Anda di halaman 1dari 10

Makalah

KETENTUAN HUKUMAN (HUDDUD DAN ‘UQUBAH)

Mata Kuliah : HADIST AHKAM

Dosen Pengampu : Miftahol Ulum, S,Sy., M.H

Di susun oleh: Kholilur Rohman

INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA)


PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
GULUK-GULUK SUMENEP MADURA
TAHUN AKADEMIK 2021
BAB l

PENDAHULUAN

Dalam hukum pidana kita akan mengenal dua bentuk balasan (jazâ) bagi pelaku tindak pidana,
yang pertama adalah hukuman dan yang kedua adalah tindakan-tindakan prepentif atau rehabilitasi.
Dalam makalah ini kita akan mencoba untuk lebih concern membahas tentang hukuman yang
merupakan salah satu dari dua instrument diatas.

Dari statement diatas dapat kita ketahui bahwa hukuman merupakan salah satu perangkat
dalam hukum pidana sebagai bentuk balasan bagi pelaku tindak kriminal, karena ia merupakan
representasi dari perlawanan masyarakat terhadap para kriminil dan terhadap tindak kejahatan yang
dilakukannya. Oleh karena itu ketika kita sepakati bahwa para kriminil dan tindak kejahatan yang
dilakukannya merupakan objek dari pertanggung jawaban pidana (al masúliyah al jinâíyah) maka
ketika seseorang terbukti melakukan tindakan pidana, ini mengharuskan dijatuhkannya hukuman
bagi pelaku ini. Itu karena tindakan pidana yang berupa pelanggaran terhadap kaidah-kaidah dan
norma-norma di masyarakat dan yang telah mengakibatkan adanya keresahan di masyarakat,
mengharuskan tunduknya pelaku kejahatan terhadap hukuman. Karena merupakan sesuatu yang
tidak dapat kita terima apabila pelaku kejahatan berkeliaran di tengah-tengah masyarakat sembari
menebar keruksakan tanpa adanya halangan. Ini di satu sisi, sedangkan disisi lain agar kaidah-kaidah
hukum sebagai pedoman hidup masyarakat dapat ditegakkan dan dihormati masyarakat maka harus
ada hukuman bagi yang melanggar kaidah-kaidah hukum ini.

Untuk lebih jelasnya, agar kita lebih mengenal tentang hukuman, maka kita akan mencoba
mendiskusikannya, terutama bahasan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil dari
hukuman. Maka oleh karena itu kita akan membahasnya dari mulai definisi, karakteristik, tujuan,
dan pembidangan hukuman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hudud

Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena
hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Adapun menurut syara’, hudud adalah hukuman yang terukur atas berbagai perbuatan tertentu,
atau hukuman yang telah dipastikan bentuk dan ukurannya dalam syariat, baik hukuman itu karena
melanggar hak Allah maupun merugikan hak manusia. Adapun macam-macam hudud yaitu zina, Al-
Qadzaf (menuduh zina orang lain), Minum khamr, Pencurian, Murtad.

Pendapat Ulama

Ada ulama yang memandang musykil, bahwa nabi ada memutuskan kasus perzinaan yang
dilakukan oleh seseorang. Padahal Nabi saw. Sendiri menyuruh kita untuk menutup aib orang lain.
Dengan demikian, para ulama berpendapat bahwa nabi mengutus orang untuk menemui seseorang
perempuan, bukan untuk memeriksanya apakah dia berzina atau tidak namun untuk membuktikan
apakah tuduhan terhadap perempuan itu benar atau tidak (tidak sekedar fitnah).Al-Hafizh berkata:
menurut lahir hadist, unaiz memberitahukan kepada nabi tentang pengakuan si perempuan bahwa
memang benar dia berzina, walaupun nabi telah memberikan wewenang kepada Unaiz unutk
melaksanakan hukuman, jika perempuan itu mengaku. Dapat dipahamkan bahwa Unaiz,
menyampaikan pengakuan perempuan itu kepada nabi dengan membawa seorang saksi yang turut
mendengar pengakuan tersebut. Asy-syafi’y dalam salah satu pendapat dan Abu Tsaur
memperbolehkan hakim memutuskan perkara hudud dengan pengakuan si pezina, tanpa ada saksi
yang mendengar pengakuan itu. Namun jumhur ulama tidak memperbolehkannya.Muhammad ibn
Nashar mengatakan, bahwa seluruh ulama sependapat untuk mengusir perempuan perawan selama
satu tahun ini dari kampungnya. Hanya ulama kufah saja yang tidak berpendapat demikian.
Diterangkan oleh Ibnu Mundzir, bahwa Umar mengumumkan hukum raja mini di atas mimbar dan
hal ini dilaksanakan oleh seluruh Khulafa Rasyidin, Zaid Ibn ‘Ali, Ash Shadiq, Ibnu Abi Laila, Ats-
Tsaury, Malik, Asy-Syafi’y, Ahmad dan Ishaq.

Abu Hanifah, dan Hammad Berpendapat, bahwa pengusiran selama satu tahun lamanya dan
memenjarakannya, tidak wajib. Karena ketentuan ini tidak tercantum dalam Al-Qur’an.Hadist-hadist
yang mewajibkan mengusir (mengucilkan) si pezina perawan selama satu tahun dari kampungnya,
adalah hadist-hadist masyhur. Karenanya kita heran melihat sikap ulama Hanafiyah yang tidak
berpegang kepada hadist-hadist itu.Lahir hadist yang menyuruh kita mengucilkan si pezina selama
satu tahun, mengcakup laki-laki dan perempuan. Demikianlah pendapat Asy-Syafi’y.Menurut malik
dan Al-Auza’y, hukuman ini tidak dikenakan terhadap perempuan. Lahir hadist ini, tidak
membedakan antara orang merdeka dengan budak.Demikianlah pendapat Ats-Tsaury, Daud, Ath-
Thabary dan Asy-Syafi’y. Menurut sebagian ulama, hukuman terhadap budak harus lebih ringan
separuhnya, dikiaskan kepada hukuman cabuk.Malik, Ahmad, Ishaq, Asy-Syafi’y dan Al-Hasan, tidak
mengenakan hukuman pengusiran terhadap budak. Menurut malik, asy-syafi’y dan yang lain, taghrib
yang tercantum dalam hadist, adalah mengeluarkan si pezina dari kampongnya ketempat lain yang
paling dekat (semasafah qashar) namun menurut Zaid ibn ‘Ali, Ash Shadiq dan An-Nashir, arti tagrib
adalah memenjarakannya selama satu tahun.Umar pernah mengucilkan seorang pezina dari madina
ke syam. Utsman pernah mentagribka pezina ke mesir, Ibnu Unmar pernah mengucilkan budaknya
ke fadak.Menurut hadist jabir, hukuman cambuk digabungkan dengan hukuman rajam. Mengenai
rajam, seluruh ulama sepakat, kecuali ulama khawarij dan sebagian ulama Mu’tazilah, seperti An-
Nadham yang menolak hukuman raja mini, karena tidak tercantum dalam al-Qur’an Ahmad, Ishaq,
Daud dan Ibnu Mundzir, berpendapat bahwa terhadap pezina muhsan mewajibkan cambuk dan
rajam.Malik, Hanfiyah, Syafi’iyah dan jumhur ulama tidak mencambuk pezina muhsan dicambuk dan
dirajam. Tidak disebutnya ada pencambukan dalam kasus Maiz dan Ghamidiah, Tidak disebutnya ada
pencambukan dalam kasus Maiz dan Ghamidah, tidak cukup kuat untuk melawan hadist-hadist yang
menyebutnya

Macam-macam tindakan yang golongan hudud

Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain :

1. Zina

Zina secara harfiyah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian bahwa
hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tidak ada hubungannya dengan
hubungan perkawinan. (Abdurrahman Doi, 1991 : 31).

Para fuqaha berpendapat bahwa zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam memasukkan
zakar (kelamin pria) kedalam kelamin wanita yang dinyatkan haram, bukan karena syubhat, dan atas
dasar syahwat.Jadi, perbuatan zina itu adalah haram hukumnya dan termasuk satu dosa besar ,
karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang sangat keji, pergaulan seperti binatang. Allah
SWT berfirman dalam QS Al-Isra (17) : 32.

Artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sungguh zina ITU Perbuatan Yang keji, Dan jalan
Suatu Yang buruk” .

A. Dasar penetapan perbuatan zina

Ada dua cara yang dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa menurut syara seorang telah
melakukan zina, yaitu :

1. Empat orang saksi dengan syarat : semuanya laki-laki adil, membuktikan yang sama tentang
tempat, waktu dan cara melakukannya.
2. Pengakuan dari pelaku, dengan syarat sudah baligh dan berakal. Jika orang yang mengaku
telah melakukan zina itu belum baligh atau sudah baligh tapi akalnya terganggu atau gila,
maka tidak bisa ditetapkan untuk zina Anda.

B. Macam-macam punya bagi pezina

1. Apakah bagi pelaku zina muhsan (orang yang sudah baligh, berakal, dan pernah melakukan
hubungan dengan jalan yang sah) yaitu dirajam atau dilempar dengan batu sampai mati.
2. Bagi pelaku zina Ghairu muhsan (orang yang belum pernah menikah) yaitu didera atau
dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan satu tahun. Haddnya berupa cambuk seratus kali
sesuai dengan firman Allah “Deralah masing-masing dari keduanya seratus kali” (QSAn-nur
(24) : 2). Hadd diasingkan selama satu tahun, ketentuan ini sesuai dengan hadist nabi :
“Perzinaan yang dilakukan oelh laki-laki perjaka dengan perempuan perawan hukumnya
seratuskali dera dan dibuang selama satu tahun (Hr.Muslim)”.

Menuduh zina (Qazf)

Menuduh sama juga dengan fitnah yang merupakan suatu pelanggaran yang terjadi bila seorang
menuduh seorang muslim berzina atau meragukannya. Ia merupakan kejahatn yang besar dalam
islam dan yang melakukannya disebut pelanggaran yang berdosa. Hukum bagi orang yang menuduh
zina dan tidak terbukti berdasarkan firman Allah dalam QS An-Nur (24) “dan orang-orang yang
menuduh-perempuan yang baik berzina , dan mereka tidak dapat melaporkan orang-orang saksi,
maka mereka didera delapan puluh kali, dan janganlah kamu membuktikan membuktikan mereka
untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik”

Minuman yang memabukkan (Khamar)

Larangan meminum minuman yang memabukkan didasarkan pada QSAl-Ma’idah (5) : 90 Artinya
“wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi(berkurban untuk)
berhala, dan mengundil nasib anak panah adalah perbuatan keji dantermasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.

Firman Allah SWT di atas tidak menegaskan hukuman apa bagi peminuman keras (khamar). Sanksi
terhadap delik ini disandarkan pada hadis Nabi SAW, yakni melalui sunnah fi’liyahnya bahwa
hukuman terhadap jarimah ini adalah empat puluh kali dera.

Mencuri

Mencuri adalah perbuatan mengambil harta orang lain tanpa pemilik ya (secara diam-diam), dengan
tujuan untuk memiliki. Menurut fuqaha yang disebut mencuri adalah mengambil barang secara
sembunyi-sembunyi di tempat penyimpanan dengan tujuan untuk memiliki, dilakukan dengan sadar
atau adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat tertentu.Salim Al-Uwa mencuri sebagai
mengambil barang secara sembunyi dengan niat memiliki barang tersebut.

Mencuri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman potong tangan sebagaimana
disebutkan dalam QS Al-maidah (5) : 38, artinya “adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri
potonglah tangan kaduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa maha bijaksana”.

Berdasarkan firman Allah swt diatas, orang yang mencuri hukuman potong tangan.Hukum potong
tangan sanksi kejahatan pencurian.Tindak pencurian yang dikenai sanksi potong tangan jika
memenuhi syarat-syarat pencurian yang wajib dikenai pemotongan tangan.Adapun jika pencurin itu
belum memenuhi syarat pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya orang yang
mencuri karena mencuri, mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nisab (1/4 dinar), dan
sebagainya tidak boleh dikenai pajak potong tangan.

Murtad

Murtad berarti menolak agama islam dan memeluk agama lain baik melalui perbuatan maupun lisan.
Dengan demikian perbuatan murtad mengeluarkan seseorang dari lingkungan islam. Bila seseorang
menolak prinsip-prinsip dasar kepercayaan (iman) seperti keyakinan akan adanya Allah serta Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan-Nya sebagaimana yang terdapat dalam “kalimah al-shahadah”.
Begitu juga menolak mempercayai al-quran sebagai kitabullah atau menolak ajaran yang
dikandungnya tau mengingkari hari kebangkitan, ganjran, atau hukuman dari Allah termasuk
perbuatan murtad.Menolak ibadah-ibadah khusus seperti shalat, zakat, puasa, dan haji juga
termasuk tindakan murtad.Pelaku murtad dikenai hukuman mati, jika tidak mau dikenai hukuman
dan kembali ke pangkuan islam dalam waktu tertentu. Hanya saja,syariah tidak membatasi waktu
yang diberikan kepada si pelaku murtad untuk kembali ke islam.

1. Bugah (memberontak)
Pemberontakan sering diartikan keluarnya seseorang dari ketaatan kepada iman yang sah
tanpa alasan. Ulama syafi' berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pemberontakan adalah
orang-orang muslim yang menyalahi iman dengan cara tidak melakukannya dan melepaskan dari
dirinya (menolak kewajiban dengan kekuatan, argumentasi, dan memiliki pemimpin).

Pelaku bughah (memberontak) diperangi sampai mereka kembali ke pangkuan islam atau ke
pangkuan khilafah yang sah. Hanya saja perang melawan pelaku bughat berbeda dengan perang
melawan orang kafir.Perang melawan pelaku bug adalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad
fi sabilillah.Oleh itu, pelaku bughat tidak boleh diserang dengan senjata pemusnah massal atau
serbuan, merek menggunakan arsenal seperti ini.Jika mereka melaporkan diri perang mereka tidak
boleh dikejar dan ditumpas sampai habis.Harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai gharimah.

Memerangi pemberontakan hukumnya wajib demi hukum allah sebagaimana dijelaskan


dalam surah al-hujurat (49) : 9, artinya : “jika salah satu dari keduanya melakukan zalim terhadap
golongan lain, makailanh golongan yang melakukan zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah".

2. Hirabah (perampokan)

Perampasan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang
yang bersenjata yang akan menyerang musafir atau orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat
mana pun mereka me korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya mencari
pertolongan. Dasar hukum yang dikenakan pada pearampok telah dijelaskan pada QSAl-Maidah (5) :
33, artinya “hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan dibumi, hanalah dibunuh atau disalib atau dipotong kaki dan tangan mereka secara
bersilang, atau diasingkan dari halamnnya. Yang demikian itu, kehinaan mereka didunia dan di
akhirat mereka mendapatkan azab yang besar”.

Firman Allah SWT pada QSAl-Maidah (5) : 33 ini turun sehubungan dengan orang-orang islam
melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan, pembunuhan, teror. Kekerasan, kerusakan,
dan mendurhakai islam dengan keluar dari ajrannya. Dikatakan memerangi Allah dan Rasul-Nya
untuk memerangi orang-orang islam dengan berbagai kejahatan sehingga hal lain disebut hirabah.

C. Ciri-ciri Hudud

Hudud memiliki sifat-sifatnya yang khusus, yaitu :


1.  kesalahan-kesalahan hudud te;ah ditetapkan syara'.
2.  Hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat ringannya oleh ketetapan syara',
tiada siapa yang mengubah melibihi atau menguranginya. Ia wajib dilaksanakan seperti adanya.
3.  kesalahan kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa ke depan hakim, tetapi tidak ada siapa
pun yang dapat memaafkan atau mengurangkan hukuman setelah dibawa ke depan pengadilan.
4.  Semua orang yang memenuhi syarat yang dikenakan sanksi yang sama tanpa tanpa syarat.
5.  Taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan perampokan dimana perampok
digugurkan dari siksa, jika ia bertaubat sebelum dapat ditangkap, dan orang-orang murtad yang
bertaubat sebelum dibawa kemuka pengadilan.
Hikmah pensyariatan hukum hudud

Hudud disyariatkan untuk kemaslahatan hamba dan memiliki tujuan yang mulia.diantaranya
adalah :
1. Hukuman bagi orang yang melakukan siksaan bagi orang yang melakukan kejahatan dan
membuat jera. Ketika merasakan sakitnya hukuman dan akibat buruk yang muncul darinya,
maka ia akan berulang kali dan dapat mendorongnya untuk istiqamah serta selalu taat
kepada Allah SWT .
2. Mencegah orang lain agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan.
3. Huddud adalah penghapus dosa dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut.
4. menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.

Perhatian, dosa dan penyakit pada masyarakat, karena apabila kemaksiatan telah merata dan
menyebar pada masyarakat maka Allah akan menggantinya dengan kerusakan dan musibah serta
dihapisnya kesenangan dan ketenangan. Untuk menjaga hal ini maka solusi terbaiknya adalah
memastikan dan menerapkan hudud.

B. Pengertian ‘Uqubah

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, hukuman berarti siksaan atau pembalasan kejahatan (kesalahan
dosa). Dalam bahasa Arab hukuman disebut dengan iqab dan ‘uqubah, yang pada dasarnya
mempunyai pengertian yang sama.

Sedangkan menurut istilah para fuqaha, ‘Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti
mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang
mengakibatkan jatuhnya hukuman. Adapun menurut syara’, hudud adalah hukuman yang terukur
atas berbagai perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah dipastikan bentuk dan ukurannya dalam
syariat, baik hukuman itu karena melanggar hak Allah maupun merugikan hak manusia.Adapun
hukuman secara bahasa berarti siksa, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, bahwa kata hukum
biasanya diungkapkan dengan kata “siksa”. Misalnya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 178
yang Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita,
Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendak (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih.”[2]

‘Uqubah atau sanksi hukuman dalam sistem hukum pidana Islam terbagi kepada tiga kategori utama
yaitu ‘uqubah hudud, ‘uqubah qishash dan diyat dan ‘uqubah ta’zir. Perbedaan antaranya adalah,
‘uqubah hudud, qishash dan diyat ditentukan jelas oleh nash al-Qur’an dan sunnah. Sedangkan
‘uqubah ta’zir ditentukan oleh pemerintah.

1. Macam-macam ‘Uqubah

Macam-macam hukuman (‘uqubah) dapat dikategorikan menjadi beberapa hal tergantung dari
sudut pandang, diantaranya :

Dari segi hubungan diantara hukuman-hukuman tersebut. Dalam hal ini ada empat kategori, yaitu :

1. Hukuman Pokok

Adalah hukuman asal yang telah ditetapkan untuk suatu jarimah karena melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran, dan menyimpang dari jalan yang lurus. misalnya hukuman potong
tangan untuk pencurian dll.
2. Hukuman Pengganti

Adalah hukuman yang menggantikan hukuman pokok jika hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan
karena suatu sebab yang diakui sah oleh hakim karena adanya saksi atau ma’fu, seperti hukuman
diyat sebagai pengganti hukuman qishash.

3. Hukuman Tambahan

Adalah hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan tersendiri dari
pengadilan, seperti larangan pembunuh memperoleh harta warisan orang yang dibunuhmya (apabila
yang dibunuh adalah anggota keluarga), sebagai tambahan dari hukuman qishash.

4. Hukuman Pelengkap

Adalah hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari
hakim. Contohnya, penggantungan tangan pencuri yang telah dipotong dilehernya.

Dari segi kekuasaan hakim dalam menentukanya. Dalam hal ini hukuman dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu :

1. Hukuman yang Mempunyai Satu Batas

Yaitu hukuman yang hakim tidak boleh menambah ataupun menguranginya meskipun bisa ditambah
ataupun dikurangi. Contoh, hukuman celaan dan nasihat.

2. Hukuman yang Mempunyai Dua Batas

Yaitu hukuman yang mempunyai batas terendah dan batas tertinggi dan hakim diberi kekuasaan
untuk memilih kadar yang sesuai menurutnya, seperti hukuman penjara dan hukuman cambukan
dalam hukuman ta’zir.

Dari segi kewajiban menghukum. Dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua kategori juga yaitu:

1. Hukuman yang Telah Ditetapkan

Adalah hukuman yang telah ditetapkan oleh syariat baik macam dan kadarnya sedangkan hakim
wajib menjatuhkanya tanpa mengurangi atau menambahi ataupun menukarnya. Hukuman ini
disebut pula hukuman lazimah (mengikat) karena penguasa tidak bisa menggugurkanya ataupun
memaafkannya.

2. Hukuman yang Tidak Ditetapkan

Adalah hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih macam dan kadarnya menurut
kebijaksanaanya sesuai dengan situasi jarimah dan kondisi dari pelaku jarimah. Hukuman ini disebut
juga hukuman mukhayyarah (pilihan) karena hakim diperbolehkan memilih salah satu diantaranya.

Jika dilihat dari segi sudut pandang sasaranya, hukuman dapat di bagi menji 3 macam

1. Hukuman badan
Adalah hukuman yang dijatuhkan atas badan, misalnya hukuman mati, cambukan, kurungan
dll.
2. Hukuman jiwa
Adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa manusia bukan badannya, misalnya hukuman
nasihat, celaan, ancaman dll
3. Hukuman harta
Adalah hukuman yang dikenakan terhadap harta seseorang, misalnya hukuman diyat,
denda, perampasan harta dll
BAB lll

PENUTUP

Kesimpulan

Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena hukuman
itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman. Adapun menurut
syara’, hudud adalah hukuman yang terukur atas berbagai perbuatan tertentu, atau hukuman yang
telah dipastikan bentuk dan ukurannya dalam syariat, baik hukuman itu karena melanggar hak Allah
maupun merugikan hak manusia.

Anda mungkin juga menyukai