kesaksiannya sama sekali dan menghukuminya
sebagai orang fasik. Jika hadd Qadzaf telah ditetapkan atas seseorang, maka kesaksikannya
masih diterima selama hadd tersebut belum dilaksanakan. artinya pelaku qadzaf tidak dicap
sebagai orang fasik selama hadd belum dilaksanakan atas dirinya. Kemudian Para imam juga
sepakat bahwasanya orang yang merdeka jika telah melontarkan qadzaf kepada seorang hamba
sahaya, ia tidak dikenakan hadd cambukan. Hal itu disebabkan kerana si hamba sahaya adalah
miliknya dan tidak dihukum kerana hanya melontarkan qadzaf kepadanya.

PENGAKUAN TERHADAP TINDAKAN QADZAF

Para imam juga sepakat bahwasanya jika seseorang mengakui perbuatan qadzaf yang
dilakukannya, maka perngakuannya diterima dan hadd qadzaf pun dilaksanakan atas dirinya. jika
ia mencabut pengakuannya sebelum pelaksanaan hadd terlaksana, maka tidak dapat diterima
pencabutannya. Hal itu disebabkan kerana korban qadzaf memiliki hak dan menyatakan si
pelaku berbohong soal pencabutannya. Hal ini berbeda jelas dengan hak Allah Subhanahu wa
Taala karena tidak ada yang dapat mendustakannya, dan dalam hal ini diterima pencabutan
pengakuannya. Para ahli fiqh juga sepakat bahawa hadd qadzaf ditetapkan dengan pengakuan si
pelaku sekali saja, dan dengan kesaksian dua orang lelaki.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Makna Qadzaf adalah sikap seseorang yang melayangkan tuduhan berzina kepada orang
lain secara terang-terangan maka hukuman yang dijatuhkan kepadanya adalah dicambuk
sebanyak lapan puluh cambukan selama tidak menyertakan empat orang saksi yang menyaksikan
bahawa mereka telah melihat yang dituduh melakukan zina dengan seorang perempuan yang
tidak halal baginya. Hikmah disyariatkannya Qadzaf adalah sebagai teguran bagi diri yang kaku
yang telah didorong oleh amarah dan rasa benci hingga meruntuhkan kemuliaan orang lain.

Para imam telah sepakat bahwa orang yang merdeka, akhir baligh, berakal dan muslim
serta tidak dipaksa jika telah melakukan qadzaf terhadap lelaki muslim lainnya yang akhir
baligh, berakal, muslim dan menjaga kehormatan diri, dan belum pernah dikenakan hadd zina di
masa sebelumnya, atau juga jika yang bersangkutan melontarkan Qadzaf kepada perempuan
yang akhir baligh, berakal, muslimah, dan menjaga kehormatan diri, maka si mangsa tidak
dikenakan hadd zina.

Para imam sepakat bahawa qadzaf yang wajib dilaksanakan hadd dengannya adalah sikap
seseorang yang melontarkan qadzaf kepada seseorang dengan zina atau homoseks atau
menafikan seorang anak dari nasabnya jika ibunya adalah perempuan merdeka yang muslim,
dengan perkataan yang terang-terangan. Hal ltu disebabkan kerana qadzaf dengan zina
mengandung aib atau cela yang membuat diri begitu rendah atau hina, menodai kehormatan,
membuat aurat dan menunjukkan kepada tidak ada rasa cemburu yang memang merupakan salah
satu sifat hewan yang paling hina.

Para imam juga sepakat bahwasanya jika seseorang mengakui perbuatan qadzaf yang
dilakukannya, maka pengakuannya diterima dan hadd qadzaf pun dilaksanakan atas dirinya. jika
ia mencabut pengakuannya sebelum pelaksanaan hadd terlaksana, maka tidak dapat diterima
pencabutannya.

DAFTAR PUSAKA
AL - jaziri. Syaikh.Abdul Rahman ,2011, Fikih Empat mazhab,Johor bahru: Perniagaan
jahabersa

Anda mungkin juga menyukai