Anda di halaman 1dari 18

Kontroversi Hukuman Rajam

Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah Fiqih Kontemporer

Dosen pengajar : Prof. Dr., CHOLIDI, MA.

Disusun oleh :

Renza Aldikasari ( 1910103005 )

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr.wb…………
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas taufik serta
hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Kontroversi Hukuman Rajam”
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kita
khaturkan atas junjungan nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yangb terang benderang seperti
sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini telah jauh dari kesempurnaan
disebabkan pengetahuan penulis yang sangat terbatas oleh karena itu saran dan
kritiknya yang sepertinya membangun sangat kami harapkan dari pembaca,
semoga makalah ini bermaanfat bagi pembaca.

Pagaralam, 29 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang............................................................................................4
2. Rumusan Masalah.......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Rajam.........................................................................................6
B. Sejarah Hukuman Rajam.............................................................................6
C. Cara Pelaksanaan Hukuman Rajam.............................................................7
D. Beberapa Pendapat Mengenai Hukuman Rajam..........................................9
E.Penerapan Hukuman Rajam di Berbagai Negara..........................................13
F. Relevansi hukuman rajam dengan kemanusiaan..........................................15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam islam, diberlakukan tiga macam hukuman bagi seseorang yang


melakukan perbuatan jarimah atau tindak pidana. Ketiga hukuman tersebut yaitu,
hukuman hudud, qishas, dan ta’zir.Hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan
oleh Allah dan tertera dalam Al-qur’an.Sedangkan hukuman qishas adalah
hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’, bedanya dengan hukuman hudud
atau had adalah jika had merupakan hak Allah sedangkan hukuman qishas hak
individu. Dan yang terakhir, hukuman ta;zir adalah hukuman yang belum ada
dalam nash dan hukumannya ditetapkan oleh penguasa.

Perzinahan merupakan suatu jarimah atau tindak pidana.Dalam surat An-


Nur ayat 2 dijelaskan bahwa hukuman bagi pelaku zina adalah dicambuk atau
dera 100x.Pada zaman Nabi saw. Hukuman bagi pelaku zina adalah dirajam
hingga mati. Nah hukuman rajam inilah yang masih menjadi perdebatan para
ulama.

Bagi sebagian ulama, hukuman rajam sudah tidak sesuai untuk diterapkan
dalam zaman sekarang.Selain itu hukuman rajam dianggap sebagai hukuman yang
tidak manusiawi.Melanggar hak asasi si pelaku untuk merubah dirinya menjadi
lebih baik.Tetapi beberapa ulama mendukung juka hukuman rajam diterapkan
dalam konteks zaman modern ini.Karena menurutnya hukuman itu pantas
diberikan bagi pelaku zina yang secara tidak langsung memberikan efek negative
bagi orang-orang disekitarnya. Serta agar dapat dijadikan pelajaran bagi orang lain
untuk tidak melakukan zina.

Dalam perkembangannya hukuman rajam mengalami perdebatan yang


menarik.Sebagai salah satu dalam kajiannya dalam hukum pidana Islam. Para
ulama sampai sekarang masih ada yang mempertahankan hukuman rajam karena,
hukuman ini sudah dilakukan pada masa nabi, sedangkan disisi lain. Hukuman

4
rajam dirasa sangat kejam karena sudah melanggar hak hidup dan hak
kemanusiaan.

Maka dari itu dalam era modern seperti sekarang ini, hukuman rajam
banyak juga ditolak untuk diterapkan.terutama para fuqoha-fuqoha pembaharuan
hokum islam karena dirasa sudah tidak efisien dan tidak sesuai lagi untuk
diterapkan di zaman sekarang ini.

2. Rumusan Masalah
A. Pengertian Rajam
B. Sejarah Hukuman Rajam
C. Cara Pelaksanaan Hukuman Rajam
D. Beberapa Pendapat Mengenai Hukuman Rajam
E. Penerapan Hukuman Rajam di Berbagai Negara
F. Relevansi hukuman rajam dengan kemanusiaan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rajam
Dari segi etimologi, rajam adalah bentuk verbal noun atau masdar
dari kata kerja rajama ( (‫رجم‬yang berarti melempari batu. Terkadang
rajam juga diartikan menerka, di dalam Al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 22
rajam dalam ayat tersebut berarti menerka (‫) القو ل با لظن‬, sedangkan dalam
surat al-Muluk ayat 5 bermakna alat untuk melempar batu atau merajim.
Dalam terminology fiqih, perkataan rajam berarrti melempari
pezina mukhsan dengan batu atau semacamnya sampai menemui
ajal.Dengan demikian rajam adalah hukuman mati bagi pezsina muhsan.
Hukuman rajam ialah hukuman mati dengan jalan dilempari
dengan batu, dan yang dikenakan ialah pembuat zina muhshan (sudah
menikah), baik laki-laki maupun perempuan.Hukuman rajam tidak
tercantum dalam alQur’an, dan oleh karena itu fuqaha-fuqaha khawarij
tidak memakai hukuman rajam.Menurut mereka terhadap jarimah-jarimah
zina dikenakan hukuman jilid saja, baik pelakunya sudah muhshan atau
belum, dan dipersamakan atas keduanya.1

B. Sejarah Hukuman Rajam

Hukuman rajam sudah ada sebelum era umat Nabi Muhammad


saw, yang diberlakukan pada kaum Yahudi dan Nasrani yang terdapat
dalam kitab Taurat. Di Islam sendiri hukuman rajam pertama kali
diterapkan sebelum terjadinya penaklukan Mekkah (fathul Mekkah), dan
sebelum turunnya surat An-Nur ayat 2 tentang hukuman cambuk.
Berdasarkan riwayat Ibn Majah bahwa seorang yang bernama Ma”iz
mengadu dan mengaku kepada Rasulullah bahwa ia telah melakukan
perbuatan zina. Namun Rasulullah tidak menghiraukan pengaduannya dan

1
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam,1986, cet-3, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm 267-
268.

6
memalingkan muka darinya, hingga ia mendatangi dan mengulangi lagi
pengakuannya kepada Rasul sampai empat kali, kemudian Rasul
menyuruhnya untuk mencari empat orang saksi, setelah membawa empat
orang saksinya Rasul bertanya “apa kamu sudah gila?” dijawab “tidak”.
Kemudian Rasul bertanya lagi “apa kamu sudah pernah menikah?”
dijawab “ya”, “apakah kamu tau apa itu zina?” ia menjawab “tahu ya
Rasulullah” kalu begitu, bawalah orang ini dan rajamlah”. Ketika
hukuman dilaksanakan, tiba-tiba Mu’iz melarikan diri karena kesakitan,
sehingga sebagian sahabat mengejar dan melempari lagi hingga
meninggal, setelah itu mereka menghadap Rasulullah dan melaporkan
kejadian tersebut namu Rasul bersabda “mengapa tidak kalian biarka saja
Ma’iz lari saja?”.

Walaupun hadis tersebut menyebutkan bahwa pelaku zina dihukum


rajam tetapi Rasul tidak dengan mudahnya memutuskan dan menerapkan
hukuman tesebut.Hukuman rajam merupakan suatu bentuk penyerahan diri
dan bentuk taubat dari seorang hamba agar terbebas dari dosa
besar.Hukuman rajam yang dilakukan pada zaman Rasul penangkapan
pelaku hukuman rajam tidak dilakukan oleh lembaga Negara, melainkan
karena ketulusan pelaku zina itu sendiri.

C. Cara Pelaksanaan Hukuman Rajam


Tujuan pengenaan hukuman yang tampaknya kejam sangat kejam ini
adalah ia harus berfungsi sebagai suatu alat yang menjerakan bagi
masyarakat. Tanggung jawab yang sangat besar terpikul di pundah
qadhi/hakim sebelum dia memutuskan dirajam sampai mati bagi orang
yang berdosa tersebut. Hukuman ini hanya diperkenankan bila ia terbukti
tanpa keraguan sedikit pun melalui pembuktian dari empat orang saksi
yang dapat dipercaya, Muslim yang shaleh dan diberikan pada saat yang
bersamaan, bahwa mereka melihat si pendosa itu benar-benar melakukan

7
pelanggaran. Jika ada keraguan walaupun sedikit dalam pernyataan
kesaksian mereka maka ia akan meringankan si tertuduh. 2
Sebelum menjatuhkan hukuman rajam, maka harus memenuhi beberapa
syarat berikut :
1. Si pelanggar dalam keadaan sehat pikiran.
2. Dia seorang muslim
3. Telah pernah menikah
4. Telah mencapai usia puber
5. Seorang yang merdeka, bukan budak belian
Apabila memang telah terbukti melakukan jarimah zina, maka jika
orang yang terkena hukuman adalah laki-laki maka hukuman
dilaksanakan dengan berdiri tanpa dimasukkan kedalam lubang dan tanpa
dipegang atau diikat. Didasrkan pada hadist Rasulullah saw. Ketika
merajam Ma’is dan orang Yahudi
‫ لما امرنا ر سو ل ا ا هلل صلى ا هلل ءليه و سلم ا ن نر جم ما ءز ا بن ما لك خر‬:‫ءن ابي سعيد قا ل‬
‫جنا به ا لى ا لبقيع فو ا هلل ماحفر نا له وال ا و ثقنا ه و لكن قا م لنا فر مينا ه با لءظا مز‬

Dari Abi Sa’id ia berkata : ketika Rasulullah swa memerintahkan kepada


kami untuk merajam Ma’is bin Malik maka kami membawanya ke Baqi’.
Demi Allah kami tidak memasukkannya ke dalam lubang dan tidak pula
dan tidak pula mengikatnya, melainkan ia tetap berdiri. Maka kami
melemparinya dengan tulang.
Bila ia melarikan diri dan pembuktiannya dengan pengakuan maka
ia tidak perlu dikejar, tetapi bila pembuktiannya dengan persaksian maka
ia harus dikejar dan hukuman dilanjutkan sampai ia mati.
Apabila orang yang dirajam itu seorang wanita, menurut Imam Abu
Hanifah dan Imam Syafi’i, ia boleh dipendam sampai batas dada., karena
cara demikian itu lebih menutup auratnya. Menurut mazhab Maliki dan
pendapat yang rajjih dalam mahab Hambali, wanita juga tidak dipendam
sama seperti yang dilakukan laki-laki.

2
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam,1986, cet-3, Jakarta: PT Bulan Bintang

8
Menurut Imam Abu Hanifah, lemparan pertama dilakukan oleh para
saksi apabila pembuktiannya dengan saksi. Setelah itu dilanjutkan oleh
imam atau pejabat yang ditunjuk kemudian diteruskan oleh masyarakat.
Namun ulama yang lain tidak mensyaratkan hal demikian.
Hukuman rajam boleh dilaksanakan kapan saja, karena hukuman
tersebut akan berakhir pada kematian. Tetapi, apabila hukuman rajam
dijatuhkan pada wanita hamil maka pelaksanaan hukumannya dilakukan
setelah wanita itu melahirkan.Bila tetap dilakukan berarti menghukum
juga bayi yang masih ada dalam kandungan.3
D. Beberapa Pendapat Mengenai Hukuman Rajam
Hukuman rajam menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk
diperdebatkan.Banyak dari kalangan ulama yang menolak maupun
menerima hukuman rajam ini.Dari golongan khawarij, Mu’tazilah dan
sebagian fuqaha Syi’ah menyatakan, sanksi bagi pezina adalah hukum
dera (cambuk). Adapun alasan mereka yang menolak hukum rajam:
1. Hukum rajam dianggap paling berat di antara hukum yang ada
dalam islam namun tidak ditetapakan dalam al-qur’an. Seandainya
Allah melegalkan hukum rajam mestinya ditetapkan secara
definitif dalam nas.
2. Hukuman bagi hamba sahaya separoh dari orang merdeka, kalau
hukum rajam dianggap sebagai hukuman mati, apa ada hukuman
separoh mati. Demikian juga ketentuan hukuman bagi keluarga
Nabi dengan sanksi dua kali lipat apakah ada dua kali hukuman
mati. Secara jelas ayat yang menolak adalah surat an-Nisa ayat 25:

ِ َ‫ت َأ ْي ٰ َمنُ ُكم ِّمن فَتَ ٰيَتِ ُك ُم ْٱل ُمْؤ ِم ٰن‬


ۚ‫ت‬ ْ ‫ت فَ ِمن َّما َملَ َك‬ ِ َ‫ت ْٱل ُمْؤ ِم ٰن‬
ِ َ‫ص ٰن‬
َ ْ‫َو َمن لَّ ْم يَ ْست َِط ْع ِمن ُك ْم طَوْ اًل َأن يَن ِك َح ْٱل ُمح‬
ِ ‫ٱل َم ْعر‬Ž
‫ُوف‬ ْ Žِ‫و َره َُّن ب‬ŽŽ‫وه َُّن ُأ ُج‬ŽŽُ‫ِإ ْذ ِن َأ ْهلِ ِه َّن َو َءات‬Ž ِ‫ٱن ِكحُوه َُّن ب‬ŽŽَ‫ْض ۚ ف‬ ٍ ‫ ُكم ِّم ۢن بَع‬Ž ‫ْض‬ ُ ‫ِإي ٰ َمنِ ُكم ۚ بَع‬Ž ِ‫َوٱهَّلل ُ َأ ْعلَ ُم ب‬
‫ا َعلَى‬ŽŽ‫فُ َم‬Ž‫ص‬ ْ ِ‫ ٍة فَ َعلَ ْي ِه َّن ن‬Ž‫ِإ ْن َأتَ ْينَ بِ ٰفَ ِح َش‬Žَ‫ َّن ف‬Ž‫ص‬ ِ ‫ت َواَل ُمتَّ ِخ ٰ َذ‬
ِ ْ‫ت َأ ْخدَا ٍن ۚ فَِإ َذٓا ُأح‬ ٍ ‫ت َغ ْي َر ُم ٰ َسفِ ٰ َح‬ٍ َ‫ص ٰن‬َ ْ‫ُمح‬
ِ ‫ُوا خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم ۗ َوٱهَّلل ُ َغفُو ٌر ر‬
‫َّحي ٌم‬ ۟ ‫ب ۚ ٰ َذلِكَ لِم ْن خَ ِشى ْٱل َعنَتَ ِمن ُك ْم ۚ َوَأن تَصْ بر‬ ِ ‫ت ِمنَ ْٱل َع َذا‬ ِ َ‫ص ٰن‬َ ْ‫ْٱل ُمح‬
ِ َ َ

3
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, 2005, cet-2, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 57-58

9
Artinya: dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman,
ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu
miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari
sebahagian yang lain[285], karena itu kawinilah mereka dengan seizin
tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang
merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan
(pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan
apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut
kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu,
dan kesabaran itu lebih baik bagimu.dan Allah Maha Pengampun lagi
.Maha Penyayang

Ayat di atas menggambarkan bahwa hukum rajam tidak dapat


dilipatgandakan, yakni dua kali lipat.Jika diberlakukan hukuman dera
100 kali maka dua kali lipatnya adalah 200 kali.

3. Hukum dera yang tertera dalam surat an-Nur ayat 2 berlaku umum,
yakni pezina muhsan dan ghairu muhsan. Sementara hadis nabi
yang menyatakan berlakunya hukum rajam adalah lemah.

Masih dalam aliran ini, Izzudin bin Abd as-Salam sebagaimana


dikutip oleh Fazlur Rahman, menyatakan bahwa hukum rajam dengan
argumentasi seluruh materi yang bersifat tradisional bersifat non reliable,
disamping tidak ditegaskan dalam al-qur’an juga warisan sejarah orang-
orang Yahudi.

Sementara Anwar Haryono menyatakan, bahwa hukum rajam


pertama kali diterapkan dalam sejarah islam terhadap orang Yahudi
dengan berdasarkan kitab mereka, yakni Taurat. Kejadian itu kemudian

10
rujukan hukum, artinya siapa saja yang berzina dirajam. Demikian halnya
dengan pendapat Hasbi ash-Shidieq, hukum rajam ada dan dipraktekan
dalam islam, akan tetapi terjadi sebelum diturunkan surat an-Nur ayat (2).

‫ةٌ فِي ِدي ِن هَّللا ِ ِإ ْن‬ŽŽَ‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأف‬
َ‫ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۖ َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَاِئفَةٌ ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِين‬

Artinya : perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka


deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.

Maka hukum yang muhkan sampai sekarang adalah hukum dera


bagi pazina. Alangkah bijaksananya kalau tidak mengatakan hukum had
itu tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah sempurna perbuatan dosa
seseorang, yakni terpenuhinya syarat, rukun dan tanpa adanya unsur
subhat.

Hukum rajam atau dera seratus kali bagi pezina bukanlah suatu
kemutlakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Syahrur dengan
teorinya halah al-had al-a’la, (batas maksimal ketentuan hukum Allah),
bahwa hukum rajam (dera) bisa dipahami sebagai hukum tertinggi dan
adanya upaya untuk berijtihad dalam kasus tersebut dapat dibenarkan.
Demikian halnya pelaku yang tidak diketahui oleh orang lain, Islam
memberikan peluang terhadapnya untuk bertobat. Sebagaimana Nabi
menjadikan sarana dialog dalam kasus Ma’iz bin Malik, yang mengaku
berzina dan minta disucikan kepada Nabi. Nabi berpaling dan bertanya
berulang-ulang agar pengakuan dicabut dan segera bertaubat.

Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghairu muhsan)


didasarkan pada ayat al-qur’an an, yakni didera seratus kali.Sementara
bagi pezinah muhsan dikenakan sanksi rajam.Rajam dari segi bahasa

11
berati melempari batu.Sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari
batu. Sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari pezina muhsan
sampai menemui ajalnya. Adapun dasar hukum dera atau cambuk seratus
kali adalah firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2

Zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya


dikenakan sanksi yang amat berat, baik itu hukum dera maupun rajam,
karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan
akal.Kenapa zina diancam dengan hukuman berat. Hal ini disebabkan
karena perbuatan zina sanagt dicela oleh islam dan pelakunya dihukum
dengan hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal dengan
disaksikan oleh orang banyak), jika ia muhsan. Jika iaghairu muhsan,
maka dihukum cambuk 100 kali. Ada perbedaan hukuman tersebut karena
muhsan seharusnya bisa lebih menjaga diri untuk melakukan perbuatan
tercela itu, apalagi kalau masih dalam ikatan perkawinan yang berarti
menyakiti dan mencemarkan nama baik keluarganya, sementara ghairu
muhsan belum pernah menikah sehingga nafsu syahwatnya lebih besar
karena didorong rasa keingintahuannya. Namun keduanya tetap sangat
dicela oleh Islam dan tidak boleh diberi belas kasihan.

Adapun tindak pidana yang terkait denagn tindakan asusila, seperti


pelaku lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum menyatakan bahwa
si pelaku tidak dihukum hadd melainakn dengan ta’zir.Dalam hal
kejahatan perkosaan, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja (si
pemerkosa) yang dijatuhi hukuman hadd.Namun ada sebagian pendapat
yang menyatakan, bahwa hukuman si pemaksa dikategorikan sebagai
hukuman yang sadis dan masuk dalam delik hirabah.Hal ini didasarkan
pada lafadz wayas auna fi al-ard fasadan (orang yang membuat kerusakan
di muka bumi).Kejahatan pemerkosa, sabotase, bahkan terorisme
teermasuk dalam kategori jarimah perampokan (perampasan) yang
pelakunya dikenai hukuman berat.

12
E. Penerapan Hukuman Rajam di Berbagai Negara
Ada 7 negara yang sampai saat ini masih menggunakan hukuman rajam,
Negara-negra tersebut adalah:
1. Iran
Iran yang menerapkan hukum Islam, memberlakukan hukuman
rajam bagi siapa saja yang melakukan perzinahan di Negara
itu.Berdasarkan ketepan yang berlaku, tubuh pria pelaku perzinahan
dibenamkan ke dalam bumi hingga setinggi pinggangnya dan tubuh
wanita pelaku perzinahan dibenamkan hingga setinggi lehernya.
Selanjutnya mereka dirajam hingga tewas. Namun pelaku perzinahan
yang berhasil meloloskan diri dari lubang tempat mereka dibenamkan
akan dianggap bebas dari hukuman. Hukuman yang tidak adil bagi
perempuan karena dibenam lebih dalam yaitu sebatas leher sedangkan
pria hanya sebatas pinggang.
Contoh kasus: Pada bulan Juli 2008, hukuman rajam hingga
mati diberikan kepada Sembilan pelaku zina dan prostitusi. Sedikitnya
delapan wanita dan satu pria telah dijatuhi hukuman dilempar batu
hingga mati atau rajam di Iran.
Delapan wanita berusia berkisar dari 27 hingga 43 tahun itu mendapat
hukuman karena terlibat prostitusi, hubungan sedarah dan
perzinahan.Terpidana lainnya, seorang pria guru musik berusia 50
tahun, dihukum karena hubungan seks tidak sah dengan seorang siswa.
2. Arab Saudi
Contoh kasus: TKW asal Banyuwangi yang bernama Lilik (40)
terancam hukuman rajam. Kasus itu terjadi pada tahun 2007.Hal itu
bermula dari pembunuhan yang menimpa TKW Indonesia lainnya
yang dilakukan oleh pria asal Bangladesh.Tetapi saat polisi Arab
memeriksa tempat kejadian mereka menemukan foto lilik sedang
bermesraan dengan pria tersebut.dan polisi langsung menangkap Lilik.
Walaupun hukuman rajam belum dilaksanakan, ini jelas bahwa Arab

13
Saudi masih memberlakukan hukuman Rajam untuk pelaku zina
ataupun yang mendekati zina.
3. Sudan
Pada 10 Juli 2012 pengadilan di ibukota Khartoum menjatuhi
hukuman bagi seorang wanita Sudan, berusia 23 tahun, Laila Ibrahim
Issa Jamool karena berzinah.  Pengadilan menghukumnya mati dengan
dirajam, dibawah pasal 146 Hukum Pidana Sudan tahun 1991.
4. Pakistan
Militan Taliban diduga menghukum rajam seorang wanita sampai
mati di Pakistan.Seorang wanita tergeletak diikat ke tanah dan
sekelompok orang berkumpul sekelilingnya, berulang kali melempar
batu padanya. Dia berulang kali berteriak memohon bantuan, tetapi
meskipun dia menangis, mereka terus menghujaninya dengan batu
padanya sampai ia terbaring diam.Eksekusi diduga berlangsung dua
bulan yang lalu di daerah Orakzai.
5. Afganistan
Contoh kasus: Para Taliban Afganistan melakukan hukuman rajam
bagi pasangan lelaki dan perempuan itu dituduh telah berzina di
kawasan distrik Dashte Archi di provinsi Kunduz Agustus silam.
6. Nigeria
Contoh kasus: Amina Lawal, seorang perempuan Muslim, dijatuhi
hukuman mati pada hari Jum’at tanggal 22 Maret 2002 dengan cara
dirajam hingga mati oleh Pengadilan Syari’ah di Bakori, Negara
Bagian Katsina di Nigeria Utara. Beliau mengandung sementara
menjanda dan menurut hukum Syari’ah, mengandung di luar
pernikahan adalah bukti cukup bagi seorang perempuan untuk dituduh
melakukan pelacuran.
7. Somalia
Contoh kasus: Mohamed Abukar Ibrahim, nama pria malang
berusia 48 tahun itu, dikubur hidup-hidup dalam posisi berdiri, hanya

14
leher dan kepala yang masih di atas tanah, lalu dilempari batu hingga
tewas.
Suatu golongan mengatakan bahwa kedua orang itu mengaku telah
melakukan masing-masing pembunuhan dan perzinahan.Untuk
pasangan zinanya hakim telah menjatuhkan hukuman cambuk 100 kali
karena belum menikah.

F. Relevansi hukuman rajam dengan kemanusiaan


Kebanyakan orang memandang hukuman system dalam islam
dianggap kejam dan tidak manusiawi.dalam system ini misalnya dikenal
hukuman rajam bagi pelaku zina muhsan, hukuman cambuk 100x bagi
pezina yang belum menikah. Hukuman balasan dalam hal penganiayaan
dan pembunuhan, hukum potong tanggan bagi pencurian.
Tetapi menurut M. Hasbi Ash-shidiqqi, dipandang wajar karena
mereka dianggap gagal atau tidak mampu dalam menangkap ruh syariat
islam. Sebetulnya hukum-hukum tersebut ada bukan untuk alas an balas
dendam meleinkan hukuman tersebut memberikan ukuran konkrit tentang
nilai keadilan. Dengan kata lain, hukuman tersebut dijatuhkan karena
telah melebihi kesalahan atas dosa yang mereka lakukan.
Muhammad Iqbal Sidiqqi melihat kritik yang dilontarkan bagi hukuman
rajam bukan karena tidak suka terhadap ide hukuman fisik, tetapi lebih
karena perasaan moral ,mereka yang belum terbangun seutuhnya. Menurut
Iqbal bahwa hukuman rajam itu sangat kejam. Akan tetapi sesungguhnya
nilai-nilai kemanusiaan yang disentuh oleh hukumanrajam adalah nilai
kemanusiaan kolektif. Bahwa sesungguhnya martabat manusia itu terletak
pada pembentukan suatu tatanan suatu masyarakat yang beradab dan
manusiawi.
Martabat kemnusiaan inilah yang menjadi perhatian dan memang
harus dipertahankan. Sehingga menusia tetap dipandang sebagai makhluk
yang paling mulia, beradab, penuh dengan moralitas dan berbeda dari
makhluk lain. Hukuman rajam dipandang sebagai bbentuk disiplin dan

15
merupakan upaya untuk mempertahankan martabat dan moralitas manusia
dalam lingkup yang luas.Sanksi seperti ini dalam kehidupan masyarakat
lebih menekankan aspek represif dari kaidah hukum yang merupakan
kaidah dari hukum pidana, dengan mendatangkan sanksi yang
mendatangkan penderitaan bagi yang melanggar.

Dalam hal ini kemanusiaan yang lebih besar dan menyangkut suatu
tatanan masyarakat luas jauh lebih unggul dalam bandingan satu individu
dalam masyarakat.Maka peradaban yang selayaknya terus ada dalam
kehidupan manusia tetap mengiringi sejarah kemanusiaan, dan tidak jatuh
ke derajat yang lebih rendah dari itu.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hukuman rajam bukanlah suatu hukum mutlak yang diberikan kepada
pelaku zina.Tetapi merupakan suatu alternative hukuman yang terberat dalam
Islam dan bersifat insidentil.Artinya penerapannya lebih bersifat kasuistik.Karena
hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan
individu maupun masyarakat dan diberlakukan bagi pelaku zina yang memang
benar-benar memberikan efek yang sangat buruk bagi orang-orang
disekitarnya.Rajam merupakan hukuman yang tidak manusiawi. Selain itu
hukuman rajam merupakan peninggalan orang-orang Yahudi yang pada waktu
Rasulullah saw. Hukuman rajam diberlakukan karena untuk menyesuaikan adat
kebiasaan orang Yahudi agar hukum Islam dapat diterapkan.
Selain itu hukuman rajam tidak disebutkan dalam alQuran baik mengenai
tatacaranya maupun kewajibannya, alQuran hanya menerangkan bahwa hukuman
bagi orang yang berbuat zina adalah dijilid 100 kali sesuai dengan surat an-Nur
ayat 2. Ayat ini lah yang seharusnya menjadi hukuman yang layak bagi pelaku
zina, karena sudah jelas diatur dalam alQuran. Adapun as-sunnah yang mengatur
diberlakukannya hukuman rajam kemungkinan dilakukan sebelum turunnya surat
an-Nur ini.
Alangkah lebih baiknya jika hukuman rajam tidak lagi diberlakukan di
zaman sekarang ini.Berilah kesempatan bagi para pelaku zina untuk bisa
memperbaiki dirinya untuk menyadari bahwa perbuatannya itu salah.Toh
perbuatan yang dilakukan pelaku itu adalah tanggungjawab antara dirinya dan
Yang Maha Kuasa.Jika memang perbuatan yang dilakukan tidak merugikan
orang-orang disekitarnya. Contohnya jika perbuatan itu memang dilakukan karna

17
dasar suka sama suka. Kita sebagai manusia juga tidak berhak untuk menghakimi
perbuatan mereka, padahal tubuh dan jiwa kita ini masih banyak dosa.

DAFTAR PUSTAKA

Terjemahan dari Shari’ah the Islamic Law. Abdur Rahman. terjemahkan oleh
Masturi, Hadi dan Iba Asghary, Basri.Tindak Pidana dalam Syari’at
Islam. PT Melton Putra. Jakarta : 1992

Wardi Muslich, Ahmad. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika.Jakarta: 2005

Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam, PT Bulan Bintang, Jakarta:


1986, cet-3,

Munajat, Makhrus. Fikih Jinayah. Pesantren Nawasea Press. 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai