FIQIH JINAYAH
Dosen Pembimbing :
Ah. Soni irawan , M.H
Penyusun :
Abdurrahman wahid
1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurah
limpahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpah dan rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini gunakan memenuhi tugas Mata Kuliah FIQIH
JINAYAH.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kami disini kami masih butuh bimbingan serta dukungannya agar makalah ini
mencapai kesempurnaan. Kami mengucapkan Terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat bapak Ah. Soni irawan ,M.H selaku dosen pembimbing mata
kuliah FIQIH JINAYAH.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Cover.................................................................I
Kata pengantar.................................................................II
Daftar isi............................................................................III
Bab 1 pendahuluan
A. Latar belakang.........................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................4
Bab 2 pembahasan
Bab 3 Penutup
D. Kesimpulan............................................................................9
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
BAB 2
PEMBAHASAN
4
A. Pengertian Qadzaf
Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar sesuatu. Sedangkan
menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan (wath’i) zina kepada orang lain yang
karenanya mewajibkan hukuman had bagi tertuduh (makdzuf). Sejalan dengan
beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam juga mengancamkan
hukuman yang tak kalah beratnya bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina
kepada orang lain. Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika tuduhannya
mengandung kebohongan.
Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan kebenarannya, maka jarimah qadzaf itu
tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang yang menuduh. Artinya, bila si penuduh
tak dapat membuktikan tuduhannya karena lemahnya pembuktian atau kesaksiannya,
hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh. Suatu prinsip dalam fikih Jinayah bahwa
barang siapa menuduh orang lain dengan sesuatu yang haram, maka wajib atasnya
membuktikan tuduhan itu. Apabila ia tak dapat membuktikan tuduhan itu, maka ia
wajib dikenai hukuman.
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik”.( Q.S An-Nuur: 4) Surah
An-Nuur ayat 23 :
5
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka
azab yang besar”. ( Q.S An-Nuur: 23)
“Dari Aisyah. Ia berkata: Tak kala turun (ayat) pembebasanku. Rasulullah saw berdiri
di atas mimbar, lalu ia sebut yang demikian dan membaca quran. Maka tak kala turun
dari mimbar ia perintah supaya (didera) dua orang laki-laki dan seseorang perempuan,
lalu dipukul mereka dengan dera”. (Riwayat oleh Ahmad dan Imam Empat, dan
Bukhari telah menyebutnya dengan isyarat).
Hadits tersebut mengenai istri Rasulullah SAW. ‘Aisyah R.A. Ummul Mu’minin.
Sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya’ban 5 H. peperangan Ini diikuti
oleh kaum munafik, dan turut pula ‘Aisyah dengan nabi berdasarkan undian yang
diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan,
mereka berhenti pada suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu
keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi
lagi mencarinya. sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa
‘Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah ‘Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah
berangkat dia duduk di tempatnya dan mengharapkan sekedup itu akan kembali
menjemputnya.
Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat nabi, Shafwan ibnu Mu’aththal,
diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya
mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul!” ‘Aisyah terbangun.
lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan
menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka
membicarakannya menurut pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus.
Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas ‘Aisyah r.a. itu
pun bertambah luas, sehingga menimbulkan keguncangan di kalangan kaum
muslimin.
Syaratnya adalah dia baligh dan berakal. Karena zina tidak mungkin terjadi dari orang
gila atau anak dibawah umur tidak dikenai hukuman had. jumhur fuqaha berpendapat
6
bahwa apabila saksi dalam jarimah qadzaf kurang dari empat orang maka mereka
dikenai hukuman had sebagai penuduh.
Hukuman Pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali. Hukuman ini
adalah hukuman had yang telah ditentukan oleh syara’, sehingga ulil amri tidak punya
hak untuk memberikan pengampunan. Adapun bagi orang yang dituduh, para ulama’
berbeda pendapat. Menurut madzhab Syafi’i orang yang dituduh berhak memberikan
pengampunan, karena hak manusia lebih dominan daripada hak Allah. Sedangkan
menurut mazhab Hanafi korban tidak berhak memberikan pengampunan, karena di
dalam jarimah qadzaf hak Allah lebih dominan daripada hak manusia. Hukuman
tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya dan dianggap orang yang fasik.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan gugur atau tidaknya kesaksian
pelaku jarimah qadzaf setelah bertobat. Menurut Imam Abu Hanifah tetap tidak dapat
diterima kesaksiannya. Sedangkan menurut Imam Ahmad, Imam Syafi’i, Imam
Malik, dapat diterima kembali persaksiannya apabila telah tobat. Hal-hal yang
menggugurkan hukuman qadzaf hukuman qadzaf (orang yang menuduh) dapat gugur
karena hal-hal berikut Para saksi yang diajukan oleh yang dituduh mencabut kembali
persaksiannya.
Karena orang yang dituduh melakukan zina membenarkan tuduhan Korban (orang
yang dituduh berzina) tidak mempercayai keterangan para saksi, menurut Abu
Hanifah.
hukuman bagi yang pezina muhsan yaitu dirajam (dilempari Batu) hingga meninggal.
hukuman bagi pezina ghoir muhsan di dera (dicambuk) sampai 100 kali dan di
asingkan. dan hukuman bagi yang menuduh zina 80 kali didera untuk orang yang
telah merdeka dan 40 kali untuk hamba sahaya.
Dalam pembuktian jarimah qadzaf, Jarimah qadzaf memiliki beberapa unsur yaitu
adanya tuduhan, orang yang dituduh adalah mushin dan adanya maksud jahat atau
7
niat untuk melawan hukum. Apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan
melakukan zina dan si pelaku tidak mampu membuktikan apa yang dituduhkannya.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
Sejalan dengan beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam juga
mengancamkan hukuman yang tak kalah beratnya bagi seseorang yang melakukan
tuduhan berzina kepada orang lain. Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika
tuduhannya mengandung kebohongan. Namun, apabila tuduhannya dapat dibuktikan
kebenarannya, maka jarimah qadzaf itu tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang
yang menuduh. Artinya, bila si penuduh tak dapat membuktikan tuduhannya karena
lemahnya pembuktian atau kesaksiannya, hukuman qadzaf dijatuhkan bagi si penuduh.