Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM PIDANA ISLAM

TINDAK PIDANA MENUDUH BERBUAT ZINA


(QADZAF)

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Rahmatiah HL. M,Pd.

Dibuat Oleh :

Kelompok 2

• Moehammad Firmansyah 10100121032

• Khairunnisa 10100121039

• Andi Fairuz Elisya Fahlevy 10100121046

• Muhammad Raihan Zuhdi 10100121054

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan limpahan

rahmat beserta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah

Hukum Pidana Islam ini yang disini kami mengangkat judul mengenai Tindak Pidana

Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf) dengan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari

dosen pada mata kuliah Hukum Pidana Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan

untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca maupun bagi penulis

tentang Tindak Pidana Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf).

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Rahmatiah HL,

M.Pd. selaku dosen pengajar pada mata kuliah Hukum Pidana Islam yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi

yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, krtik dan saran yang membangun akan kami nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ....................................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

C. Tujuan................................................................................................................... 2

D. Manfaat ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Menuduh Berbuat Zina ........................................................................... 4

B. Dasar/Sumber Hukum Menuduh Berbuat Zina ...................................................... 6

C. Unsur-Unsur Menuduh Berbuat Zina .................................................................. 8

D. Sanksi/Hukuman Menuduh Berbuat Zina............................................................ 9

E. Hal-Hal Yang Membatalkan Menuduh Berbuat Zina ........................................ 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 11

B. Saran ........................................................................................................................... 11

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama samawi dengan sistem hidup yang sejalan dengan perintah

Allah SWT dalam wahyu-Nya dan sejalan pula dengan tuntutan Rasulullah SAW

dalam sunah. Setiap muslim diwajibkan untuk menempuh pola kehidupan yang sesuai

dengan syariat islam, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah tersebut. Untuk

itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan

perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan dengan

perbuatan yang mesti di jauhi atau di tinggalkan. Syariat Islam diturunkan untuk

melindungi harkat dan martabat manusia. Setiap perilaku yang merendahkan harkat

dan martabat manusia, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat tentu

dilarang oleh Allah SWT. Dalam hukum Islam dijumpai istilah jinayah, yaitu suatu

perbuatan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa,

harta, keturunan, dan akal.

Setiap muslim seharusnya memelihara kehormatan dan keluhuran saudaranya

sesama muslim. Bukannya menelanjangi ataupun membuka rahasia yang akan


mencemarkan muslim lain. Maka kalau ada seorang muslim yang menuduh seorang

muslim berzina, namun tidak dapat membuktikannya dengan mengemukakan empat

orang saksi yang juga telah melihat kejahatan itu tengah dilakukan pada saat dan

tempat yang sama, maka si penuduh akan dihukum cambuk delapan puluh kali.

Dianggap seorang fasik dan kesaksiannya tidak akan diterima lagi kapan pun

mengajukan persaksian.

1
2

A. Rumusan Masalah

1. Apa definisi menuduh berbuat zina (qadzaf) ?

2. Apa dasar hukum larangan menuduh berbuat zina (qadzaf) ?

3. Apa saja unsur menuduh berbuat zina (qadzaf) ?

4. Apa saja sanksi/hukuman menuduh berbuat zina (qadzaf) ?

5. Apa saja hal-hal yang menggugurkan hukuman menuduh berbuat zina (qadzaf) ?

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi menuduh berbuat zina (qadzaf)

2. Untuk mengetahui dasar hukum menuduh berbuat zina (qadzaf)

3. Untuk mengetahui unsur menuduh berbuat zina (qadzaf)

4. Untuk mengetahui sanksi/hukuman menuduh berbuat zina (qadzaf)

5. Untuk mengetahui hal-hal yang menggugurkan hukuman menuduh berbuat zina

(qadzaf)

C. Manfaat

1. Secara akademis Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan Islam terutama

dalam bidang kajian yang berhubungan dengan Fiqh Jinayah, lebih spesifiknya

mengenai tindak pidana menuduh berbuat zina (qadzaf).

2. Bagi masyarakat umum dapat menjadi bahan informasi dalam ruang lingkup fiqh
jinayah khususnya mengenai tindak pidana menuduh berbuat zina (qadzaf).

3. Bagi penulis dapat menjadi bahan pembelajaran dalam melaksanakan penelitian

lebih lanjut lagi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf)

Didalam fiqh jinayah, salah satu tindak pidana hudud ialah menuduh seseorang

berbuat zina. Perbuatan menuduh seseorang berbuat zina sering di istilahkan dengan

Qadzaf. Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar sesuatu.

Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan (wath’i) zina kepada orang

lain yang karenanya mewajibkan hukuman had bagi tertuduh (makdzuf). Sejalan

dengan beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam juga mengancamkan

hukuman yang tak kalah beratnya bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina

kepada orang lain. Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika tuduhannya mengandung

kebohongan. 1

Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan kebenarannya, maka jarimah

qadzaf itu tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang yang menuduh. Artinya, bila si

penuduh tak dapat membuktikan tuduhannya karena lemahnya pembuktian atau

kesaksiannya, hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh. Suatu prinsip dalam fikih

Jinayah bahwa barang siapa menuduh orang lain dengan sesuatu yang haram, maka

wajib atasnya membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tak dapat membuktikan tuduhan

itu, maka ia wajib dikenai hukuman.2

Menurut Ulama fikih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan qadzaf adalah

menasabkan seorang anak Adam kepada lelaki lain disebabkan zina, atau

memutuskan keturunan seorang muslim. Apabila seseorang mengatakan kepada

orang lain, engkau pezina; engkau anak zina atau engkau bukan anak ayahmu, maka

seluruh ungkapan ini disebut sebagai qadzaf. Qadzaf bisa juga berlaku dalam tindak

pidana takzir, yaitu terhadap segala bentuk tuduhan yang diharamkan bagi setiap

1
Nurul Afifah, Qadzaf Menurut Hukum Islam, vol. 9, 2018, hlm. 3
2
Mustajab, jarimah qadzaf dalam perspektif hukum islam dan hukum posistif, vol. 4, hlm. 5

4
5

muslim, umpamanya, menuduh orang lain melakukan pencurian menuduh orang

lain meminum minuman keras, dan lain sebagainya. Namun dalam pembahasan

hukum pidana Islam istilah qadzaflebih ditekankan kepada menuduh orang lain
berbuat zina, baik tuduhan itu melalui pernyataan yang jelas maupun menyatakan

anak seseorang bukan keturunan ayah atau ibunya.3

Tuduhan zina (qadzaf) dalam kompilasi hukum Islam (KHI) tidak dibahas

secara detail. Pada kitab ini pembahasan tentang tuduhan zina (qadzaf) terbatas

pada tuduhan suami terhadap istrinya. Sedangakan tentang tuduhan yang dilakukan

oleh orang lain, tidak ada penjelasan yang lebih lanjut4. Pada buku I pasal 126

disebutkan bahwa suami yang menuduh istrinya berbuat zina, atau mengingkari

anak yang dikandung istrinyaatau anak yang telah dilahirkan istrinya, sedangkan

istrinya menolak tuduhan atau mengingkari hal tersebut (li‟an). Kemudian dalam

pasal 127 poin a sampai d dijelaskan tata cara melakukan li‟an; pertama : suami

bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak

tersebut, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata bersedia dilaknat Allah jika

tuduhannya dusta. Kemudian istri juga melakukan hal yang sama dengan kata-

kata bahwa tuduhan atau pengingkaran tersebut tidak benar dan diikuti sumpah kelima

bersedia dilaknat Allah jika tuduhan dan atau pengingkaran tesebut benar. Akibat

hukum dari li‟an suami dan istri tersebut adalah putusnya perkawian mereka

untuk selama-lamanya.5

Jadi, di dalam fiqh jinayah tindak pidana menuduh seseorang berbuat zina

merupakan tindakan yang tercela dan sangat merugikan orang lain, yang dimana

tindakan tersebut hanya akan merusak harkat dan kehormatan si korban, dan terlebih

lagi apabila tuduhan tersebut tidak mampu memberikan bukti yang kuat untuk

membuktikan apakah ia terbukti bersalah atau tidak, karena di dalam ajaran agama

islam menuduh berbuat zina merupakan suatu dosa yang besar.

3
Dr. H. Marsaid, M.A., Al-Fiqh Al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), (Jakarta, Rafah Press Media, 2020),
hlm. 67
4
Nurul Afifah, Qadzaf Menurut Hukum Islam, vol. 9, 2018, hlm. 5
5
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku I Perkawinan, 23
6

B. Dasar Hukum Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf)

1. Al-Quran

Adapun yang menjadi dasar/sumber hukum dalam tindak pidana menuduh berbuat

zina telah di jelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 4, sebagai berikut :

ً‫ش َهادَة‬ ُ ‫ت ثُمً لَمً يَأت ُوا ِبأَربَ َع ًِة‬


َ ً‫ش َهدَآ ًَء فَاج ِلدُوه ًُم ثَ َمانِينًَ َجلدَةً َوالَتَقبَلُوا لَ ُهم‬ ًِ ‫صنَا‬ ًَ ‫ن يَر ُمو‬
َ ‫ن ال ُمح‬ ًَ ‫َوالذِي‬
ِ ‫أَبَدا َوأُولَئِكًَ هُ ًُم الفَا‬
ًَ ‫سقُو‬
‫ن‬

Artinya:

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan

mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh

itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-

lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”(QS. An-Nuur : 4)

Kemudian di ayat lain juga di jelaskan mengenai tindak pidana menuduh berbuat

zina, dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 23,sebagai berikut :

‫يم‬ َ ً‫ت لُ ِعنُوا فِي الدُّنيَا َواألَ ِخ َر ًِة َولَ ُهم‬


ً ‫عذَابً ع َِظ‬ ًِ ‫ت ال ُمؤ ِمنَا‬ ًِ ‫صنَا‬
ًِ َ‫ت الغَافِال‬ ًَ ‫ن يَر ُمو‬
َ ‫ن ال ُمح‬ ًَ ‫ِإنً الذِي‬

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi

beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka

azab yang besar, (QS. An-Nuur : 23)6

Yang dimaksud wanita-wanita yang baik menurut ayat diatas yaitu wanita-

wanita muslimah yang suci, merdeka, aqil, dan baligh. Adapun menurut Wahbah

Zuhaili kandungan ayat diatas adalah :

6
Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah
7

a. Ayat ini disebutkan setelah membahas masalah zina

b. Penyebutan muhsanat dalam ayat ini, mengandung pengertian wanita-wanita

yang menjauhkan diri dari zina

c. Disyaratkannya untuk menghadirkan empat orang saksi. Jumlah empat

orang saksi, hanya berlaku dalam masalah zina

d. Dalam kaitannya dengan “tuduhan” tidaklah harus dikenakan hukuman dera

kecuali tuduhan zina

e. Sabab al-nuzul ayat ini berkenaan dengan tuduhan zina yang

dialamatkan pada Aisah r.a. Walaupun ayat ini berlaku pada

keumuman lafadhnya, tetapi sabab nuzul-nya berperan dalam

menjelaskan maudu‟-nya7

2. Al-Hadist

Dan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ً ِ ‫ َوقَت ًُل النف‬،‫سح ُر‬


ً‫س التِي حَر َم‬ ِّ ِ ‫ َوال‬،ِِ ‫هلل‬ ِ ‫ال‬: ‫هللا؟ َقا ًَل‬
ِ ‫شِّركًُ ِبا‬ ِ ‫سو ًَل‬ ً ‫ َو َما ه‬: ‫ت َقالُوا‬
ُ ‫ُن يَا َر‬ ًِ ‫اِجتَنِبُوا السب ًَع ال ُمو ِبقَا‬

ً‫ت‬ ًِ ‫ت ال ُمؤ ِمنَا‬


َ ‫ت الغَا ِف‬
ِ ‫ال‬ ًِ ‫صنَا‬
َ ‫ف ال ُمح‬ ِ ‫ َوالت َو ِِّلي يَو ًَم الزح‬،‫ َوًأ َك ًُل َما ًِل ال َيتِي ِم‬،‫الربَا‬
ًُ ‫ َوقَذ‬،‫ف‬ ِّ ِ ‫ َوأَك ًُل‬،ِّ‫َق‬
ِ ‫هللاُ ِإالً ِبالح‬
ً .

Artinya : “Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang menghancurkan

(kalian).” Para Sahabat bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,

“Mensekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali

mempunyai hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan

perang, dan menuduh berzina wanita mukminah yang tidak tahu menahu serta terjaga

kehormatannya.”

7
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Bandung, Amzah, 2016), hlm. 46
8

C. Unsur – Unsur Menuduh Berbuat Zina

Adapun unsur-unsur menuduh berbuat zina (qadzaf) secara umum terdiri dari 3, yaitu

1. Menuduh zina atau mengingkari nasab

Maksudnya adalah ucapan yang mengandung tuduhan atau penolakan terhadap

tuduhan keturunan, seperti mengatai seseorang telah berbuat zina atau menempelkan

predikat pezina kepada seseorang dan tidak mengakui anak atau janin yang lahir atau

masih dalam kandungan istrinya.

2. Orang Yang Dituduh Harus Orang Yang Muhsan

Artinya orang yang dituduh itu orang baik-baik bukan seseorang yang biasa

berbuat zina, kalau yang dituduh itu pezina, hal itu bukanlah tuduhan tetapi sesuai

dengan kenyataannya.

3. Adanya I’tikad jahat

I’tikad jahat inilah yang memotivasi perbuatan tersebut untuk mencelakakan orang

lain yang tidak berdosa, sehingga tercemar nama baiknya aau celaka karena hukumna

dera. Mengenai qadzif (orang yang menuduh orang lain berzina) ada syarat-syarat yang

harus dipenuhi, antara lain: berakal, dewasa, tidak dipaksa, inilah syarat-syarat yang

menjadi dasar penuntutan.8

Sedangkan maqdzuf (orang yang dituduh berzina) fuqaha’ sepakat bahwa diantara

syaratnya adalah: islam, akal sehat, baligh, merdeka (bukan budak), iffah (menjauhi

perbuatan zina). Kelima syarat tersebut harus terdapat pada tertuduh agar hukuman

qadzaf dapat dilaksanakan terhdaap penuduh (atas tuduhan dustanya).9

Kemudian, unsur-unsur tindak pidana menuduh berbuat zina (qadzaf) juga di

kaitkan dalam pasal 311 KUHP ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(“KUHP”): “Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan,

dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat

8
Muhammad Ariq, dasar hukum dan unsur qadzaf, vol. 14, hlm. 8
9
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Hukum Pidana Islam, (Bandung, Amzah, 2016), hlm. 55
9

membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar,

dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat

tahun.”10 Unsur-unsur dari Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:

a. Seseorang

b. Menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan

c. Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan

tersebut diketahuinya tidak benar. Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1)

KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP,

yang berbunyi sebagai berikut: “Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau

nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan

dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista,

dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp 4.500.11

D. Sanksi/Hukuman Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf)

Dalam qadzaf akan hukuman pokok yaitu berupa dera delapan puluh kali dan

hukuman tambahan berupa tidak diterimanya kasaksian yang bersangkutan selama

seumur hidup. Hal ini berdasarkan firman Allah:

ً‫ش َهادَة‬ ُ ‫ت ثُمً لَمً يَأت ُوا ِبأَربَ َع ًِة‬


َ ً‫ش َهدَآ ًَء فَاج ِلدُوه ًُم ثَ َمانِينًَ َجلدَةً َوالَتَقبَلُوا لَ ُهم‬ ًِ ‫صنَا‬ ًَ ‫ن يَر ُمو‬
َ ‫ن ال ُمح‬ ًَ ‫َوالذِي‬
ِ ‫أَبَدا َوأُولَئِكًَ هُ ًُم الفَا‬
ًَ ‫سقُو‬
‫ن‬

Artinya:

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina) dan mereka

tidak mendatangkan empat rang saksi, mak deralah mereka (yang menuduh itu

10
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, BAB XVI Penghinaan
11
Anton Hendrik Samudra, pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media teknologi
informasi komunikasi di Indonesia, vol. 50, hlm. 8
10

delapan pulah kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-

lamanya. (QS. An-Nuur : 4)12

Pelaku zina pada hakikatnya mendapat dua hukuman, yaitu hukuman fisik (dera

dan rajam) yang telah ditentukan Tuhan dan hukuman non fisik berupa hilangnya

martabat yang bersangkutan di mata masyarakat. Oleh karena itu penuduh pun berhak

mendapatkan hukuman setimpal fisik dan non fisik. Hukuman fisik berupa dera dan

jild sebanyak delapan puluh kali, sedangkan hukuman tambahan yang tak kalah

beratnya, bahkan mungkin inilah yang terberat yaitu tidak diterima kesaksiannya

dalam segala jenis peristiwa, karena ia telah berbuat bohong, atau menfitnah.

Hukuman non fisik berupa hilangnya hak kesaksian bagi si penuduh sebagai hukuman

terberat sebab hukuman ini menyebabkan berubahnya martabat si penuduh dari

kategori orang baik-baik menjadi orang yang dianggap kotor, jahat, dan tidak dapat di

pakai menjadi saksi.13

E. Hal-Hal Yang Membatalkan Menuduh Berbuat Zina (Qadzaf)

Secara umum, Hukuman qadzaf dapat terhapus/gugur karena beberapa hal

diantaranya:

1. Mendatangkan sanksi

2. Bila yang dituduh membenarkan tuduhan penuduh

3. Dimaafkan oleh orang yang dituduh

Gugur sebab dimaafkan ialah karena had itu hak orang yang dituduh, karena inilah

had ini tidak dapat gugur kecuali dengan seizin yang tertuduh dan dengan

permintaannya, sedangkan yang tertuduh boleh memaafkannya, dan apabila si

tertuduh sudah memaafkan, hukuman (had) gugur karena had itu hak yang tertuduh

semata seperti qishash.14

12
Mushaf Al-Qur’an dan terjemahan
13
Hamid Farihi, zina, Qadzaf dan minuman keras dalam perspektif hukum pidana islam, vol.2, hlm. 16
14
Nurul Afifah, Qadzaf Menurut Hukum Islam, vol. 9, 2018, hlm 10
11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejalan dengan beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam juga
mengancamkan hukuman yang tak kalah beratnya bagi seseorang yang melakukan
tuduhan berzina kepada orang lain. Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika
tuduhannya mengandung kebohongan. Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan
kebenarannya, maka jarimah qadzaf itu tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang
yang menuduh. Artinya, bila si penuduh tak dapat membuktikan tuduhannya karena
lemahnya pembuktian atau kesaksiannya, hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh.
Dalam qadzaf terkandung dua hak, yaitu hak campuran antara Allah dan hak
manusia. Akan tetapi, di antara kedua hak tersebut yang lebih kuat menurut Imam
Hanifah, dalam qadzaf hak Allah lebih besar daripada hak manusia (individu). Oleh
karena itu, apabila perkaranya telah sampai ke pengadilan (hakim) maka hukuman
harus dilaksanakan , meskipun orang yang dituduh tidak mengajukan tuntutan. Di
samping itu, sebagai konsekuensi dari hak Allah, hukuman qadzaf tidak terpengaruh
oleh maaf dari korban.

B. Saran
Sebaiknya kita jangan mudah menuduh seseorang sebelum mendapatkan bukti
dan saksi yang cukup.
12

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Marsaid, Al-Fiqh Al-Jinayah (Hukum Pidana Islam), (Jakarta, Rafah Press Media, 2020)

Irfan, M. Nurul, Hukum Pidana Islam, (Bandung, Amzah, 2016)

JURNAL

Samudra, Anton Hendrik, pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media teknologi
informasi komunikasi di Indonesia, vol. 50

Farihi, Hamid, zina, Qadzaf dan minuman keras dalam perspektif hukum pidana islam, vol.2

Afifah,Nurul, Qadzaf Menurut Hukum Islam, vol. 9, 2018

Mustajab, jarimah qadzaf dalam perspektif hukum islam dan hukum posistif, vol. 4

Ariq, Muhammad, dasar hukum dan unsur qadzaf, vol. 14,

SUMBER LAINNYA

Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahan

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku I Perkawinan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, BAB XVI Penghinaan

Anda mungkin juga menyukai